Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Jumat, 14 Juni 2019

ALIRAN REKONTRUKSIONISME DAN BAHASANNYA


A.  Aliran Rekontruksionisme
1.      Latar Belakang Aliran Rekontruksionisme
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.[1] Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itu pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui kurikulum lama.
Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang studi.ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru harus menyadarkan sipendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.


2.      Rekontruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang  bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930. [2]
Pada dasarnya aliran rekonstruksionalisme adalah sepaham dengan aliran perennialisme dalam hendak mengatasi krisis kehidupan modern. Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai oleh perennialisme, tetapi sesuai dengan istilah yang dikandungnya, yaitu berusaha membina konsensus yang paling luas dan  paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia “restore to the original form”. Untuk mencapai tujuan itu, rekonstruksionalisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka melalui lembaga dan proses pendidikan, rekonstruksioonalisme ingin “merombak tata susunan lama, dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru”.[3]
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.[4]
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas umat manusia.Dengan  kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang menghendaki  agar anak didiknya dapat dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya  pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[5]

  1. Prinsip-Prinsip Aliran Rekonstruksionisme
a.       Masyarakat dunia sedang dalam kondisi  Krisis , jika praktik- praktik yang ada  sekarang  tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal ini akan mengalami kehancuran. Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi yang ‘sembrono’  dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kedunguan fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
b.      Solusi efektif satu-satunya bagi pesoalan- pesoalan dunia kita  adalah penciptaan social yang menjagat. Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan mentalitas politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dunia semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
c.       Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi  tatanan sosial. Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian, ia dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama perubahan sosial.
d.      Metode-metode pengajaran  harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis  yang bertumpu pada kecerdasan ‘ asali’  jumlah mayoritas  untuk merenungkan  dan menewarkan solusi  yang paling valid  bagi persoalan –persoalan umat manusia. Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem politik yang terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi (pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis diizinkan.
e.       Jika pendidkan formal adalah   bagian yang tak terpisahkan dari  solusi social  dalam krisis dunia sekarang , maka ia harus  secara  aktif mengerjakan perubahan social.[6]
  1. Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism.
  1. Pandangan rekonstruskionisme
Pandangan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan yaitu pertama kita harus mengetahui pengertian dari filsafat.Yangmana filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Menurut pendapat Runes (1971:235), bahwa filsafat adalah keterangan rasional tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum yang kenyataannya dapat dijelaskan dengan membedakan pengetahuan rasional dan pengetahuan empiris (sains).
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang didinginkan dan diwariskan.Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran perenialisme dalam tindakan mengatasi krisis kehidupan modern.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[7]
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pendidikan. Yang mana pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik).

  1. Teori pendidikan rekonstruksionisme
a.       Tujuan Pendidikan
1)      Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan   perubahan sosial,     ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2)      Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial,    warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3)      Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b.      Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c.       Kurikulum
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
Pelajar, Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Pengajar, Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
1)   Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2)   Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan   lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
3)   Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
4)   Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan   cara memperhatikan prosedur yang demokratis
5)   Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6)   meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[8]



[1] Fadliyanur. Aliran Rekontruksionisme. Dalam http://fadliyanur.blogspot.com
[2] Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan Madzhab-Madzhab Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm. 189
[3] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Hlm. 29
[4] Jalaluddin, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010). Hlm. 118-119
[5] M . Alwi Kaderi, Filsafat Pendidikan, ( Banjarmasin, 2011 ) Hlm. 125
[6] George Knight. Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif. (Yogyakarta, Gama Media, 2007). Hlm. 185-190
[7] Jalaludin, Filsafat Pendidikan, Filsafat Dan Pendidikan  (Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010) Hlm. 119
[8] Rukiyah Hadi Syamsul. 2009, Filsafat Pendidikan rekonstruksionalisme, dalam http/syamsulhadi.blogsport.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar