Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH FAKTOR-FAKTOR DAN KOMPONEN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Menurut UU Sisdiknas Nomor 20/2003 definisi kurikulum diartikan  seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya. Dan salah satu komponen yang sering dijadikan faktor penyebab menurunnya mutu pendidikan adalah kurikulum. Kritikan cukup tajam terhadap kurikulum antara lain; kurikulum terlalu padat,  tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak, merepotkan guru dan sebaginya.
Oleh karena itu akan banyak dilakukan inovasi dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama islam. Pengembangan kurikulum (curriculum development) merupakan komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen kurikulum, yaitu antara komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi. Keempat komponen yang merupakan suatu siklus tersebut tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu dari latar belakang di atas  pemakalah akan berusaha membahas tentang faktor-faktor dan komponen-komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam?
2.      Apa saja komponen-komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam?


C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dari makalah ini yaitu:
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui serta memahami apa saja Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam?
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui serta memahami apa saja komponen-komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor-Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Pengembangan Kurikulum Pedidikan Islam
            Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengam memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan. Sesuai dengan jenjang dan jenis masing-masing satuan pendidikan. Perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional juga berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang -Undang Dasar 1945. Berdasarkan ketentuan dan konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dlama merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2.       Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3.      Perkembangan peserta didik, yang menunjukkan pada karakteristik perkembangan peserta didik.
4.      Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), lingkungan hidup (bioekologi) serta lingkungan alam (geo ekologis).
5.      Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan dibudang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai  dan kemanusiawian serta budaya bangsa.[1]
Menurut Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum teori dan praktek menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum antara lain yaitu:[2]
1.      Perguruan Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru diperguruan tinggi keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (IKIP, FKIP, STKIP) juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembnganan dan implementasi kurikulum disekolah.
2.      Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat disekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin masyarakat homogen ata heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang, atau pegawai dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
3.      Sistem Nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaa, sosial budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan di pelihara dan di teruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
Masalah utama yang dihadapi para pengembangan kurikulum menghadapi nilai ini adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen dan mulfifaset. Masyarakat memiliki kelompok-kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, spiritual dan sebagainya yang tiap kelompom sering memiliki nilai yang berbeda. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut serig juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan guru dalam mengajarkan nilai, di antaranya:
1.      Guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat.
2.      Guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral.
3.      Guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut di tiru.
4.      Guru menghargai nilai- nilai kelompok nilai dan memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.
Berdasarkan analisis dan sumber yang dii dapatkan, bukan hanya 3 (tiga) yang dikemukan oleh Sukmadinata (2006), yang merupakan faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, tetapi masih ada faktor lain, salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Dan faktor-faktor itu diantaranya: Filosofis, Psikologis, Sosial budaya, Politik, Pembangunan negara dan perkembangan dunia, Ilmu dan teknologi (IPTEK).
1.      Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (dalam Sudrajat, 2008), di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.       Perenialisme, lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan  keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari.
b.      Essensialisme, menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
c.       Eksistensialisme, menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
d.      Progresivisme, menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.       Rekonstruktivisme, merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
2.      Psikologis
Sukmadinata (2006: 46) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.[3]
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar juga psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum.
3.      Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
4.      Politik
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum. Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
5.      Pembangunan Negara dan Perkembangan Dunia
Pengembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara dan perkembangan dunia. Negara yang ingin maju dan membangun tidak seharusnya mempunyai kurikulum yang statis. Oleh karena itu kurikulum harus diubah sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan sains dan teknologi. Kenyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang pesat pada kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh karena itu pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara dan dunia. Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata pelajaran sains dan kemahiran teknik atau vokasional kerana tenaga kerja yang mahir diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.

6.      Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
B.     Komponen-Komponen Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
            Menurut al-Syaibani kurikulum adalah termasuk aspek utama dalam proses pendidikan yang mendapat kecaman keras dan ditunjukkan cacat cela dan aspek-aspek kekurangannya, dan ingin dikembangkan, diperhatikan, diperbaiki dan diubah konsepnya (Al-Syaibani, 1997: 481). Oleh karena itu dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam harus mempertimbangkan komponen-komponen kurikulum, yang di antaranya komponen tersebut:[4]
Tujuan pada dasarnya adalah sesuatu yang ingin dituju (Webster, 1980:39). Tujuan merupakan titik terminal tempat mengarahnya segala gerak, kerja atau perjalanan. Tujuan akan memberikan pegangan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukan, di samping merupakan patokan untuk mengetahui hingga sejauh mana tujuan itu telah dicapai.
Tujuan kurikulum pada hakekatnya adalah tujuan setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik. Mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Berdasarkan hakekat tujuan tersebut, diturunkan atau dijabarkan sejumlah tujuan kurikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran atau bidang studi sampai kepada tujuan-tujuan pembelajaran.
Rumusan tujuan kurikulum harus terlebih dahulu ditetapkan sebelum menyusun isi kurikulum, metode, dan evaluasi kurikulum. Hal ini dilakukan mengingat (a) tujuan berfungsi menentukan arah dan corak kegiatan pendidikan (b) tujuan akan menjadi indikator dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan (c) tujuan menjadi pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari para pelaksana pendidikan.
Dalam merumuskan tujuan, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan yaitu:[5]
1.      Rumusan tujuan hendaknya menggambarkan jenis tingkah laku yang diharapkan.
2.      Tujuan-tujuan yang kompleks harus diuraikan secara analitis dan spesifik sehingga tidak ada keraguan mengenai jenis tingkah laku yang diharapkan.
3.      Tujuan-tujuan seharusnya juga diformulasikan sehingga ada perbedaan yang jelas dalam pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk mencapai tingkah laku yang berbeda.
4.      Tujuan-tujuan itu berkembang menggambar-kan arah yang hendak dicapai.
5.      Tujuan-tujuan hendaknya bersifat realistis dan meliputi apa yang dapat diterjemahkan ke dalam kurikulum dan pengalaman kelas.
6.      Sikap tujuan seharusnya luas yang mencakup seluruh aspek keberhasilan yang menjadi tanggung jawab sekolah
Berkaitan dengan tujuan pendidikan dalam kurikulum pendidikan Islam, menjelaskan bahwa pendidikan seharusnya mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki manusia baik spiritual, intelektual, rasional, perasaan maupun panca indera. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu merupakan wahana untuk membangun SDM yang bermuara iptek dan imtak, yakni SDM yang mampu menerapkan, mengembangkan dan menguasai iptek dengan tetap diloandasi nilai agama, moral dan budaya luhur bangsa (Mansur, 2001: 1). Hal ini sebagaimana direkomendasikan oleh First and Second World Conference on Muslim Education yang diadakan di Mekkah (1977) dan Islamabad (1980) sebagai berikut:
Education should aim at the balanced growth of the total personality of man through the training of mans spirit, intellect, rational self, feelings and bodily senses. Education should therefore caterfor the growth ofman in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually or collectively and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large (Langgulung, 1982: 8).
Tujuan pendidikan di atas, dapatlah diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan.Jika diperhatikan rumusan reko- mendasi tujuan pendidikan tersebut, tujuan kurikulum pendi­dikan Islam meliputi dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia (anak didik). Apabila konsep Benjamin S. Bloom; yaitu pendidikan itu meliputi tiga ranah (domain)-, pengeta- huan {cognitive domain), sikap (affective domain) keterampilan (psychomotoric domain), maka rumusan tujuan akhir pendi­dikan Islam tesebut telah mencakup ketiga-tiganya.[6]
Pada hakikatnya tujuan pendidikan Islam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pertama, tujuan keagamaan (al-ghard al-din). Tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi Mus­lim yang sanggup melaksanakan syari'at Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah swt. Kedua, tujuan keduniaan (al-ghard al-dunyawy). Tujuan ini lebih mengutamakan kepada upaya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya.[7]
b.      Komponen Isi/ Materi
Komponen isi yang berupa materi yang diprogramkan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi tersebut biasanya berupa materi bidang-bidang studi. Dalam kurikulum pendidikan Islam, materi-meteri tersebut bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadith yang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis keilmuan. Ilmu-ilmu tersebut harus utuh, tercermin idealitas al-Qur'an ini, yang tidak memilah-milah jenis-jenis disiplin ilmu secara taksonomis dikotomik menjadi ilmu- ilmu agama dan terpisah dari ilmu-ilmu dominan (ilmu pengetahuan umum), sebagaimana lazimnya terjadi di kalangan umat islam Indonesia.[8]
Dalam kurikulum pendidikan Islam, materi kurikulum yang berupa ilmu pengetahuan, secara garis besar dikelompokkan menjadi dua macam menurut sumbernya, yaitu ilmu abadi (perennial) dan ilmu dicari (acquired) dengan akal, dikatakan: Planning of education to be based on the classification of knowledge into two categories:[9]
1)      Perennial knowledge derivedfrom Qur’an and the Sunnah meaning all Sharia oriented knowledge relevant and relevant to them.
2)      Acquired knowledge susceptible and cross-cultural borrowings as long as consistency with the Sharia as the sources of value is maintained. (Second World Confrence on Muslim Education, Under the Auspices of King Abdul Aziz University & Quaid-l-Azam University, 15 th-20 th March 1980 Islambad, p. 15-16)
Dari kedua jenis pengetahuan di atas hanya pengetahuan bentuk terakhir yang dipelajari melalui falsafah dan model kurikulum Barat. Sedang wahyu hanya diajarkan di sekolah agama, atau sekolah-sekolah non formal, ataupun ditempelkan dalam kurikulum sekolah umum, sebagai mata pelajaran tambahan, bukan dasar. Padahal menurut konsepsi Islam agar kurikulum itu bisa bersifat Islam haruslah konsep Islam berpadu dengan mata pelajaran lain.[10]
Kandungan atau isi kurikulum dalam pendi­dikan Islam perlu dipadukan, karena ada beberapa alasan yang perlu dikedepankan. Pertama, diharapkan melalui kurikulum terpadu akan keluar manusia-manusia yang mempunyai pengamatan yang terpadu menge- nai realitas, oleh sebab inti pengetahuan itu adalah kebenaran realitas. Kedua, ahli-ahli psikologi berpendapat bahwa pemaduan kurikulum dapat menghasilkan manusia yang memiliki personality yang terpadu (integralpersonality) Ketiga, dari suatu sudut pandang sosiologi, diharapkan bahwa melalui kandungan kurikulum yang terpadu itu akan timbul perpaduan di kalangan masyarakat baiksecaraverdkal ataupun horizontal.[11]
Pemaduan kandungan kurikulum tidak harus berarti menggabungkan semua mata pelajaran dalam satu mata pelaaran saja, tetapi pemaduan tidak dapat tidak harus dilihat dari segi tujuan akhir pendidikan (ultimategoal) ilmu pengetahuan keberadaannya harus diupayakan dengan pendekatan ilmiah yaitu melalui penelitian empiris dan eksperimentasi.
c.       Komponen Strategi/ Metode Pembelajaran
Strategi menunjuk pada pendekatan dan metode serta peralatan-peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Metode adalah cara-cara yang digunakan menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik. Pemikiran metode yang tepat harus disesuaikn dengan materi, kondisi dan keadaan anak didik.
Di samping itu, dasar-dasar lain yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan metode pendidikan Islam adalah:
1.       Dasar agama, meliputi: pertimbangan dari al-Qur'an dan al- Hadith serta ijtihad para sahabat.
2.       Dasar biologis, meliputi: pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak didik.
3.       Dasar psikologis adalah pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap keinginan, bakat dan intelektual anak didik.
4.       Dasar sosial, yang meliputi: pertimbangan kebutuhan sosial lingkungan anak didik.[12]
Komponen strategi (metode) tidak hanya terbatas pada pemikiran metode, tetapi juga cara-cara yang juga ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan-kegiatan dalam sistem pengajaran. Sebagai salah satu komponen operasional dalam kurikulum pendidikan Islam, maka metode juga harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan pendidikan yag ingin dicapai melalui proses tahap demi tahap dalam pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian, menurut ilmu pendidikan Islam, suatu metode yang baik adalah bila memiliki watak dan relevansi yang senada dengan tujuan pen­didikan Islam itu sendiri.
Metode pembelajaran atau strategi adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how”yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting.[13]
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani (al-Syaibani, 1997: 560-582), mencatat beberapa metode yang penting dalam pendidikan Islam, di antaranya.
1.       Metode pengambilan kesimpulan atau induktif. Metode ini bertujuan membimbing pelajar untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui pemba- hasan dari bagian-bagian kecil untuk sampai pada kesim­pulan. Metode ini dapat digunakan pada berbagai ilmu yang menjadi tumpuan perhatian Islam, yaitu untuk mengerjakan ilmu-ilmu: Nahwu, Sharaf, Fiqih, Matematika, Fisika, Kimia dan lain sebagainya.
2.       Metode perbandingan. Metode ini digunakan kebalikan dari metode induktif, yang cara kerjanya bertolak dari hal-hal yang umum menuju kepada yang khusus. Metode ini dapat digunakan pada pengajaran sains dan pelajaran lain yang mengandung prinsip-prinsip, hukum-hukum dan fakta-fakta umum, seperti bahasa, sastra, sejarah dan lain-lain.
3.       Metode kuliah, adalah metode yang menyatakan bahwa mengajar menyiapkan pelajaran dan kuliahnya, mencatatkan masalah-masalah penting yang ingin diperbincangkan.
4.       Metode dialog dan perbincangan, adalah metode yang berdasarkan pada dialog, perbincangan melalui tanya jawab untuk sampai kepada fakta yang tidak dapat diragu- kan dan dibantah lagi.
5.       Metode halaqah (lingkungan), metode riwayat, metode mendengar, metode membaca, metode imla (dictation), metode hafalan, metode pemahaman.
6.       Metode lawatan untuk menuntut ilmu; para pendidik Islam menaruh perhatian besar terhadap lawatan dan kunjungan ilmiah, dan dianggapnya sebagai metode yang paling bermanfaat dalam menuntut ilmu, meriwayatkan Hadist, sejarah, kesusastraan dan perbendaharaan kata-kata. Beberapa metode mengajar di atas tidak saja menjadi khasanah intelektual Islam tetapi sudah merupakan milik ber- sama umat manusia. Akan tetapi, sayangnya dalam beberapa hal umat Islam tidak lagi mengembangkannya dan malah dunia intelektual Barat yang berupaya mengembangkan dan menyempurnakan. Akibatnya pendidikan Islam menjadi terbelakang dan ketinggalan jauh dari pendidikan Barat.[14]
d.      Komponen Evaluasi
Evaluasi dalam pendidikan merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologis dan spiritual religius, knrena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.
Menurut pendidikan Islam, sarana-sarana evaluasi meliputi empat kemampuan peserata didik, yaitu:[15]
1.       Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadinya kepada Tuhannya.
2.       Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dan masyarakat
3.       Sikap dan pengamalan terhadap arti kehidupannya dengan alam sekitar.
4.       Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di bumi.
            Keempat kemampuan dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam klasifikasi kemampuan-kemampuan teknis dalam pengajaran yang berbentuk domain yang dijadikan sasaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sebagaimana teori Benyamin S. Bloom. Dalam kurikuluim pendidikan Islam, jenis-jenis evaluasi yang perlu digunakan adalah:
1.       Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang menetapkan tingkat penguasaan peserta didik dan menentukan bagian-bagian tugas yang belum dikuasai dengan tepat.
2.       Evaluasi sumatif, yaitu penilaian secara umum tentang hasil dari proses belajar mengajar yang dilakukan pada setiap akhir periode belajar mengajar.
3.       Evaluasi diagnostik, adalah penilaian yang dipusatkan pada proses belajar mengajar dengan melokalisasikan suatu titik keberangkatan yang cocok.
4.       Evaluasi penempatan (placement test), adalah evaluasi yang menitik beratkan pada penilaian tentang pengetahuan, ketrampilan minat, perhatian, bakat, kepribadian peserta didik dalam proses belajar mengajar.[16]
            Di samping evaluasi yang ditujukan terhadap peserta didik, evaluasi juga dilakukan terhadap kurikulum itu sendiri sebagai timbal balik (feed back) terhadap tujuan, materi, metode dan lain-lain, dalam rangka membina dan mengembangkan kurikulum lebih lanjut.
Dalam evaluasi pendidikan, diperlukan desain evaluasi pendidikan. Menurut S. Nasution, desain evaluasi biasanya terdiri atas sekurang-kurangnya lima langkah yang mesti ditempuh, yaitu:
a.       Merumuskan tujuan evaluasi.
b.       Mendesain proses dan metodologi evaluasi.
c.        Menspesifikkan data yang diperlukan untuk menyusim instrumen bagi proses pengumpulan data.
d.       Mengumpulkan, menyusun dan mengolah data.
e.        Menganalisis data dan menyusun laporan mengenai hasil-hasil kesimpulan dan rekomendasi.[17]
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa desain evaluasi pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, tidak hanya berlaku pada pendidikan secara umum, namun juga berlaku bagi pendidikan Islam secara khusus. Dari sini dapat diketahui, evaluasi memiliki peran yang tidak kecil dalam pendidikan Islam. Jika memang evaluasi dilaksanakan dengan baik. Sayang sekali aspek evaluasi ini kurang mendapatkan perhatian dari para pemikir pendidikan Islam hingga saat ini, sehingga pendidikan Islam dalam hal ini paling banyak mendapatkan kritikan oleh para pakar pen didikan dan pendidik modern. Dan Perlu diperhatikan dengan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah karena tujuan pendidikan memiliki keistimewaan untuk menyembah dan berbakti kepada Allah sepanjang hayat. Maka kriteria penilaian juga harus berlainan dengan pendidikan dari falsafah-falsafah lain. Bukan sekedar lulus ujian saja, walaupun ini juga diharus- kan, tetapi harus dimasukkan juga kebijakan (wisdom) dan budi mulia (value) sebagai kriteria Penilaian dalam pendidikan Muslim, menurutnya, tidak semestinya bersifat materialistik, artinya ganjaran materi jangan terlalu diutamakan kalaupun dipergunakan harus ditunjukkan bahwa hanyalah sebagai alat bukan tujuan.[18]
Perlu kita ketahui dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan-hambatan antara lain:
1.      Kurangnya partisipasi guru dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan oleh: Kurang waktu, kekurang sesuaian pendapat (baik antara sesama guru dengan kepala sekolah dan administrator), karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
2.      Datang dari masyarakat
Masyarakat merupakan sumber input dari sekolah, karena keberhasilan pendidikan, ketetapan kurikulum yang dugunakan  membutuhkan bantuan, serta input fakta dari mayarakat.
3.   Masalah biaya.[19]


BAB III
KESIMPULAN
Proses perkembangan kurikulum sebagai sifatnya yang sentiasa berubah turut dipengaruhi oleh faktor-faktor persekitaran yang merangsang reaksi manusia yang terlibat dalam kepentingannya. Hasrat terhadap perubahan kurikulum itu menggambarkan keperluan pendidikan yang menjadi wadah penerus kemajuan bangsa dan negara itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kurikulum adalah elemen yang saling berkait antara satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum itu sendiri mencerminkan idealisme dan perubahan keperluan masyarakat dan negara, melalui institusi persekolahan yang akan meneruskan kebudayaan. Adapun beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan dalam  pengembangan kurikulum, yaitu meliputi:
1. Pergururan tinggi
1.       Masyarakat
2.       Sistem nilai
3.       Filosofis
4.       Psikologis
5.       Sosial-budaya
6.       Politik
7.       Pembangunan negara dan perkembangan dunia
8.       Ilmu dan tekbologi (iptek)
Selain itu faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum yaitu diantaranya: perguruan tinggi, masyarakat dan system nilai.
Sedangkan Komponen-Komponen yang perlu di pertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam yaitu: komponen Tujuan, Komponen Isi/materi, Komponen Strategi/metode serta komponen Evaluasi.




DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Omar. 1995. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara          
Khairuddin, Mahfud Junaedi. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep dan Implementasinya di Madrasah. Jogjakarta: Pilar Media
Nana Syaudih, Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nasution, S. 1995.  Asas – Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara
Nana Syaodih, Sukmadinata. 2006. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhayati,  Anin. 2010. Kurikulum Inovasi (Telaah terhadap pengembangan kurikulum pendidikan pesantren Yogyakarta: Teras
Sa’du al-Din, Muhammad Munir. 1995.  al-Dirasahfi al-Tarikh al-Tarbiyah 'inda al-Muslimin . Beirut: al-Maqriniya
Saleh Abdullah, Abd al-Rahman . 1991. Landasan dan Tujuan Pendidikan Mrnurut al-Qur’an, ter. HMD. Dahlan. Bandung: CV. Diponegoro



[1]]Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Hal.18–19.
[2] Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), Hal.158–159.
[3] S. Nasution, Asas – Asas Kurikulum, ( Jakarta : Bumi Aksara. 1995). Hlm 13
[4] Khairuddin, Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Jogjakarta: Pilar Media,  2007), hlm: 30
[5] Ibid, hlm: 30-31
[6] Ibid, hlm: 32
[7] Muhammad Munir Sa'du al-Din, al-Dirasahfi al-Tarikh al-Tarbiyah 'inda al-Muslimin (Beirut: al-Maqriniyah, 1995), hlm: 22
[8] Abd al-Rahman Saleh Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Mrnurut al-Qur’an, ter. HMD. Dahlan, (Bandung: CV. Diponegoro, 1991), hlm: 176-177
[9] Khairuddin, Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Jogjakarta: Pilar Media,  2007), hlm: 33
[10] Ibid, hlm: 33
[11] Ibid, hlm: 33-34
[12] Anin Nurhayati, Kurikulum Inovasi (Telaah terhadap pengembangan kurikulum pendidikan pesantren, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm: 40-41
[13] Op.,Cit, hlm: 34
[14] Khairuddin, Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Jogjakarta: Pilar Media,  2007), hlm: 35-36
[15] Anin Nurhayati, Kurikulum Inovasi (Telaah terhadap pengembangan kurikulum pendidikan pesantren, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm: 42
[16] Ibid, hlm: 42-43
[17] Ibid, hlm 43
[18] Ibid, hlm: 37
[19] Ibid, Hal.160–161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar