1. Hipotesis
Suatu hipotesis haruslah secara sederhana sehingga
akan dapat diuji kebenarannya oleh peneliti lainnya. Dalam penelitian
korelasional, rumusan hipotesis adalah dalam bentuk pernyataan adanya hubungan
antara satu variabel dengan satu atau lebih variabel lainnya. Rumusan yang
menyatakan “harapan” kesimpulan sementara adanya dan seberapa kuat hubungan itu
akan memberi petunjuk bagaimana langkah pengujian hubungan itu.
Karena hipotesis adalah jawaban teoritis terhadap
pertanyaan penelitian, maka hipotesis dirumuskan berdasarkan rumusan
masalahnya. Bagaimana caranya agar kita dapat menyusun sebuah hipotesis yang
baik? Hipotesis itu dapat muncul dari
tiga (3) sumber, yaitu :[1]
a. Dari
pengalaman dan dugaan si peneliti sendiri. Hipotesis yang dibentuk dari
pengalaman, pengamatan dan dugaan si peniliti merupakan hipotesis yang baik
tapi lemah. Hipotesis semacam ini biasa dipakai dalam penelitian deskriptif
yang nantinya digunakan mendapatkan hipotesis-hipotesis yang lebih tegas.
Misalnya dalam penilitian yang menguji pengaruh jenis kelamin terhadap prestasi
belajar Bahasa Arab bagi siswa MAN se-Lombok, masalahnya dirumuskan dengan
kalimat, “Apakah prestasi belajar Bahasa Arab bagi kelompok siswi (perempuan)
MAN se-Lombok lebih tinggi dibanding prestasi belajar Bahasa Arab bagi kelompok
siswa (laki-laki) MAN se-Lombok? Hipotesisnya dengan kalimat, “Prestasi belajar
Bahasa Arab bagi kelompok siswi (perempuan) MAN se-Lombok lebih tinggi
dibanding prestasi belajar Bahasa Arab bagi kelompok siswa (laki-laki) MAN
se-Lombok.”
b. Mencermati
hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hipotesisi yang diilhami oleh penelitian
sebelumnya sifatnya lebih kuat dan biasanya hipotesis ini bertujuan untuk
menguji kebenaran hipotesis yang sudah diuji dalam penelitian sebelumnya. Jika
penelitian yang sekarang dapat membuktikan kebenaran hipotesis tersebut,
hasilnya dapat membantu merumuskan suatu teori. Misalnya, penelitian menguji
efektifitas strategi pembelajaran Istima’ melalui Laboratorium bahasa dengan
rumusan masalah dalam kalimat, “Apakah kelompok siswa kelas IX SMPN 1 Praya
tahun 2016 yang belajar istima’ melalui Lab. Bahasa berprestasi lebih tinggi
dibanding kelompok siswa yang sama yang tidak belajar istima’ melalui Lab.
Bahasa? Hipotesisnya dalam kalimat, “Kelompok siswa kelas IX SMPN 1 Praya tahun
2016 yang belajar istima’ melalui Lab. Bahasa berprestasi lebih tinggi
dibanding kelompok siswa yang sama yang tidak belajar istima’ melalui Lab.
Bahasa”.
c. Berdasarkan
teori-teori yang sudah terbentuk. Sumber dari teori merupakan hipotesis yang
paling kuat , karena hipotesis ini menuju kepada penelitian yang bersifat
menerangkan. Hipotesis tersebut amat membatasi diri untuk menguji ada tidaknya
korelasi antara dua atau lebih variabel dan mengukur kuat lemahnya hubungan
tersebut. Sehingga akan sampai kepada suatu teori atau kaedah tertentu.
Misalnya, penelitian yang bertujuan untuk mengukur hubungan korelasional antara
kemampuan membaca dan kemampuan menulis mahasiswa tingkat pertama jurusan
bahasa Arab IAIN Mataram tahun 2016, rumusan masalahnya dirumuskan dengan
kalimat, “Apakah semakin tinggi kemampuan membaca mahasiswa tingkat pertama
jurusan bahasa Arab IAIN Mataram tahun 2016, semakin tinggi pula kemampuan
menulis mereka? Hipotesis untuk masalah ini dirumuskan dengan kalimat, “Semakin
tinggi kemampuan membaca mahasiswa tingkat pertama jurusan bahasa Arab IAIN
Mataram tahun 2016, semakin tinggi pula kemampuan menulis mereka.”
Berdasarkan
salah satu dari tiga sumber tersebut,
kita rumuskan kerangka berfikir yang nantinya menjelmakan sejumlah hipotesis
sehingga tersusun menjadi sebuah judul penelitian.
2. Asumsi
Dalam penelitian kita diharuskan untuk menyusun
asumsi. Hal ini sebagai stimulus, agar kita mencari pembuktiaan sebuah
kebenaran ilmiah. Dalam menyusun asumsi ini kita tidak boleh sembarangan, akan
tetapi kita harus melihat konteks atau objek yang kita teliti.
Dalam beberapa tesis atau disertasi, ada bagian
khusus yang memuat asumsi yang digunakan. Asumsi-asumsi tersebut dikemukakan
satu per satu. Pada tesis yang lain para peneliti tidak menempatkannya pada
bagian khusus karena asumsi tersebut telah dimasukkan pada bagian pendahuluan
laporan. Asumsi adalah kenyataan penting yang dianggap benar tetapi belum terbukti
kebenaran. Suatu kejadian atau situasi yang dianggap benar, sehingga
kebenarannya tidak diragukan. Ini tidak sama dengan hipotesis, karena asumsi
tidak memerlukan pengujian atau pembuktian.
Asumsi berarti : dugaan yang diterima sebagai dasar;
landasar berpikir karena dianggap benar. Sedangkan mengasumsikan berarti
menduga; memperkirakan; memperhitungkan; meramalkan. Asumsi adalah sebagai
dasar dari suatu penelitian. Sebab sebuah penelitian berangkat dari asumsi.
Dalam penelitian asumsi merupakan perekat (lem) atau adonan. Dikatakan perekat
atau adonan karena asumsi menjadi perekat antara satu variabel dengan variabel
lainnya. Asumsi dapat kita gunakan membangun suatu konstruksi bangunan
penelitian yang besar. seperti menyusun batu-batu. Asumsi bisa dengan sebab
akibat, tetapi bisa juga tentang suatu masalah. Asumsi juga merupakan hal
penting dalam menentukan paradigma penelitian. Asumsi juga berguna untuk menafsirkan
kesimpulan kita.
Untuk menentukan asumsi harus didasarkan atas
kebenaran yang telah diyakini oleh peniliti. Sebelum menentukan asumsi peneliti
harus lebih mengetahui terhadap sesuatu dengan cara[2]:
1. Dengan
banyak membaca buku, surat kabar atau terbitan lain.
Bahan pustaka (yang disebut sumber acuan) dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Sumber
umum : buku, teks, ensiklopedi dan sebagainya.
b. Sumber
acuan khusus : buletin, jurnal, periodikal (majalah-majalah yang terbit secara
periodik), disertasi, skripsi dan sebagainya.
c. Dari
sumber acuan umum dapat diperoleh teori-teori dan konsep-konsep dasar, sedang
dari sumber acuan khusus dapat dicari penemuan-penemuan atau hasil penelitian
yang sudah dan sedang dilaksanakan.
2. Dengan
banyak mendengar berita, ceramah, pembicaraan orang lain.
3. Dengan
banyak berkunjung ke tempat (lokasi penelitian).
4. Dengan
mengadakan pendugaan meng-abstraksi berdasarkan perbendaharaan pengetahuannya.
Contoh-contoh
dari asumsi yang penulis dapat berikan:
a.
bahwa perubahan-perubahan kurikulum
hanyalah menambah kebingungan bagi guru dan peserta didik.
b.
bahwa persaingan penerimaan siswa baru
antar SMU tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya.
c.
bahwa pendidikan di Indonesia belum
memenuhi kriteria pemerataan kualitas pendidikan antara di kota dan di desa.
d.
bahwa kurikulum membatasi kreatifitas
guru dalam mengembangkan anak didik.
e.
bahwa krisis global kedua akan
berpengaruh terhadap omset para pengusaha di seluruh Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar