MISI KEDUA NABI MUHAMMAD SAW
Kalau
kita perhatikan sejarah dakwah Nabi Muhammad saw, kita dapat simpulkan bahwa
misi utama dan yang pertama kali ditegakkan oleh beliau adalah menegakkan
tauhid, mengajak manusia hanya menyembah Allah semata, menghapus kemusyrikan
dengan memberantas paganism, watsniyah atau penyembahan terhadap berhala.
Setelah Fath Makkah atau penguasaan kota Makkah oleh Rasulullah, beliau segera
memusnahkan patung-patung berhala yang ada di sekitar Ka’bah.
Misi
berikutnya adalah memperbaiki akhlak manusia yang telah dirusak oleh permusuhan
antar suku, penindasan orang kuat atas orang lemah, penistaan terhadap
perempuan, dsb. Beliau mengajak mereka untuk saling mengasihi, membina
persaudaraan, menghormati hak hidup manusia apapun jenis kelamin dan
kebangsaannya. Sudah barang tentu, misi
memperbaiki akhlak hanya dapat dilakukan oleh orang berakhlak mulia pula. Dalam
hal ini Allah swt memuji Nabi Muhammad yang mengemban misi kerasulan dengan
berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung (alQalam : 4).
Hadis
Nabi Terjemah Hadis
Dari
Abu Hurairah ra, dia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya“ (HR. Abu Daud)
Penjelasan
Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan dengan
mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dari pengertian akhlak seperti yang
dijelaskan oleh Imam Ghazali di atas dapat dikatakan bahwa apabila seseorang
pada dirinya telah tertanam akhlak yang baik seperti sifat dermawan akan lahir
darinya perbuatan gemar memberi tanpa merasa berat hati. Contoh lain adalah
sifat sabar, akan mudah lahir darinya tindakan memaafkan terhadap orang yang
berbuat jahat sekalipun. Begitu juga dari sifat yang bijak akan lahir darinya
perbuatan mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan kemaslahatan.
Kata
akhlak ini selain dipakai untuk perilaku yang baik-baik, juga digunakan untuk
perilaku yang buruk, seperti kikir, pengecut dan perangai-perangai rendah
lainnya. Namun tidak semua perbuatan baik timbul dari akhlak yang baik,
demikian juga tidak semua perbuatan jahat timbul dari akhlak yang jahat pula.
Misalnya seseorang yang memberikan sumbangan sejumlah uang kepada sebuah
organisasi keagamaan, tidak langsung berarti bahwa orang tersebut dermawan.
Mungkin saja hal itu dilakukannya karena ada maksud supaya pencalonannya untuk
posisi tertentu mendapat dukungan. Atau dia melakukan itu karena terpaksa
supaya tidak malu kepada orang lain yang telah lebih dahulu memberikan
sumbangan.
Maka
dia tidak tepat dikatakan sebagai orang yang murah hati atau dermawan. Begitu
juga orang yang mencuri, belum tentu hal itu dia lakukan karena dia seorang
pemalas, tidak mau berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Kalau dia mencuri
karena terpaksa, sebab dia memerlukan biaya yang harus segera dia bayar, sedang
dia tidak memilikinya, dan tidak ada pula orang mau meminjaminya, lalu dia
terpaksa mencuri karena jiwanya terancam, dia tidak tepat dikatakan berakhlak
jahat, pemalas, atau pencuri. Dia hanyalah seorang yang pada saat itu mengambil
harta milik orang lain.
Dalam
hadis di atas Rasulullah saw menjelaskan bahwa sebaik-baik orang Muslim adalah
yang baik akhlaknya dan mulia sifatnya. Adapun orang yang jelek akhlaknya dan
buruk sifatnya adalah orang-orang jahat. Meskipun mereka mengerjakan shalat,
puasa dan haji, sesungguhnya shalat mereka tidak khusyu, puasanya karena
terpaksa, dan hajinya karena riya.
Seandainya semua ibadah itu dilakukan dengan ikhlas pasti membuahkan
akhlak yang mulia, karena shalat yang benar akan mencegah perbuatan keji dan
mungkar, puasa yang ikhlas akan menghasilkan kesabaran dan kedermawanan, dan
haji yang mabrur akan menumbuhkan sifat sabar dan kebaikan dalam pergaulan
serta kesediaan memberi pertolongan. Jadi pertanda ibadah yang benar yang
dilakukan dengan ikhlas adalah terbentuknya akhlak yang mulia.
Maksud
dari Hadis diatas juga diuraikan dalam kitab ’Aunul Ma’bud yang menjelaskan
hadis-hadis Sunan Abu Daud . :
“Hadis yang mengatakan bahwa orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, merupakan gambaran
tentang sifat-sifat menusia dalam bergaul dengan orang lain. Sifat-sifat itu
ada yang terpuji, ada pula yang tercela. Sifatsifat terpuji adalah seperti
sifat para Nabi, para auliya, dan orang-orang shaleh seperti sifat sabar dalam
menghadapi kesulitan, tabah menghadapi cobaan, sanggup menanggung derita,
berbuat baik dan kasih sayang terhadap manusia, lemah lembut dalam bertutur
kata, manjauhi pengrusakan dan kejahatan, dsb.
Kemudian
Hasan alBashry menambahkan bahwa hakekat akhlak yang baik adalah mengerahkan
perbuatan yang ma’ruf (yang baik), mencegah perbuatan menyakiti, dan keramahan
raut muka”. Dalam banyak hadis,
Rasulullah menganjurkan umatnya untuk berakhlak mulia. Antara lain hadis-hadis
sebagai berikut:
Artinya:
Abu
Darda berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda: tidak ada sesuatu yang
diletakkan diatas timbangan amal (di akhirat) yang lebih berat dari akhlak yang
baik (HR Turmudzi)
Kenapa
akhlak yang baik memiliki bobot kebaikan yang lebih? Karena pada dasarnya semua
ibadah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus berimplikasi pada perbuatan
yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dikatakan pula ”Tidak
sah shalat seseorang apabila shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan
keji dan mungkar”, demikian pula bila seorang berpuasa meninggalkan makan dan
minum, tetapi tetap berbuat jahat, maka Allah tidak akan menerima puasanya.
Dalam melakukan ibadah hajipun, seseorang dilarang mengucapkan kata-kata yang
tidak baik, tidak boleh berbuat fasik, dan tidak boleh bersengketa.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
al-Turmudzi pula, Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah bersabda “Bahwasanya orang yang paling aku cintai
diantara kalian dan yang paling dekat tempatnya denganku pada hari kiamat
adalah yang paling baik akhlaknya (HR Turmudzi)
Hadis ini menegaskan pentingnya akhlak yang baik. Semakin baik akhlak
seseorang, semakin sempurna keimanannya, dan dekat posisinya dari
Rasulullah. Pada hadis berikutnya
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
Abu
Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
menjangkau semua orang (memuaskan mereka) dengan pemberian hartamu, tetapi kamu
akan dapat menyenangkan semua orang dengan roman muka yang ramah dan akhlak
yang baik (HR Bazzar). Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengandung
larangan yang harus dijauhi oleh seorang yang memberikan sedekah, antara lain
dilarang memberi suatu sedekah dengan diserta kata-kata yang menyakitkan
penerima sebab perbuatan itu akan menjadikan pahala sedekahnya hilang:
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima.
Sebenarnya
jika dibandingkan antara akhlak yang baik dari seseorang dengan pemberian
sedekah darinya --seandainya seseorang harus memilih salah satu diantara
keduanya-- maka dia akan memilih akhlak yang baik. Untuk apa dia mendapat
sedekah tetapi diperlakukan dengan tidak baik, hanya akan menimbulkan sakit
hati, sebaliknya apabila seseorang memperlakukannya dengan akhlak yang baik,
dia akan merasa senang hati, meskipun tidak mendapatkan pemberian sedekah.
Itulah makna dari hadis Rasulullah saw di atas.
Sebaliknya
akhlak yang jahat menjadi virus yang menggerogoti rasa saling percaya di antara
warga masyarakat, merusak persaudaraan diantara teman, melemahkan rasa
solidaritas, dan menumbuhkan sikap egois dan individualis, dan akhirnya
meruntuhkan sendi-sendi keutuhan hidup bermasyarakat. Kalau kita perhatikan realita kehidupan
manusia, akan kita jumpai orang- orang yang sangat menyukai bermacam perhiasan
untuk dikenakan pada anggota badan mereka. Mereka ingin tampil menarik di
hadapan siapa saja yang melihatnya.
Karena
itu kita lihat banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan
dirinya. Mereka lebih mementingkan perhiasan lahiriyah dengan penambahan
aksesoris seperti pakaian yang bagus, make up yang mewah, kalung emas, cincin
permata, dsb. Sebaliknya ada pula
orang-orang yang lebih berupaya memperbaiki kualitas akhlaknya. Orang yang
demikian tidak mengharapkan pujian kekaguman manusia, namun karena kesadaran
agamanya menghendaki demikian dengan disertai harapan mendapatkan ridho dari
Allah subhanahu wa ta’ala. Kalaupun penampilannya mengundang pujian orang, ia
segera mengembalikannya kepada Allah karena kepunyaanNyalah segala puji dan
hanya Dialah yang berhak untuk dipuji.
1. Islam
Mengutamakan Akhlak Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan aspek
akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara
pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun di sisi lain
kurang memperhatikan aspek akhlak. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada
keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awwam, seperti ungkapan: “Sudah
belajar agama tapi kok durhaka pada orang tua?” Atau ucapan : “Dia itu
pengetahuan agamanya luas tapi tidak peduli pada tetangga.” dan lain-lain.
Ungkapan-ungkapan seperti itu semestinya tidak ada, karena agama Islam itu
mencakup aspek batin dan lahir, keyakinan dan perbuatan. Antara keduanya harus
seiring selaras. Kalau seorang Muslim beriman kepada Allah dan meyakini
kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rsul-Nya, maka secara lahiriyah ucapan dan tindakannya
harus sejalan dengan keyakinan batinnya tersebut. Karena itu marilah kita
berintrospeksi dan mengkoreksi diri apakah akhlak kita sudah sejalan dengan
keimanan kita. Tauhid sebagai sisi pokok/inti ajaran Islam harus kita utamakan,
dan kita sempurnakan dengan akhlak yang baik. Akhlak merupakan realisasi tauhid
seorang hamba terhadap Allah. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti
ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin
baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang memiliki akhlak yang buruk berarti
lemah pula tauhidnya.
2. Akhlak Rasulllah SAW Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa salam, Rasulllah yang mulia mendapat pujian langsung dari Allah
karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat al-Qalam ayat
4 yang telah disebut di atas. Anas bin Malik seorang sahabat Nabi menyatakan
bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik
budi pekertinya. Dia memuji Rasulullah saw dengan mengatakan: “Belum pernah
saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih
wangi dari bau rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun
saya melayani rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya
dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini? atau mengapa
engkau tidak mengerjakan itu?” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Keutamaan
Akhlak Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah
pernah ditanya tentang amalan yang paling banyak membuat orang masuk surga.
Beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” Tatkala Rasulullah
saw menasehati sahabatnya, beliau menyertakan nasehat untuk bertakwa dengan
nasehat untuk berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari Abu
Dzar, ia berkata bahwa Rashulullah saw bersabda :
Artinya “Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau
berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya, kebaikan
itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang
baik.” (HR Tirmidzi)
Dari
hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang baik memiliki keutamaan
yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap Muslim menjadikan akhlak yang
baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk
akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak
itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap
baik oleh adat bernilai buruk menurut timbangan syari’at atau sebaliknya. Hal
ini berarti bahwa semua yang dilakukan oleh seorang Muslim harus berpatokan
pada syari’at.
Keimanannya,
ibadahnya, mu’amalah (pergaulan) nya dengan sesama makhluk Allah, dan termasuk
akhlaknya harus berlandaskan syariat. Allah sebagai pembuat syari’at ini, Maha
Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi
hambahamba-Nya. Akhlak ataupun
budipekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik
akan membedakan antara manusia dengan
hewan. Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian
jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat syaitoniah, berpegang teguh kepada sendisendi
keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan, kerakusan dan
kezaliman.
Manusia
yang berakhlak mulia, suka tolong menolong sesama dan makhluk lainnya. Mereka
senang berkorban untuk kepentingan bersama.Yang kecil hormat kepada yang tua,
yang tua kasih kepada yang kecil. Manusia yang memiliki budi pekerti yang
mulia, senang kepada kebenaran dan keadilan, toleransi, mematuhi janji, lapang
dada dan tenang dalam menghadapi segala halangan dan rintangan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke
darjat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang
insan dan juga akan membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak
yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan
kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri
dan masyarakat seluruhnya.
Manusia
yang paling baik akhlaknya ialah Nabi Muhammad saw, sehingga Allah memuji budi
pekerti beliau dalam al-Quran: "Sesungguhnya engkau (Muhammad),
benar-benar berbudi pekerti yang agung. Suatu bangsa bagaimanapun hebat
kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya rusak,
maka bangsa itu akan mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak yang baik,
akan melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya. Dia akan berbohong, membuat
fitnah, menjual harga diri dan keluarga, malah dengan tidak segan lagi, dia
menjual Agamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar