Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 29 Juni 2019

AKHLAK SEBAGAI MISI KEDUA NABI MUHAMMAD SAW


MISI KEDUA NABI MUHAMMAD SAW


Kalau kita perhatikan sejarah dakwah Nabi Muhammad saw, kita dapat simpulkan bahwa misi utama dan yang pertama kali ditegakkan oleh beliau adalah menegakkan tauhid, mengajak manusia hanya menyembah Allah semata, menghapus kemusyrikan dengan memberantas paganism, watsniyah atau penyembahan terhadap berhala. Setelah Fath Makkah atau penguasaan kota Makkah oleh Rasulullah, beliau segera memusnahkan patung-patung berhala yang ada di sekitar Ka’bah. 

Misi berikutnya adalah memperbaiki akhlak manusia yang telah dirusak oleh permusuhan antar suku, penindasan orang kuat atas orang lemah, penistaan terhadap perempuan, dsb. Beliau mengajak mereka untuk saling mengasihi, membina persaudaraan, menghormati hak hidup manusia apapun jenis kelamin dan kebangsaannya.  Sudah barang tentu, misi memperbaiki akhlak hanya dapat dilakukan oleh orang berakhlak mulia pula. Dalam hal ini Allah swt memuji Nabi Muhammad yang mengemban misi kerasulan dengan berfirman:

Artinya: Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung (alQalam : 4).

Hadis Nabi  Terjemah Hadis
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya“ (HR. Abu Daud)

Penjelasan 

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.  Dari pengertian akhlak seperti yang dijelaskan oleh Imam Ghazali di atas dapat dikatakan bahwa apabila seseorang pada dirinya telah tertanam akhlak yang baik seperti sifat dermawan akan lahir darinya perbuatan gemar memberi tanpa merasa berat hati. Contoh lain adalah sifat sabar, akan mudah lahir darinya tindakan memaafkan terhadap orang yang berbuat jahat sekalipun. Begitu juga dari sifat yang bijak akan lahir darinya perbuatan mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan kemaslahatan.

Kata akhlak ini selain dipakai untuk perilaku yang baik-baik, juga digunakan untuk perilaku yang buruk, seperti kikir, pengecut dan perangai-perangai rendah lainnya. Namun tidak semua perbuatan baik timbul dari akhlak yang baik, demikian juga tidak semua perbuatan jahat timbul dari akhlak yang jahat pula. Misalnya seseorang yang memberikan sumbangan sejumlah uang kepada sebuah organisasi keagamaan, tidak langsung berarti bahwa orang tersebut dermawan. Mungkin saja hal itu dilakukannya karena ada maksud supaya pencalonannya untuk posisi tertentu mendapat dukungan. Atau dia melakukan itu karena terpaksa supaya tidak malu kepada orang lain yang telah lebih dahulu memberikan sumbangan.

Maka dia tidak tepat dikatakan sebagai orang yang murah hati atau dermawan. Begitu juga orang yang mencuri, belum tentu hal itu dia lakukan karena dia seorang pemalas, tidak mau berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Kalau dia mencuri karena terpaksa, sebab dia memerlukan biaya yang harus segera dia bayar, sedang dia tidak memilikinya, dan tidak ada pula orang mau meminjaminya, lalu dia terpaksa mencuri karena jiwanya terancam, dia tidak tepat dikatakan berakhlak jahat, pemalas, atau pencuri. Dia hanyalah seorang yang pada saat itu mengambil harta milik orang lain. 

Dalam hadis di atas Rasulullah saw menjelaskan bahwa sebaik-baik orang Muslim adalah yang baik akhlaknya dan mulia sifatnya. Adapun orang yang jelek akhlaknya dan buruk sifatnya adalah orang-orang jahat. Meskipun mereka mengerjakan shalat, puasa dan haji, sesungguhnya shalat mereka tidak khusyu, puasanya karena terpaksa, dan hajinya karena riya.  Seandainya semua ibadah itu dilakukan dengan ikhlas pasti membuahkan akhlak yang mulia, karena shalat yang benar akan mencegah perbuatan keji dan mungkar, puasa yang ikhlas akan menghasilkan kesabaran dan kedermawanan, dan haji yang mabrur akan menumbuhkan sifat sabar dan kebaikan dalam pergaulan serta kesediaan memberi pertolongan. Jadi pertanda ibadah yang benar yang dilakukan dengan ikhlas adalah terbentuknya akhlak yang mulia.

Maksud dari Hadis diatas juga diuraikan dalam kitab ’Aunul Ma’bud yang menjelaskan hadis-hadis Sunan Abu Daud . :
 “Hadis yang mengatakan bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, merupakan gambaran tentang sifat-sifat menusia dalam bergaul dengan orang lain. Sifat-sifat itu ada yang terpuji, ada pula yang tercela. Sifatsifat terpuji adalah seperti sifat para Nabi, para auliya, dan orang-orang shaleh seperti sifat sabar dalam menghadapi kesulitan, tabah menghadapi cobaan, sanggup menanggung derita, berbuat baik dan kasih sayang terhadap manusia, lemah lembut dalam bertutur kata, manjauhi pengrusakan dan kejahatan, dsb.

Kemudian Hasan alBashry menambahkan bahwa hakekat akhlak yang baik adalah mengerahkan perbuatan yang ma’ruf (yang baik), mencegah perbuatan menyakiti, dan keramahan raut muka”.  Dalam banyak hadis, Rasulullah menganjurkan umatnya untuk berakhlak mulia. Antara lain hadis-hadis sebagai berikut:

Artinya:
Abu Darda berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda: tidak ada sesuatu yang diletakkan diatas timbangan amal (di akhirat) yang lebih berat dari akhlak yang baik (HR Turmudzi) 
Kenapa akhlak yang baik memiliki bobot kebaikan yang lebih? Karena pada dasarnya semua ibadah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus berimplikasi pada perbuatan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dikatakan pula ”Tidak sah shalat seseorang apabila shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar”, demikian pula bila seorang berpuasa meninggalkan makan dan minum, tetapi tetap berbuat jahat, maka Allah tidak akan menerima puasanya. Dalam melakukan ibadah hajipun, seseorang dilarang mengucapkan kata-kata yang tidak baik, tidak boleh berbuat fasik, dan tidak boleh bersengketa.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi pula, Rasulullah saw bersabda:

Artinya: Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah bersabda “Bahwasanya orang yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat tempatnya denganku pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya (HR Turmudzi)  Hadis ini menegaskan pentingnya akhlak yang baik. Semakin baik akhlak seseorang, semakin sempurna keimanannya, dan dekat posisinya dari Rasulullah.  Pada hadis berikutnya Rasulullah saw bersabda:

Artinya:
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat menjangkau semua orang (memuaskan mereka) dengan pemberian hartamu, tetapi kamu akan dapat menyenangkan semua orang dengan roman muka yang ramah dan akhlak yang baik (HR Bazzar). Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengandung larangan yang harus dijauhi oleh seorang yang memberikan sedekah, antara lain dilarang memberi suatu sedekah dengan diserta kata-kata yang menyakitkan penerima sebab perbuatan itu akan menjadikan pahala sedekahnya hilang:

artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima.  
Sebenarnya jika dibandingkan antara akhlak yang baik dari seseorang dengan pemberian sedekah darinya --seandainya seseorang harus memilih salah satu diantara keduanya-- maka dia akan memilih akhlak yang baik. Untuk apa dia mendapat sedekah tetapi diperlakukan dengan tidak baik, hanya akan menimbulkan sakit hati, sebaliknya apabila seseorang memperlakukannya dengan akhlak yang baik, dia akan merasa senang hati, meskipun tidak mendapatkan pemberian sedekah. Itulah makna dari hadis Rasulullah saw di atas. 

Sebaliknya akhlak yang jahat menjadi virus yang menggerogoti rasa saling percaya di antara warga masyarakat, merusak persaudaraan diantara teman, melemahkan rasa solidaritas, dan menumbuhkan sikap egois dan individualis, dan akhirnya meruntuhkan sendi-sendi keutuhan hidup bermasyarakat.  Kalau kita perhatikan realita kehidupan manusia, akan kita jumpai orang- orang yang sangat menyukai bermacam perhiasan untuk dikenakan pada anggota badan mereka. Mereka ingin tampil menarik di hadapan siapa saja yang melihatnya.

Karena itu kita lihat banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan dirinya. Mereka lebih mementingkan perhiasan lahiriyah dengan penambahan aksesoris seperti pakaian yang bagus, make up yang mewah, kalung emas, cincin permata, dsb.  Sebaliknya ada pula orang-orang yang lebih berupaya memperbaiki kualitas akhlaknya. Orang yang demikian tidak mengharapkan pujian kekaguman manusia, namun karena kesadaran agamanya menghendaki demikian dengan disertai harapan mendapatkan ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kalaupun penampilannya mengundang pujian orang, ia segera mengembalikannya kepada Allah karena kepunyaanNyalah segala puji dan hanya Dialah yang berhak untuk dipuji.

1.     Islam Mengutamakan Akhlak Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan aspek akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun di sisi lain kurang memperhatikan aspek akhlak. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awwam, seperti ungkapan: “Sudah belajar agama tapi kok durhaka pada orang tua?” Atau ucapan : “Dia itu pengetahuan agamanya luas tapi tidak peduli pada tetangga.” dan lain-lain. Ungkapan-ungkapan seperti itu semestinya tidak ada, karena agama Islam itu mencakup aspek batin dan lahir, keyakinan dan perbuatan. Antara keduanya harus seiring selaras. Kalau seorang Muslim beriman kepada Allah dan meyakini kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rsul-Nya, maka secara lahiriyah ucapan dan tindakannya harus sejalan dengan keyakinan batinnya tersebut. Karena itu marilah kita berintrospeksi dan mengkoreksi diri apakah akhlak kita sudah sejalan dengan keimanan kita. Tauhid sebagai sisi pokok/inti ajaran Islam harus kita utamakan, dan kita sempurnakan dengan akhlak yang baik. Akhlak merupakan realisasi tauhid seorang hamba terhadap Allah. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang memiliki akhlak yang buruk berarti lemah pula tauhidnya.

2.     Akhlak  Rasulllah SAW Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, Rasulllah yang mulia mendapat pujian langsung dari Allah karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat al-Qalam ayat 4 yang telah disebut di atas. Anas bin Malik seorang sahabat Nabi menyatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya. Dia memuji Rasulullah saw dengan mengatakan: “Belum pernah saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun saya melayani rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini? atau mengapa engkau tidak mengerjakan itu?” (HR. Bukhari dan Muslim).

 
3.     Keutamaan Akhlak Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah pernah ditanya tentang amalan yang paling banyak membuat orang masuk surga. Beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” Tatkala Rasulullah saw menasehati sahabatnya, beliau menyertakan nasehat untuk bertakwa dengan nasehat untuk berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rashulullah saw bersabda :

Artinya “Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya, kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi)
Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap Muslim menjadikan akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai buruk menurut timbangan syari’at atau sebaliknya. Hal ini berarti bahwa semua yang dilakukan oleh seorang Muslim harus berpatokan pada syari’at.

Keimanannya, ibadahnya, mu’amalah (pergaulan) nya dengan sesama makhluk Allah, dan termasuk akhlaknya harus berlandaskan syariat. Allah sebagai pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hambahamba-Nya.  Akhlak ataupun budipekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik akan  membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat  syaitoniah, berpegang teguh kepada sendisendi keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan, kerakusan dan kezaliman.

Manusia yang berakhlak mulia, suka tolong menolong sesama dan makhluk lainnya. Mereka senang berkorban untuk kepentingan bersama.Yang kecil hormat kepada yang tua, yang tua kasih kepada yang kecil. Manusia yang memiliki budi pekerti yang mulia, senang kepada kebenaran dan keadilan, toleransi, mematuhi janji, lapang dada dan tenang dalam menghadapi segala halangan dan rintangan.  Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke darjat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya. 

Manusia yang paling baik akhlaknya ialah Nabi Muhammad saw, sehingga Allah memuji budi pekerti beliau dalam al-Quran: "Sesungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar berbudi pekerti yang agung. Suatu bangsa bagaimanapun hebat kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya rusak, maka bangsa itu akan mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak yang baik, akan melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya. Dia akan berbohong, membuat fitnah, menjual harga diri dan keluarga, malah dengan tidak segan lagi, dia menjual Agamanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar