Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah produk
hukum dalam bidang pendidikan yang disusun atas dasar penyempurnaan dari
Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989. UU No. 20
Tahun 2003 ini disahkan di Jakarta pada 8 Juli 2003 oleh Presiden Republik
Indonesia yakni Ibu Megawati Soekarnoputri. UU No. 20 Tahun 2003 ini mengatur
tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20 Tahun 2003 ini terdiri dari 22
BAB, 77 Pasal dan 252 Ayat. Dalam peraturan ini secara teknis peraturan ini
sudah mencakup tiga kaedah hukum sebuah peraturan, diantaranya, yakni gebod (perintah atau suruhan), mogen (kebolehan), dan verbod (larangan).[1]
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini, tiga
kaedah hukum yang ada, sebagaimana dapat dilihat pada pemaparan dari ayat ke
ayat dalam sebuah pasal. Dimana diantaranya untuk contoh dari ayat yang memuat
unsur kaedah hukum berupa gebod (perintah
atau suruhan) adalah pada pasal 7 ayat 2 yang berbunyi “Orang tua dari anak
usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.”.
Selanjutnya unsur kaedah hukum berupa mogen
(kebolehan) dapat dilihat dari pasal 23 ayat 1 yang berbunyi “Pada
universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau
profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”.Dan yang
terakhir untuk pasal yang memuat kaedah hukum berupa verbod (larangan) dapat dilihat dari pasal 21 ayat 2 yang berbunyi
“Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan
tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi”. Berikutnya
marilah kita bahan substansi dari UU RI no 20 tahun 2003 tentang sisdiknas
tersebut.
UU No. 20 Tahun
2003 sebagai produk sebuah perundang-undangan dalam mengatur sistem pendidikan
nasional tersusun atas tiga kelompok bagian.Ketiga kelompok bagian tersebut
terdiri daripada pendahuluan, batang tubuh, dan penutup.Berikut penjabaran atas
tiga kelompok bagian daripada UU NO.20 Tahun 2003 tersebut.
1.
Pendahuluan UU
No. 20 Tahun 2003
Bagian pendahuluan daripada UU No. 20
Tahun 2003 ini memuat bagian konsideran beserta definisi-definisi mengenai
makna-makna daripada kata-kata yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini.
Dalam bagian pendahuluan tepatnya untuk konsideran ini UU No. 20 Tahun 2003
ditetapkan berdasarkan berbagai aspek pertimbangan, antara lain: pembukaan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang
mengamanatkan bahwa Pemerintahan Negara Indonesia berperan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa, isi daripada UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah
perlu untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dan UU No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dianggap tidak memadai lagi
dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan
UUD Tahun 1945 serta dengan mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1),
Pasal 31, dan Pasal 32 UUD Tahun 1945.
2.
Batang Tubuh UU
No. 20 Tahun 2003
Dalam bagian batang tubuh ini kami
membaginya beradasarkan bidang garapan Administrasi Pendidikan, antara lain:
a.
Peserta Didik
Dalam BAB V pasal 12 ayat 1 sampai 4 dijelaskan
bahwa peserta didik memiliki hak dan kewajiban, antara lain berhak mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan minat dan bakat serta kemampuannya, bagi yang
orangtuanya tidak mampu peserta didik mendapat bantuan biaya. Selanjutnya
peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan hasil pendidikan. Disini juga dijelaskan bahwa warga
negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
dalam wilayah NKRI.
Implementasi pasal 12 sampai saaat ini yakni
tahun 2015, menurut pengamatan penulis belum sesuai dengan idealisme yang
termaktub dalam undang-undang.Masih banyak siswa yang belum mendapatkan
pelajaran agama sesuai dengan yang dianutnya.Terutana siswa muslim yang
bersekolah di yayasan bukan yayasan islam. Sebagai data autentik, berikut
penulis cuplikan berita yang di orbitkan oleh kantor berita antara Jawa Timur
yang judul beritanya adalah, “Pelajar
Kritik Pengajaran Agama di Sekolah Non-Muslim”Kamis, 2 Mei
2013 14:47 WIB- Sekitar 100 pelajar baik SMP, SMA ataupun SMK di Kota Blitar,
Jawa Timur, unjuk rasa di kantor DPRD setempat, mengkritik penerapan pendidikan
agama di sejumlah sekolah non-Muslim."Terdapat beberapa yayasan yang tidak
memasukkan kurikulum pendidikan di sekolahnya," kata koordinator aksi
Ahmad Mustofa ditemui saat unjuk rasa, Kamis.Sejumlah sekolah yang dikritik itu
di antaranya SMK Katolik Santo Yusuf Blitar, Yayasan Yohanes Gabriel Kota
Blitar, yang tercatat sebagai penyelenggara sekolah Katholik mulai dari TK, SD,
SMP dan SLTA (SMA/SMK), SD-SMP Yos Sudarso Blitar, sampai SDK Santa Maria
Blitar, dan sejumlah sekolah lain Saat
unjuk rasa, massa yang merupakan pelajar itu membawa berbagai macam spanduk
yang isinya tentang pentingnya pendidikan agama. Mereka juga membawa spanduk
tentang ketentuan sekolah yang telah menyalahi aturan pemerintah.Mereka sempat
ditemui oleh Komisi I DPRD Kota Bltar.Komisi yang membawahi bidang pendidikan
itu berjanji segera menyelesaikan masalah ini, sehingga sistem pendidikan pun bisa
berjalan dengan lancar.Anggota Komisi I DPRD Kota Blitar Supriyono mengatakan
masalah ini memang perlu ditegaskan. DPRD juga akan memanggil sekolah terkait
serta instansi terkait untuk mencari jalan keluar dari masalah itu..[2]
Hal ini menunjukan lemahnya kredibilitas
pememrintah sebagai pengemban undang-undang.Seharusnya pemerintah memiliki
power full dan hak prerogratif untuk menjalankan undang-undang sesuai dengan
substansi undang-undang itu sendiri.
b.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dalam BAB XI pasal 39 sampai pasal 44
dijelaskan bahwa tugas pendidik pada intinya adalah melaksanakan pembelajaran
dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan administrasi.Selanjutnya
dijelaskan pula mengenai hak dan kewajiban dari pendidik dan tenaga
kependidikan.Pendidik dan tenaga kependidikan disini ditempatkan berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal melihat dari kebutuhan daerah dimana disini
pemerintah memfasilitasi segala keperluan dari pendidik dan tenaga
kependidikan.Selain itu dalam hal ini dipaparkan juga mengenai ketentuan
kualifikasi, promosi, penghargaan, dan sertifikasi.Pengembangan pendidik dan
tenaga pendidik dalam hal ini harus mampu dikembangkan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah.
Dalam menginterpretasikan pasal 39 inilah
menurut penulis terjadi bias.Pada item tenaga pendidik pada intinya adalah
melaksanakan pembelajaran dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan
administrasi sebenarnya sudah jelas dan proporsional.Namun pada kenyataanya
sering tenaga pendidik justru terjebak pada wilayah penyelesaian tugas
admnistratif.Yang tentulah sangat mengganggu tugas utama sebagai pendidik.
c.
Sarana dan Prasarana
Dalam BAB XII pasal 45 yang terdiri dari 2 ayat
dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib menyediakan sarana dan
prasarana yang mendukung keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik.Selanjutnya ketentuan yang berkaitan dengan
penyediaan sarana dan prasarana ini diatur dalam peraturan pemerintah.
d.
Pendanaan Pendidikan
Dalam BAB XIII pasal 46 sampai pasal 49
dijelaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab
terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan
dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana
pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN,
20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan.
e.
Kurikulum
Dalam BAB X pasal 36 sampai 38 dijelaskan bahwa
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan potensi daerah dan peserta didik.Dalam kurikulum
ini harus memuat nilai-nilai khusus yang telah disepakati dalam menjamin
tercapainya tujuan pendidikan nasional.Selanjutnya dalam struktur kurikulum
pada pendidikan dasar, menengah, bahkan tinggi ini harus memuat beberapa muatan
wajib berupa matapelajaran yang harus disampaikan dalam penyelenggaraan kegitan
pendidikan yang dilaksanakan pada jenjang-jenjang tersebut.Lebih lanjut lagi,
bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi itu sendiri dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studinya.
Pada struktur kurikulum UU no 20 tahun 2003,
ada mata pelajaran yang menurut analisa penulis, pada konteks tertentu justru
tidak sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan.Penulis ambil contoh
pelajaran seni budaya bagi siswa SMK rumpun teknologi dan rekayasa.
Pelajaran seni budaya bagi para calon teknokrat
jika harus mendalami bahkan harus mempraktikan pelajaran tersebut, akan
bertolak belakang dengan karakteristik teknokrat dan tipologi bakat siswa SMK
rumpun teknologi dengan kapasitas
kecerdasan kinestetik logisnya. Jika mereka diajak menari atau membuata patung
dan lain sebagainya, maka menurut pengamatan penulis pada tataran aplikatif,
banyak menimbulkan problem. Dikecualikan siswa yang memang masuk pada SMK
rumpun Pariwisata, mereka memang diambil dari input yang memiliki keinginan dan
bakat dalam hal seni dan budaya. Sebagai bahan pertimbangan berikut kami
paparkan sitem kurikulum sekolah di UU no 20,
Pasal 37
1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat:
a.
pendidikan
agama;
b.
pendidikan
kewarganegaraan;
c.
bahasa;
d.
matematika;
e.
ilmu
pengetahuan alam;
f.
ilmu
pengetahuan sosial;
g.
seni dan
budaya;
h.
pendidikan
jasmani dan olahraga;
i.
keterampilan/kejuruan;
dan
j.
muatan lokal.
2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.
pendidikan
agama;
b.
pendidikan
kewarganegaraan; dan
c.
bahasa.
3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
f.
Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Dalam BAB XV pasal 54 sampai pasal 56
dijelaskan bahwa hubungan sekolah dan masyarakat dalam hal ini salah satunya
berupa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Melihat terdapatnya hubungan sekolah dan masyarakat maka dalam hal
ini perlu adanya penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dengan
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta
manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3.
Penutup UU No.
20 Tahun 2003
Bagian penutup dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini
terdiri daripada ketentuan pidana dalam BAB XX pasal 67 sampai pasal 71,
ketentuan peralihan dalam BAB XXI pasal 72 sampai pasal 74, dan ketentuan
penutup dalam pasal 75 sampai pasal 77.Ketentuan pidana berisi mengenai
beberapa tindakan pidana baik berupa kurungan maupun denda terhadap segala
tindakan yang melanggar peraturan mengenai penyelenggaraan pendidikan dari
berbagai kegiatannya. Selanjutnya dalam ketentuan peralihan diatur mengenai
pemberlakuan penyelenggaraan pendidikan yang pada saat undang-undang ini
diberlakukan belum berbentuk badan hukum pendidikan, waktu perijinan
selambat-lambatnya 2 tahun bagi satuan pendidikan formal yang telah berjalan
namun belum memiliki ijin, dan pemberlakuan peraturan pelaksanaan UU No. 2
Tahun 1989 selama tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
undang-undang ini. Kemudian yang terakhir dalam bagian penutup ini dipaparkan
mengenai peraturan perundang-undangan yang tidak berlaku lagi setelah UU ini
diterbitkan.
[2]http://www.antarajatim.com/lihat/berita/109506/pelajar-kritik-pengajaran-agama-di-sekolah-non-muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar