Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 29 Juni 2019

KEHIDUPAN ANAK YATIM


Kehidupan Anak Yatim


Sungguh bahagia seorang anak yang lahir kedunia dan mendapatkan kasih sayang lahir dan batin dari kedua orang tuanya. Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang, dukungan dan nasehat akan tumbuh menjadi orang yang mampu mengatasi persoalan hidup di kemudian hari.


Namun tidak semua anak selalu beruntung memiliki kedua orang tua. Ada anak yang ketika lahir, ayah dan ibunya masih ada tetapi selagi dia masih membutuhkan kasih sayang dari keduanya dan masih ingin bermanja-manja tiba-tiba harus menghadapi kenyataan, menerima musibah kematian ayahnya atau ibunya. Ada pula anak-anak yang sejak lahir sudah tidak mempunyai ayah atau ibu.


Setiap anak lahir dengan membawa potensi-potensi fisik, psikis, moral, intelektual, dan spiritual yang dapat dikembangkan dan akan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Ibarat kertas yang masih putih bersih, apa saja bisa digoreskan di atasnya, tulisan yang indah, gambar yang elok, atau sebaliknya coretan-coretan yang tidak jelas, maupun lukisan yang buruk dapat dituangkan diatas kertas tersebut.


Begitulah, setiap anak sedikit banyak terpengaruh oleh orang tua atau lingkungannya di waktu kecil. Seorang anak yang dibesarkan oleh orang yang baik dan di lingkungan yang baik, maka akan terbentuk pada dirinya kepribadian yang baik. Sebaliknya jika dibesarkan oleh orang yang berkepribadian buruk dan tinggal di lingkungan yang buruk, maka akan lahir darinya kepribadian yang buruk. 


Setiap anak memiliki karakter khas yang merupakan hasil bentukan di masa kecil. Bisa berupa karakter yang baik, bisa juga berupa karakter yang kurang baik. Bisa berupa karakter yang sulit diubah, bisa juga karakter yang mudah sekali untuk diubah.


Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang orang tua akan berbeda dengan karakternya dengan anak yang tidak atau sedikit mendapatkan kasih sayang orang tuanya karena telah meninggal. Karena itulah kita sangat dianjurkan untuk mau memberikan kasih sayang kepada anak yatim dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan mereka. 


Dalam hal ini harus disadari bahwa anak yatim adalah anak belum menemukan pijakan yang utuh kepada siapa dia seharusnya menyandarkan kehidupan dan mengharapkan kasih sayang. Oleh karenanya, dia perlu dihibur, dikuatkan mentalnya, dan ditunjukkan kepada hakikat cinta dan kasih sayang yang bermuara kepada Allah SWT.


Anak yang tidak atau jarang mendapatkan sentuhan kasih sayang, adakalanya memiliki karakter yang kurang kondusif bagi kemajuan atau kesuksesan hidupnya di masa depan. Salah satu penyebabnya adalah karena telah terbentuknya zona aman (comfort zone) atas karakter yang telah tertanam pada dirinya sejak kecil itu. Sebagai misal persepsi anak tentang sabar. Telah tertanam dalam dirinya bahwa apa-apa yang dialaminya adalah bagian dari takdir Allah SWT yang harus diterima dengan sabar.


Namun karena penanaman yang kurang tepat, kesabarannya itu tidak berbuah pada kegigihan/kemandirian dalam menjalani kehidupan. Dia mengidentikan sabar dengan pasrah atau nrimo yang berkonotasi pasif. Dan dia memiliki persepsi bahwa sabar itu hanya dilakukan di kala menerima musibah saja. Padahal kapan pun, baik di kala susah maupun senang, seorang hamba Allah dituntut untuk bersabar. 


Namun apakah anak yang kurang mendapat sentuhan kasih sayang orang tuanya akan selalu tumbuh dengan kepribadian yang tidak mendorong pada kesuksesan? Data empiris menunjukkan tidaklah selalu demikian. Hal ini dikarenakan apa yang berpengaruh pada dirinya tidak terbatas dari kedua orang tuanya, melainkan juga lingkungan hidupnya dan pendidikan yang diperolehnya. Sebaliknya kita menyaksikan banyak anak yang tumbuh dengan belaian kasih sayang orang tua yang "berlebih", malah tumbuh dengan kepribadian yang labil.


Riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang ketika lahir sudah menjadi yatim karena ayahnya telah wafat pada saat dia masih dalam kandungan ibunya, kemudian 6 tahun sesudah itu ibunya wafat menyusul kepergian sang ayah, adalah kisah yang patut menjadi cerminan dan sumber motivasi. Dia hanya sebentar mendapat sentuhan dan belaian kasih sayang dari ibunya, namun dia dibesarkan di tengah keluarga terhormat, yang disegani oleh kaumnya. 


Sepeninggal ibunya dia dipelihara oleh kakeknya, Abdul Muttalib seorang tokoh keagamaan yang dipercaya memegang kunci Ka’bah, selama dua tahun. Berikutnya sampai beranjak dewasa dia dipelihara oleh pamannya, Abu Talib seorang pedagang, yang memberinya pengalaman penting sebagai calon pemimpin, yakni perjalanan dagang ke berbagai negeri sehingga memberinya bekal wawasan yang luas. Pribadi dan akhlak yang muncul dari dirinya tentu merupakan perpaduan dari watak yang diwarisinya dari kedua orang tuanya dan persentuhannya dengan orang-orang di sekitarnya.


Dalam bahasa agama, semua itu adalah karena kehendak dan bimbingan Allah SWT, yang Maha Pengasih Maha Penyayang, melebihi kasih sayang seorang pendidik yang terbaik sekalipun. Karena itu kehilangan seorang ayah atau ibu, bukanlah akhir dari sebuah kehidupan. Meski terasa berat, kehilangan seorang ayah atau ibu adalah bentuk ujian agar seseorang bisa menemukan sumber cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya, yang tidak pernah lapuk, tidak pernah lekang, dan tidak terukur dan terbatasi oleh dimensi ruang dan waktu, yang abadi, dan tidak fana sebagaimana kasih sayang seorang ibu di dunia ini.


Kehadiran seorang ibu adalah wasilah dari cinta Allah SWT. Allah SWT berkehendak menunjukkan keagungan cintaNya, maka diutuslah seorang ibu. Seorang ibu yang memahami akan esensi ini, maka ia merasa bahwa kehadirannya adalah amanah dariNya, sehingga ia berusaha mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikanNya. Dia tidak akan pernah mengharapkan imbal jasa, pamrih, atau menuntut balas. Dia tidak ingin disanjung dan dipuji karena pemilik segala puji hanyalah Allah yang menurunkan sifat rahman dan rahimNya itu.


@menzour_id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar