JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
DISUSUN UNTUK MEMENUHI
TUGAS MATA KULIAH
BIMBINGAN DAN KONSELING
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. H. MULYADI, M. Pd.I
Oleh
NIM. 15710052
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA
MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
JAWABAN
UJIAN AKHIR
SEMESTER
Mata Kuliah : Bimbingan Dan Konseling
Program : Magister Pengawas
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Mulyadi, M. Pd.I
Oleh : M a n s u
r (NIM: 15710052)
1.
Pengertian,
Persamaan, Perbedaan serta Hubungan Bimbingan dan Konseling
a.
Rumusan
Pengertian Bimbingan dan Pengertian Konseling
Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang
dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri
dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan
secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu
dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi
belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya
sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan
menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun
masyarakat.
b.
Persamaan
Bimbingan dan Konseling
Persamaan antara bimbingan terletak pada
tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama diterapkan dalam program
persekolahan, sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, dan sama-sama
mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua
kegiatan itu diselenggarakan.
c.
Perbedaan
Bimbingan dan Konseling
Perbedaan
antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang
menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan
usaha pemberian informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan
lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan
yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara
konselor dan klien.
Dari
segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala
sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat dilakukan oleh
tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih. Dengan kata lain, konseling
merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh konselor
kepada klien secara individu.
d.
Hubungan
Bimbingan dengan Konseling
Istilah
bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat
erat dan merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah
bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan
konseling (guidance and counseling).
Dengan
demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan
bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual
(face to face relationship). Bimbingan tanpa konse- ling ibarat pendidikan
tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di
antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.
2.
Latar
belakang perlunya Bimbingan dan Konseling dan bagan skematis BK di Sekolah.
a.
Latar
Belakang perlunya BK
Ada 3 (tiga) latar belakang perlunya
layanan bimbingan dan konseling, yaitu latar belakang sosial kultural, latar
belakang perkembangan pendidikan, dan latar belakang psikologis:
1) LATAR BELAKANG SOSIAL KULTURAL
Perkembangan zaman (globalisasi) menimbulkan perubahan dan
kemajuan dalam masyarakat. Aspek
perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri, informasi dan
sebagainya. Akibatnya ialah berbagai permasalahan yang dihadapi oleh individu,
misalnya, pengangguran, syarat-syarat pekerjaan, penyesuaian diri, jenis dan
kesempatan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pendidikan, masalah hubungan
sosial, masalah keluarga, keuangan, masalah pribadi, dan sebagainya. Walaupun
pada umumnya masing-masing individu berhasil mengatasi dengan sempurna,
sebagian lain masih perlu mendapatkan bantuan.
Karena itulah sekolah memiliki tanggung jawab dalam membantu
para siswa baik sebagai pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat, dengan
mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan
mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, dan bantuan tersebut
diberikan melalui program bimbingan dan konseling disekolah.
2) LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN
adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian,
mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Dari pengertian
dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah
perkembangan kepribadian secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi.
Untuk menuju tercapainya
pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh
yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi
meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat
layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan
yang diinginkan seperti tersebut di atas, adalah kegiatan pendidikan yang
ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses belajar
mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan inilah
bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu
setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka
hasil pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang
berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun sosial.
3) LATAR BELAKANG PSIKOLOGIS
Secara psikologis dewasa ini, masih banyak adanya
gejala-gejala perkembangan kepribadian yang kurang matang, kurang percaya pada
diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap santai, kurang responsif,
ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan sebagainya. Oleh karena itu,
dengan diadakannya program bimbingan dan konseling disekolah diharapkan akan membantu
peserta didik dalam membangun kepribadian anak didik secara optimal agar tidak
ada lagi
Dalam konsepsi tentang tugas perkembangan (developmental
task) dikatakan bahwa setiap periode tertentu terdapat sejumlah tugas-tugas
perkembangan yang harus diselesaikan. Berhasil tidaknya individu dalam
menyelesaikan tugas-tugas tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan
selanjutnya dalam penyesuaian dirinya di dalam masyarakat. Oleh karena itu,
melalui layanan bimbingan dan konseling siswa dibantu agar dapat mencapai
tugas-tugas perkembangannya dengan baik.
b.
Bagan
struktur organisasi BK di Sekolah
Keterangan :
1) Unsur Kan
Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan
terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dalam hal ini adalah pengawas sebagaimana dimaksudkan dalam
petunjuk pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
2) Kepala sekolah (bersama Wakil Kepala Sekolah) adalah penanggung
jawab pendidikan pada satuan pendidikan (SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan,
termasuk penanggung
jawab
dalam membuat kebijakan pelayanan bimbingan dan konseling.
3) Koordinator
Bimbingan dan Konseling (bersama
guru pembimbing/konselor sekolah) adalah pelaksanaan utama pelayanan
bimbingan dan konseling.
4) Guru (mata Pelajaran atau Praktik) adalah pelaksanaan pengajaran dan
praktik /latihan.
5) Wali Kelas, adalah guru
yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan adminitrasi (seperti
nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kalas tertentu.
6) Siswa, adalah peserta
didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik/latihan, dan bimbingan
di SLTP, SMA, dan SMK.
7) Tata Usaha, adalah pembantu Kepala Sekolah dalam penyelenggara
adminitrasi dan ketatausahaan.
8) Komite
Sekolah, adalah organisasi yang
terdiri dari unsure sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat, yang
berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Sifat hubungan seperti pada bagan tersebut dapat diartikan secara variatif.
Hubungan antara Unsur Kandepiknas dengan Kepala Sekolah dan Koordinator BK
adalah hubungan administratif . Hubungan antara Koordinator BK dengan Guru dan
Wali Kelas adalah hubungan kerjasama sekaligus koordinatif bila ditinjau dari
garis administrasi Kepala Sekolah ke bawah. Sedangkan hubungan Koordinator BK
(dan Guru Pembimbing/Konselor Sekolah), Guru Mata Pelajaran, Wali Kelas dengan
Siswa adalah hubungan dalam layanan.
3.
Bagan
skematis komponen program bimbingan di sekolah, dan menjelaskan komponennya.
1. Pelayanan
Dasar
a. Pengertian
Pelayanan
dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui
kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang
disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang
sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai
standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan
memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan
instrumen assesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas
sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Assesmen kebutuhan
diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang
disebutkan.
b. Tujuan
Pelayanan
ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya,
atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai
upaya untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang
diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2)
mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau
seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya;
(3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
c. Fokus
Pengembangan
Untuk
mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan
upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi
pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi
kemandirian, antara lain mencakup pengembangan: (a) sel-esteem; (b) motivasi
berprestasi; (c) keterampilan pengambilan keputusan; (d) keterampilan pemecahan
masalah; (e) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (f)
penyadaran keragaman budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab. Terkait dengan
pengembangan karier, khususnya siswa SMP dan SMA, meliputi: (a) fungsi agama
bagi kehidupan; (b) pemantapan pilihan program studi; (c) keterampilan kerja
profesional; (d) kesiapan pribadi—fisik-psikhis; (e) perkembangan dunia kerja;
(f) iklim kehidupan dunia kerja; (g) cara melamar pekerjaan; (h) kasus-kasus
kriminalitas; (i) bahayanya kriminalitas; dan (j) dampak pergaulan bebas.
2. Pelayanan
Responsif
a. Pengertian
Pelayanan
responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan
dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera
dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangan. Konseling individual, konseling crisis, konsultasi dengan orang
tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat
dilakukan dalam pelayanan responsif.
b. Tujuan
Tujuan
pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya
dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami
hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan
pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi
masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan
dirasakan saat itu. Hal tersebut berkenaan dengan masalah sosial-pribadi,
karier dan atau masalah pengembangan pendidikan.
c. Fokus
Pengembangan
Fokus
pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah
dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal
karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan
ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan
karier dan pilihan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang,
minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah
lainnya adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu
kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak
terpenuhi kebutuhannya atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
3. Pelayanan
Perencanaan Individual
a. Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada
konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan
perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan
dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di
lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala
karakteristiknya, penafsiran hasil assesmen dan penyediaan informasi yang
akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan
sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam
mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan
khusus konseli. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan,
kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.
b. Tujuan
Perencanaan
individual bertujuan untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki pemahaman
tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau
pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar, maupun karier; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan
pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan perencanaan
individual ini juga dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan
pengembangan sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Isi pelayanan perencanaan
individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara
khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian, meskipun
perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang
diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan
dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing konseli.
c. Fokus Pengembangan
Fokus
pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek
akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakup fokus tersebut
meliputi: (1) akademik, meliputi: memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan
pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau
pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2)
karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi
latihan-latihan kerja, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif;
dan (3) sosial-pribadi, meliputi: pengembangan konsep diri yang positif dan
pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4. Dukungan
Sistem
Ketiga
komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara
langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan
manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara
berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli
atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
Program
ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan
pelayanan di atas. Sedangkan bagi personil pendidikan lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem meliputi
aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking); (b) kegiatan
manajemen; dan (c) riset dan pengembangan.
a. Pengembangan
Jejaring (networking)
Pengembangan
jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan
guru-guru; (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau
masyarakat; (c) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan sekolah; (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya
dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan
konseli; (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat
dengan bimbingan dan konseling; dan (f) melakukan kerjasama atau kolaborasi
dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Kegiatan
Manajemen
Kegiatan
manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan
meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan:
(a) pengembangan program, (b) pengembangan staff; (c) pemanfaatan sumber daya;
dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
c.
Pengembangan Profesionalitas
Konselor
secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui: (1) inservice training; (2) aktif dalam organisasi
profesi; (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar, workshop,
atau (3) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (pascasarjana).
c. Pemberian konsultasi dan berkolaborasi
Konselor
perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf sekolah
lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah untuk memperoleh informasi, dan
umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para
konseli, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan
konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan
konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya sekolah untuk
menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan
upaya peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling. Pihak-pihak terkait,
seperti: (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi
seperti ABKIN, (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti
psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, (5) MGP, dan (6) Depnaker.
d. Manajemen Program
Suatu
program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
e. Riset
dan Pengembangan
Kegiatan
riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan
pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi: (a) merancang,
melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk
meningkatkan koalitas layanan bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi
kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta
pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja profesional konselor; (2)
merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri konselor
profesional sesuai dengan standar kompetensi konselor; (3) mengembangkan
kesadaran komitmen terhadap etika profesional; dan (4) berperan aktif di dalam
organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
4.
Mendeskripsikan
perkembangan BK di Indonesia
Deskripsi Periodesasi perkembangan bimbingan
dan konseling di Indonesia
periodesasi
|
Peristiwa
|
Periode I dan II:
Prawacana dan pengenalan (sebelum
1960-1970-an)
|
Pada
periode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling sudah dimulai,
terutama oleh para pendidik yang pernah mempelajarinya diluar negeri. Periode
ini berpuncak dengan dibukanya jurusan Bimbingan dan penyuluhan pada tahun
1963 di IKIP bandung(sekarang namanya UPI). Pembukaan ini menandai dimulainya
periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalakan pelayanan BP pada
masyarakat akademik, dan pendidik. Sukses periode kedua in ditandai dengan
dua keberhasilan, yang diluluskannya sejumlah sarjana BP, dan semakin
dipahami dan dirasakan kebutuhan akan pelayanan tersebut.
|
Periode
III: pemasyarakatan (1970-1990 an)
|
Pada
periode ini diberlakunya kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai sekolah
menengah tingkat atas. Kurikulum ini secara resmi mengintegrasikan ke
dalamnya layanan BP untuk siswa. Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi
BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ketiga
ini ditandai juga dengan pemberlakuan kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984
ini, pelayanan BP difokuskan pada bidang-bidang karir. Dan pada periode ini
muncul beberapa permasalahan, seperti: (1) berkembangnya pemahaman yang
keliru, yaitu mengidentikan Bimbingan karir dengan Bimbingan
Penyuluhan. (2) kerancuan dalam mengimlementasikan SK Menpan No
26/Menpan/1989 terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan di sekolah. Dalam
SK tersebut terimplikasi bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan
pelayanan BP. Akibatnya pelayanan BP menjadi kabur, baik pemahaman maupun
implementasinya.
|
Periode
IV: konsolidasi(1990-2000)
|
Pada
periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP
itu dapat dilaksanakan oleh semua guru (seperti terjadi pada periode ke empat
di atas). Pada periode ini ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata
penyuluhan menjadi konseling.(2) pelayanan BK di sekolah hanya dilaksanakan
oleh guru pembimbing yang secara khusus ditugasi untuk itu. (3) mulai
diselenggarakan penataran(nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing.(4)
mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru pembimbing.(5) pola
pelayanan BK di sekolah dikemas dalam BK pola 17, dan (6) dalam bidang
kepengawasan sekolah dibentuk kepengawasan bidang BK. (7) dikembangkannya
sejumlah panduan pelayanan BK di sekolah yang lebih operasional oleh IPBI.
|
Periode
V: lepas landas
|
Semula
diharapkan periode konsolidasi akan dapat mencapai hasil-hasil yang memadai,
sehingga mulai pada tahun 2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat tinggal
landas. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih ada permasalahan yang belum
terkonsilidasi, yang berkenaan dengan sumber daya manusia(SDM). Kelemahannya
berakar dari kondisi untrained, undertrained, dan uncommitted para
pelaksana layanan. Walaupun begitu pada tahun-tahun setelah masa konsolidasi
terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan tonggak bagi pengembangan
profesi konseling menuju era lepas landas, yaitu: (1) penggantian nama
organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia),(2) lahirnya undang-undang No 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional, yang dimuat di dalamnya ketentuan bahwa konselor
termasuk salah satu jenis tenaga pendidik (bab1 ayat 4). (3) kerjasama
pengurus besar ABKIN dengan dikti Depdiknas tentang standarisasi profesi
konseling.(4) kerjasama ABKIN dengan direktorat PLP dalam merumuskan
kompetensi guru pembimbing(konselor) SMP dan sekaligus memberikan pelatihan
kepada mereka.
|
5.
Konselor
atau Guru perlu mengakaji diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar.
Alasannya
karena….
Dalam
landasan pemikiran perlunya diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar bagi
peserta didik / klien adalah sebagai berikut:
1. Setiap Murid/ klien hendaknya
mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuan, kecerdasan, bakat dan minatnya.
2. Adanya perbedaan-perbedaan
kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang fisik serta social
masing-masing murid maka kemajuan belajar peserta didik dalam satu kelas
mungkin tidaklah sama, ada siswa yang cepat, sedang dan lambat dalam memahami
dan menerima materi pelajaran.
3. Sistem pengajaran di sekolah
seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk maju sesuai dengan
kemampuan individu peserta didik, sehingga saat diadakan evaluasi akan nampak
adanya sejumlah peserta didik yang belum berhasil mencapai penguasaan materi
seperti yang diharapkan.
Untuk pelayanan ini guru perlu
memperhatikan peserta didik yang memiliki prestasi dan yang tidak untuk
mengukur tingkat kemampuan tertentu dari peserta didik.
Untuk menhadapi hal-hal tersebut,
para guru dan konselor perlu diperlengkapi dengan pengetahuan, sikap dan
keterampilandalam hubungannya dengan pengidentifikasian kesulitan belajar,
sebab-sebabnya dan pelayanan remedial
Contohnya:…
Contohnya di dalam kelas guru sudah
menandai Mansur misalnya sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Diantaranya dapat dilihat dari :
a. Hasil belajar Sejarah yang
dicapai Mansur lebih rendah dibawah rata-rata.
b. Hasil belajar
Sejarah yang dicapai Mansur sekarang lebih rendah dibanding sebelumnya.
c. Hasil belajar
Sejarah yang dicapai oleh Mansur tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.
d. Lambatnya Mansur
dalam melakukan tugas-tugas belajar.
e. Mansur
menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar
dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
f. Mansur
menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang
sebelum waktunya, dst.
g. Mansur
menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung,
suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
Berkaitan
dengan mengidentifikasi secara fisik. Dimana guru juga harus peka akan hal ini.
Karena pada dasarnya setiap siswa memiliki kelebihan dan kelemahan yang
berbeda-beda dalam penglihatan dan pendengarannya dalam proses pembelajaran.
Contohnya siswa Mansur diidentifikasi penglihatan dan pendengarannya oleh
gurunya di kelas, daranya dengan:
a. Identifikasi penglihatan: Guru
melakukan pengujian penglihatan kepada Mansur dengan cara memindahkan Mansur
untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling belakang.
b. Identifikasi pendengaran: Guru
melakukan pengujian pendengaran kepada Mansur dengan cara memindahkan Mansur
untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling belakang. Serta
guru harus menyesuaikan volume suaranya.
6. Perbedaan antara Konseling dengan
psikoterapi dan konseling dengan intervensi social, serta titik singgung antara
konseling dengan psikoterapi
a.
Perbedaan
antara Konseling dengan psikoterapi
Apabila ditinjau dari definisi kedua permbahasan
tersebut konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang
bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri
dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan
nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan
atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan
menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi dalam
bagan, sebagai berikut:
KONSELING
|
PSIKOTERAPI
|
1. Klien
|
1. Pasien
|
2. Gangguan
yang kurang serius
|
2. Gangguan yang serius
|
3. Masalah:
Jabatan, Pendidikan, dsb
|
3. Masalah kepribadian dan pengambilan
keputusan
|
4. Berhubungan
dengan pencegahan
|
4. Berhubungan dengan penyembuhan
|
5. Lingkungan
pendidikan dan non medis
|
5. Lingkungan medis
|
6. Berhubungan
dengan kesadaran
|
6. Berhubungan dengan ketidaksadaran
|
7. Metode
pendidikan
|
7. Metode penyembuhan
|
b.
Perbedaan
antara Konseling dengan intervensi social dari segi definisinya ialah:
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang
bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri
dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan
nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya. Sedangkan, Intervensi
sosial dapat diartikan sebagai sebagai cara atau strategi memberikan bantuan
kepada masyarakat (individu, Kelompok, komunitas).
c.
Titik
singgung antara konseling dengan psikoterapi
Titik
persinggungan antara konseling dan psikoterapi adalah membantu dan memberikan
perubahan, perbaikan kepada klien (yaitu, eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan
perubahan tindakan/perilaku) agar klien dapat sehat dan normal dalam menjalani
hidup dan kehidupannya. Keduanya juga merupakan bantuan yang diberikan dengan
mencoba menghilangkan tingkah laku merusak-diri (self-defeating)
pada klien.
7.
Membandingkan
Persamaan dan perbedaan peran konselor dalam konseling individu dan konseling
kelompok.
a.
Membandingkan
Persamaan peran konselor dalam konseling
individu dan konseling kelompok.
1)
Tujuan umum yaitu untuk
pengembangan pribadi individu
2)
Pelaksanan yaitu
dilaksanakan oleh konselor
3)
Layanan Konseling Kelompok
dapat diselenggarakan atas kesepakatan pemimpin kelompok (Konselor ) dengan
anggota kelompok, begitupun dengan KI dapat diselenggarakan atas kesepakatan
antara konselor dengan klien.
4)
Penilaian terhadap hasil
layanan dilakukan dalam tiga tahap yaitu penilaian segera ( laiseg ), penilaian
jangka pendek ( laijapen ), dan penilaian jangka panjang ( laijapang ).
5)
Bahan pembicaraan menyangkut
bidang akademik, bidang karir, bidang pribadi, dan bidang sosial.
b.
Membandingkan
perbedaannya:
Indikator
|
Konseling Kelompok
|
Konseling individual
|
Tujuan
Khusus
|
Pembahasan
dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
|
Pembahasan
dan pemecahan masalah pribadi yang dialami konseli.
|
Jumlah
anggota
|
Dibatasi
sampai sekitar 10 orang
|
Hanya 1
orang sebagai konseli
|
Fungsi
|
Pengentasan
dan advokasi
|
Pengentasan
dan advokasi
|
Asas
|
Menekankan
pada asas kerahasiaan
|
Menekankan
pada asas kerahasiaan
|
Materi
layanan
|
Masalah
pribadi anggota kelompok
|
Masalah
pribadi konseli
|
Format
kegiatan
|
Kelompok
kecil dengan empat tahap kegiatan
|
Satu
orang konseli dengan tiga tahap kegiatan
|
Pengaruh
kegiatan
|
Memanfaatkan
dinamika kelompok
|
Keterbukaan
konselor dan konseli
|
8.
Beberapa
teori perkembanagan karir dan pemilihan karir:
Teori-teori
perkembangan dan pilihan karir menurut psikoanalisa dan para ahli di antaranya,
Carter (1944), Peter M. Blau (1950), Donal E. Super (1951), Ginzberg (1951),
John Holland (1959), dan David V. Tiedeman (1989).
Carter (1944)
Carter menyatakan bahwa sikap vokasional individu berkembang dari usaha
untuk menyesuaikan kepada keluarga dan tuntutan sosial serta kepada persepsinya
sendiri terhadap kebutuhan dan kemampuan. Minat konseli berkembang dari
identifikasi terhadap suatu jabatan dan usaha mencoba dalam bidang karir.
Individu berusaha menyatakan tantangan bidang pekerjaan ke dalam konsep dirinya
dan minat pekerjaan sehingga menjadi suatu yang relatif stabil atau mantap.
Peter M. Blau (1950)
Peter M. Blau mengemukakan bahwa arah pilihan karir seseorang merupakan suatu
proses yang berlangsung lama dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
penunjang maupun faktor penghambat bagi seseorang dalam membuat keputusan karir
Donald E. Super (1951)
Super menjelaskan bahwa dalam kematangan bekerja dan konsep diri
(self-concept) merupakan dua proses perkembangan yang berhubungan. Hubungan
antara kematangan bekerja dan konsep diri (self-concept) merupakan tulang
punggung dari teori yang dikemukakannya
Ginzberg (1951)
Ginzberg memandang bahwa pemilihan karir sebagai suatu proses yang mencakup
tiga periode perkembangan yaitu fase pemilihan (1) fantasi (6-11 tahun), (2)
tentatif (12-17 tahun), (3) realistis (18 tahun ke atas). Menurut Ginzberg
proses pemilihan karir merupakan suatu perpaduan antara nilai-nilai dan
kesempatan serta fungsi persepsi seseorang terhadap pekerjaan.
John
Holland (1959)
Holland
telah merumuskan teori perkembangan
vokasional dengan fokus akhir pada enam tipe kepribadian yaitu tipe realistik,
intelektual, sosial, konvesional, kerja sama, dan artistik. Masing-masing tipe
mempunyai tujuan empiris, peranan dan teknis, sedangkan nilai-nilai ekonomik, sosial,
dan estetik mempunyai kepentingan yang lebih rendah. Mereka melihat dirinya
orang yang bersifat jantan, praktis, dan konvensional.
David V. Tiedeman (1989)
Dalam teorinya David V. Tiedeman, mengemukakan bahwa keputusan untuk
memilih pekerjaan, jabatan atau karir tertentu merupakan suatu rentetan akibat
dari keputusan-keputusan yang dibuat individu pada tahap-tahap kehidupannya di
masa lalu.
Yang paling baik menurut saya ialah:
Teorinya David V. Tiedeman
Alasannya
: Karena setiap karir
yang yang ingin dicapai haruslah melalui tahapan tahapan atau rentetan rentetan kejadian sehingga
kesuksesan akan dicapai setelah melalui masa yang sulit pada masa sebelum
berkarir tersebut menjadi gemilang (sukses).
9.
Langkah-langkah
konseling individu dan konseling kelompok sekaligus contohnya:
Secara
umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir
(tahap perubahan dan tindakan).
a.
Tahap Awal
Tahap ini
terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor
dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu
dilakukan, diantaranya :
1)
Membangun
hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan
membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan
konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan;
dan kegiatan.
2)
Memperjelas
dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik
dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas
masalah klien.
3)
Membuat
penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang
sesuai, untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
4)
Menegosiasikan
kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak
waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan
konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara
konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu
terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam
seluruh rangkaian kegiatan konseling.
b.
Inti
(Tahap Kerja)
Setelah
tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah
memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang
harus dilakukan, diantaranya:
1) Menjelajahi dan mengeksplorasi
masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien
mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang
dialaminya.
2) Konselor melakukan reassessment
(penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang
dihadapi klien.
3) Menjaga agar hubungan konseling
tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika : Klien merasa senang terlibat
dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk
mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
4) Konselor berupaya kreatif
mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan
pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
5) Proses konseling agar berjalan
sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga,
baik oleh pihak konselor maupun klien.
c.
Akhir
(Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat
beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
1)
Konselor
bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
2)
Menyusun
rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
3)
Mengevaluasi
jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
4)
Membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap
akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2)
perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3)
pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya
rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas. Contonya pada
kasus Mansur yang telah di paparkan di jawaban nomer 5 (lima).
10. Membuat Mapping Maupun Bagan
Perbandingan Aliran Aliran Konseling Psikoanalitik, Konseling Tingkah Laku,
Konseling Rasional Emotif Dan Konseling Client Centered.:
PENJELASAN :
a. Konseling Psikoanalitik
1)
Konsep
UmumS Konseling Psikoanalisis
a) Semua kejadian psikis ditentukan
oleh kejadian psikis sebelumnya.
b) Kesadaran merupakan suatu hal yang
tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang berciri biasa.
c) Pendekatan ini didasari oleh teori
Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur, yaitu id, ego, dan
super ego.
2)
Tujuan
Konseling Psikoanalisis
a) Menolong individu mendapatkan
pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka
sendiri
b) Membentuk kembali struktur
kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi
sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan
pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata,
disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa
direkonstruksi lagi.
3)
Teknik
Konseling Psikoanalisis
a) Asosiasi bebas, yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis
alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang,
sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta
mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah
agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang
berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga
katarsis.
b) Analisis mimpi, klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian
dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini
digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses
terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah
dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini
ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan
kecemasan yang tak disadari.
c) Interpretasi, yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang
dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi
klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna
perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan
transferensi.
d) Analisis resistensi, resistensi berati penolakan,
analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan
terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk
menafsirkan resistensi
e) Analisis transferensi. Transferensi adalah mengalihkan,
bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan
untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan
cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa
sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau
mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim,
dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.
b. Konseling Tingkah Laku
1)
Konsep
Umum
Manusia adalah mahluk
reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia
memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan
yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu
berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan
klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.
2)
Tujuan Konseling Tingkah Laku
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif
(masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif
yang diinginkan klien.
Tujuan yang
sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan
oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;
(c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik.
Sehingga intinya ialah konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama)
menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
3)
Teknik-teknik Konseling Behavioral
a)
Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang
mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau
benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang
tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah
dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga
dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b)
Desensitisasi
Sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c)
Pengkondisian
Aversi
Teknik ini dapat
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak
menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan
stimulus yang tidak menyenangkan.
d)
Pembentukan
Tingkah laku Model
Teknik ini dapat
digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah
laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien
tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model
hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak
dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari
konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
c. Konseling Rasional Emotif
1)
Kosep Umum
Manusia pada dasar
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif.
2)
Tujuan Konseling
Rasional Emotif
a) Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya
seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
b) Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
3) Tehnik
Konseling Rasional Emotif
a)
Assertive
adaptive
Teknik yang
digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b)
Bermain
peran
Teknik untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c)
Imitasi
Teknik untuk
menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud
menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
d. Konseling Client Centered
1) Konsep
Umum
Client Centered
(Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh
Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi
humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered
mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling
psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah
menjadi client-centered.Dasar
2)
Tujuan Konseling
Client centered
Terdapat
beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered yaitu sebagai berikut :
a)
Keterbukaan
pada Pengalaman
Sebagai
lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih
sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b)
Kepercayaan
pada Organisme Sendiri
Salah
satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap
diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap
pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun
muali timbul.
c)
Tempat
Evaluasi Internal
Tempat
evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada
mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan
universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia
menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri
dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d)
Kesediaan
untuk menjadi Satu Proses.
Konsep
tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai
produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis
formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar
bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam
terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan
kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru,
bahkan beberapa revisi.
3)
Teknik Konseling Client Centered
a) Konseling memusatkan pada pengalaman
individual.
b) Konseling berupaya meminimalisir
rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri.
Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya,
membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada
pertumbuhan.
c) Melalui penerimaan terhadap klien,
konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan
pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
d) Dengan redefinisi, pengalaman,
individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang
yang berkembang penuh.
e) Wawancara merupakan alat utama dalam
konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar