Analisis Journal
Judul
: Modernization
Of Islamic “Surau” Traditional Education In West Sumatera, Indonesia.
Edisi :
December 2015, Vol. 3, No. 2, pp. 28-38
Sumber :
URL: http://dx.doi.org/10.15640/jisc.v3n2a4
Penulis : Muhammad Mawangir
Dosen Pengampu :
Dr. H. A. Khudori Sholeh, M. Ag
Analisator :
M A N S U R
NIM. :
15710052
Kampus : PASCASARJANA UIN MALIKI MALANG
Modernization Of Islamic “Surau” Traditional
Education In
West Sumatera, Indonesia
(Modernisasi "Surau" Dalam
Pendidikan Islam Tradisional di Sumatera Barat, Indonesia)
Kata
Kuncinya : Modernisasi, Surau dan Minangkabau
Pendekatannya
: Pendekatan Sosial Budaya
Dalam journal yang berjudul Modernization Of Islamic “Surau” Traditional Education
In West Sumatera, Indonesia tersebut menjelaskan perkembangan
pendidikan islam yang berciri khas Surau tradisional dan dikelola menjadi lebih
modern sehingga menjadi lebih menarik masyarakat dalam menggali ilmu di surau
(pesantren) di daerah Maningkabau, Sumatera Barat Indonesia. Dari paparan –
paparan yang terdapat dalam journal tersebut dan berdasarkan kata kunci yang
ada pada journal tersebut, maka dapat saya rincikan pembahasannya sebagai
berikut:
1.
Modernisasi
Secara bahasa modernisasi berasal dari kata
modern, yang berarti pembaruan. Dalam masyarakat barat “modernisasi”
mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah
paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya, agar
semua itu menjadi sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Lahirnya
modernisasi atau pembaruan disebuah tempat akan selalu beriringan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Artinya tidak
mungkin aka nada pembaruan tanpa ada dukungan perkembangan ilmu pengetahuan. [1]
Modernisasi atau pembaruan bisa diartikan apa
saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh penerima pembaruan,
meskipun bukan hal barubagi orang lain. Pembaruan biasanya dipergunakan sebagai
proses perubahan untuk memperbaiki keadaan yang ada sebelumnya ke cara atau
situasi dan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan kata lain,
pembaruan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan, baik
dari segi cara, konsep, dan serangkai metode yang baik ditetapkan dalam rangka
mengantarkan keadaan yang lebih baik.
2. Definisi
Surau
Kata Surau menurut bahasa berarti tempat atau tempat
penyembahan. Menurut pengertian asalnya adalah bangunan kecil yang dibangun
untuk penyembahan arwah nenek moyang. pengertian yang sama yaitu tempat
penyembahan arwah nenek moyang. Bangunan surau pada awalnya dibangun dipuncak
bukit atau lingkungan yang lebih tinggi.[2]
Surau menurut istilah Melayu Indonesia adalah Surau .
Arti kata surau sangat luas penggunaannya di Asia tenggara. Karena banyak
digunakan di gunakan didaerah Minagkabau, Sumatera selatan, Semanjung Malasyia,
Sumatera Tengah dan Patani di Thailand Selatan. Surau tersebut merupakan
kebudayaan pedesaan yang perkembangannya lebih akhir dan dapat ditemukan di
daerah urban.
Surau dalam perkembangannya setelah datangnya Islam,
mengalami perubahan yang dasat tanpa perubahan nama. Seperti surau hindu-budha
yang berada puncak bukit cepat hilang di bawah pengaruh Islam.
3. Surau
pada perkembangan Islam
Perkembangan istilah surau setelah masuknya Islam
mengacuh kepada “ masjid kecil” yang biasanya tidak digunakan untuk shalat
jum’at. Perbedaan penggunaan surau dan masjid cukup kabur, contoh Malasyia
khsususnya klatan surau adalah pusat ritual keagamaan di pedesaan dan pusat
kegiatan keagamaan lainnya termasuk pendidikan agama. Di Malasyia ada dua
istilah Surau kecil umumnya tempat pengajian al-Qur’an dan pendidikan agama
dasar dan surau besar sama fungsinya di Indonesia seperti masjid dan tempat
pendidikan agama yang arti sebenarnya.
Fungsi surau sama dengan langgar di jawa sama
kedudukannya. Seperti Surau pada daerah Minangkabau sama dengan Pesantren di
Jawa atau pondok di Malasyia. Dengan demikian surau dalam pengertian sebenarnya
adalah pusat pengajaran Islam tinggi bagi pelajara tingkat lanjutan[3]
4. Surau
dalam sejarah Minangkabau.
Sejarah pendidikan Islam di Minangkabau mulai dari
1900, yang mengalami perubahan semenjak terjadi pertempuran Padri. Tetapi
sebelumnya kita melihat pendidikan Islam sebelum tahun 1900 M. Menurut pendapat
setengah para ahli bahwa agama Islam masuk ke Minangkabau kira-kira pada tahun
1250 M. Maka tentutlah waktu itu mulainya sejarah pendidikan agama Islam.
Selain itu menurut ahli sejarah kerajaan Islam berdiri di Minangkabau pada
tahun 1500 atau 1650 M. bahwa sesungguhnya bahwa kerajaan Islamlah yang baru
berdiri. Pada kenyataannya Islam telah masuk ke Minangkabau sebelum tahun 1500
M[4].
Menurut Ahmad Yunus bahwa orang-orang Minangkabau suka
merantau dan banyak mengadakan hubungan dengan Malaka. Meraka pergi merantau
menghiliri sungai kampar dan sungai siak, lalu berlayar ke malaka. Malaka pada
saat itu agama Islam sudah maju dan pesat perkembangannnya. Agama Islam Masuk
ke Minangkabau melalui dua jurusan : a) dari Malaka, melalui sungai sungai siak
dan sungai Kampar lalu terus ke pusat Minangkabau. b) Dari Aceh, melalui
pesisir barat[5].
Islam di Minangkabau mengalami perbedaan pengaruhnya,
pada bagian pesisir syarak lebih kuat dari pengaruh adat, sebab itu gelaran
sutan, Bagindo atau Marah dari ayah ke ana, bukan dari mamak kepada kemenakan.
Tetapi pada bagian darat pengaruh adat lebih kuat dari pada pengaruh syarak.
Sebab gelar penghulu, Manti dan sebagainya turun dari mamak kepada kemenakan,
bukan dari ayah kepada anak.
Setelah kerajaan Islam berdiri di Minangkabau,
peraturan-peraturan yang berlaku dalam negeri namai hokum adat dan
peraturan-peraturan secara Islam namai hokum Syarak. Sehingga pepatah adat yang
bunyi; Adat bersendi syarak, syarak bersendi adat, Adat bersendi syarak, syarak
bersendi Kitabullah.
Surau di Minangkabu pertamakali didirikan oleh raja
Adityawarman tahun 1356 di kawasan Bukit Gombak. Fungsi
surau tersebut untuk sebagai pusat peribadatan hindhu-budha juga untuk
pertemuan anak –anak muda untuk mempelajari berbagai pengetahuan dan
keterampilan sebagai persiapan menempuh kehidupan. Selain itu surau sebelum
datang Islam di Minangkabau telah mempunyai kedudukan penting dalam struktur
masyarakat
Menurut ketentuan adat Minangkabau surau berfungsi
sebagai tempat berkumpulnya para remaja, laki-laki dewasa yang belum kawin atau
duda. Selain itu bagi laki-laki yang tak mempunyai kamar di rumah orang tuanya
mereka, maka mereka bermalam disurau. Oleh karena itu surau mempunyai peranan
penting dalam meningkatkan kedewasaan generasi muda Minangkabau, baik dari segi
ilmu pengetahuan maupun keterampilan praktis.
Fungsi surau tidak berubah setelah datangnya Islam.
Hanya saja fungsi keagamaanya semakin penting. Surau pertama kali dipergunakan
untuk mengembangakan lembaga pendidikan agama Islam oleh syekh Burhanuddin di
ulakan Pariaman. Syekh Burhanuddin dilahirkan di Sintuk Pariaman pada tahun 1066H
= ( 1646 M ) dan wafat tahun 1111 H ( 1691 M) pada usia lebih kurang 45 Tahun[6].
5.
Modernisasi surau di Minangkabau
Sejak awal abad 20 masyarakat Islam di Indonesia khususnya Minangkabau
berada dalam situasi yang semakin terjepit. Pada satu pihak, ia menghadapi
tekanan-tekanan ekonomi dan politik yang semakin berat dari kolonial belanda,
sedangkan dipihak lain ide-ide pembaharuan keagamaan dalam segenap aspeknya
semakin gencar pula gaungnya.
Disisi-lain modernisasi terhadap surau banyak disebabkan beberapa
faktor diantaranya: tekanan penjajah terhadap masyarakat khususnya islam, surau
tidak mampu menjawab dinamika masyarakat (social ekonomi), surau terlalu asyik
dengan kajian keagamaannya (fiqih tasawuf). Perkembangan baru di bidang
pendidikan di Minangkabau berdampak langsung terhadap eksistensi surau, dimana
pada perang padri banyak syeikh atau guru agama meninggal. Sehingga
mengakibatkan banyak surau yang terlantar karena tidak adanya guru agama.
Mahmud Yunus menjelaskan bahwa saat perang padri, pendidikan islam
mulai mengalami kemunduran. Namun demikian, pendidikan islam yang berlangsung
di surau-surau tetap bertahan. Pendidikan islam pada masa ini disebut dengan
sistem lama. Sistem lama yang dimaksudkan adalah sistem halaqah dengan materi
pelajaran keagamaan yang praktis, seperti membaca Al-Qur’an, tata cara ibadah,
sifat dua puluh dalam akidah dan akhlak.[7]
Sistem lama pendidikan islam itu terlaksana sebelum tahun 1900,
namun setelah dekade tersebut sistem itu mengalami pembaharuan yang disebut
masa perubahan. Pembaharuan (modernisasi) sistem tersebut diantaranya [8]:
PERBANDINGAN
PENDIDIKAN ISLAM MENURUT SISTEM LAMA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
MODERNISASI
SISTEM
LAMA
|
MASA MODERNISASI
|
1. Pelajaran
ilmu-ilmu itu diajarkan satu demi satu.
2. Pelajaran
ilmu sharaf didahulukan dari ilmu nahwu.
3. Buku
pelajaran yang mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta diterjemahkan
dengan bahasa Melayu.
4. Kitab-kitab
itu umumnya tulisan tangan.
5. Pelajaran
suatu ilmu, hanya diajarkan dalam satu macam kitab saja.
6. Toko
kitab belum ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan.
7. Ilmu
agama sedikit sekali, karena sedikit bacaan.
8. Belum
lahir aliran baru dalam islam.
|
1. Pelajaran
ilmu-ilmu itu dihimpunkan 2 sampai 6 ilmu sekaligus.
2. Pelajaran
ilmu nahwu didahulukan/disamakan dengan ilmu Sharaf.
3. Buku
pelajaran semuanya karangan ulama islam dahulu kala, dan dalam bahasa Arab.
4. Kitab-kitab
itu semua dicetak (dicap).
5. Pelajaran
suatu ilmu diajarkan dalam beberapa macam kitab: rendah, menengah dan tinggi.
6. Toko
kitab telah ada yang dapat memesankan kitab-kitab ke Mesir/Mekah.
7. Ilmu
agama telah luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan.
8. Mulai
lahir aliran baru dalam islam yang dibawa oleh majalah Al-Manar di Mesir.
|
Gerakan modernisasi surau ini diprakarsai oleh Kaum Muda, mereka
tidak hanya mengadakan pembaharuan sistem namun juga berusaha memurnikan
kembali ajaran islam. Tikoh reformasi utama dalam proses modernisasi surau ini
adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabaui. Ulama-ulama lain yang memodernisasikan
surau yaitu: Syeikh Muhammad Thaib Umar, Syeikh Sa’ad Mungkar, Syeikh Abdul
Wahid Tabat Gadang, Syeikh Abbas Abdullah, Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh
Sa’ad Mungkar, Syeikh Abdul Karim Amrullah, Syeikh Daud Rasyidin, dan Syeikh
Sultan darap Pariaman. Semuanya berkiprah dalam dunia pendidikan untuk
melakukan pembaharuan dan modernisasi surau yang telah terbelakang dan
tertinggal akibat hadirnya sekolah-sekolah sekuler yang di dirikan oleh Hindia
Belanda.
Sejak itu, eksistensi surau mulai bangkit dengan nuansa baru,
meskipun tetap menggunakan sistem halaqah yang tradisional. Surau yang mendapat
sentuhan modernisasi pertama adalah Surau Tanjung Sungai batusangkar yang
didirikan oleh Syeikh H.M. Thaib Umar tahun 1897 M, dan Surau Parabek di Bukit
Tinggi didirikan oleh Syeikh Ibrahim musa tahun 1908 M. Mahmud Yunus menyebutkan
bahwa, gerakan pembaharuan pendidikan islam oleh para ulama ini merupakan
gerakan pembaharuan menjelang kelahiran madrasah sebagai pembaharuan[9].
Eksistensi surau sebagai salah satu instuisi pendidikan islam
pertama di Minangkabau sempat melakukan
upaya modernisasi di tengah penetrasi Hindia Belanda. Modernisasi
tersebut menyangkut sistem kelembagaan yang lebih akomodatif terhadap tuntunan
perkembangan masyarakat muslim. Modernisasi surau ditandai oleh berdirinya
institusi pendidikan islam yang modern, seperti sekolah Adabiyah, Sumatra Thawalib,
madrasah Diniyah, dll.
Model-model lembaga pendidikan tersebut adalah menggunakan
kurikulum yang tidak hanya mengajarkan pendidikan agama, tetapi juga memasukkan
pelajaran umum. Selanjutnya perkembangan organisasi-organisasi di bidang
pendidikan yang bersal dari surau ini, semakin modern surau sebagai lembaga
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Azyurmadi, Pendidikan
Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, Jakarta : Logos 1990.
Mammud Junus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta ; Pustaka Mahmudah, 1960
Suwito, Fauzan, Sejarahb Sosial Pendidikan Islam,
Jakarta: Kencana: 2005
[1]
Suwito, Fauzan, Sejarahb Sosial
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana: 2005) hlm. 161
[2] Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milinium Baru, (Jakarta : Logos 1990), hlm. 177
[3] Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milinium Baru, hlm. 118
[4] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta ; Pustaka Mahmudah, 1960), hlm 21
[5] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, hlm. 22
[6] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
hlm. 18
[7] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
hlm. 34
[8] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
hlm. 62
[9] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
hlm. 60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar