Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH FIQIH PRIORITAS


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kajian tentang fikih akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan, karena fikih merupakan buah pikiran yang ditujukan untuk menjawab fenomena kehidupan yang akan selalu berubah dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Oleh sebab itu, fikihharus secara terus menerus dipelajari dan dikaji sebagai tanggapan atas hakikatnya yang harus selaluberubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Fikih yang pada mulanya mencakup semua aspek hukum yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya, kini mulai mengalami penyempitan makna, pembahasan dan penamaan. Hal ini merupakan respon atas adanya perkembangan yang begitu pesat pada masing-masing pembahasan yang tetntunya semakin menuntut ketelitian dan spesialisasi para ahli fikih. Misalnya saja, terdapat pembagian fikih dalam kategori, yaitu,fikih ibadah, fikihmu’amalah, fikihjinayah, fikih kontemporer dan lain-lain.
Salah satu cabang ilmu fikih yang beberapa saat lalu muncul dan menjadi salah satu hal yang layak untuk ditindaklanjuti adalah apa yang dinamakan dengan fikih prioritas (fiqh al-aulawiyyat). Fikih prioritas muncul bersumber dari perilaku manusia saat ini yang mulai lalai terhadap perilakunya sendiri, manusia mulai mengesampingkan perbuatan mana yang harus didahlukan dan perbuatan mana yang harus diakhirkan.
Fikihprioritas memberikan gambaran dan tuntunan dalam melakukan sesuatu, mana yang harus didahulukan dan mana yang harus dikhirkan. Memberikan petunjuk tentang urutan amal yang terpenting dari yang penting. Dalam sholat misalamya, sholat berjamaah lebih diprioritaskan daripada sholat sendirian, dalam hadis Nabi SAW. disebutkan.
عن ابني عمر عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بسبع و عشرين درجة. (البخري: ٦٤٥، الفتح:٢/١٦٦).
Artinya: dari ibnu umar, bahwa Rasulullah bersabda, “shalat jamaah lebih utama dari shalat sendirian, dua puluh tujuh derajat.” (HR. al-Bukhari: 645, al-Fath: 2/166).[1]

Oleh sebab itu, fikih prioritas adalah penting dan suatu hal yang perlu ditindaklanjuti. Karena, fikih prioritas dapat dijadikan sebagai rambu-rambu dalam menjalankan aktivitas dalam keseharian kita, baik ibadah, muamalah dan lain-lain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan fikih prioritas?
2.      Bagaimana hubungan fikih prioritas dengan fikih-fikih yang lain?
3.      Bagaimana prioritas seorang muslim dalam melakukan sesuatu?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Menjelaskan pengertian fikih prioritas.
2.      Menjelaskanhubungan fikih prioritas dengan fikih-fikih yang lain.
3.      Menjelaskan prioritas seorang muslim dalam melakukan sesuatu.
PEMBAHASAN

Fikih prioritas, merupakan kajian yang membicarakan suatu topik yang sangat penting. Sebab kajian ini akan memecahkan masalah seputar kerancuan dan kekacauan dalam menilai dan memberikan skala prioritas terhadap perintah-perintang Allah, pemikiran, serta amal-amal. Mana diantaranya yang mesti didahulukan dan mana yang mesti diakhirkan, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang harus dikemudiankan dalam tingkatan perintah Allah dan petunjuk Nabi.[2]
Dalam Hadis Nabi SAW. dijelaskan bahwa Nabi Muhammad meprioritaskan anak yang menangi dengan meringankan sholatnya dengan maksud membantu ibu dari anak yang menangis.
عن أبي قتادة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: اني لأقوم في الصلاة أريد أن أطوّل فيها، فأسمع بكاء الصبّي، فأتجوّز في صلاتي كراهية أن أشقّ على أمّه. (البخاري:٧٠٧ الفتح:٢/٢٥٦-٢٥٧).
Artinya: dari Abu Qatadah, Nabi bersabda, “(ketika) aku berdiri sholat, aku ingin memanjangkannya. Namun, aku mendengan tangis anak maka aku ringankan sholatku karena tidak ingin memberatkan ibunya.” (HR. al-Bukhari: 707, al-Fath: 2/256-257).[3]

Hadis tentang meringankan sholat ketika anak menangis ini, memberitahukan bahwa memperioritaskan sesuatu harus dimaksudkan untuk tujuan yang baik atau mulia. Dalam memperioritaskan suatu hal harus benar-benar dipertimbangkan tentang suatu hal tersebut, apakah memang tepat jika diprioritaskan atau lebih memberikan manfaat jika diakhirkan.
Ungkapan kewajiban harus dikerjakan terlebih dahulua sebelum hak dan kentingan pribadi harus dikesampingkan jika berhadapan dengan kepentingan kelompok, memberitahukan bahwa ada hal-hal yang memang harus diprioritaskan dari yang lain. Misalnya, seorang muslim harus memnuhi kewajibannya sebagai muslim terlebih dahulu sebelum menuntut hak-haknya, seorang anggota masyarakat harus memnuhi semua kewajiban sebagai anggota masyarakat sebelum menuntut yang lain, dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut di atas menjelaskan bahwa fikih prioritas adalah suatu hal yang penting dan suatu hal yang perlu ditindaklanjuti. Karena, fikih prioritas dapat dijadikan sebagai rambu-rambu dalam menjalankan aktivitas dalam keseharian hidup manusia, baik yang bersinggungan dengan Allah, sesama manusia, maupun lingkungannya.

4.      Pengertian Fikih Prioritas
1.      Pengertian Fikih
Fikih berasal dari bahasa arab fiqh  yang mengandung makna mengerti atau mengetahui.[4]Zainuddin Ali mengemukakan bahwa kata fikih secara etimologi artinya paham, pengertian, dan pengetahuan.[5] Fikih menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang sudah terperinci.[6] Para Fuqaha mendefinisikan fikih dengan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil.[7]
Adapun pengertian fikih menurut istilah dari beberapa pendapat sebagai berikut.[8]
a.    Menurut Shobhi Mahmasanni, fikih berarti ilmu hukum atau syariat, dan orang-orang ahli dalam bidang ilmu ini disebut fakih. Selain itu, fikih juga berarti ilmu untuk mengetahui masalah-masalah hukum secara praktis. Selanjutnya, fikih juga berarti ilmu untuk mengetahui ketentuan-ketentuan hukum far’i (cabang) dari syariat yang diperoleh dari dalil-dalil perincian syariat.
b.    Menurut Abu Ishaq, sebagaimana dikutip oleh Nasaruddin Razak, fikih adalah memahami apa yang tersirat. Kemudian definisi yang dikembangkan dalam ilmu hukum Islam, fikih berarti ilmu tentang hukum Islam yang disimpulkan dengan jalan rasio berdasarkan alasan-alasan yang terperinci.
c.    Menurut Murthada Muthahhari, bahwa menurut terminologi al-Qur’an dan Sunah, fikih ialah pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perintah-perintah dan realitas Islam, dan tidak mempunyai relevansi khusus dengan definisi tertentu. Namun demekian, menurut terminologi ulama, kata ini secara perlahan menjadi secara khusus diaplikasikan pada permasalahan mendalam tentang hukum-hukum Islam.
Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fikih adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang bersumber pada al-Qur’an dan al-hadits yang sudah terperinci dalil-dalilnya.
Yang dimaksud dengan hukum-hukum syara’ dalam definisi di atas adalah setiap hukum yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah. Pembatasan kata hukum syara’ dengan kata praktis bertujuan membatasi objek ilmu fikih karena ia hanya membahas perbuatan indrawi manusia, seperti amal seseorang atau perbuatannya. Dengan demikian, ilmu fikih tidak memuat hukum-hukum berkaitan dengan keyakinan atau akhlak karena keduanya masuk dalam wilayah syariat, sedangkan syariat itu sendiri lebih luas dari fikih.
Adapun tentang objek ilmu fikih sebagian fukaha berpendapat bahwa objek atau bidang kajian ilmu fikih ada dua kategori besar yaitu: a) ibadah: mencakup shalat, puasa, zakat, dan haji; b) adat istiadat: mencakup selain ibadah berupa hukum aplikatif, baik yang berkaitan tentang jinayah atau muamalat, sirah (perjalanan hidup), wasiat, dan warisan.
Sebagian lain membaginya menjadi empat bagaian utama yaitu: a) ibadah; b) sesuatu yang berhubungan dengan eksistensi seseorang, yaitu aktivitas muamalah seperti jual beli; c) sesuatu yang berhubungan dengan kelangsungan jenis atau keturunan berupa aspek tempat berteduh, seperti akad pernikahan dan hal-hal yang berhubungan dengannya; d) sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan hidup jenis atau keturunan yang berkaitan dengan hak-hak sipil atau yang berhubungan dengannya.
Sebagian lagi membuat kategorisasi sebagi berikut: a) ibadah, yaitu sholat, zakat, puasa, haji, dan jihad; b) muamalat; yaitu tukar menukar harta, amanat, pernikahan dan berhubungan dengannya, pendakwaan dan harta peninggalan; c) hukuman, yaitu qishash, hukuman mencuri, zina, qadzah (tuduhan palsu perzinaan), dan murtad (pindah agama dan keluar dari agama Islam).[9]
Sedangkan tentang sumber fikih yang dijadikan sandaran para fukaha dalam ijtihadnya, sebagai sandaran dalam menggali hukum-hukum syar’iada tujuh macam. Pertama, al-Qur’an. Secara etimologi, al-Qur’an merupakan bentuk masdhar dari kata qara’a yang memiliki arti bacaan, yang dibaca, dilihat, dan ditelaah.[10] Para ulama sepakat bahwa al-Qur’an adalah hujjah (konstitusi) yang harus diamalkan, mereka juga sepakat bahwa al-Qur’an merupakan sumber syariat pertama.
Kedua, Sunnah. Menurut bahasa artinya jalan dan kebiasaan. Adapun Sunnahmenurut ulama ushul adalah setiap yang keluar dari baginda Rasulullah SAW. baik berupa ucapan, perbuatan, atau pengakuan.[11] Sementara secara terminologi, makna Sunnahdapat ditinjau dari tiga disiplin ilmu sebagai berikut:[12]
a.       Menurut ahli hadits, Sunnahsama dengan hadis yaitu sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau tentang suatu peristiwa.
b.      Menurut ahli ushul fikih, Sunnahialah semua yang berkaiatan dengan masalah hukum yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau terhadap suatu peristiwa.
c.       Menurut ahli fikih, makna Sunnahmengandung dua pengertian, yang pertama sama dengan yang dimaksud ahli ushul fikih. Sedangkan pengertian yang kedua ialah suatu perbuatan yang jika dikerjakan mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan tidak berdosa. Dalam pengertian yang kedua ini, sunnah merupakan salah satu dari ahkam at-taklifi yang lima, wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Ketiga, al-Ijma’. Ijma’ secara bahasa memiliki dua makna. Pertama, bermakna ketetapan hati terhadap sesuatu. Kedua,ijma’ bermakna kesepakatan terhadap sesuatu.[13]Adapun arti ijma’ menurut istilah ulama ushul adalah kesepakatan para mujtahidin dari kalangan umat Nabi Muhammad SAW. setelah baginda Rasulullah wafat pada suatu zaman tertentu terhadap sebuah permasalahan hukum syar’i.[14]
Keempat, Qiyas. Qiyas secara bahasa artinya qadr (ukuran, bandingan).[15] Menurut Ibnu al-Subki, qiyasadalah menyamakan hukum sesuatu dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan ‘illah hukum menurut mujtahid yang menyamakan hukumnya.Sedangkan qiyas menurut itilah adalah mengikutkan hukum syar’i suatu masalah yang tidak ada nash-nya dengan permasalahan yang sudah ada nash-nya karena adanya memiliki ‘illat antara keduanya.[16] Adapun unsur Qiyas ada empat yaitu:  a) al-Ashl, sesuatu yang sudah ada hukum tetapnya; b) al-far’i, masalah yang belum ada hukumnya, baik dari al-Qur’an, sunnah dan ijma’; c) Illat, bentuk kemiripan yang mengubungkan antara dasar dengan cabang; d) hukum dasar, hukum syar’i bagi masalah yang sudah ada nash-nya
Kelima, Istihsan.Secara bahasa artinya menganggap suatu baik. Sedangkan istihsan menurut istilah adalah meninggalkan hukum suatu masalah yang seharusnya ditetapkan karena ada nash yang mirip dengannya disebabkan ada alasan yang lebih kuat untuk meninggalkannya.[17]
Keenam, MashlahahMursalah. Mashalih merupakan bentuk jamak dari mashlahahyang menurut bahasa berarti manfaat, atau untuk menyebutkan perbuatan yang mengandung manfaat atau kebaikan. Sedangkan menurut istilah adalah setiap makna (nilai) yang diperoleh ketika menghubungkan hukum dengannya atau menetapkan hukumnya berupa mendapat manfaat atau menolak mudarat dari orang lain, dan tidak ada dalil yang mengakui atau menolak keberadaannya.[18]
Ketujuh, al-Urf (adat istiadat). Suatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka.
Dari ketujuh sumber-sumber hukum fikih tersebut, yang paling dasar dan utama adalah al-Qur’an dan al-Sunnah, adapun sumber-sumber yang lainnya merupakan buah pikiran orang-orang yang berkompeten dalam bidang tersebut yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berdasar kepada al-Qur’an dan al-Sunnah.

2.      Pengertian Prioritas
Prioritas berasal dari bahasa Inggris priority yang memeliki beberapa pengertian. Pertama, prioritydiartikan sebagai the fact or condition of being regarded or treated as more important than others, artinya, fakta atau kondisi yang dianggap atau diperlakukanlebih penting daripada yang lain. Contoh kalimat,the safety of the country takes priority over any other matter, artinya, keamanan negara menjadi prioritas di atas hal-hal lain.[19]
Kedua, priority diartikan sebagai a thing that is regarded as more important than others, artinya, sebuah hal yang dianggaplebih penting daripada yang lain. Contoh kalimat, housework didn’t figure high on her list of priorities, artinya, pekerjaan rumah tangga tidak diutamakan pada daftar prioritasnya.[20]
Ketiga, priority diartikan sebagai the right to proceed before other traffic, artinya, hak untuk melanjutkan lalu lintas sebelumlainnya. Contoh kalimat,priority is given to traffic already on the roundabout, artinya, prioritas sudah diberikan untuk lalu lintas di bundaran.[21]
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, prioritas diartikan sebagai diutamakan, dinomorsatukan, dan didahulukan.[22] Pengertian tersebut memberitahukan, bahwa prioritas terjadi karena ada dua hal atau lebih (pilihan, kegitan, metode, cara dan lain-lain), yang mana dari hal-hal tersebut ada yang didahulukan dan di akhirkan sehingga terbentuk urutan.
Suatu hal diprioritaskan tentunya atas pertimbangan-pertibangan yang beralasan. Tidak mungkin sesuatu yang didahulukan dipilih begitu saja tanpa bertimbangan. Suatu hal menjadi prioritas karena hal tersebut memiliki kelebihan, kesempatan, peluang dan lain sebagainya sehingga menjadi tepat untuk dinomorsatukan.

3.      Pengertian Fikih Prioritas
Fikih prioritas adalah suatu analisis Islami tentang bagaimana umat selayaknya memilih amal-amal terpenting dari yang penting dan mengutamakanpenuaian amal terpenting dari yang pentingsehingga memberikan konsekuensi logis yang memungkinkan umat untuk dapat mengantisipasi problema sosial, budaya, politik dan ekonomi umat.[23] Kajian ini berusaha melihat sejumlah persoalan prioritas dari sudut pandang hukum Islam yang berdasarkan berbagai argumen, dengan harapan dapat meluruskan pemikiran, memperkokoh metodologi, dan mampu merumuskan paradigma baru dalam fikih.[24]
Kajian tentang fikih prioritas ini akan menjadi acuan untuk semua manusia khususnya umat Islam dan segala hal yang berhubungan dengan mereka. Dari kajian fikih prioritas ini umat Islam diharapkan bisa memilah-milah apa yang diprioritaskan oleh ajaran agama Islam dan mana yang diakhirkan, mana yang ditekankan dan mana yang diringankan, serta apa yang harus segera dilaksanakan dan mana yang masih bisa ditolerir oleh hukum agama.

5.      Hubungan Fikih Prioritas dengan Fikih-fikih yang Lain
6.      Prioritas Seorang Muslim dalam Melakukan Sesuatu.




[1]Imam az-Zubaidi, Ringkasan Shahih Bukhari, terj. Arif Rahman Hakim (Solo: Insan Kamil, 2014), hlm. 165.
[2]Yusuf Qardhawi, Fikih Prioritas: Urutan Amal yang Terpenting dari yang Terpenting (Cet. VI; Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 4.
[3]Imam az-Zubaidi, Ringkasan Shahih..., hlm. 176-177.
[4]Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 4.
[5] Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm.3.
[6] Rasyad Hasan Kahlil, Tarikh Tasyri’ (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 5.
[7]M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Amzah, 2006), hlm.319.
[8]Abuddin Nata, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.241.
[9]Rasyad Hasan Kahlil, Tarikh…, hlm. 7.
[10] Abd. Rahman Dahlan, Ushul…, hlm. 115.
[11] Rasyad Hasan Kahlil, Tarikh…, hlm. 149.
[12] Abd. Rahman Dahlan, Ushul…, hlm. 131.
[13] Abd. Rahman Dahlan, Ushul…, hlm. 146.
[14] Rasyad Hasan Kahlil, Tarikh…, hlm. 155.
[15]Abd. Rahman Dahlan, Ushul…, hlm. 161.
[16] Rasyad Hasan Kahlil, Tarikh…, hlm. 159.
[17] Rasyad Hasan Kahlil. Tarikh…, hlm. 162.
[18] Rasyad Hasan Kahlil. Tarikh…, hlm. 167.
[19]Definition of Priority in English (http:www.oxforddictionaries.com), diakses Rabu 11 November 2015 jam 12:14 WIB.
[20]Definition…, diakses Rabu 11 November 2015 jam 12:14 WIB.
[21]Definition…, diakses Rabu 11 November 2015 jam 12:14 WIB.
[22]Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Cet.1;Surabaya: Kartika, 1997), hlm. 423.
[23]Yusuf Qardhawi, Fikih Prioritas…, hlm. 3.
[24]Yusuf Qardhawi, Fikih Prioritas…, hlm. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar