Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 29 Juni 2019


Fungsi Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an


Setelah anda mempelajari hadis-hadis dan ayat-ayat al-Qur’an di atas, anda dapat menyimpulkan bahwa hadis-hadis itu memperkuat ayat-ayat al-Qur’an yang membahas persoalan yang sama. Demikianlah memang hadis memiliki beberapa fungsi bila dikaitkan dengan al-Qur’an. Untuk memperkaya wawasan anda dalam hal ini, anda akan diajak memehami fungsi Hadis terhadap al-Qur’an. Secara umum fungsi hadis adalah sebagai penjelas (bayân) terhadap makna al-Qur’an yang umum, global dan mutlak. Sebagaimana firman Allah swt dalam Surah al-Nahl/16 :


Yang artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”, 12 Secara lebih rinci fungsi penjelasan (bayân) Hadis terhadap al-Qur’an, dikelompokkan sebagai berikut:


    a.    Bayân Taqrîr

Posisi Hadis sebagai penguat (taqrîr/ta’kid) keterangan al-Qur’an. Artinya Hadis menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al-Qur’an, sepert Hadis tentang shalat, zakat, puasa, dan haji. Begitu juga hadis-hadis tentang kepedulian terhadap anak yatim yang sudah diuraikan di atas menjadi penguat terhadap ayatayat al-Qur’an yang membahas hal yang sama.


  b.   Bayân Tafsîr Hadis sebagai penjelas (tafsîr) terhadap al-Qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak pada umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3 macam, yaitu sebagai berikut :
1.   Tafsîl al-Mujmal
Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-Qur’an yang masih global (tafsîl al-mujmal= memperinci yang gelobal), baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum, sebagian ulama menyebutnya bayân tafshîl atau bayân tafsîr. Misalnya perintah shalat pada beberapa ayat dalam al-Qur’an hanya diterangkan secara global “dirikanlah shalat” tanpa disertai petunjuk bagaimana pelaksanaannya berapa kali sehari semalam, berapa raka`at, kapan waktunya, rukun-rukunnya, dan lain sebagainya. Perincian itu adanya dalam Hadis Nabi, misalnya sabda Nabi saw : “Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat “. (HR. al-Bukhari) Dalam masalah haji al-Qur’an hanya menjelaskan secara gelobal, rinciannya dijelaskan Hadis, Nabi bersabda : ك َس ِاَمنَ وا هخذه " " ِلتَأ هك م “Ambilah (dari padaku) ibadah hajjimu “. (HR. Muslim)

2.   Takhshîsh al-`Amm
Hadis mengkhususkan (mengecualikan) ayat-ayat al-Qur’an yang umum, sebagian ulama menyebut bayân takhshîsh. Misalnya ayat-ayat tentang waris dalam QS. Al-Nisa’/4: 10 “ Allah mensyari`atkan bagi mu tentang (bagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang perempuan…” Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap ahli waris, baik anak-lelaki, anak perempuan, satu, dan atau banyak, orang tua (bapak dan ibu) jika ada anak atau tidak ada anak, jika ada saudara atau tidak ada dan seterusnya. Ayat harta warisan ini bersifat umum, kemudian dikhususkan (takhsîsh) dengan Hadis Nabi yang melarang mewarisi harta peninggalan para Nabi, berlainan agama, dan pembunuh.

3.   Taqyîd al-Muthlaq
Hadis membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Artinya al-Qur’an keterangannya secara mutlak, kemudian ditakhshish dengan Hadis yang khusus. Sebagian ulama menyebut bayân taqyîd. Misalnya firman Allah dalam QS. Al-Mâidah : 38

Yang artinya “Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan-tangan mereka…” Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlak nama tangan tanpa dijelaskan batas tangan yang harus dipotong apakah dari pundak, sikut, dan pergelangan tangan. Kata tangan mutlak meliputi hasta dari bahu pundak, lengan, dan sampai telapak tangan. Kemudian pembatasan itu baharu dijelaskan dengan Hadis ketika ada seorang pencuri tertangkap dan didatangkan ke hadapan Nabi dan diputuskan hukuman dengan pemotongan tangan, maka Nabi memerintahkan agar percuri tersebut dipotong pada pergelangan tangan.

   
   c.    Bayân Tasyrî`î

Hadis menciptakan hukum syari`at (tasyri`) yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an. Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi Sunah sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Mayoritas mereka berpendapat bahwa Sunah berdiri sendiri sebagai dalil hukum dan yang lain berpendapat bahwa Sunah menetapkan dalil yang terkandung atau tersirat secara implisit dalam teks al-Qur’an.

Misalnya keharaman makan daging keledai ternak, keharaman setiap binatang yang bertelalai, dan keharaman menikahi seorang wanita bersama bibik dan paman wanitanya. Hadis tasyri` diterima oleh para ulama karena kapasitas Hadis juga sebagai wahyu dari Allah swt yang menyatu dengan al-Qur’an, hakekatnya ia juga merupakan penjelasan secara implisit dalam al-Qur’an.  


Jelasnya, hubungan antara Hadis dan al-Qur’an sangat integral keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena keduanya berdasrkan wahyu yang datang dari Allah swt kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umatnya, hanya proses penyampaiannya dan periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai peran yang utama yakni menjelaskan al-Qur’an baik secara eksplisit atau implisit, sehingga tidak ada istilah kontra antara satu dengan lain.

@menzour_id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar