Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH FILSAFAT, FILSAFAT PENDIDIKAN, DAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B.     Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan Islam?

C.    Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui definisi filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Filsafat
Kata fisafat berasal dari bahasa Inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos dan sofein atau sophia. Adapula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah. Philos, artinya cinta, sedangkan Sophia, artinya kebiksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah.[1]Hal ini dipertegas oleh Abdul Halim Mahmud yang mengatakan, bahwa diantara para filosof Islam yang mengatakan tentang arti filsafat adalah al-Farabi. Menurutnya, “kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang kemudian menjadi bahasa arab”.[2] Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran dan kebijaksanaan disebut filsuf. Filsuf selalu belajar dan mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas. Mencari kebenaran dengan pendekatan filosofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran sehingga ke akar-akarnya yang dilakukan secara mendalam.

"ويرتد لفظ الفلسفة إلى اللفظ اليونانى، (فيلاسوفيا،  ومعناه ايثار الحكمة، ويصل البعض إلى) ادخل الكيمياء والفلك والطب فى الفلسفة كاجزاء لها، وينتهى أمرالتعليم الى حده الأخير، فيقولون: أن الفلسفة هي (مجموعة المعلومات في عصر من العصور). ويميل البعض الى تعريفها بأنها (المحاولات التى يبذلها الإنسان عن طريق التصفية ليصل بها الى معرفة الله). ومعنى هذا أن الفلسفة هي نماء الفكر الناضج، فى سبيل الوصول الحقائق".[3]

“Lafazd falsafah dikembalikan/diambil dari bahasa yunani (philosophia, yang artinya mencintai kebijaksanaan) kemudian filsafat itu pada perkembangannya meliputi ilmu kimia, ilmu falaq, dan ilmu kedokteran, definisi dan akhir dari pembelajaran filsafat mengantarkan para filusuf pada suatu pemahaman yang mengatakan bahwa: filsafat adalah kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diteliti dari suatu masa kemasa).  Dan sebagiannya condong pada suatu pemahaman yang mengatakan bahwasanya filsafat itu adalah (usaha manusia dalam menggunakan akalnya untuk mensifati segala sesuatu yang dapat mengantarkannya pada pengetahuan tentang Allah).  Ini bermakna bahwasanya filsafat ialah usaha untuk menumbuhkan pemikiran yang jernih, pada suatu cara untuk mencapai sebuah kebenaran/hakikat”.
Beberapa definisi filsafat menurut para ahli filusuf dapat di jelaskan sebagai berikut:
1.      Muhtar Yahya mengatakan bahwa berpikir filsafat ialah “pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam”.[4]
2.      Ibnu Sina mengatakan bahwa filsafat ialah menyempurnakan jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan penimbangan kebenaran teoritis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia.[5]
3.      Imam Barnadib mengatakan bahwa “filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami segala hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia”.[6]
4.      Menurut Sidi Gazalba Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[7]
5.      Menurut al-Farabi filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat pengetahuan yang sebenarnya.[8]
6.      Fuad Hasan menggagas bahwa filsafat adalah suatu ikhtisar untuk berpikir radikal; radikal dalam arti mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu yang hendak dipermasalahkan. Dengan jalan penjajagan yang radikal ini, filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.[9]
7.      Filasafat adalah proses pencarian kebenaran dengancara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yag digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berfikir. Dengan demikian, kebenaran filosofis adalah kebenaran berfikir yang rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal.
8.      Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan konheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Al-kindi (801-873 M) menyebutkan bahwa filsafat adalah “kegiatan manusia tingkat tertinggi yang merupakanpengetahuan yang benar mengenai hakikat segala yang ada bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.”[10]
9.      Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, sedangkan objek formal filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada yang dipikirkan secara kontemplatif pada prolematika yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan empiris dan observasif yang biasa berada dalam sains.
Para filosuf Islam berusaha untuk mendapatkan suatu sandaran bagi pengertian tersebut dari sumber-sumber agamanya.dan untuk itu mereka antara lain mengemukakan ayat Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 269:[11]
“Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi kebijaksanaan yang banyak, dan taka da yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.

            Betapa pentingnya memperoleh hikmah ini bagi seorang mukmin, sehingga Rasulullah sendiri menjelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ini:

كلمة الحكمة ضالة المؤمن حيثما وجدها فهو احق بها.
            “Hikmah itu barang yang hilang dari orang yang beriman, ia akan mengambilnya dari mana saja karena dia punya kewajiban mencarinya”.[12]
Segala sesuatu yang ada adalah sesuatu yang keberadaannya pasti, artinya ada dengan sendirinya dan keberadaanya tidak disebabkan oleh keberadaan lain yang disebut wajib ada. Ada yang wajib ada, keberadaannya tidak disebabkan oleh kemungkinan lain. Adapun  yang mungkin ada,keberadaannya bergantung pada berbagai kemungkinan, misalnya keberadaan manusia mungkin karena manusia diciptakan oleh sang Pencipta Yang Mahaada. Adapun Sang Pencipta itu wajib ada.
            Hal-hal yang materiil dan metafisikal menjadi objek material filsafat. Filsafat menyatakan seluruh yang ada dan yang mungkin ada sebagai realitas yang sebenarnya sebagaimana hakikat segala sesuatu berada pada sesuatu itu sendiri. Di luar substansi sesuatu bukanlah hakikat yang sebenarnya. Keberadaan hakiki tersebut benar-benar nyata dan tidak diganggu oleh keraguan jiwa dan pikiran manusia.[13]
            Kajian utama filsafat berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan dengan memikirkan hakikat pengetahuan, dan hakikat keberadaan segala sesuatu. Kajiannya mengarahkan diri pada dasar-dasar pengetahuan dalam bentuk penalaran, logika, sumber pengetahuan, dan kreteria kebenaran. Hakikat filsafat memfokuskan pada batas-batas penjelajahan ilmu yang dilengkapi perspektif epistemologis tentang sistem berfikir dan struktur pengetahuan ilmiah.[14]
            Dalam mempelajari filsafat, kita harus menggunakan metode berpikir yang rasional dan memahami segala sesuatu. Potensi terpenting milik manusia sebagai alat berpikir adalah akal. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual yang sangat penting untuk membangun filsafat dengan menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Adapun filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu.[15]
            Perjalanan filsafat dengan ilmu terkadang memiliki pertentangan, terutama jika dilihat dari perbedaan-perbedaan berikut ini.
1.      Ilmu-ilmu tertentu menyelidiki bidang-bidang yang terbatas, sedangkan filsafat mencoba melayani seluruh manusia dan lebih bersifat inklusif.
2.      Ilmu lebih antik dan deskriptis, sedangkan filsafat lebih sintetik dan sinoptik.
3.      Ilmu menganalisis seluruh unsur yang menjadi bagian-bagiannya, sedangkan filsafat berusaha untuk mengembangkan benda-benda dalam sintesis yang interpretatif.
4.      Ilmu berusaha untuk menghilangkan faktor-faktor pribadi, sedangkan filsafat lebih mementingkan personalitas, nilai-nilai, dan pengalaman.
5.      Ilmu lebih menekankan keberadaan logis dan objektif, sedangkan filsafat bersifat radikal dan subjektif.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam kajian teori pengetahuan adalah sebuah pengetahuan yang dapat dipelajari oleh semua orang secara sistematis dan komprehensif, melalui teori hakikat dan teori nilai. Dari teori tersebut, lahirlah cabang-cabang filsafat yang dikembangkan oleh para ahli filsafat menjadi aliran-aliran dalam filsafat. Salah satunya adalah lahirnya filsafat pendidikan.
            Penggunaan rasio dalam filsafat merupakan syarat mutlak dalam upaya untuk mempelajari dan mengagungkan kebenaran yang fundamental. Karl Popper mengatakan, “semua orang adalah filsuf karena semua orang mempunyai sikap terhadap hidup dan kematian. Sikap tersebut ditopang oleh rasio manusia sebagai alat berpikir”.
            Menurut hemat penyusun makalah,filsafat ialah berfikir merenung secara mendalam terhadap segala sesuatu secara radikal, sistematik, universal untuk mencari hakikat sesuatu atau kebijaksanaan (hikmah). Disini penyusun akan menjelaskan makna-makna diatas:
1.      Mendalam artinya bukan hanya sekedar berpikir, tetapi berpikir sungguh-sungguh dan tidak berhenti sebelum yang dipikirkan dapat dipecahkan.
2.      Radikal berarti menukik hingga intinya atau akar persoalannya.
3.      Sistematik artinya menggunakan aturan-aturan tertentu yang secara khusus digunakan dalam logika.
4.      Universal maksudnya bahwa filsafat tidak dikhususkan untuk kelompok atau wilayah tertentu, tetapi menyeluruh seperti etnis, geografis, kultural, sosial dan lain-lain.
5.      Hikmah mengandung makna kematangan wawasan, cakrawala pemikiran yang jauh, pemahaman yang mendalam, yang tidak dapat dicapai melalui pengamatan sepintas saja.
Oleh karena itu menggunakan akal sebagai sumbernya, maka kebenaran yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya dan dibenarkan oleh hati. Paradigma ini dapat diterima selama argumentasi yang dikemukakannya benar. Dan kebenaran ini akan dibantah oleh kebenaran lain yang mempunyai argumentasi yang logis pula. Jadi, kebenaran filsafat bersifat tentatif dan relatif.
           
B.     Definisi Filsafat Pendidikan
Pemikiran filsafat yang diarahkan oleh filosof meliputi berbagai bidang kehidupan manusia, seperti politik, ekonomi, hukum dan juga pendidikan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, filsafat memiliki makna sebagai pemikiran yang rasional, mendalam, sistematis, universal dan spekulsi tentang pendidikan.[16]Karena pendidikan menyangkut problem manusia dengan kehidupannya yang berhubungan dengan aktifitas pendidikan (pekerjaan mendidik), maka secara garis besarnya filsafat pendidikan meliputi pemikiran mengenai bagaimana terhadap manusia, hubungan dengan lingkungan, potensi yang dimilikinya,kemungkinan-kemungkinannya untuk di didik, dan sebagainya.
Menurut All Khalil Abu ‘Anaini mengartikan pengertian filsafat pendidikan sebagai “kegiatan-kegiatan pemikiran yang sistematis, diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur dan menerangkan nilai-nilai tujuan pendidikan yang akan di capai (direalisasikan)”. Sedangkan menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban-jawaban pandangan dalam lapangan pendidikan, dan merupakan penerapan analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.[17]
Ada beberapa pengertian filsafat pendidikan, di antaranya sebagai berikut.
1.      Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan haikikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.[18]
2.      Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara komprehensif dan kontemplatif tentang sumber seluk beluk pendidikan, fungsi, dan tujuan pendidikan.
3.      Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori-teori pendidikan.
4.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses pembelajaran di kelas dan luar kelas.
5.      Filsafat pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode, dan pendekatan dalam pendidikan.
6.      Filsafat pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternatif.
7.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat tentang kurikulum pendidikan.
8.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat evaluasi pendidikan dan evaluasi pembelajaran.
9.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat alat-alat dan media pendidikan.

Metode yang digunakan oleh filsafat pendidikan adalah sebagai berikut.[19]
1.      Ontologi pendidikan, yaitu substansi pendidikan dalam semua perspektifnya, sebagaimana melihat pendidikan dari tujuan esensialnya sebagai pencapaian maksimal dari pendidikan.
2.      Epistimologipendidikan, yaitu menyelidiki sumber ajaran atau prinsip yang terdapat dalam pendidikan serta dasar atau asas yang digunakan untuk pendidikan yang dimaksudkan. Berbagai teori pendidikan dikaji secara mendalam sehingga latar belakang kelahirannya diketahui secara aplikatif berkaitan dengan pendidikan.
3.      Aksiologi pendidikan, yaitu penyelidikan mengenai kegunaan fundamental dalam pendidikan, baik secara jasmani maupun rohani, dampak pendidikan secara fungisonal terhadap kehidupan manusia, terhadap akal dan hati semua anak didil; aspek-aspek yang menyangkut fungsi nilai, estetika, dan tujuan pragmatis pendidikan terkaji secara mendalam, radikal, logis, dan sistematis.
4.      Filsafat pendidikan, yaitu merumuskan segala sesuautu yang berkaitan dengan hakikat pendidikan dan pelaksanaannya. Pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan merajuk pada tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. Demikian, proses dan tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan bergantung pada tujuannya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan  merumuskan berbagai metode, strategi, cara yang akan diterapkan dalam kependidikan, dan proses pembelajaran. Kemudian, disiapkan pula alat-alat pendidikan, sarana

C.    Definisi Filsafat Pendidikan Islam
Ahmad D. Marimba, dalam buku klasiknya berjudul “Pengantar Filsafat Pendidikan Idlam”, menayatakan bahwa filsafat pendidikan Islam terdiri dari kata Filsafat, Pendidikan, dan Islam. Namun demikian, ketiganya tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan mempunyai hubungan yang sangat erat menurut hukum DM (Diterangkan-Menerangkan).Ketiga kata itu satu pengertian yang bulat dan tersendiri.
            Sedangkan menurut para filosuf filsafat pendidikan Islam yaitu;
1.      Menurut Muzayyin Arifin filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan pada ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam.[20]
2.      Menurut Munir Mulkhan filsafat pendidikan Islam adalah “suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis, dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam.[21]
3.      ‘Abd Al-Rahman Shalih ‘Abdullah menawarkan agar “filsafat pendidikan Islam” sebaiknya diganti saja menjadi “teori pendidikan Islam”. Jika demikian maka teori pendidikan agama Islam ialah “The Islamic Theory of Education is fundamentally based upon the Qur’anic  concepts. In this theory the door is left open for concepts which come from differen fields of knowlodge provided that they fit the Qur’anic perspective. All elements which cannot be reconciled with Islamic principles should be excluded”. (Teori Pendidikan Islam secara fundamental adalah berdasarkan konsep-konsep Al-Qur’an. Oleh karenanya, dalam teori ini, pintu terbuka bagi konsep-konsep yang berasal dari bidang-bidang pengetahuan lain yang berbeda dari bidang-bidang pengetahuan lain yang berbeda yang memberikan dukungan terhadap perspektif al-Qur’an secara tepat. Sementara itu, semua unsur yang tidak dapat didamaikan dengan prinsip-prinsip Islam harus ditinggalkan).[22]

D.    Perbedaan Filsafat Pendidikan Umum dengan Filsafat Pendidikan Islam
Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui perbedaan yang mendasar antara filsafat pendidikan umum dengan filsafat Pendidikan Islam, yaitu;[23]
1.      Filsafat pendidikan umum tergantung dari teori dan sistem pemikiran semata. Sedangkan filsafat pendidikan Islam didasarkan pada pemikiran yang bersumber dari wahyu Ilahi.
2.      Prinsip berpikir radikal dalam filsafat pendidikan umum memberi makna pada pemikiran tanpa adanya batas. Sementara dalam filsafat pendidikan Islam, berpikir secara radikal memberikan maknakebebasan manusia untuk berpikir yang dibatasi oleh kebenaran wahyu.
3.      Para filosof pendidikan umum dalam berpikir cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. Masing-masing teori berupaya untuk mempertahankan pendapatnya sebagai kebenaran. Pengaruh ini melahirkan sejumlah aliran dalam filsafat umum seperti emperisme, nativisme, pragmatisme, dan sebagainya. Sebaliknya filosof pendidikan Islam, berupaya menghindarkan diri dari keraguan yang bersifat mendasar, karena dalam berfikir para filosuf mendasarkan diri kepada kebenaran wahyu. Dengan pendekatan ini menjadikan teori kebenaran yang dikemukakan mengandung kebenaran yang hakiki dan universal, bukan kebenaran yang bersifat relatif dan spekulatif yang tergantung kepada ruang dan waktu. Oleh karena itu, filosuf Islam di antaranya al-Shaibany lebih memilih kata hikmah dalam pemikiran filsafatnya, bukan kebenaran. Kata kebenaran, seperti yang di kemukakan filsafat (umum) lebih berkonotasi kepada daya kemampuan nalar manusia. Sementara kata hikmah lebih memberikan yang dikembangkan manusia dengan berangkat kebenaran ilahiyah. Penggunaan kata hikmah dapat dilihat dalam firman Allah SWT:
“Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi kebijaksanaan yang banyak, dan taka da yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Baqoroh: 269)
           
Pengertian filsafat seperti yang dikemukakan al-Syaibany di atas, jika di kaitkan dengan filsafat pendidikan Islam, maka dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Islam, pada hakikatnya adalah:
a.       Pelaksanaan pandangan dan kaidah falsafah Islam yang diterapkan di bidang pendidikan.
b.      Aktifitas pemikiran yang teratur menjadikan falsafah Islam sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan Islam dalam upaya menjelaskan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Begitu banyak pengertian filsafat yang berbeda-beda antara filsuf yang satu dengan filsuf yang lainnya.Baik mengenai makna definisi filsafat, filsafat pendidikan, dan Filsafat pendidikan Islam. Antara filsuf timur dan filsuf barat mereka mempunyai paradigma yang beraneka macam dan berbeda, akan tetapi hal ini justru membuka cakrawala pemikiran kita mengenai pengertian filsafat.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan.Karenanya tidak heran jika kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif.Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.



DAFTAR RUJUKAN

علي خليل أبو العينين، فلسفة التربية الإسلامية (في القرأن الكريم)، دارالفكر العربي، 1980.

Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, Bandung; Pustaka Setia, 2011.

Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2011.

M. Zainuddin, Filsafat Ilmu (perspektif Pemikiran Islam), Jakarta; Lintas Pustaka, 2006.

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta; Ar-Ruzz, 2006.

Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2011.

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999.

Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan Piara, 2000.

Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, Bandung: Personal Press, 2010.

Redja Mudyahardjo, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.







[1]Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, Bandung; Pustaka Setia, 2011, hal. 11
[2]Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2011, hal. 2
[3]علي خليل أبو العينين، فلسفة التربية الإسلامية (في القرأن الكريم)، دارالفكر العربي، 1980، ص. 56
[4] Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Ibid,…, hal. 2
[5]M. Zainuddin, Filsafat Ilmu (perspektif Pemikiran Islam), Jakarta; Lintas Pustaka, 2006, hal. 7
[6]Ibid, hal. 2
[7]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999, hal. 3
[8]Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta; Ar-Ruzz, 2006, hal. 24
[9]Ibid, hal. 25
[10]Ibid
[11] Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2011, hal. 2
[12]Ibid
[13]Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan Piara, 2000, hlm. 1.
[14]Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, Bandung: Personal Press, 2010, hlm. 8.
[15]Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, ibid,..., hlm. 7
[16] Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,...,hal.  4
[17]Ibid
[18]Redja Mudyahardjo, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 14
[19] Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, …ibid, hal. 23
[20] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,…,hal. 32
[21]Ibid, hal. 33
[22] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,…,hal. 34
[23]Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, ibid,...hal. 6-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar