Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 24 Juni 2019

DISKUSI PPG PAI MODUL AL-QUR'AN KB 1 : QS. AL-INSYIRAH


DISKUSI VIDEO

point yang sesuai dengan pembahasa video dan KB 1 anatara lain “Tarjamahan”.

Berikut terjemahan dan juga pembhasan sesuai juga dengan di video QS. Al-Insyirah 1-8 dengan KB1 Modul Al-Qur’an :
1.      “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
2.      dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3.      yang memberatkan punggungmu?,
4.      dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
5.      karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6.      Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
7.      Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
8.      dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (al-Insyirah: 1-8)

Firman Allah: alam nasyrah laka shadraka (“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?”) maksudnya, Kami telah menerangi dadamu, yaitu dengan cahaya Kami. Dan Kami jadikan dadamu lapang, lebar, dan luas. Yang demikian itu seperti firman-Nya: Famay yuridillaahu ay yahdiyahu  yasyrah shadrahuu lil islaami artinya : (“Barangsiapa yang Allah berkehendak untuk memberi petunjuk kepadanya, maka Dia akan melapangkan dadanya  untuk Islam.” (al-An’am: 125) dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada beliau, maka Diapun menjadikan syariat-Nya demikian lapang dan luas, penuh toleransi dan kemudahan, tidak mengandung kesulitan, benban dan kesempitan.

Firman Allah: wawadla’naa ‘angka wizraka yang artinya : (“Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu.” Mempunyai pengertian: liyaghfiralakallaaHu maa taqaddama min dzambika wamaa ta-akhkhara (“Supaya Allah member ampunan  kepadamu akan dosa yang telah engkau perbuat dulu dan yang akan dating.”)(al-Fath: 2)

Selanjutnya firman Allah : Alladzii angqadla dzahraka artinya : (“yang memberatkan punggungmu.”)  kata “al-inqaadu” disini berarti suara. Dan lebih dari satu ulama salaf yang mengenai firman-Nya, Alladzii angqadla dzahraka artinya : (“yang memberatkan punggungmu.”) mengatakan: “Yakni bebannya telah memberatkanmu.”

Firman Allah: wa rafa’naa laka dzikraka artinya : (“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” Mujahid mengatakan, “Aku tidak disebut melainkan disebutkan bersamaku kesaksian bahwa tidak ada ilah  yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Qatadah mengatakan: “Allah meninggikan sebutan beliau di dunia dan di akhirat. Tidak ada seorang khatib, orang yang mengucapkan syahadat, dan juga orang yang mengerjakan shalat, melainkan menyebutkan kesaksian:  asyhadu allaa ilaaha illaallaahu wa asyhadu anna muhammadar rasuulullah artinya : (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi  dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”

Firman Allah Ta’ala: fa inna ma’al ‘usri yusran, inna ma’al ‘usri yusran artinya : (“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”) Allah memberitahukan bahwa bersama kesulitan itu  terdapat kemudahan. Kemudian Dia mempertegas berita tersebut. Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasaan, dia berkata: “Nabi saw. Pernah  keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda: “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.”

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesulitan itu dapat diketahui pada dua keadaan, dimana kalimatnya dalam bentuk mufrad (tunggal). Sedangkan kemudahan (al-yusr) dalam bentuk nakirah (tidak ada ketentuannya) sehingga bilangannya bertambah banyak. Oleh karena itu beliau bersabda: “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.”

Dalam sebuah ungkapan : “Tidak jarang musibah itu membuat sempit gerak pemuda, dan pada sisi Allah jalan keluar diperoleh. Lengkap sudah penderitaan. Dan ketika kepungannya mendominasi, maka terbukalah jalan, yang sebelumnya dia menduga musibah itu tiada akhir.”

Firman Allah: fa idzaa faraghta fangshab. Wa ilaa rabbika farghab artinya : (“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya  kepada Rabb-mu lah  hendaknya kamu  berharap.”) maksudnya, jika engkau telah selesai mengurus berbagai kepentingan dunia dan semua kesibukannya serta telah  memutus semua jarigannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk  menjalankan ibadah serta melangkahlah kepadanya dengan penuh semangat, dengan hati yang kosong lagi tulus, serta niat karena Allah. Dari pengertian ini terdapat sabda Rasulullah saw. 

Di dalam hadits yang diserpakati keshahihannya: “Tidak sempurna shalat seseorang ketika makanan telah dihidangkan dan tidak sempurna pula shalat dalam keadaan menahan buang air kecil dan besar.” Dan dari Ibnu Mas’ud: “Jika engkau telah selesai menunaikan berbagai kewajiban, maka bersungguh-sungguhlah untuk melakukan Qiyamul lain. Dan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud: fangshab. Wa ilaa rabbika farghab (“dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.”) setelah selesai dari shalat yang engkau kerjakan sedang engkau masih dalam keadaan duduk. ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Jika engkau telah selesai, maka bersungguh-sunguhlah, yakni berdo’alah”.

