A.
Biografi
Iqbal
Lahir di Sialkot, kota peninggalan Dinasti Mughal
India pada tanggal 22 Februari 1873. Ayahandanya Syaikh Nur Muhammad memiliki
kedekatan dengan kalangan Sufi. Iqbal berasal dari keluarga miskin, dengan
mendapatkan beasiswa dia mendapat pendidikan bagus. Keluarga Iqbal berasal dari
keluarga. Brahmana Kashmir yang telah memeluk agama Islam sejak tiga abad
sebelum kelahiran Iqbal, dan menjadi penganut agama Islam yang taat. Pada tahun
1895 Iqbal menyelesaikan study di Scottish dan pergi ke Lahore. Salah satu kota
di India yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni.
Di kota Lahore ini, sambil melanjutkan pendidikan
sarjananya ia mengajar filsafat di Government College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh
gelar B.A., kemudian ia mengambil program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat
itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold. orientalis Inggris yang terkenal
yang mengajarkan filsafat Islam di College tersebut.
Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold,
Iqbal menjadi terkenal sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di
Lahor. Pada tahun 1905, ia belajar di Cambridge. Iqbal kemudian belajar di
Heidilberg dan Munich. Di Munich ia menyelesaikan doktornya tahun 1908 dengan
disertasi, The Development of Metaphysics in Persia. Ia kembali ke London untuk
belajar di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di
Universitas London.[1]
B.
Pemikiran
Iqbal Tentang Pendidikan Islam
1. Kurikulum
Kurikulum secara garis besar dapat diartikan dengan
seperangkat materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada murid sesuai
dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Adapun isi kurikulum pendidikan
menurut Muhammad Iqbal[2]
ialah:
a. Isi
kurikulum pendidikan harus mencakup agama, sejarah, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada umumnya Muhammad Iqbal menggunakan kata “pengetahuan
(knowledge) yang didasarkan pada panca indra. Pengetahuan dalam arti ini kepada
manusia memberikan kekuasan yang harus ditempatkan di bawah agama. Muhammad
Iqbal berpendapat bahwa agama adalah suatu kekuatan dari kepentingan besar
dalam kehidupan individu juga masyarakat. Apabila pengetahuan dalam arti ini
tidak ditempatkan dibawah agama, ia akan menjelma menjadi kekuatan syetan.
Pengertian dalam arti ini dipandang berfungsi sebagai langkah pertama dalam
rangka mendapatkan pengetahuan yang sebenarnya. Oleh karenanya kitab merupakan
sarana dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Jadi menurut Muhammad Iqbal, antara
agama dan ilmu pengetahuan harus berjalan secara selaras, karena agama mampu
menyiapkan manusia modern untuk memikul tanggung jawab yang besar yang dimana
ilmu pengetahuan juga pasti terlibat.
b. Isi
kurikulum pendidikan juga harus mencakup pembentukan kepribadian atau watak.
Pendidikan watak menurut Muhammad Iqbal merupakan faktor yang penting dalam
pendidikan. Untuk mengembangkan watak, menurut Muhammad Iqbal pendidikan
hendaknya memupuk tiga sifat yang merupakan unsur-unsur utama dari pendidikan
itu sendiri, yakni: Keberanian, Toleransi dan Faqir
2. Tujuan
Pendidikan
Pendidikan merupakan daya budaya yang mempengaruhi
kehidupan perorangan maupun kelompok masyarakat untuk membentuk manusia mukmin
sejati atau yang biasa disebut dengan Insan Kamil. M. Iqbal menggambarkan
manusia yang ideal atau sejati itu melalui hasil karya-karyanya. Dalam
filsafatnya dijelaskan ada beberapa ciri manusia yang ideal,[3] di
antaranya:
a.
Hidup yang baik adalah hidup yang
penuh usaha dan perjuangan, usaha itu tersebut hendaknya bersifat kreatif dan
orisinil. Sebagaimana tertulis dalam syairnya :
Bila anda ingin
melihat dunia sementara ini,
Bila anda ingin
beralih dari ketiadaan kepada keberadaan,
Bertahanlah!
Jangan mudah
anda lenyap seperti kilatan cahaya sekejap!
Pupuk keberanian
bersusah payah
agar berhasil
meraih lumbung penuh melimpah
Bila anda
memiliki sinar matahari
Beranilah
menjelajah langit lazuardi!
b.
Orang yang baik hendaknya belajar
menerapkan intelegensinya secara meningkat terus dalam rangka penjelajahan dan
pengendalian daya dan kekuatan alam, sambil menambah pengetahuan dan kekuatannya
sendiri. Sebagaimana dalam syairnya :
Intelek
memerintah segala sesuatu yang terbuat
dari cahaya
maupun dari tanah liat
Dan tiada yang
tak terjangkau karunia Illah ini
Seluruh jagad
tunduk merunduk pada keagungan yang abadi
Hanya hati yang
berani menghadapi
setiap
derap langkahnya yang tegap.
Di samping itu Muhammad. Iqbal juga mengemukakan
mengenai tujuan diselenggarakannya pendidikan Islam. Sebenarnya menurut dia
pendidikan itu diawali dari adanya rasa ego. Ego akan mengalami proses evolusi
dan selalu berjuang untuk mencapai kesempurnaan. Ego yang sempurna itulah
menurut M.Iqbal disebut sebagai insan kamil dan inilah yang menjadi tujuan
pendidikan. Adapun rincian dari tujuan penudidikan itu, di antaranya:
Pendidikan tidak semata-mata untuk mencapai kebahagiaan hidup di akherat dalam
pengenalan jiwa dengan Tuhan.
c.
Tujuan akhir dari pendidikan
hendaknya dapat memperkokoh dan memperkuat individualitas dari semua pribadi,
sehingga mereka dapat menyadari segala kemungkinan yang dapat saja menimpa
mereka.
d.
Untuk mencapai tujuan tersebut
pendidikan harus tertuju pada pengembangan keseluruhan potensi manusia yang
mencangkup intelektual, fisik dan kemauan untuk maju.
Dalam kaitanya dengan ini Muhammad Iqbal menjelaskan
beberapa pemikiranya tentang kehendak kreatif. Hidup adalah kehendak kreatif
yang oleh Muhammad Iqbal disebut dengan Soz . Yaitu diri yang selalu bergerak
kesatu arah. Aktivitas kreatif, perjuangan tanpa henti dan partisipasi aktif
dalam permaslahan dunia harus menjadi tujuan hidup. Berkat kreativitas itulah
manusia telah berhasil mengubah dan menggubah yang belum tergarap dan belum
terselesaikan dan mengisinya dengan aturan dan keindahan.
e.
Tujuan pendidikan harus mampu
memecahkan masalah-masalah baru dalam kondisi perorangan dan masyarakat atau menyesuaikan
dengan kondisi masyarakat.
3. Metode
Pembelajaran Dalam pemikiran Iqbal
Dalam pengertian leterlijk, kata “metode” berasal
dari bahasa Greek yang terdiri dari “meta” yang berarti” melalui “ dan “hodos”
yang berarti” jalan yang dilalui” Metode pendidikan didasarkan pada tingkat
usia anak didik berdasarkan pertimbangan periode perkembangan anak didik, Nabi
mengemukakan cara mendidik yang baik. Beliau menyatakan didiklah anak-anakmu
dengan cara bermain-main pada usia tujuh pertama dan tananamkanlah disiplin
kepada mereka pada tujuh tahun berikutnya kemudian ajaklah mereka berdiskusi
saat mereka mencapai periode usia tujuh tahun yang ketiga dan selanjutnya
barulah mereka dapat di lepaskan untuk menentukan sikap hidupnya secara
mandiri. Adapun metode pendidikan yang sesuai menurut Muhammad Iqbal adalah :
a.
Self activity
Metode ini di gunakan untuk mencari potensi diri
atau mengembangkan potensi diri peserta didik dengan kebebasan mengembangkan
kreativitas sesuai dengan yang di kehendaki
b.
Learning by doing.
Jenis pengajaran yang di kehendakinya adalah
menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengundang mereka untuk bekerja
dengan penuh kesadaran akan tujuan yang di galinya dari sumber yang tersedia
dalam lingkungan mereka.
c.
Tanya jawab
Pendidikan harus mampu untuk mencetak pribadi yang
kritis, yaitu terus bertanya dan tidak begitu saja menerima pandangan atas
dasar kepercayaan belaka.
d.
Metode proyek atau unit
Adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak
dari sesuatu masalah, kemudian di bahas dari segi yang berhubungan sehingga
pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna. Penggunaan metode ini bertitik
tolak dari anggapan bahwa pemecahan masalah harus ditinjau dari berbagai macam
segi agar tuntas dalam melibatkan mata pelajaran yang ada kaitannya sebagai
sumber dari pemecahan masalah tersebut.
e.
Metode pemecahan masalah atau
problem solving
Bukan hanya sekedar metode berfikir sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainya yang di mulai dengan
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
f.
Peranan peserta didik
Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadianya. Dilihat dari kedudukannya, peserta didik adalah mahluk yang
sedang berada dalam proses perkembangan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya.
Pemikiran Muhammad Iqbal tentang pendidikan
khususnya pada peranan peserta didik adalah berpangkal pada kebebasan manusia.
Manusia merupakan ego yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan sendiri
dengan segala konsekuensinya. Dengan kebebasannya itu, peserta didik
memungkinkan untuk diarahkan agar memiliki kreativitas berfikir tinggi sehingga
dapat memunculkan inovasi-inovasi baru yang dapat dipergunakan untuk menjawab
berbagai tantangan dimasa sekarang dan akan datang yang merupakan dampak
negatif dari globalisasi dan industrialisasi.
g.
Peranan pendidik
Pendidik
dalam menggali dan mengembangkan konsep pendidikannya akan harus mengkaji dan
meneliti hakikat individualitas dan lingkungan. Muhammad Iqbal berpendapat
bahwa tumbuh kembangnya individualitas tidak mungkin terjadi tanpa kontak
langsung dengan lingkungan yang konkrit dan dinamis.[4]
Sikap pendidik yang baik menurut Muhammad Iqbal
adalah dengan jalan membangkitkan kesadaran yang sungguh pada anak didiknya
berkenaan dengan aneka ragam relasi dengan lingkungannya dan dengan jalan
demikian merangsang pembentukan sasaran-sasaran baru secara kreatif. Muhammad
Iqbal kurang menyetujui pendidikan sistem kelas, maksudnya guru yang mengurung
siswanya diantara keempat dinding kelasnya. Hal ini dikarenakan bahwa anak
perlu berhubungan dengan alam dalam setiap proses belajarnya, yaitu untuk
menumbuhkan sikap keingintahuan serta untuk menumbuhkan kreativitasnya.
[1]
Miss Luce & Claude
Maitre, Introduction ala pense d`iqbal.
(Pengantar ke Pemikiran Iqbal) diterjemahkan oleh :Djohan Effendi, (Jakarta
: Pustaka Kencana,1981), hlm. 102
[2] Miss Luce &
Claude Maitre, Introduction ala pense
d`iqbal. (Pengantar ke Pemikiran Iqbal) diterjemahkan oleh :Djohan Effendi,
(Jakarta : Pustaka Kencana,1981), hlm 104
[3] Miss Luce &
Claude Maitre, Introduction ala pense
d`iqbal. (Pengantar ke Pemikiran Iqbal) diterjemahkan oleh :Djohan Effendi,
(Jakarta : Pustaka Kencana,1981), hlm 109
[4]
K.G. Saiyidain, Iqbals Educational Philosophy,
Penerjemah : M.I. Soelaeman, (Bandung: CV. Diponegoro, 1981), hlm 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar