BAB IV
TEORI PERILAKU, SIFAT DAN KONTINGENSI
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM
(Oleh: MANSUR)
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kepemimpinan
dipahami sebagai segala daya upaya besama untuk mengerakan semua sumber dan
alat yang tersedia dalam suatu oganisasi.
Dalam lembaga pendidikan, khususnya
lembaga pendidikan Islam yang termasuk salah satu unit organisasi juga terdiri
dari berbagai unsur atau sumber, dan unsur yang paling penting adalah manusia. Pemimpin
merupakan faktor penentu dalam kesuksesan atau gagalnya suatu organisasi dan
usaha, baik didunia bisnis maupun di dunia pendidikan, kesehatan, perusahaan, religi,
social, politik, pemerintahan Negara, dan lain-lain.[1]
Untuk itu dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung atas kemampuan pemimpinya untuk
menubuhkan iklim kerja sama dan dapat menggerakan sumber-sumber daya yang ada sehingga
dapat mendaya gunakan dan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Dalam
sejarah kepemimpinan Islam, Rasulullah adalah teladan pertama dan utama. Bagaimana
seharusnya sifat, perilaku dan pergaulan yang harus melekat pada diri pemimpin,
agar apa yang dipimpinnya sesuai arah, harapan dan cita-cita bersama. Bahkan
sifat, pelrilaku dan pergaulan pemimpin yang baik tentunya bisa menularkan
pemberdayaan anggota untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Sebagaimana
sifat, perilaku dan pergaulan yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Siddiq,
amanah, Tabligh, fathonah. Maka, perlu dijadikan landasan dalam menjalankan
roda kepemimpinannya, dari sekala yang paling kecil sampai pada wilayah yang
lebih luas.
Dengan
demikian kehidupan suatu organisasi sangat ditentukan oleh peran seorang
pemimpin. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang Mampu menumbuhkan
dan mengembangkan usaha kerja sama serta memelihara iklim yang kondusif dalam
kehidupan organisasi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat
mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi hubungan manusia.[2]
Dalam
makalah ini akan membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan Teori perilaku,
sifat dan kontingensi kepemimpinan, khususnya peran kepemimpinan dalam lembaga
pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang pemakalah ambil disini ialah :
1.
Apakah Pengertian Teori Perilaku?
2.
Bagaimana Penerapan Teori Perilaku
Kepemimpinan Pendidikan Islam?
3.
Apa
Definisi Teori Sifat Itu?
4.
Apakah Makna Teori Sifat Dalam Kepemimpinan
Pendidikan Islam?
5.
Apa Pengertian
Teori Kontingensi?
6.
Apakah Aplikasi
Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam?
C. Tujuan
Pembahasan
Tujuan yang diharapkan dalam
penulisan makalah ini ialah untuk:
1. Menjelaskan Pengertian Teori
Perilaku.
2. Menjelaskan Penerapan Teori Perilaku
Kepemimpinan Pendidikan Islam.
3. Menjelaskan Pengertian Teori Sifat.
4. Menyebutkan Makna Teori Sifat Dalam
Kepemimpinan Pendidikan Islam.
5. Menjelaskan Pengertian Teori
Kontingensi.
6. Menjelaskan Aplikasi Teori
Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam.
II.
PEMBAHASAN
A.
TEORI
PERILAKU
1.
Pengertian Teori Perilaku
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang
bendasarkan teori perilaku ini, memiliki kecenderungan kearah 2 hal, yaitu:
a.
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi
yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan
bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan,
memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
b.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu
Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh
yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan,
bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.[3]
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik
adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada
bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
Dalam
menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan, pemimpin biasanya menampakkan
perilaku kepemimpinannya dengan bermacam-macam. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Usman, para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang
berpijak dari perilaku kepemimpinan ini, yaitu 1) yang berorientasi pada tugas
(task oriented) dan 2) yang berorientasi pada bawahan atau karyawan (employee
oriented)[4]
Gaya yang
berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian tugas dengan
pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai dengan keinginannya.
Hubungan baik dengan bawahannya diabaikan
yang
penting bawahan harus bekerja keras, produktif dan tepat waktu. Sebaliknya gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan cenderung lebih mementingkan
hubungan baik dengan bawahannya dan lebih memotivasi karyawannya daripada
mengawasi dengan ketat. Gaya ini sangat sensitif dengan perasaan bawahannya.
Jadi pada prinsipnya yang dipakai pada gaya kepemimpinan yang ini bukan otak
tapi rasa yang ada dalam hati. Pemimpin berusaha keras tidak menyakiti
bawahannya. Penjabaran perilaku pemimpin terhadap bawahan tersebut dapat
dirinci sebagai berikut:
1) High-high berarti pemimpin tersebut memiliki
hubungan tinggi dan orientasi tugas yang tinggi juga.
2) High task-low relation, pemimpin tersebut memiliki orientasi
tugas yang tinggi, tetapi rendah hubungan terhadap bawahan.
3) Low task-high relation, pemimpin tersebut lebih mementingkan
hubungan dengan bawahan, dengan sedikit mengabaikan tugas. Teori ini disebut dengan
Konsiderasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan
akrab dengan bawahan.
Dari
keempat macam gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang paling fatal akibatnya
adalah yang keempat. Seorang pemimpin apabila memimpin dengan gaya yang keempat
ini, lebih baik turun saja dari kepemimpinannya sebelum hancur organisasi yang
dipimpinnya tersebut.
Dari hasil
penelitian para ahli terdapat beberapa teori kepemimpinan berdasarkan perilaku
yang terkenal di kalangan para peneliti. Teori tersebut antara lain studi lowa,
studi ohio, studi Michigan, Rensis Likert, dan Reddin.[6]
Berikut penjabaran masing-masing teori tersebut:
a) Studi Lowa. Studi ini meneliti
kesukaan terhadap 3 macam gaya kepemimpinan, yaitu gaya otoriter, gaya
demokratis dan gaya laizes
faire. Hasil penelitian mengatakan bahwa
kebanyakan suka gaya kepemimpinan demokratis.
b) Studi Ohio. Studi ini berusaha
mengembangkan angket deskripsi perilaku kepemimpinan. Peneliti merumuskan bahwa
kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian
tujuan tertentu, yang terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif
dan perhatian. Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan pada pencapaian tugas. Perhatian
menunjukkan perilaku pemimpin pada hubungan dengan bawahannya. Penelitian ini
menemukan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut: Perhatian rendah pembuatan
inisiatif rendah, Perhatian tinggi pembuatan inisiatif rendah, Perhatian tinggi pembuatan inisiatif tinggi
dan Perhatian rendah pembuatan inisiatif tinggi
c) Studi Michigan. Penelitian ini
mengidentifikasi dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan
dan berorientasi pada produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan
menekankan pentingnya hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja
penting. Pemimpin yang berorientasi pada produksi menekankan pentingnya
produksi dan aspek teknik-teknik kerja.[7]
Dilihat
dari segi efektifitasnya, tiap- tiap gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu kepemimpinan yang kurang efektif dan kepemimpinan yang
efektif. Kelompok yang kurang efektif terdiri atas gaya kepemimpinan deserter,
missionary, autocrat,dan compromisser. Sedangkan kelompok yang
efektif mencakup gaya kepemimpinan compromisser, developer, benevolent, dan executive.
Dari
kedelapan gaya kepemimpinan sebagaiamana yang diuraikan di atas menunjukkan
hasil dari kedelapan kemungkinan adanya adanya gabungan antara orientasi tugas
(taks oriented ); orientasi hubungan (relationship oriented), dan
orientasi hasil(effectiveness oriented). Orientasi tugas terjadi apabila
pemempin menggarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi melalui perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan. Orientasi hubungan terjadi apabila pemimpin
membina hubungan akrab dan saling mepercayai bawahan, menghargai ide yang
disampaikan bawahan dan tengang rasa yang disampaikan bawahan. Orientasi hasil timbul apabila pemimpin berhasil mencapai
tujuan organisasinya sebagaimana telah direnanakan dan sesuai dengan kedudukan
sebagai pemimpin.
2. Penerapan Teori Perilaku
Kepemimpinan
Pendidikan Islam.
Pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang menggunakan gaya yang dapat mewujudkan sasarannya,
misalnya dengan mendelegasikan tugas, mengadakan komunikasi yang efektif,
memotivasi bawahannya, melaksanakan kontrol dan seterusnya. Kepemimpinan yang
efektif merupakan kepemimpinan yang mampu menggerakkan pengikutnya untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan bersama. Hasil kajian terhadap beberapa
referensi menemukan 6 karakteristik kepemimpinan yang baik. Keenam karakter
tersebut antara lain:
a. Pemahaman
otentitas sejarah keberadaan organisasi.
b. Memahami
otentitas sumber-sumber organisasi.
c. Memahami
otentitas struktur organisasi.
d. Memahami
otentitas kekuatan organisasi.
e. Memahami
otentitas misi organisasi.
f.
Memahami otentitas makna organisasi.[8]
Dalam upaya menuju
kepemimpinan pendidikan Islam yang efektif, setidaknya para pemimpin harus
dilatih sesuai dengan corak pendekatan perilaku. Nabi Muhamad SAW telah
mengajarkan akhlak Islam kepada semua umatnya untuk dijadikan landasan bagi
pengembangan profisionalisme seorang pemimpin dalam melaksanakan
kepemimpinannya. Dan hal ini dapat dilihat pada pengertian sifat sifat akhklah
nabi Muhammad SAW:[9]
1) Sifat kejujuran.
Kejujuran ini menjadi salah satu
dasar yang paling penting untuk membangun seorang pemimpin yang baik. Hampir
semua usaha yang dikerjakan bersama menjadi lancar, karena adanya kejujuran.
Oleh karena itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi Rasulullah SAW. Dan sifat ini pula yang
selalu diajarkan oleh Islam melalui Al-quran dan sunnah Nabi. Kegiatan yang
dikembangkan didunia organisasi , perusahaan dan lembaga moderen saat ini
sangat ditentukan oleh kejujuran. Begitu juga tegaknya negara sangat ditentukan
oleh sifat jujur para pemimpinnya.
Ketika para pemimpinnya tidak jujur dan korup maka negara itu menghadapi problem nasional yang berat, dan
sangat sulit untuk membangkitkannya kembali.
2)
Sifat
tangung jawab.
Sikap
tanggung jawab juga merupakan sifat ahklaq yang sangat diperlukan untuk
membangun profesionalisme. Suatu perusahaan /organisasi/lembaga apapun pasti
akan hancur bila orang orang yang terlibat didalamnya tidak amanah.
3)
Sifat
komunikatif.
Salah
satu ciri komunikatif dan transparan. Dengan sikap komunikatif, seorang
penaggung jawab suatu pekerjaan akan dapat terjalin kerjasama dengan orang lain
akan lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk melakukan
kerjasama atau melakukan visi dan misi yang dasampaikan. Sementara dengan sikap
transparan. Kepemimpinan diakses semua pihak tidak ada kecurigaan, sehingga
semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi
yang tinggi kepada kepemimpinannya. Dengan begitu, perjalanan sebuah organisasi
akan berjalan lebih lancar, serta mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.
4) Sikap cerdas.
Dengan
kecerdasan seorang professional akan dapat melihat dan menangkap peluang dengan
tepat dan cepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang cerdas akan cepat
dan tepat dalam memahami problematika yang ada di lembaganya. Ia akan cepat
memahami aspirasi anggotanya, sehingga setip peluang dapat segera dimanfaatkan
secara optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.
5) Berfikir positif dan bersikap
positip.
Berfikir positif akan mendorong
setiap orang melaksanakan tugas tugasnya lebih baik. Hal ini disebabkan dengan
bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk berfikir jernih dalam
menghadapi setiap masalah. Khusnudzon tersebut, tidak saja ditujukan kepada
sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama adalah bersikap dan
bersikap positif kepada Allah SWT.
Dengan pemikiran tersebut,seseorang akan lebih bersikap objektif dan
optimistic. Apabila ia berhasil dalam usahanya tidak menjadi sombong dan lupa
diri, dan apabila gagal tidak mudah putus asa, dan menyalahkan orang lain.
Sukses dan gagal merupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa
depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah SWT.
6) Memperbanyak silaturahmi.
Dalam
Islam kebiasaan silaturrahim merupakan bagian dari tanda tanda keimanan. Namun
dalam dunia profesi, silaturahim sering dijupai dalam bentuk tradisi lobi.
Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar.
7) Disiplin waktu dan menepati janji.
Begitu pentingnya disiplin waktu,
al-quran menegaskan makna waktu bagi
kehidupan manusia yang telah menjadi seorang pemimpin wajib menghargai dan
menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin.
8) Bertindak efektif dan efisien.
Bertindak efektif artinya
merencanakan, mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegiatan dengan tepat
sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup,
tidak boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan
dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efisien.
9) Memeberikan upah secara cepat dan
tepat.
Ini sesuai dengan hadits nabi,
yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong seseorang pekerja atau
pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula.
Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas malas karena ia
harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya karyanya tidak dihargai
secara memadai.
Salah
satu bentuk kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam adalah kepala sekolah.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan
dalam menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan.[10] karena
ia merupakan pemimpin dilembaganya, Mulyasa mengatakan, kegagalan dan
keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah.karena mereka
merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh sekolah menuju
tujuannya.sekolah yang efektif , bermutu, dan favorit tidak lepas dari peran
kepala sekolahnya.maka ia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan,ia harus mampu melihat adanya perubahan serta
mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik.kepal sekolah
harus bertanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan
dan pengelolaan sekolah secara formal kepada atasannya atau secara informal
kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya.
B.
TEORI SIFAT
1. Pengertian Teori Sifat
Sifat-sifat didefinisi sebagai predisposisi- predisposisi yang diinferensi,
yang mengarahkan perilaku seorang individu dengan cara-cara yang bersifat
konsisten dan khas. Sedangkan menurut Allport, yang dikutip J. Winardi bahwa
sifat-sifat adalah batu bangunan kepribadian, petunjuk-petunjuk untuk aktivitas
dan sumber keunikan sang individu.[11] . Ada beberapa teori yang berkenaan dengan teori sifat, antara
lain:
a.
Teori-teori psikodinamik
Freud berpendapat bahwa adanya perbedaan individual dalam
kepribadian, hal mana disebabkan orang-orang mengahadapi rangsangan fundamental
mereka dengan cara yang berbeda.
Guna menitikberatkan perbedaan-perbedaan tersebut Freud menggunakan sebuah analogi berupa
pertempuran yang berkelanjutan antara dua kedua bagian dan kepribadian, yakni
apa yang dinamakan “The Id “ dan “super ego”. Yang dimoderasi oleh ego.
Id adalah bagian
kepribadian yang primitif, yang berada di bawahh sadah, yakni gudang dari
rangsangan-rangsangan yang fundamental.
Ia bekerja secara irrasional dan impulsif , tanpa
mempertimbangkan apakah yang dikehendaki itu mungkin dapat tercapai atau tidak,
atau secara moral dapat diterima.
Sebagian dari tugas ego adalah memilih
tindakan-tindakan yang memenuhi tugas-tugas impuls Id, tanpa menimbulkna dampak
yang tidak dikehendaki.
Seringkali terlihat gejala bahwa ego harus melakukan
kompromis dan ia perlu berupaya untuk memuaskan Id dan super ego.
b.
Teori Humanistik
Teori
humanistik menekankan pada pentingnya fakta bagaimana manusia mempersepsi dunia
mereka dan semua kekuatan yang mempengaruhi mereka.
Teori-teori sifat menyediakan sebuah katalog,
yang melukiskan sang individu. Teori-teori psikodinamik mengintegrasi ciri-ciri
manusia dan menerangkan sifat dinamik pengembangan kepribadian, sedang teori
humanistik menitikberatkan pada person dan pentingnya aktualisasi diri
bagi kepribadian.[12]
2. Makna Teori Sifat Dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam berkembang dalam sejarah Islam
sesuai dengan konteks jamannya mulai awal-awal kedatangan Islam sampai saat
ini. Yang kedua pendidikan Islam dalam persfektif Al Qur’an sumber pokok ajaran Islam. Dan pendidikan
Islam sebagai way of live, pendidikan
Islam sebagai pandangan hidup. Dari ketiga term tersebut menunjukkan
keluasan cakupan dan kajian pendidikan Islam
itu sendiri sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam mempersoalkan dan
mengkaji pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan Islam diidentikkan
dengan pendidikan agama dan keagamaan. Pendidikan agama yang dimaksud adalah
pendidikan agama disekolah /madrasah dalam artian pendidikan agama pada lembaga
pendidikan formal. Sementara pendidikan keagamaan yang dimaksud adalah
pendidikan agama dipesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim dan
semisalnya yang yang notabene adalah berada pada jalur pendidikan non formal.
Dalam pandangan Muhammad Attiyah Al Abrosi attarbiyah lebih tepat digunakan
dalam konteks pendidikan Islam dari pada at tarbiyah, keduanya memiliki
perbedaan yang mendasar.Tarbiyah berarti mendidik, sedang ta’lim berarti
mengajar, mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara,
supaya dapat menggunakan potensi dan bakatnya dengan baik, sehingga mencapai
kehidupan yang sempurna dimasyarakat. Oleh karena itu pendidikan mencakup
pendidikan akal, kewarganegaraan, jasmaniyah, akhak, dan kemayarakatan.
Sedangkan at ta’lim hanya merupakan salah satu bagian dari saran-sarana
pendidikan yang bermacam itu. At ta’lim secara khusus hanya secara khusus hanya
menyampaikan ilmu pengetahuan kedalam fikiran dan mengisi ingatan-ingatan anak
dengan masalah-masalah ilmu pengetauan dan seni.
Dari beberapa uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam
adalah usaha sadar yang dilakukan atau diselnggarakan untuk mewariskan
nilai-nilai Islam yang bersumber dari AlQur’an dan Al Hadits. Sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin dalam persfektif Islam?. Dalam Al Qur’an Surah Ali Imran Allah berfirman :
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artinya:“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.[13]
Dari ayat di atas,
ada beberapa sifat yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin :
1). Lemah lembut
2). Menghindari ucapan keras dan kasar
3). Menghindari kekerasan hati
4). Al Afwu(pemaaf)
5). Memohonkan ampun
6). Bermusyawarah
7). Tekad kuat dan tidak ragu
8). Tawakkal kepada Allah.[14]
Sebagai umat Islam, sebagaimana diajarkan
dalam Al Qur’an, dan sebagai dorongan naluri alamiyah kita, maka idola atau
teladan kita yang utama adalah Rosulullah Muhammad SAW. Sesuai dengan Firman
Allah SWT melalui Al Qur’an:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[15]
Perasaan cinta dan kagum lahir dari hati
nurani dan kesadaran jiwa, bahwa budi kepada seseorang yang telah dengan tulus
ikhlas, biasanya muncul tidak dengan seketika, tetapi muncul setelah melalui
proses interaksi, baik interaksi yang terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Konteks kecintaan kita kepada Rosulullah, setiap orang, bahkan yang
mengaku dirinya beragama Islam sekalipun akan setuju.
C.
TEORI KONTINGENSI
1.
Pengertian Teori Kontingensi
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan
adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan
pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan
tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya
yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, seseorang menjadi
pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena
berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Jadi, Kontingensi / Situasional
merupakan Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan
yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahannya dan situasi
sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki
pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia..
Menurut Fledler sebagaimana
dikutip Baharuddin bahwa teori kontingensi adalah teori kemungkinan
variabel-variabel yang berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas
merupakan suatu yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian tujuan
organisasi. Dalam memunculkan teori ini, perhatian Fledler adalah pada
perbedaan gaya motivasional dari pemimpin.[16]
Teori kemungkinan dalam
kepemimpinan membicarakan tentang variabel kemungkinan sebagai variabel yang
memengaruhi hubungan antara gaya kepemimpinan dan respon anak buah kepada gaya
kepemimpinan. Menurut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang
cenderung menentukan apakah situasi menguntungkan bagi pemimpin atau tidak.
Ketiga variabel utama tersubut adalah sebagai berikut :
a.
Hubungan pribadi pemimpin
dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin dan anggota).
b.
Kadar struktur tugas yang
ditugaskan keapada kelompok untuk dilaksnakan (struktur tugas).
c.
Kekuasaan dan kewenangan
posisi yang dimiliki (kuasa posisi).[17]
Teori kontingensi adalah
sebuah teori yang menggantungkan pada situasi yang dihadapi atau bersifat
situasional. pesan pokok pada teori kontingensi
ini adalah bahwa tidak ada satupun cara terbaik dalam
perorganisasian (there is no best way to organize).
Menurut teori kontingensi, ciri-ciri
lingkungan mempengaruhi kemampuan satu organisasi untuk mencapai sumber-sumber
daya dan untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan sumber-sumber daya maka para
manager harus mengijinkan departemen-departemennya untuk mengorganisasi dan
mengendalikan kegiatan-kegiatan mereka dengan cara sedemikian rupa hingga
memungkinkan mereka mencapai sumber daya dalam batas-batas kendala-kendala yang
ada pada lingkungan dimana mereka berada
2. Aplikasi Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam
Jika dikaitkan dengan teori kontingensi kepemimpinan, sebagaimana yang
disimpulkan oleh Fledler, bahwa pemimpin yang mempunyai motivasi kerja umumnya
menunjukkan kinerja terbaik dalam kondisi yang paling baik, baik dalam kondisi
dimana kekuasaan, kontrol dan pengaruhnya sangat tinggi, ataupun dalam kondisi yang tak
menentu, dimana kontrol, kekuasaan dan pengaruh yang rendah. Pemimpin yang mempunyai motivasi hubungan
cenderung menunjukkan kondisi terbaik ketika dia mempunyai kekuasaan, kontrol
dan pengaruh yang cukup baik. Ini artinya para pemimpin yang berorientasi pada
tugas cenderung berprstasi baik dalam situasi kelompok yang menguntungkan
maupun tidak menguntungkan sekalipun.[18]
Salah satu cara mengaplikasikan teori kontingensi dalam Islam ialah
dengan cara Memilih pemimpin yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Mengutip
firman Allah SWT surat al-Maidah ayat 55 yang berbunyi:
$uK¯RÎ) ãNä3Ï9ur ª!$# ¼ã&è!qßuur tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# tbqßJÉ)ã no4qn=¢Á9$# tbqè?÷sãur no4qx.¨9$# öNèdur tbqãèÏ.ºu ÇÎÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah)”.[19]
Sesuai dengan ayat di atas ada beberapa kriteria seseorang bisa dipilih
menjadi pemimpin, antara lain :
a)
Beriman kepada Allah SWT. karena ulil amri adalah penerus
kepemimpinan Rosulullah SAW. Sedangkan rosulullah adalah pelaksana kepemimpinan
Alla SWT. Maka yang pertama kali harus dimiliki oleh penerus kepemimpinan
beliau adalah keimanan (kepada Allah, Rosulnya dan rukun iman yang lainnya).
Tanpa keimanan kepada Allah dan Rasulnya bagaimana mungkin ia dapat diharapkan
memimpin umat menempuh jalan Allah dipermukaan bumi ini.
b)
Mendirikan shalat. Shalat adalah ibadah vertikal kepada
Allah SWT. Seorang pemipin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan
yang baik dengan Allah SWT. Diharapkan nilai-nilai kemulyaan dan kebaikan dalam
shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya. Misalnya nilai kejujuran. Apa
wudlu seorang imam shalat batal, sekalipun tidak diketahui orang lain dia akan
mengundurkan diri dan siap digantikan orang lain, karena dia sadar dia tidak
berhak lagi menjadi iman.
c)
Membayar zakat. Zakat adalah ibadah mahdhah yang
merupakan simbol kesucian dan kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat
ditetapkan diharapkan selalu berusaha menyucikan hati dan hartanya. Ia tidak
akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal. Lebih dari itu ia memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum
dhuafa’ dan kaum mustadhafin. Ia akan menjadi pembela orang-orang lemah.
d)
Selalu tunduk patuh kepada Allah SWT. Dalam ayat di atas
juga disebutkan pemimpin itu haruslah orang yang ruku’ (wahum rooki’un). Ruku’ adalah simbol
kepatuhan kepada Allah dan Rasul Nya yang secara yang secara konkrit
dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kaffah (totalitas)
baik dalam aspek akidah, ibadah, akhlaq maupun muamalah.[20]
Dalam Islam kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang
sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap
perkumpulan untuk memiliki pemimpin, bahkan perkumpulan dalam kecil sekalipun.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. Yang
artinya “dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata Rasulullah bersabda, Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu
menjadi pemimpin”. (HR. Abu Dawud).
Kepemipinan dalan hadits di atas, masih bersifat general bisa kepemimpinan
negara, organisasi sosial, organisasi politik, perusahaan, perkatoran, maupun
pendidikan. Mahdi sebagaimana dikutip mujamil Qomar menjelaskan bahwa
kepemimpinan yang palin spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah
tarbawiyah atau educative leadership), karena kesuksesan mendidik generasi,
membina umat, dan berusaha membangkitkannya terkait erat dengan dengan
pemenuhan kepemimpinan pendidikan yang benar.[21]
Ali Muhammad sebagaimana dikutip Mujamil Qomar, menjelaskan macam sifat
kondusif yang harus dimiliki oleh pemimpin berikut ini:
1)
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk
mengendalikan perusahaan atau organisasinya.
2)
Menertibkan semua urusan dan membulatkan tekad untuk
bertawakkal kepada Allah. (QS. Ali Imran : 159).
3)
Membangun kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah (muraqabah)
sehingga terbina sikap ikhlas dimanapun kita berada, kendati tidak ada yang
mengawasi kecuali Allah.
4)
Memberikan santunan sosial ( tafakul ijtima’) kepada
para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa
dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak. (QS. Al Hajj:41).
5)
Mempunyai power dan pengaruh yang dapat memerintah
serta mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol pengawasan atas
pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat
kebaikan mencegah kemungkaran. (QS. Al Hajj:41).
6)
Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak
ladang, keturunan dan lingkungan (QS. Al Baqarah : 205).
7)
Bersedia mendengar nasehat dan tidak sombong, karena
nasehat dari orang yang ikhlas, jarang sekali kita peroleh (QS. Al Baqarah :
205).[22]
III.
KESIMPULAN
A.
Teori perilaku kepemimpinan (behavioral
theory of leadership) didasari
pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat
dibentuk, bukan dilahirkan (leader aremade, nor born). Berakar pada
teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan
pemimpin, bukan pada kualitas mental atau internal. Menurut teori ini, orang
bisa menjadi pemimpin melalui pelatihan atau observasi.
B. Sifat didefinisi sebagai predisposisi yang
diinferensi, yang mengarahkan perilaku seorang individu dengan cara-cara yang
bersifat konsisten dan khas. Kualitas dan kompetensi kepala madarasah /
sekolah secara umum setidaknya mengacu kepada empat hal pokok,yaitu :
1.
sifat dan ketrampilan kepemimpinan ;
2.
kemampuan pemecahan masalah;
3.
ketrampilan social;dan
4.
pengetahuan dan kompetensi professional.
C. Kepemimpinan
adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan
pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok
(group task situation) dan
tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya
yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, seseorang menjadi
pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena
berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman Agama RI Jakarta, 2000.
Baharuddin dan Umiarso. Kepemimpinan
Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik, Jogjakarta
: Ar Ruzz Media, 2012.
Baharuddin. Manajemen
Pendidikan Islam, UIN Maliki Press, 2010.
Djalaluddin, Ahmad. Manajemen Qur’ani, Malang : Malang Press. 2007.
Marno,
Triyo Suppriyatno. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung:
Refika Aditma, 2008.
Mujamil, Qomar. Manajemen Pendidikan Islam., jakarta: Erlangga, 2009.
Mulyasa.
Menjadi Kepala Sekolah Professional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Rivai,Veithzal. Islamic
Leadership. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Winardi, J. Manajemen
Prilaku Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007.
[1]
Baharuddin, Umiarso. kepemimpinan pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), hlm.33
[2]
Marno, Triyo Suppriyatn., Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam,
(Bandung: Refika Aditya, 2008), hlm. 30
[3]
Marno, Triyo Suppriyatno. Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan Islam. (Bandung: Refika Aditma, 2008), hlm 31
[4] Marno, Triyo Suppriyatno. Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan Islam. (Bandung: Refika Aditma, 2008), hlm 36
[5]
Marno, Triyo Suppriyatno. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung:
Refika Aditma, 2008), hlm39
[6]
Marno, Triyo Suppriyatno. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam,
(Bandung: Refika Aditma, 2008), hlm41
[7]
Marno, Triyo Suppriyatno. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam,
(Bandung: Refika Aditma, 2008), hlm 42
[8] Winardi,
J. Manajemen Prilaku Organisasi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007),
hlm. 233.
[10] Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Professional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)
hlm. 24
[13]Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman
Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 188
[15] Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman
Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 192
[16]
Baharuddin, Kepemimpinan
Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik (Yogjakarta, Arruz Media, 2012)
hlm . 63.
[17]
Baharuddin, Kepemimpinan
Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik, (Yogyakarta: Arruz Media,
2012). hlm. 64
[18]
Baharuddin, Kepemimpinan
Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik, (Yogyakarta: Arruz Media
2012). hlm . 64.
[19] Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman
Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 455
Tidak ada komentar:
Posting Komentar