JADI, QS al- Insyirah ini disebut juga  QS. As- Syarah yang terdiri dari 8 ayat dan termasuk surah yang yang ke 12 yang diterima Nabi Muhammad saw. dan ini termasuk sebagian pendapat ulama :
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
 kata نَشْرَحْ berasal dari kata شَرَحَحْ yang berarti melapangkan, memotong atau memutuskan. Dalam bahasa Arab modern تَشْرِيحْ berarti operasi. Ada ulam’ mengatakan أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ bukankah kami telah mengoperasikan dadamu Muhammad. Tetapi ini
 pendapat yang sangat lemah. Di dalam al-qur’an kata شَرَحَحْyang diucap berulang ulang berarti lapang. Yang dilapangkan adalah dada Nabi Muhammad Saw. dada maksudnya adalah “hati”. Karena semakin lapang dada seseorang semakin banyak menampung ilmu pengetahuan dan permasalahan.
 وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
Dan kamipun telah menurunkan bebanmu darimu
Kata  وَوَضَعْنَا berarti kami tinggalkan, buang. Kata وِزْرَكَ pada mulanya bisa berarti gunung yang kokoh, berat. Lalu kata وِزِرْ berubah makna menjadi sesuatu yang berat. Itu sebabnya seorang hakim dnakan وِزِرْ karena tugas-tugasnya yang berat serta dosa dikatakan وِزِرْ karena memberatkan kita diakhirat kelak.
 الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ
Yang memberatkan punggungmu
Kata أَنقَضَ berarti memikul beban yang sangat berat. الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ “kami tinggalkan beban beratmu dari punggungmu. sesuatu yang sangat berat yang pernah dipikul oleh rasulullah saw. yaitu keadaan umatnya/ masyarakatnaya yang bejat, tidak tau Tuhan, penganiayaan dimana-mana, jahiliyahpun dimana-mana. Tuhan tinggalkan semua itu dengan kedatangan wahyu Ilahi.
 وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
Dan kami tinggikan sebutan namamu
Kata ذِكْرَكَ berarti sebutan namamu. Maksudnya kami tinggikan sebutan namamu. Ketinggian nama Rasulullah ini terbukti dengan berbagai penelitian tentang rasulullah saw. walaupun orang itu non muslim selama penelitiannya obyektif pasti dia mengatakan “ini manusia sangat agung”. Dengan demikian dari penjelasan bapak Quraish Shihab tentang QS al- Isyirah di atas bahwa beliau bukan saja menafsirkan juga menkawilkan ayat –ayat al-qur’an tersebut.

Dalam Video tersebut M. Quraish Shihab menyimpulkannya menjadi 3 (tiga), yaitu :
a.       Kedudukan Baginda Rasul Muhammad SAW sangatlah tinggi dan agung di sisi Allah SWT, bahkan paling tinggi dengah makhluk apapun yang ada di alam semesta ini.
b.      QS. Al-Insyirah atau Alam Nasyrah ini menanamkan ke-optimisan kepada kita untuk bangkit setelah keterpurukan dan krisis, karena dalam setiap krisis ada peluang dua kali kenikmatan dan kesuksesan yang menanti.
c.       Setiap orang di tuntut untuk selalu bekerja dan berikhtiyar sekuat tenaga, namu ingat bahwa haruslah selalu berharap bahwa Allah SWT selalu berserta dalam setiap usaha apapun itu. Wallohu a’lam.
Semoga bermanfaat, wallohu a’lam...

DISKUSI SLIDE MODUL AL-QUR’AN KB 1

1.    Tafsir

Dalam melakukan penafsiran al Qur’an seorang mufassir  dituntut untuk menjelaskan maksud yang terkandung dari suatu ayat atau beberapa ayat atau surat di dalam al Qur’an. Maksud dari suatu ayat atau surat tersebut dapat dipahami dari susunan bahasanya dan lafadzlafadz yang digunakannya serta seluk beluk yang berhubungan dengan ayat atau surat tersebut, yaitu; kapan, di mana, ada peristiwa apa ketika ayat itu turun, berkenaan dengan apa dan siapa, kondisi masyarakatnya bagaimana, dan bagaimana penjelasan Nabi Saw terhadap ayat tersebut. Seluk beluk yang dimaksud adalah terkait dengan ulumu al Qur’an, di dalamnya membahas tentang asbabun nuzul, makiyah dan madaniyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dst. Adapun syarat-syarat mufassir, yaitu penguasaan bahasa arab beserta cabang-cabangnya dan penguasaan terhadap ulumu al Qur’an. 

2.    Takwil

Dalam al Qur’an beberapa kali menggunakan kata takwil dalam menjelaskan maksud dari sebuah pristiwa atau kisah, misalnya pada kisah Nabi Yusuf as (QS:12;100) dalam menjelaskan pristiwa tunduknya keluarga dan saudara-saudaranya kepadanya dinyatakan dengan kalimat haadzaa takwiilu rukyaaya min qobl  qod ja’ala robbii haqqo (ini adalah takwil mimpiku sebelumnya, sungguh Tuhan telah menjadikan mimpiku menjadi kenyataan). Demikian juga pada surat al Kahfi (78) tentang kisah seorang hamba Allah yang diberi ilmu dari sisi-Nya mengatakan  kepada Nabi Musa as dengan kalimat sa unabbi uka bitakwiili maalam tastathi’ alaihi sobro (aku akan menjelaskan takwil sesuatu yang engkau tidak dapat bersikap sabar terhadapnya).

3.    Terjemah

Penerjemahan dibagi menjadi dua: terjemah lafdziyah dan terjemah tafsiriyah.
a.    Terjemah lafziyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz- lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
b.    Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib katakata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.

Membaca terjemah sebuah ayat al Qur’an dapat membantu pembaca untuk memahami maksud ayat tersebut, namun demikian membaca terjemah saja tanpa memahami seluk beluk bahasa al Qur’an yakni bahasa arab seringkali menjadikan pemahaman terhadap ayat tersebut kurang sempurna, atau bahkan dikuatirkan terjadi kesalahpahaman.
Kesalahpahaman  terhadap pembacaan terjemah secara umum dapat disebabkan beberapa hal:
1)        Tidak semua kata dalam suatu bahasa dapat diterjemah  secara tepat  atau utuh ke dalam bahasa lain. Ini dikarenakan  setiap bahasa memiliki batas-batas makna masing-masing. Contoh kata; anta dan anti( mudzakkar dan muannats) tidak dapat diterjemah secara utuh dengan kata kamu, anda atau  engkau. Demikian juga misalnya kata insanun dan basyarun tidak dapat secara utuh diwakili oleh terjemah kata manusia.
2)        Keterbatasan seorang penerjemah dalam melakukan pilihan kata yang tepat dan keterbatasan penerjemah dalam penguasaan struktur bahasa yang digunakan.
3)        Latarbelakang budaya yang berbeda pada setiap bangsa akan membentuk karakteristik bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa arab memiliki jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah.
Pola memiliki dua jumlah tersebut tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia. Karena itu apabila melihat berbagai kelemahan tersebut di atas, maka dalam penterjemahan al Qur’an  belum dapat dikatakan  mampu mewakili seluruh maksud ayat-ayatnya.

4.    Muhkamat dan Mutasyabihat.

Analisis pada Qs. Ali Imran ayat 7, dalam ayat Alquran tersebut menimbulkan perbedaan pemahaman tentang boleh tidaknya takwil atas ayat-ayat mutasyabihaat itu. Sebagian pendapat menyatakan bahwa semua ayat mutasyabihaat bisa ditakwil seluruhnya, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa sebagian saja yang boleh ditakwil itu pun bila memenuhi persyaratan takwil termasuk siapa saja yang berhak melakukannya.
Pada ayat yang berbicara tentang dzat Allah yang tercantum pada QS. An-Nuur: ayat 35 yang artinya (Allah adalah cahaya langit dan bumi) dengan tujuan agar dzat Allah itu bisa diketahui. Pemahaman seperti ini merupakan takwil yang terlarang, karena tidak sesuai dengan QS. Asy-Syura: ayat 42 yang artinya (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya).
Pada penerapan takwil terhadap ayat mutasyabihat lainnya yang dilakukan Prof. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata kursi pada Q.S. Al-Baqarah/2: 225. Ia menakwilkan kalimat kursi Allah meliputi langit dan bumi sebagaimana Al-Thabathaba’i dalam Tafsir   Al - Mizan menakwilkannya sebagai kedudukan Ilahiyah untuk mengendalikan semua makhluk-Nya. Luasnya kursi Allah memiliki makna ketakterhinggaan kekuasaan-Nya. Karena itu makna kursi pada ayat tersebut adalah kedudukan ketuhanan yang mengendalikan langit dan bumi beserta isinya. Juga mengisyaratkan bahwa semua benda itu terkontrol dengan baik. Demikian juga makna keluasan yang dimaksud bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu di langit dan bumi.  
Semoga bermanfaat, wallohu a’lam...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar