Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 10 Juni 2019

JAWABAN MATA KULIAH BIMBINGAN KONSELING BK


JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS  MATA KULIAH
BIMBINGAN DAN KONSELING

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. H. MULYADI, M. Pd.I

                                                                   


Oleh
M A N S U R
NIM. 15710052


PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016



JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Bimbingan Dan Konseling
Program : Magister Pengawas
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Mulyadi, M. Pd.I
Oleh : M a n s u r (NIM: 15710052)

1.      Pengertian, Persamaan, Perbedaan serta Hubungan Bimbingan dan Konseling
a.      Rumusan Pengertian Bimbingan dan Pengertian Konseling
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
b.      Persamaan Bimbingan dan Konseling
Persamaan antara bimbingan terletak pada tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselenggarakan.

c.       Perbedaan Bimbingan dan Konseling

Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien.
Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih. Dengan kata lain, konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada klien secara individu.
d.      Hubungan Bimbingan dengan Konseling
Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance and counseling).
Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual (face to face relationship). Bimbingan tanpa konse- ling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.


2.      Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling dan bagan skematis BK di Sekolah.
a.      Latar Belakang perlunya BK
Ada 3 (tiga) latar belakang perlunya layanan bimbingan dan konseling, yaitu latar belakang sosial kultural, latar belakang perkembangan pendidikan, dan latar belakang psikologis: 
1)      LATAR BELAKANG SOSIAL KULTURAL
Perkembangan zaman (globalisasi) menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat.  Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri, informasi dan sebagainya. Akibatnya ialah berbagai permasalahan yang dihadapi oleh individu, misalnya, pengangguran, syarat-syarat pekerjaan, penyesuaian diri, jenis dan kesempatan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pendidikan, masalah hubungan sosial, masalah keluarga, keuangan, masalah pribadi, dan sebagainya. Walaupun pada umumnya masing-masing individu berhasil mengatasi dengan sempurna, sebagian lain masih perlu mendapatkan bantuan.
Karena itulah sekolah memiliki tanggung jawab dalam membantu para siswa baik sebagai pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat, dengan mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, dan bantuan tersebut diberikan melalui program bimbingan dan konseling disekolah.
2)       LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Dari pengertian dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi.
Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka hasil pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun sosial.
3)      LATAR BELAKANG PSIKOLOGIS
Secara psikologis dewasa ini, masih banyak adanya gejala-gejala perkembangan kepribadian yang kurang matang, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap santai, kurang responsif, ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan sebagainya. Oleh karena itu, dengan diadakannya program bimbingan dan konseling disekolah diharapkan akan membantu peserta didik dalam membangun kepribadian anak didik secara optimal agar tidak ada lagi
Dalam konsepsi tentang tugas perkembangan (developmental task) dikatakan bahwa setiap periode tertentu terdapat sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Berhasil tidaknya individu dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan selanjutnya dalam penyesuaian dirinya di dalam masyarakat. Oleh karena itu, melalui layanan bimbingan dan konseling siswa dibantu agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan baik.
b.      Bagan struktur organisasi BK di Sekolah

Keterangan :
1)      Unsur Kan Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.  Dalam hal ini adalah pengawas sebagaimana dimaksudkan  dalam petunjuk pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
2)      Kepala sekolah (bersama Wakil Kepala Sekolah) adalah  penanggung jawab pendidikan pada satuan pendidikan (SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan, termasuk penanggung  jawab dalam membuat kebijakan pelayanan bimbingan dan konseling.
3)      Koordinator Bimbingan dan Konseling (bersama guru pembimbing/konselor sekolah) adalah pelaksanaan utama pelayanan bimbingan dan konseling.
4)      Guru (mata Pelajaran atau Praktik) adalah pelaksanaan pengajaran dan praktik /latihan.
5)      Wali Kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan adminitrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kalas tertentu.
6)      Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik/latihan, dan  bimbingan di SLTP, SMA, dan SMK.
7)      Tata Usaha, adalah pembantu Kepala Sekolah dalam penyelenggara adminitrasi dan ketatausahaan.
8)      Komite Sekolah, adalah organisasi yang terdiri dari unsure sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat, yang berperan  membantu  penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Sifat hubungan seperti pada bagan tersebut dapat diartikan secara variatif. Hubungan antara Unsur Kandepiknas dengan Kepala Sekolah dan Koordinator BK adalah hubungan administratif . Hubungan antara Koordinator BK dengan Guru dan Wali Kelas adalah hubungan kerjasama sekaligus koordinatif bila ditinjau dari garis administrasi Kepala Sekolah ke bawah. Sedangkan hubungan Koordinator BK (dan Guru Pembimbing/Konselor Sekolah), Guru Mata Pelajaran, Wali Kelas dengan Siswa adalah hubungan dalam layanan.
3.      Bagan skematis komponen program bimbingan di sekolah, dan menjelaskan komponennya.
1. Pelayanan Dasar
a. Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan instrumen assesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Assesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.
b. Tujuan
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
c. Fokus Pengembangan
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian, antara lain mencakup pengembangan: (a) sel-esteem; (b) motivasi berprestasi; (c) keterampilan pengambilan keputusan; (d) keterampilan pemecahan masalah; (e) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (f) penyadaran keragaman budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab. Terkait dengan pengembangan karier, khususnya siswa SMP dan SMA, meliputi: (a) fungsi agama bagi kehidupan; (b) pemantapan pilihan program studi; (c) keterampilan kerja profesional; (d) kesiapan pribadi—fisik-psikhis; (e) perkembangan dunia kerja; (f) iklim kehidupan dunia kerja; (g) cara melamar pekerjaan; (h) kasus-kasus kriminalitas; (i) bahayanya kriminalitas; dan (j) dampak pergaulan bebas.




2. Pelayanan Responsif
a. Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual, konseling crisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.
b. Tujuan
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu. Hal tersebut berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karier dan atau masalah pengembangan pendidikan.
c. Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karier dan pilihan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah lainnya adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.

3. Pelayanan Perencanaan Individual
a. Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil assesmen dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.
b. Tujuan
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan perencanaan individual ini juga dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan pengembangan sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Isi pelayanan perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian, meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing konseli.
c. Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakup fokus tersebut meliputi: (1) akademik, meliputi: memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi latihan-latihan kerja, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi, meliputi: pengembangan konsep diri yang positif dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.

4. Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas. Sedangkan bagi personil pendidikan lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking); (b) kegiatan manajemen; dan (c) riset dan pengembangan.
a. Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan guru-guru; (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (c) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah; (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli; (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling; dan (f) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (a) pengembangan program, (b) pengembangan staff; (c) pemanfaatan sumber daya; dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
c. Pengembangan Profesionalitas
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui: (1) inservice training; (2) aktif dalam organisasi profesi; (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar, workshop, atau (3) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (pascasarjana).
c.        Pemberian konsultasi dan berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf sekolah lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan upaya peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling. Pihak-pihak terkait, seperti: (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi seperti ABKIN, (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, (5) MGP, dan (6) Depnaker.
d.       Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
e.       Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi: (a) merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan koalitas layanan bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja profesional konselor; (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi konselor; (3) mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional; dan (4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

4.      Mendeskripsikan perkembangan BK di Indonesia
Deskripsi Periodesasi perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia
periodesasi
Peristiwa
Periode I dan II:
Prawacana dan pengenalan (sebelum 1960-1970-an)
Pada periode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling sudah dimulai, terutama oleh para pendidik yang pernah mempelajarinya diluar negeri. Periode ini berpuncak dengan dibukanya jurusan Bimbingan dan penyuluhan pada tahun 1963 di IKIP bandung(sekarang namanya UPI). Pembukaan ini menandai dimulainya periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalakan pelayanan BP pada masyarakat akademik, dan pendidik. Sukses periode kedua in ditandai dengan dua keberhasilan, yang diluluskannya sejumlah sarjana BP, dan semakin dipahami dan dirasakan kebutuhan akan pelayanan tersebut.
Periode III: pemasyarakatan (1970-1990 an)
Pada periode ini diberlakunya kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai sekolah menengah tingkat atas. Kurikulum ini secara resmi mengintegrasikan ke dalamnya layanan BP untuk siswa. Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ketiga ini ditandai juga dengan pemberlakuan kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 ini, pelayanan BP difokuskan pada bidang-bidang karir. Dan pada periode ini muncul beberapa permasalahan, seperti: (1) berkembangnya pemahaman yang keliru, yaitu mengidentikan Bimbingan karir dengan  Bimbingan Penyuluhan. (2) kerancuan dalam mengimlementasikan SK Menpan No 26/Menpan/1989 terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan di sekolah. Dalam SK tersebut terimplikasi bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP. Akibatnya pelayanan BP menjadi kabur, baik pemahaman maupun implementasinya.
Periode IV: konsolidasi(1990-2000)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru (seperti terjadi pada periode ke empat di atas). Pada periode ini ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling.(2) pelayanan BK di sekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secara khusus ditugasi untuk itu. (3) mulai diselenggarakan penataran(nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing.(4) mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru pembimbing.(5) pola pelayanan BK di sekolah dikemas dalam BK pola 17, dan (6) dalam bidang kepengawasan sekolah dibentuk kepengawasan bidang BK. (7) dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK di sekolah yang lebih operasional oleh IPBI.
Periode V: lepas landas
Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga mulai pada tahun 2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat tinggal landas. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masih ada permasalahan yang belum terkonsilidasi, yang berkenaan dengan sumber daya manusia(SDM). Kelemahannya berakar dari kondisi untrained, undertrained, dan uncommitted para pelaksana layanan. Walaupun begitu pada tahun-tahun setelah masa konsolidasi terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan tonggak bagi pengembangan profesi konseling menuju era lepas landas, yaitu: (1) penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia),(2) lahirnya undang-undang No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, yang dimuat di dalamnya ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu jenis tenaga pendidik (bab1 ayat 4). (3) kerjasama pengurus besar ABKIN dengan dikti Depdiknas tentang standarisasi profesi konseling.(4) kerjasama ABKIN dengan direktorat PLP dalam merumuskan kompetensi guru pembimbing(konselor) SMP dan sekaligus memberikan pelatihan kepada mereka.

5.      Konselor atau Guru perlu mengakaji diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar.
Alasannya karena….
Dalam landasan pemikiran perlunya diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar bagi peserta didik / klien adalah sebagai berikut:
1.    Setiap Murid/ klien hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minatnya.
2.    Adanya perbedaan-perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang fisik serta social masing-masing murid maka kemajuan belajar peserta didik dalam satu kelas mungkin tidaklah sama, ada siswa yang cepat, sedang dan lambat dalam memahami dan menerima materi pelajaran.
3.    Sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk maju sesuai dengan kemampuan individu peserta didik, sehingga saat diadakan evaluasi akan nampak adanya sejumlah peserta didik yang belum berhasil mencapai penguasaan materi seperti yang diharapkan.
Untuk pelayanan ini guru perlu memperhatikan peserta didik yang memiliki prestasi dan yang tidak untuk mengukur tingkat kemampuan tertentu dari peserta didik.
Untuk menhadapi hal-hal tersebut, para guru dan konselor perlu diperlengkapi dengan pengetahuan, sikap dan keterampilandalam hubungannya dengan pengidentifikasian kesulitan belajar, sebab-sebabnya dan pelayanan remedial
Contohnya:…
Contohnya di dalam kelas guru sudah menandai Mansur misalnya sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar. Diantaranya dapat dilihat dari :
a.      Hasil belajar Sejarah yang dicapai  Mansur lebih rendah dibawah rata-rata.
b.     Hasil belajar Sejarah yang dicapai Mansur sekarang lebih rendah dibanding sebelumnya.
c.      Hasil belajar Sejarah yang dicapai oleh Mansur tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
d.     Lambatnya Mansur dalam melakukan tugas-tugas belajar.
e.      Mansur menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
f.      Mansur menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
g.     Mansur menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.

Berkaitan dengan mengidentifikasi secara fisik. Dimana guru juga harus peka akan hal ini. Karena pada dasarnya setiap siswa memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda dalam penglihatan dan pendengarannya dalam proses pembelajaran. Contohnya siswa Mansur diidentifikasi penglihatan dan pendengarannya oleh gurunya di kelas, daranya dengan:
a.   Identifikasi penglihatan: Guru melakukan pengujian penglihatan kepada Mansur dengan cara memindahkan Mansur untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling belakang.
b.     Identifikasi pendengaran: Guru melakukan pengujian pendengaran kepada Mansur dengan cara memindahkan Mansur untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling belakang. Serta guru harus menyesuaikan volume suaranya.


6.      Perbedaan antara Konseling dengan psikoterapi dan konseling dengan intervensi social, serta titik singgung antara konseling dengan psikoterapi
a.      Perbedaan antara Konseling dengan psikoterapi
Apabila  ditinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi dalam bagan, sebagai berikut:
KONSELING
PSIKOTERAPI
    1. Klien
    1. Pasien
    2. Gangguan yang kurang serius
    2. Gangguan yang serius
    3. Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb
    3. Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan
    4. Berhubungan dengan pencegahan
    4. Berhubungan dengan penyembuhan
    5. Lingkungan pendidikan dan non medis
    5. Lingkungan medis
    6. Berhubungan dengan kesadaran
    6. Berhubungan dengan ketidaksadaran
    7. Metode pendidikan
    7. Metode penyembuhan

b.    Perbedaan antara Konseling dengan intervensi social dari segi definisinya ialah:
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya. Sedangkan, Intervensi sosial dapat diartikan sebagai sebagai cara atau strategi memberikan bantuan kepada masyarakat (individu, Kelompok, komunitas).

c.       Titik singgung antara konseling dengan psikoterapi

Titik persinggungan antara konseling dan psikoterapi adalah membantu dan memberikan perubahan, perbaikan kepada klien (yaitu, eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan perubahan tindakan/perilaku) agar klien dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Keduanya juga merupakan bantuan yang diberikan dengan mencoba menghilangkan tingkah laku merusak-diri (self-defeating) pada klien.

7.      Membandingkan Persamaan dan perbedaan peran konselor dalam konseling individu dan konseling kelompok.
a.      Membandingkan Persamaan  peran konselor dalam konseling individu dan konseling kelompok.
1)        Tujuan umum yaitu untuk pengembangan pribadi individu
2)        Pelaksanan yaitu dilaksanakan oleh konselor
3)        Layanan Konseling Kelompok dapat diselenggarakan atas kesepakatan pemimpin kelompok (Konselor ) dengan anggota kelompok, begitupun dengan KI dapat diselenggarakan atas kesepakatan antara konselor dengan klien.
4)        Penilaian terhadap hasil layanan dilakukan dalam tiga tahap yaitu penilaian segera ( laiseg ), penilaian jangka pendek ( laijapen ), dan penilaian jangka panjang ( laijapang ).
5)        Bahan pembicaraan menyangkut bidang akademik, bidang karir, bidang pribadi, dan bidang sosial.
b.      Membandingkan perbedaannya:
Indikator
Konseling Kelompok
Konseling individual
Tujuan Khusus
Pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
Pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami konseli.
Jumlah anggota
Dibatasi sampai sekitar 10 orang
Hanya 1 orang sebagai konseli
Fungsi
Pengentasan dan advokasi
Pengentasan dan advokasi
Asas
Menekankan pada asas kerahasiaan
Menekankan pada asas kerahasiaan
Materi layanan
Masalah pribadi anggota kelompok
Masalah pribadi konseli
Format kegiatan
Kelompok kecil dengan empat tahap kegiatan
Satu orang konseli dengan tiga tahap kegiatan
Pengaruh kegiatan
Memanfaatkan dinamika kelompok
Keterbukaan konselor dan konseli

8.      Beberapa teori perkembanagan karir dan pemilihan karir:
Teori-teori perkembangan dan pilihan karir menurut psikoanalisa dan para ahli di antaranya, Carter (1944), Peter M. Blau (1950), Donal E. Super (1951), Ginzberg (1951), John Holland (1959), dan David V. Tiedeman (1989).
Carter (1944)
Carter menyatakan bahwa sikap vokasional individu berkembang dari usaha untuk menyesuaikan kepada keluarga dan tuntutan sosial serta kepada persepsinya sendiri terhadap kebutuhan dan kemampuan. Minat konseli berkembang dari identifikasi terhadap suatu jabatan dan usaha mencoba dalam bidang karir. Individu berusaha menyatakan tantangan bidang pekerjaan ke dalam konsep dirinya dan minat pekerjaan sehingga menjadi suatu yang relatif stabil atau mantap.
Peter M. Blau (1950)
Peter M. Blau mengemukakan bahwa arah pilihan karir seseorang merupakan suatu proses yang berlangsung lama dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penunjang maupun faktor penghambat bagi seseorang dalam membuat keputusan karir
Donald E. Super (1951)
Super menjelaskan bahwa dalam kematangan bekerja dan konsep diri (self-concept) merupakan dua proses perkembangan yang berhubungan. Hubungan antara kematangan bekerja dan konsep diri (self-concept) merupakan tulang punggung dari teori yang dikemukakannya


Ginzberg (1951)
Ginzberg memandang bahwa pemilihan karir sebagai suatu proses yang mencakup tiga periode perkembangan yaitu fase pemilihan (1) fantasi (6-11 tahun), (2) tentatif (12-17 tahun), (3) realistis (18 tahun ke atas). Menurut Ginzberg proses pemilihan karir merupakan suatu perpaduan antara nilai-nilai dan kesempatan serta fungsi persepsi seseorang terhadap pekerjaan.
John Holland (1959)
Holland telah merumuskan teori perkembangan vokasional dengan fokus akhir pada enam tipe kepribadian yaitu tipe realistik, intelektual, sosial, konvesional, kerja sama, dan artistik. Masing-masing tipe mempunyai tujuan empiris, peranan dan teknis, sedangkan nilai-nilai ekonomik, sosial, dan estetik mempunyai kepentingan yang lebih rendah. Mereka melihat dirinya orang yang bersifat jantan, praktis, dan konvensional.
David V. Tiedeman (1989)
Dalam teorinya David V. Tiedeman, mengemukakan bahwa keputusan untuk memilih pekerjaan, jabatan atau karir tertentu merupakan suatu rentetan akibat dari keputusan-keputusan yang dibuat individu pada tahap-tahap kehidupannya di masa lalu.
 Yang paling baik menurut saya ialah:
Teorinya David V. Tiedeman
Alasannya : Karena setiap karir yang yang ingin dicapai haruslah melalui tahapan tahapan  atau rentetan rentetan kejadian sehingga kesuksesan akan dicapai setelah melalui masa yang sulit pada masa sebelum berkarir tersebut menjadi gemilang (sukses).




9.      Langkah-langkah konseling individu dan konseling kelompok sekaligus contohnya:
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
a.    Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
1)    Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
2)    Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
3)    Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai, untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
4)    Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.



b.      Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
1)   Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
2)   Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
3)   Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika : Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
4)   Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
5)   Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
c.       Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
1)    Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
2)    Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
3)    Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
4)    Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas. Contonya pada kasus Mansur yang telah di paparkan di jawaban nomer 5 (lima).

10.  Membuat Mapping Maupun Bagan Perbandingan Aliran Aliran Konseling Psikoanalitik, Konseling Tingkah Laku, Konseling Rasional Emotif Dan Konseling Client Centered.:


 









PENJELASAN :
a.    Konseling Psikoanalitik
1)   Konsep UmumS Konseling Psikoanalisis
a)    Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.
b)   Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang berciri biasa.
c)    Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur, yaitu id, ego, dan super ego.
2)   Tujuan Konseling Psikoanalisis
a)    Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri
b)   Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.
3)      Teknik Konseling Psikoanalisis
a)    Asosiasi bebas, yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
b)   Analisis mimpi, klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
c)    Interpretasi, yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.
d)   Analisis resistensi, resistensi berati penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
e)    Analisis transferensi. Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.
b.      Konseling Tingkah Laku
1)      Konsep Umum
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.
2)      Tujuan Konseling Tingkah Laku
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik. Sehingga intinya ialah konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
3)      Teknik-teknik Konseling Behavioral
a)      Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b)      Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c)      Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d)     Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
c.       Konseling Rasional Emotif
1)      Kosep Umum
Manusia pada dasar dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.
2)      Tujuan Konseling Rasional Emotif
a)   Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
b)   Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
3)      Tehnik Konseling Rasional Emotif
a)   Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b)   Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c)      Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
d.      Konseling Client Centered
1)      Konsep Umum
Client Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered.Dasar
2)      Tujuan Konseling Client centered
Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered yaitu sebagai berikut :
a)      Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b)      Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c)      Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d)      Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
3)      Teknik Konseling Client Centered
a)      Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
b)      Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
c)      Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
d)     Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
e)      Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar