Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 10 Juni 2019

ANALISIS JURNAL : Modernization Of Islamic “Surau” Traditional Education In West Sumatera, Indonesia.


Analisis Journal

Judul                           : Modernization Of Islamic “Surau” Traditional Education In West Sumatera, Indonesia.
Edisi                            : December 2015, Vol. 3, No. 2, pp. 28-38
Sumber                        : URL: http://dx.doi.org/10.15640/jisc.v3n2a4
Penulis                         : Muhammad Mawangir
Dosen Pengampu        : Dr. H. A. Khudori Sholeh, M. Ag
Analisator                    : M A N S U R
NIM.                           : 15710052
Kampus                       : PASCASARJANA UIN MALIKI MALANG

Modernization Of Islamic “Surau” Traditional Education In
West Sumatera, Indonesia
(Modernisasi "Surau" Dalam Pendidikan Islam Tradisional di Sumatera Barat, Indonesia)

Kata Kuncinya : Modernisasi, Surau dan Minangkabau
Pendekatannya : Pendekatan Sosial Budaya

Dalam journal yang berjudul Modernization Of Islamic “Surau” Traditional Education In West Sumatera, Indonesia tersebut menjelaskan perkembangan pendidikan islam yang berciri khas Surau tradisional dan dikelola menjadi lebih modern sehingga menjadi lebih menarik masyarakat dalam menggali ilmu di surau (pesantren) di daerah Maningkabau, Sumatera Barat Indonesia. Dari paparan – paparan yang terdapat dalam journal tersebut dan berdasarkan kata kunci yang ada pada journal tersebut, maka dapat saya rincikan pembahasannya sebagai berikut:
1.      Modernisasi
Secara bahasa modernisasi berasal dari kata modern, yang berarti pembaruan. Dalam masyarakat barat “modernisasi” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya, agar semua itu menjadi sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Lahirnya modernisasi atau pembaruan disebuah tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Artinya tidak mungkin aka nada pembaruan tanpa ada dukungan perkembangan ilmu pengetahuan. [1]
Modernisasi atau pembaruan bisa diartikan apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh penerima pembaruan, meskipun bukan hal barubagi orang lain. Pembaruan biasanya dipergunakan sebagai proses perubahan untuk memperbaiki keadaan yang ada sebelumnya ke cara atau situasi dan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan kata lain, pembaruan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan, baik dari segi cara, konsep, dan serangkai metode yang baik ditetapkan dalam rangka mengantarkan keadaan yang lebih baik.
2.      Definisi Surau
Kata Surau menurut bahasa berarti tempat atau tempat penyembahan. Menurut pengertian asalnya adalah bangunan kecil yang dibangun untuk penyembahan arwah nenek moyang. pengertian yang sama yaitu tempat penyembahan arwah nenek moyang. Bangunan surau pada awalnya dibangun dipuncak bukit atau lingkungan yang lebih tinggi.[2]
Surau menurut istilah Melayu Indonesia adalah Surau . Arti kata surau sangat luas penggunaannya di Asia tenggara. Karena banyak digunakan di gunakan didaerah Minagkabau, Sumatera selatan, Semanjung Malasyia, Sumatera Tengah dan Patani di Thailand Selatan. Surau tersebut merupakan kebudayaan pedesaan yang perkembangannya lebih akhir dan dapat ditemukan di daerah urban.
Surau dalam perkembangannya setelah datangnya Islam, mengalami perubahan yang dasat tanpa perubahan nama. Seperti surau hindu-budha yang berada puncak bukit cepat hilang di bawah pengaruh Islam.
3.      Surau pada perkembangan Islam
Perkembangan istilah surau setelah masuknya Islam mengacuh kepada “ masjid kecil” yang biasanya tidak digunakan untuk shalat jum’at. Perbedaan penggunaan surau dan masjid cukup kabur, contoh Malasyia khsususnya klatan surau adalah pusat ritual keagamaan di pedesaan dan pusat kegiatan keagamaan lainnya termasuk pendidikan agama. Di Malasyia ada dua istilah Surau kecil umumnya tempat pengajian al-Qur’an dan pendidikan agama dasar dan surau besar sama fungsinya di Indonesia seperti masjid dan tempat pendidikan agama yang arti sebenarnya.
Fungsi surau sama dengan langgar di jawa sama kedudukannya. Seperti Surau pada daerah Minangkabau sama dengan Pesantren di Jawa atau pondok di Malasyia. Dengan demikian surau dalam pengertian sebenarnya adalah pusat pengajaran Islam tinggi bagi pelajara tingkat lanjutan[3]
4.      Surau dalam sejarah Minangkabau.
Sejarah pendidikan Islam di Minangkabau mulai dari 1900, yang mengalami perubahan semenjak terjadi pertempuran Padri. Tetapi sebelumnya kita melihat pendidikan Islam sebelum tahun 1900 M. Menurut pendapat setengah para ahli bahwa agama Islam masuk ke Minangkabau kira-kira pada tahun 1250 M. Maka tentutlah waktu itu mulainya sejarah pendidikan agama Islam. Selain itu menurut ahli sejarah kerajaan Islam berdiri di Minangkabau pada tahun 1500 atau 1650 M. bahwa sesungguhnya bahwa kerajaan Islamlah yang baru berdiri. Pada kenyataannya Islam telah masuk ke Minangkabau sebelum tahun 1500 M[4].
Menurut Ahmad Yunus bahwa orang-orang Minangkabau suka merantau dan banyak mengadakan hubungan dengan Malaka. Meraka pergi merantau menghiliri sungai kampar dan sungai siak, lalu berlayar ke malaka. Malaka pada saat itu agama Islam sudah maju dan pesat perkembangannnya. Agama Islam Masuk ke Minangkabau melalui dua jurusan : a) dari Malaka, melalui sungai sungai siak dan sungai Kampar lalu terus ke pusat Minangkabau. b) Dari Aceh, melalui pesisir barat[5].
Islam di Minangkabau mengalami perbedaan pengaruhnya, pada bagian pesisir syarak lebih kuat dari pengaruh adat, sebab itu gelaran sutan, Bagindo atau Marah dari ayah ke ana, bukan dari mamak kepada kemenakan. Tetapi pada bagian darat pengaruh adat lebih kuat dari pada pengaruh syarak. Sebab gelar penghulu, Manti dan sebagainya turun dari mamak kepada kemenakan, bukan dari ayah kepada anak.
Setelah kerajaan Islam berdiri di Minangkabau, peraturan-peraturan yang berlaku dalam negeri namai hokum adat dan peraturan-peraturan secara Islam namai hokum Syarak. Sehingga pepatah adat yang bunyi; Adat bersendi syarak, syarak bersendi adat, Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah.
Surau di Minangkabu pertamakali didirikan oleh raja Adityawarman tahun 1356 di kawasan Bukit Gombak. Fungsi surau tersebut untuk sebagai pusat peribadatan hindhu-budha juga untuk pertemuan anak –anak muda untuk mempelajari berbagai pengetahuan dan keterampilan sebagai persiapan menempuh kehidupan. Selain itu surau sebelum datang Islam di Minangkabau telah mempunyai kedudukan penting dalam struktur masyarakat
Menurut ketentuan adat Minangkabau surau berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para remaja, laki-laki dewasa yang belum kawin atau duda. Selain itu bagi laki-laki yang tak mempunyai kamar di rumah orang tuanya mereka, maka mereka bermalam disurau. Oleh karena itu surau mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kedewasaan generasi muda Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keterampilan praktis.
Fungsi surau tidak berubah setelah datangnya Islam. Hanya saja fungsi keagamaanya semakin penting. Surau pertama kali dipergunakan untuk mengembangakan lembaga pendidikan agama Islam oleh syekh Burhanuddin di ulakan Pariaman. Syekh Burhanuddin dilahirkan di Sintuk Pariaman pada tahun 1066H = ( 1646 M ) dan wafat tahun 1111 H ( 1691 M) pada usia lebih kurang 45 Tahun[6].
5.      Modernisasi surau di Minangkabau
Sejak awal abad 20 masyarakat Islam di Indonesia khususnya Minangkabau berada dalam situasi yang semakin terjepit. Pada satu pihak, ia menghadapi tekanan-tekanan ekonomi dan politik yang semakin berat dari kolonial belanda, sedangkan dipihak lain ide-ide pembaharuan keagamaan dalam segenap aspeknya semakin gencar pula gaungnya.
Disisi-lain modernisasi terhadap surau banyak disebabkan beberapa faktor diantaranya: tekanan penjajah terhadap masyarakat khususnya islam, surau tidak mampu menjawab dinamika masyarakat (social ekonomi), surau terlalu asyik dengan kajian keagamaannya (fiqih tasawuf). Perkembangan baru di bidang pendidikan di Minangkabau berdampak langsung terhadap eksistensi surau, dimana pada perang padri banyak syeikh atau guru agama meninggal. Sehingga mengakibatkan banyak surau yang terlantar karena tidak adanya guru agama.
Mahmud Yunus menjelaskan bahwa saat perang padri, pendidikan islam mulai mengalami kemunduran. Namun demikian, pendidikan islam yang berlangsung di surau-surau tetap bertahan. Pendidikan islam pada masa ini disebut dengan sistem lama. Sistem lama yang dimaksudkan adalah sistem halaqah dengan materi pelajaran keagamaan yang praktis, seperti membaca Al-Qur’an, tata cara ibadah, sifat dua puluh dalam akidah dan akhlak.[7]
Sistem lama pendidikan islam itu terlaksana sebelum tahun 1900, namun setelah dekade tersebut sistem itu mengalami pembaharuan yang disebut masa perubahan. Pembaharuan (modernisasi) sistem tersebut diantaranya [8]:
PERBANDINGAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT SISTEM LAMA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA MODERNISASI
SISTEM LAMA
MASA MODERNISASI
1.      Pelajaran ilmu-ilmu itu diajarkan satu demi satu.
2.      Pelajaran ilmu sharaf didahulukan dari ilmu nahwu.
3.      Buku pelajaran yang mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta diterjemahkan dengan bahasa Melayu.
4.      Kitab-kitab itu umumnya tulisan tangan.
5.      Pelajaran suatu ilmu, hanya diajarkan dalam satu macam kitab saja.
6.      Toko kitab belum ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan.
7.      Ilmu agama sedikit sekali, karena sedikit bacaan.
8.      Belum lahir aliran baru dalam islam.
1.      Pelajaran ilmu-ilmu itu dihimpunkan 2 sampai 6 ilmu sekaligus.
2.      Pelajaran ilmu nahwu didahulukan/disamakan dengan ilmu Sharaf.
3.      Buku pelajaran semuanya karangan ulama islam dahulu kala, dan dalam bahasa Arab.
4.      Kitab-kitab itu semua dicetak (dicap).
5.      Pelajaran suatu ilmu diajarkan dalam beberapa macam kitab: rendah, menengah dan tinggi.
6.      Toko kitab telah ada yang dapat memesankan kitab-kitab ke Mesir/Mekah.
7.      Ilmu agama telah luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan.
8.      Mulai lahir aliran baru dalam islam yang dibawa oleh majalah Al-Manar di Mesir.

Gerakan modernisasi surau ini diprakarsai oleh Kaum Muda, mereka tidak hanya mengadakan pembaharuan sistem namun juga berusaha memurnikan kembali ajaran islam. Tikoh reformasi utama dalam proses modernisasi surau ini adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabaui. Ulama-ulama lain yang memodernisasikan surau yaitu: Syeikh Muhammad Thaib Umar, Syeikh Sa’ad Mungkar, Syeikh Abdul Wahid Tabat Gadang, Syeikh Abbas Abdullah, Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Sa’ad Mungkar, Syeikh Abdul Karim Amrullah, Syeikh Daud Rasyidin, dan Syeikh Sultan darap Pariaman. Semuanya berkiprah dalam dunia pendidikan untuk melakukan pembaharuan dan modernisasi surau yang telah terbelakang dan tertinggal akibat hadirnya sekolah-sekolah sekuler yang di dirikan oleh Hindia Belanda.
Sejak itu, eksistensi surau mulai bangkit dengan nuansa baru, meskipun tetap menggunakan sistem halaqah yang tradisional. Surau yang mendapat sentuhan modernisasi pertama adalah Surau Tanjung Sungai batusangkar yang didirikan oleh Syeikh H.M. Thaib Umar tahun 1897 M, dan Surau Parabek di Bukit Tinggi didirikan oleh Syeikh Ibrahim musa tahun 1908 M. Mahmud Yunus menyebutkan bahwa, gerakan pembaharuan pendidikan islam oleh para ulama ini merupakan gerakan pembaharuan menjelang kelahiran madrasah sebagai pembaharuan[9].
Eksistensi surau sebagai salah satu instuisi pendidikan islam pertama di Minangkabau sempat melakukan  upaya modernisasi di tengah penetrasi Hindia Belanda. Modernisasi tersebut menyangkut sistem kelembagaan yang lebih akomodatif terhadap tuntunan perkembangan masyarakat muslim. Modernisasi surau ditandai oleh berdirinya institusi pendidikan islam yang modern, seperti sekolah Adabiyah, Sumatra Thawalib, madrasah Diniyah, dll.
Model-model lembaga pendidikan tersebut adalah menggunakan kurikulum yang tidak hanya mengajarkan pendidikan agama, tetapi juga memasukkan pelajaran umum. Selanjutnya perkembangan organisasi-organisasi di bidang pendidikan yang bersal dari surau ini, semakin modern surau sebagai lembaga pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, Jakarta : Logos 1990.
Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta ; Pustaka Mahmudah, 1960
Suwito, Fauzan,  Sejarahb Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana: 2005



[1] Suwito, Fauzan,  Sejarahb Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana: 2005) hlm. 161
[2] Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, (Jakarta : Logos 1990), hlm. 177

[3] Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, hlm. 118
[4] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta ; Pustaka Mahmudah, 1960), hlm 21
[5] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 22

[6] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 18
[7] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 34
[8] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 62

[9] Mammud Junus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar