BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap
orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita
semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan,
mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
Banyak orang
termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang
membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir
sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa
aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam
yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang
terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena
ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua
soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan
terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme,
realisme, pragmatisme.
Oleh
karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang
asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk
meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan filsafat, filsafat pendidikan, dan
filsafat pendidikan Islam?
C.
Tujuan
Pembahasan
Untuk mengetahui definisi filsafat, filsafat pendidikan, dan
filsafat pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Filsafat
Kata fisafat berasal dari bahasa Inggris
dan bahasa yunani. Dalam bahasa Inggris,
yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos
dan sofein atau sophia. Adapula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab,
yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah. Philos, artinya cinta,
sedangkan Sophia, artinya kebiksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah”.[1]Hal
ini dipertegas oleh Abdul Halim Mahmud yang mengatakan, bahwa diantara para
filosof Islam yang mengatakan tentang arti filsafat adalah al-Farabi.
Menurutnya, “kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang kemudian menjadi
bahasa arab”.[2]
Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran dan
kebijaksanaan disebut filsuf. Filsuf selalu belajar dan mencari kebenaran
dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas. Mencari kebenaran dengan pendekatan
filosofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran sehingga ke
akar-akarnya yang dilakukan secara mendalam.
"ويرتد لفظ الفلسفة إلى اللفظ اليونانى، (فيلاسوفيا، ومعناه ايثار الحكمة، ويصل البعض إلى) ادخل
الكيمياء والفلك والطب فى الفلسفة كاجزاء لها، وينتهى أمرالتعليم الى حده الأخير،
فيقولون: أن الفلسفة هي (مجموعة المعلومات في عصر من العصور). ويميل البعض الى
تعريفها بأنها (المحاولات التى يبذلها الإنسان عن طريق التصفية ليصل بها الى معرفة
الله). ومعنى هذا أن الفلسفة هي نماء الفكر الناضج، فى سبيل الوصول الحقائق".[3]
“Lafazd falsafah
dikembalikan/diambil dari bahasa yunani (philosophia, yang artinya
mencintai kebijaksanaan) kemudian filsafat itu pada perkembangannya meliputi
ilmu kimia, ilmu falaq, dan ilmu kedokteran, definisi dan akhir dari
pembelajaran filsafat mengantarkan para filusuf pada suatu pemahaman yang
mengatakan bahwa: filsafat adalah kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan
yang diteliti dari suatu masa kemasa).
Dan sebagiannya condong pada suatu pemahaman yang mengatakan bahwasanya
filsafat itu adalah (usaha manusia dalam menggunakan akalnya untuk mensifati
segala sesuatu yang dapat mengantarkannya pada pengetahuan tentang Allah). Ini bermakna bahwasanya filsafat ialah usaha
untuk menumbuhkan pemikiran yang jernih, pada suatu cara untuk mencapai sebuah
kebenaran/hakikat”.
Beberapa
definisi filsafat menurut para ahli filusuf dapat di jelaskan sebagai berikut:
1.
Muhtar Yahya
mengatakan bahwa berpikir filsafat ialah “pemikiran yang sedalam-dalamnya yang
bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam
semesta, alam manusia dan dibalik alam”.[4]
2.
Ibnu Sina mengatakan bahwa filsafat ialah menyempurnakan
jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan penimbangan kebenaran
teoritis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia.[5]
3.
Imam Barnadib mengatakan bahwa “filsafat diartikan
sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami segala hal yang timbul di dalam keseluruhan
lingkup pengalaman manusia”.[6]
4.
Menurut Sidi
Gazalba Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam sistematik,
radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.[7]
5.
Menurut
al-Farabi filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat pengetahuan yang sebenarnya.[8]
6.
Fuad Hasan
menggagas bahwa filsafat adalah suatu ikhtisar untuk berpikir radikal; radikal
dalam arti mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu yang hendak
dipermasalahkan. Dengan jalan penjajagan yang radikal ini, filsafat berusaha
untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.[9]
7.
Filasafat adalah
proses pencarian kebenaran dengancara menelusuri hakikat dan sumber
kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yag
digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam
berfikir. Dengan demikian, kebenaran filosofis adalah kebenaran berfikir yang
rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal.
8. Filsafat adalah pengetahuan metodis,
sistematis, dan konheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat
merupakan refleksi rasional atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat
(kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Al-kindi (801-873 M)
menyebutkan bahwa filsafat adalah “kegiatan manusia tingkat tertinggi yang
merupakanpengetahuan yang benar mengenai hakikat segala yang ada bagi manusia.
Bagian filsafat yang paling mulia adalah pengetahuan kebenaran pertama yang
merupakan sebab dari segala kebenaran.”[10]
9.
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada
dan yang mungkin ada, sedangkan objek formal filsafat adalah pencarian terhadap
yang ada dan yang mungkin ada yang dipikirkan secara kontemplatif pada
prolematika yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan empiris dan observasif
yang biasa berada dalam sains.
Para
filosuf Islam berusaha untuk mendapatkan suatu sandaran bagi pengertian
tersebut dari sumber-sumber agamanya.dan untuk itu mereka antara lain
mengemukakan ayat Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 269:[11]
“Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi kebijaksanaan yang banyak, dan taka da yang dapat mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.
Betapa pentingnya memperoleh hikmah ini bagi
seorang mukmin, sehingga Rasulullah sendiri menjelaskan dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ini:
كلمة الحكمة
ضالة المؤمن حيثما وجدها فهو احق بها.
“Hikmah
itu barang yang hilang dari orang yang beriman, ia akan mengambilnya dari mana
saja karena dia punya kewajiban mencarinya”.[12]
Segala sesuatu yang ada adalah sesuatu yang keberadaannya
pasti, artinya ada dengan sendirinya dan keberadaanya tidak disebabkan oleh
keberadaan lain yang disebut wajib ada. Ada yang wajib ada, keberadaannya
tidak disebabkan oleh kemungkinan lain. Adapun
yang mungkin ada,keberadaannya bergantung pada berbagai
kemungkinan, misalnya keberadaan manusia mungkin karena manusia diciptakan oleh
sang Pencipta Yang Mahaada. Adapun Sang Pencipta itu wajib ada.
Hal-hal yang materiil dan
metafisikal menjadi objek material filsafat. Filsafat menyatakan seluruh yang ada dan yang mungkin ada sebagai realitas yang
sebenarnya sebagaimana hakikat segala sesuatu berada pada sesuatu itu sendiri.
Di luar substansi sesuatu bukanlah hakikat yang sebenarnya. Keberadaan hakiki
tersebut benar-benar nyata dan tidak diganggu oleh keraguan jiwa dan pikiran
manusia.[13]
Kajian utama filsafat
berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan dengan memikirkan hakikat
pengetahuan, dan hakikat keberadaan segala sesuatu. Kajiannya mengarahkan diri
pada dasar-dasar pengetahuan dalam bentuk penalaran, logika, sumber
pengetahuan, dan kreteria kebenaran. Hakikat filsafat memfokuskan pada
batas-batas penjelajahan ilmu yang dilengkapi perspektif epistemologis tentang
sistem berfikir dan struktur pengetahuan ilmiah.[14]
Dalam mempelajari
filsafat, kita harus menggunakan metode berpikir yang rasional dan memahami
segala sesuatu. Potensi terpenting milik manusia sebagai alat berpikir adalah
akal. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual yang sangat
penting untuk membangun filsafat dengan menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai
dengan pengetahuan ilmiah. Adapun filsafat mengambil pengetahuan yang
terpotong-potong dari berbagai ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup
yang lebih sempurna dan terpadu.[15]
Perjalanan filsafat dengan
ilmu terkadang memiliki pertentangan, terutama jika dilihat dari perbedaan-perbedaan
berikut ini.
1.
Ilmu-ilmu tertentu menyelidiki bidang-bidang yang
terbatas, sedangkan filsafat mencoba melayani seluruh manusia dan lebih
bersifat inklusif.
2. Ilmu lebih antik dan deskriptis, sedangkan
filsafat lebih sintetik dan sinoptik.
3. Ilmu menganalisis seluruh unsur yang menjadi
bagian-bagiannya, sedangkan filsafat berusaha untuk mengembangkan benda-benda
dalam sintesis yang interpretatif.
4. Ilmu berusaha untuk menghilangkan
faktor-faktor pribadi, sedangkan filsafat lebih mementingkan personalitas,
nilai-nilai, dan pengalaman.
5.
Ilmu lebih menekankan keberadaan logis dan objektif,
sedangkan filsafat bersifat radikal dan subjektif.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat
dalam kajian teori pengetahuan adalah sebuah pengetahuan yang dapat dipelajari
oleh semua orang secara sistematis dan komprehensif, melalui teori hakikat dan
teori nilai. Dari teori tersebut, lahirlah cabang-cabang filsafat yang
dikembangkan oleh para ahli filsafat menjadi aliran-aliran dalam filsafat.
Salah satunya adalah lahirnya filsafat pendidikan.
Penggunaan rasio dalam
filsafat merupakan syarat mutlak dalam upaya untuk mempelajari dan mengagungkan
kebenaran yang fundamental. Karl Popper mengatakan, “semua orang adalah filsuf
karena semua orang mempunyai sikap terhadap hidup dan kematian. Sikap tersebut
ditopang oleh rasio manusia sebagai alat berpikir”.
Menurut hemat penyusun makalah,filsafat
ialah berfikir merenung secara mendalam terhadap segala sesuatu secara radikal,
sistematik, universal untuk mencari hakikat sesuatu atau kebijaksanaan (hikmah).
Disini penyusun akan menjelaskan makna-makna diatas:
1.
Mendalam artinya bukan hanya sekedar berpikir, tetapi
berpikir sungguh-sungguh dan tidak berhenti sebelum yang dipikirkan dapat
dipecahkan.
2.
Radikal berarti menukik hingga intinya atau akar
persoalannya.
3.
Sistematik artinya menggunakan aturan-aturan tertentu
yang secara khusus digunakan dalam logika.
4.
Universal maksudnya bahwa filsafat tidak dikhususkan
untuk kelompok atau wilayah tertentu, tetapi menyeluruh seperti etnis,
geografis, kultural, sosial dan lain-lain.
5.
Hikmah mengandung makna kematangan wawasan, cakrawala
pemikiran yang jauh, pemahaman yang mendalam, yang tidak dapat dicapai melalui
pengamatan sepintas saja.
Oleh karena itu menggunakan akal sebagai sumbernya, maka
kebenaran yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya dan dibenarkan
oleh hati. Paradigma ini dapat diterima selama argumentasi yang dikemukakannya
benar. Dan kebenaran ini akan dibantah oleh kebenaran lain yang mempunyai
argumentasi yang logis pula. Jadi, kebenaran filsafat bersifat tentatif dan
relatif.
B. Definisi Filsafat Pendidikan
Pemikiran filsafat yang diarahkan oleh filosof meliputi
berbagai bidang kehidupan manusia, seperti politik, ekonomi, hukum dan juga
pendidikan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, filsafat memiliki makna sebagai
pemikiran yang rasional, mendalam, sistematis, universal dan spekulsi tentang
pendidikan.[16]Karena pendidikan menyangkut problem manusia dengan kehidupannya
yang berhubungan dengan aktifitas pendidikan (pekerjaan mendidik), maka secara
garis besarnya filsafat pendidikan meliputi pemikiran mengenai bagaimana
terhadap manusia, hubungan dengan lingkungan, potensi yang
dimilikinya,kemungkinan-kemungkinannya untuk di didik, dan sebagainya.
Menurut All Khalil Abu ‘Anaini mengartikan pengertian
filsafat pendidikan sebagai “kegiatan-kegiatan pemikiran yang sistematis,
diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur dan menerangkan
nilai-nilai tujuan pendidikan yang akan di capai (direalisasikan)”. Sedangkan
menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban-jawaban pandangan dalam lapangan pendidikan, dan merupakan
penerapan analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.[17]
Ada beberapa pengertian filsafat pendidikan, di antaranya
sebagai berikut.
1.
Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki
substansi pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang,
cara, hasil, dan haikikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis
kritis terhadap struktur dan kegunaannya.[18]
2. Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang
memikirkan hakikat pendidikan secara komprehensif dan kontemplatif tentang
sumber seluk beluk pendidikan, fungsi, dan tujuan pendidikan.
3. Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses
pendidikan dan teori-teori pendidikan.
4. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam
proses pembelajaran di kelas dan luar kelas.
5. Filsafat pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode,
dan pendekatan dalam pendidikan.
6. Filsafat pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternatif.
7. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat tentang
kurikulum pendidikan.
8. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat evaluasi
pendidikan dan evaluasi pembelajaran.
9.
Filsafat pendidikan mengkaji hakikat alat-alat dan media
pendidikan.
Metode yang digunakan oleh filsafat pendidikan adalah
sebagai berikut.[19]
1.
Ontologi pendidikan, yaitu substansi pendidikan dalam semua
perspektifnya, sebagaimana melihat pendidikan dari tujuan esensialnya sebagai
pencapaian maksimal dari pendidikan.
2. Epistimologipendidikan,
yaitu menyelidiki sumber ajaran atau prinsip yang terdapat dalam pendidikan
serta dasar atau asas yang digunakan untuk pendidikan yang dimaksudkan.
Berbagai teori pendidikan dikaji secara mendalam sehingga latar belakang
kelahirannya diketahui secara aplikatif berkaitan dengan pendidikan.
3. Aksiologi pendidikan,
yaitu penyelidikan mengenai kegunaan fundamental dalam pendidikan, baik secara
jasmani maupun rohani, dampak pendidikan secara fungisonal terhadap kehidupan
manusia, terhadap akal dan hati semua anak didil; aspek-aspek yang menyangkut
fungsi nilai, estetika, dan tujuan pragmatis pendidikan terkaji secara
mendalam, radikal, logis, dan sistematis.
4.
Filsafat
pendidikan, yaitu
merumuskan segala sesuautu yang berkaitan dengan hakikat pendidikan dan
pelaksanaannya. Pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan merajuk pada tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. Demikian, proses dan tujuan yang
hendak dicapai oleh pendidikan bergantung pada tujuannya. Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan merumuskan berbagai
metode, strategi, cara yang akan diterapkan dalam kependidikan, dan proses
pembelajaran. Kemudian, disiapkan pula alat-alat pendidikan, sarana
C.
Definisi
Filsafat Pendidikan Islam
Ahmad
D. Marimba, dalam buku klasiknya berjudul “Pengantar Filsafat Pendidikan
Idlam”, menayatakan bahwa filsafat pendidikan Islam terdiri dari kata
Filsafat, Pendidikan, dan Islam. Namun demikian, ketiganya tidak berdiri
sendiri-sendiri, melainkan mempunyai hubungan yang sangat erat menurut hukum
DM (Diterangkan-Menerangkan).Ketiga kata itu satu pengertian yang bulat dan
tersendiri.
Sedangkan menurut para filosuf
filsafat pendidikan Islam yaitu;
1.
Menurut
Muzayyin Arifin filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep
berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan pada ajaran
agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya
dijiwai oleh ajaran Islam.[20]
2.
Menurut Munir
Mulkhan filsafat pendidikan Islam adalah “suatu analisis atau pemikiran
rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis, dan metodologis
untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam.[21]
3.
‘Abd Al-Rahman
Shalih ‘Abdullah menawarkan agar “filsafat pendidikan Islam” sebaiknya diganti
saja menjadi “teori pendidikan Islam”. Jika demikian maka teori pendidikan
agama Islam ialah “The Islamic Theory of Education is fundamentally based
upon the Qur’anic concepts. In this
theory the door is left open for concepts which come from differen fields of
knowlodge provided that they fit the Qur’anic perspective. All elements which
cannot be reconciled with Islamic principles should be excluded”. (Teori
Pendidikan Islam secara fundamental adalah berdasarkan konsep-konsep Al-Qur’an.
Oleh karenanya, dalam teori ini, pintu terbuka bagi konsep-konsep yang berasal
dari bidang-bidang pengetahuan lain yang berbeda dari bidang-bidang pengetahuan
lain yang berbeda yang memberikan dukungan terhadap perspektif al-Qur’an secara
tepat. Sementara itu, semua unsur yang tidak dapat didamaikan dengan
prinsip-prinsip Islam harus ditinggalkan).[22]
D.
Perbedaan
Filsafat Pendidikan Umum dengan Filsafat Pendidikan Islam
Berdasarkan
keterangan diatas dapat diketahui perbedaan yang mendasar antara filsafat
pendidikan umum dengan filsafat Pendidikan Islam, yaitu;[23]
1.
Filsafat
pendidikan umum tergantung dari teori dan sistem pemikiran semata. Sedangkan
filsafat pendidikan Islam didasarkan pada pemikiran yang bersumber dari wahyu
Ilahi.
2.
Prinsip berpikir radikal dalam filsafat pendidikan umum
memberi makna pada pemikiran tanpa adanya batas. Sementara dalam filsafat
pendidikan Islam, berpikir secara radikal memberikan maknakebebasan manusia
untuk berpikir yang dibatasi oleh kebenaran wahyu.
3. Para filosof pendidikan umum dalam berpikir
cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. Masing-masing
teori berupaya untuk mempertahankan pendapatnya sebagai kebenaran. Pengaruh ini
melahirkan sejumlah aliran dalam filsafat umum seperti emperisme, nativisme,
pragmatisme, dan sebagainya. Sebaliknya filosof pendidikan Islam, berupaya
menghindarkan diri dari keraguan yang bersifat mendasar, karena dalam berfikir
para filosuf mendasarkan diri kepada kebenaran wahyu. Dengan pendekatan ini
menjadikan teori kebenaran yang dikemukakan mengandung kebenaran yang hakiki
dan universal, bukan kebenaran yang bersifat relatif dan spekulatif yang
tergantung kepada ruang dan waktu. Oleh karena itu, filosuf Islam di antaranya
al-Shaibany lebih memilih kata hikmah dalam pemikiran filsafatnya, bukan
kebenaran. Kata kebenaran, seperti yang di kemukakan filsafat (umum) lebih
berkonotasi kepada daya kemampuan nalar manusia. Sementara kata hikmah lebih
memberikan yang dikembangkan manusia dengan berangkat kebenaran ilahiyah.
Penggunaan kata hikmah dapat dilihat dalam firman Allah SWT:
“Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi kebijaksanaan yang banyak, dan taka da yang dapat mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Baqoroh: 269)
Pengertian filsafat seperti yang dikemukakan al-Syaibany
di atas, jika di kaitkan dengan filsafat pendidikan Islam, maka dapat dikatakan
bahwa filsafat pendidikan Islam, pada hakikatnya adalah:
a.
Pelaksanaan pandangan dan kaidah falsafah Islam yang
diterapkan di bidang pendidikan.
b.
Aktifitas pemikiran yang teratur menjadikan falsafah
Islam sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan Islam dalam upaya menjelaskan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang
hendak dicapainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Begitu banyak pengertian filsafat yang berbeda-beda
antara filsuf yang satu dengan filsuf yang lainnya.Baik mengenai makna definisi
filsafat, filsafat pendidikan, dan Filsafat pendidikan Islam. Antara filsuf
timur dan filsuf barat mereka mempunyai paradigma yang beraneka macam dan
berbeda, akan tetapi hal ini justru membuka cakrawala pemikiran kita mengenai
pengertian filsafat.
Islam
dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran
para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai
masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan.Karenanya tidak heran jika kita
katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang
pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian
pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya
dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan
Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia
pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun
demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap
ekslusif.Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat
saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau
paling kurang tidak bertentangan.
Tugas
kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa
yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak
lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka
dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh
terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah
percaturan global.
DAFTAR RUJUKAN
علي خليل أبو العينين، فلسفة التربية
الإسلامية (في القرأن الكريم)، دارالفكر العربي، 1980.
Anas
Salahuddin, Filsafat Pendidikan, Bandung; Pustaka Setia, 2011.
Ramayulis &
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2011.
M. Zainuddin, Filsafat
Ilmu (perspektif Pemikiran Islam), Jakarta; Lintas Pustaka, 2006.
Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam, Jogjakarta; Ar-Ruzz, 2006.
Muhammad As
Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2011.
Abudin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999.
Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika,
Bandung: Yayasan Piara, 2000.
Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, Bandung:
Personal Press, 2010.
Redja Mudyahardjo, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
[1]Anas
Salahuddin, Filsafat Pendidikan, Bandung; Pustaka Setia, 2011, hal. 11
[2]Ramayulis
& Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia,
2011, hal. 2
[3]علي خليل أبو العينين، فلسفة التربية
الإسلامية (في القرأن الكريم)، دارالفكر العربي، 1980، ص. 56
[4]
Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Ibid,…, hal. 2
[5]M. Zainuddin, Filsafat Ilmu (perspektif
Pemikiran Islam), Jakarta; Lintas Pustaka, 2006, hal. 7
[6]Ibid,
hal. 2
[7]Abudin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999, hal.
3
[8]Toto
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta; Ar-Ruzz, 2006, hal. 24
[9]Ibid,
hal. 25
[10]Ibid
[11]
Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta; Mitra Pustaka,
2011, hal. 2
[12]Ibid
[13]Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran
Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan Piara, 2000, hlm. 1.
[14]Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat,
Bandung: Personal Press, 2010, hlm. 8.
[15]Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat,
ibid,..., hlm. 7
[16]
Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,...,hal. 4
[17]Ibid
[18]Redja Mudyahardjo, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 14
[19]
Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, …ibid, hal. 23
[20]
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,…,hal. 32
[21]Ibid,
hal. 33
[22]
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,…,hal. 34
[23]Ramayulis
& Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,...hal. 6-7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar