Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 10 Juni 2019

Analisis substansif dari Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003


      Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah produk hukum dalam bidang pendidikan yang disusun atas dasar penyempurnaan dari Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989. UU No. 20 Tahun 2003 ini disahkan di Jakarta pada 8 Juli 2003 oleh Presiden Republik Indonesia yakni Ibu Megawati Soekarnoputri. UU No. 20 Tahun 2003 ini mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20 Tahun 2003 ini terdiri dari 22 BAB, 77 Pasal dan 252 Ayat. Dalam peraturan ini secara teknis peraturan ini sudah mencakup tiga kaedah hukum sebuah peraturan, diantaranya, yakni gebod (perintah atau suruhan), mogen (kebolehan), dan verbod (larangan).[1]
      Dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini, tiga kaedah hukum yang ada, sebagaimana dapat dilihat pada pemaparan dari ayat ke ayat dalam sebuah pasal. Dimana diantaranya untuk contoh dari ayat yang memuat unsur kaedah hukum berupa gebod (perintah atau suruhan) adalah pada pasal 7 ayat 2 yang berbunyi “Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.”. Selanjutnya unsur kaedah hukum berupa mogen (kebolehan) dapat dilihat dari pasal 23 ayat 1 yang berbunyi “Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”.Dan yang terakhir untuk pasal yang memuat kaedah hukum berupa verbod (larangan) dapat dilihat dari pasal 21 ayat 2 yang berbunyi “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi”. Berikutnya marilah kita bahan substansi dari UU RI no 20 tahun 2003 tentang sisdiknas tersebut.

UU No. 20 Tahun 2003 sebagai produk sebuah perundang-undangan dalam mengatur sistem pendidikan nasional tersusun atas tiga kelompok bagian.Ketiga kelompok bagian tersebut terdiri daripada pendahuluan, batang tubuh, dan penutup.Berikut penjabaran atas tiga kelompok bagian daripada UU NO.20 Tahun 2003 tersebut.
1.      Pendahuluan UU No. 20 Tahun 2003
      Bagian pendahuluan daripada UU No. 20 Tahun 2003 ini memuat bagian konsideran beserta definisi-definisi mengenai makna-makna daripada kata-kata yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini. Dalam bagian pendahuluan tepatnya untuk konsideran ini UU No. 20 Tahun 2003 ditetapkan berdasarkan berbagai aspek pertimbangan, antara lain: pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang mengamanatkan bahwa Pemerintahan Negara Indonesia berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, isi daripada UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah perlu untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dianggap tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD Tahun 1945 serta dengan mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD Tahun 1945.
2.      Batang Tubuh UU No. 20 Tahun 2003
      Dalam bagian batang tubuh ini kami membaginya beradasarkan bidang garapan Administrasi Pendidikan, antara lain:
a.         Peserta Didik
Dalam BAB V pasal 12 ayat 1 sampai 4 dijelaskan bahwa peserta didik memiliki hak dan kewajiban, antara lain berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan minat dan bakat serta kemampuannya, bagi yang orangtuanya tidak mampu peserta didik mendapat bantuan biaya. Selanjutnya peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan hasil pendidikan. Disini juga dijelaskan bahwa warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah NKRI.
Implementasi pasal 12 sampai saaat ini yakni tahun 2015, menurut pengamatan penulis belum sesuai dengan idealisme yang termaktub dalam undang-undang.Masih banyak siswa yang belum mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan yang dianutnya.Terutana siswa muslim yang bersekolah di yayasan bukan yayasan islam. Sebagai data autentik, berikut penulis cuplikan berita yang di orbitkan oleh kantor berita antara Jawa Timur yang judul beritanya adalah, Pelajar Kritik Pengajaran Agama di Sekolah Non-Muslim”Kamis, 2 Mei 2013 14:47 WIB- Sekitar 100 pelajar baik SMP, SMA ataupun SMK di Kota Blitar, Jawa Timur, unjuk rasa di kantor DPRD setempat, mengkritik penerapan pendidikan agama di sejumlah sekolah non-Muslim."Terdapat beberapa yayasan yang tidak memasukkan kurikulum pendidikan di sekolahnya," kata koordinator aksi Ahmad Mustofa ditemui saat unjuk rasa, Kamis.Sejumlah sekolah yang dikritik itu di antaranya SMK Katolik Santo Yusuf Blitar, Yayasan Yohanes Gabriel Kota Blitar, yang tercatat sebagai penyelenggara sekolah Katholik mulai dari TK, SD, SMP dan SLTA (SMA/SMK), SD-SMP Yos Sudarso Blitar, sampai SDK Santa Maria Blitar, dan sejumlah sekolah lain Saat unjuk rasa, massa yang merupakan pelajar itu membawa berbagai macam spanduk yang isinya tentang pentingnya pendidikan agama. Mereka juga membawa spanduk tentang ketentuan sekolah yang telah menyalahi aturan pemerintah.Mereka sempat ditemui oleh Komisi I DPRD Kota Bltar.Komisi yang membawahi bidang pendidikan itu berjanji segera menyelesaikan masalah ini, sehingga sistem pendidikan pun bisa berjalan dengan lancar.Anggota Komisi I DPRD Kota Blitar Supriyono mengatakan masalah ini memang perlu ditegaskan. DPRD juga akan memanggil sekolah terkait serta instansi terkait untuk mencari jalan keluar dari masalah itu..[2]
Hal ini menunjukan lemahnya kredibilitas pememrintah sebagai pengemban undang-undang.Seharusnya pemerintah memiliki power full dan hak prerogratif untuk menjalankan undang-undang sesuai dengan substansi undang-undang itu sendiri.

b.           Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dalam BAB XI pasal 39 sampai pasal 44 dijelaskan bahwa tugas pendidik pada intinya adalah melaksanakan pembelajaran dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan administrasi.Selanjutnya dijelaskan pula mengenai hak dan kewajiban dari pendidik dan tenaga kependidikan.Pendidik dan tenaga kependidikan disini ditempatkan berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal melihat dari kebutuhan daerah dimana disini pemerintah memfasilitasi segala keperluan dari pendidik dan tenaga kependidikan.Selain itu dalam hal ini dipaparkan juga mengenai ketentuan kualifikasi, promosi, penghargaan, dan sertifikasi.Pengembangan pendidik dan tenaga pendidik dalam hal ini harus mampu dikembangkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Dalam menginterpretasikan pasal 39 inilah menurut penulis terjadi bias.Pada item tenaga pendidik pada intinya adalah melaksanakan pembelajaran dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan administrasi sebenarnya sudah jelas dan proporsional.Namun pada kenyataanya sering tenaga pendidik justru terjebak pada wilayah penyelesaian tugas admnistratif.Yang tentulah sangat mengganggu tugas utama sebagai pendidik.
c.          Sarana dan Prasarana
Dalam BAB XII pasal 45 yang terdiri dari 2 ayat dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.Selanjutnya ketentuan yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana ini diatur dalam peraturan pemerintah.
d.         Pendanaan Pendidikan
Dalam BAB XIII pasal 46 sampai pasal 49 dijelaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan.
e.            Kurikulum
Dalam BAB X pasal 36 sampai 38 dijelaskan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan potensi daerah dan peserta didik.Dalam kurikulum ini harus memuat nilai-nilai khusus yang telah disepakati dalam menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional.Selanjutnya dalam struktur kurikulum pada pendidikan dasar, menengah, bahkan tinggi ini harus memuat beberapa muatan wajib berupa matapelajaran yang harus disampaikan dalam penyelenggaraan kegitan pendidikan yang dilaksanakan pada jenjang-jenjang tersebut.Lebih lanjut lagi, bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi itu sendiri dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studinya.
Pada struktur kurikulum UU no 20 tahun 2003, ada mata pelajaran yang menurut analisa penulis, pada konteks tertentu justru tidak sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan.Penulis ambil contoh pelajaran seni budaya bagi siswa SMK rumpun teknologi dan rekayasa.
Pelajaran seni budaya bagi para calon teknokrat jika harus mendalami bahkan harus mempraktikan pelajaran tersebut, akan bertolak belakang dengan karakteristik teknokrat dan tipologi bakat siswa SMK rumpun teknologi  dengan kapasitas kecerdasan kinestetik logisnya. Jika mereka diajak menari atau membuata patung dan lain sebagainya, maka menurut pengamatan penulis pada tataran aplikatif, banyak menimbulkan problem. Dikecualikan siswa yang memang masuk pada SMK rumpun Pariwisata, mereka memang diambil dari input yang memiliki keinginan dan bakat dalam hal seni dan budaya. Sebagai bahan pertimbangan berikut kami paparkan sitem kurikulum sekolah di UU no 20,
Pasal 37
1)      Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.       pendidikan agama;
b.      pendidikan kewarganegaraan;
c.       bahasa;
d.      matematika;
e.       ilmu pengetahuan alam;
f.       ilmu pengetahuan sosial;
g.      seni dan budaya;
h.      pendidikan jasmani dan olahraga;
i.        keterampilan/kejuruan; dan
j.        muatan lokal.
2)      Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.       pendidikan agama;
b.      pendidikan kewarganegaraan; dan
c.       bahasa.
3)      Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

f.          Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Dalam BAB XV pasal 54 sampai pasal 56 dijelaskan bahwa hubungan sekolah dan masyarakat dalam hal ini salah satunya berupa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Melihat terdapatnya hubungan sekolah dan masyarakat maka dalam hal ini perlu adanya penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

3.      Penutup UU No. 20 Tahun 2003
Bagian penutup dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini terdiri daripada ketentuan pidana dalam BAB XX pasal 67 sampai pasal 71, ketentuan peralihan dalam BAB XXI pasal 72 sampai pasal 74, dan ketentuan penutup dalam pasal 75 sampai pasal 77.Ketentuan pidana berisi mengenai beberapa tindakan pidana baik berupa kurungan maupun denda terhadap segala tindakan yang melanggar peraturan mengenai penyelenggaraan pendidikan dari berbagai kegiatannya. Selanjutnya dalam ketentuan peralihan diatur mengenai pemberlakuan penyelenggaraan pendidikan yang pada saat undang-undang ini diberlakukan belum berbentuk badan hukum pendidikan, waktu perijinan selambat-lambatnya 2 tahun bagi satuan pendidikan formal yang telah berjalan namun belum memiliki ijin, dan pemberlakuan peraturan pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1989 selama tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini. Kemudian yang terakhir dalam bagian penutup ini dipaparkan mengenai peraturan perundang-undangan yang tidak berlaku lagi setelah UU ini diterbitkan.


[2]http://www.antarajatim.com/lihat/berita/109506/pelajar-kritik-pengajaran-agama-di-sekolah-non-muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar