Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH DINASTI MAMLUK


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Ketika dunia Islam mengalami perpecahan politik pada awal abad ke-13, muncul sebuah dinasti di Mesir yang membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Dinasti itu bernama Mamluk, sering juga disebut Mamalik. Posisi Dinasti Mamluk dalam sejarah peradaban Islam sangatlah penting karena momentum keberadaannya di abad pertengahan (abad ke 7-11 H/13-17 M), di mana sejarah pada masa ini umumnya kurang mendapatkan perhatian karena banyaknya distorsi sejarah yang terjadi, sebagaimana diungkap Maria Rosa Monecal: “In the popular imagination and even in the vision of most well-educated people, the very adjective ‘medieval’ is often a synonim for unenlightened, backward dan intelorant culture”. Penulis Barat ini menyatakan, abad pertengahan adalah masa kegelapan dan keterbelakangan, sehinga para sejarawan kurang memperhatikan era ini. Demikian pula dalam beberapa literatur Islam, masa ini dipersepsikan sebagai masa kemunduran peradaban Islam.
Ketika Dinasti Abbasiyah jatuh dan secara politik kekuasaannya runtuh, para sejarawan mengatakan bahwa masa setelah itu adalah masa kemunduran politik Islam. Periodisasi dengan cara ini dapat dikatakan sebagai khilafah-sentris, tentang kesatuan khilafah yang memimpin seluruh wilayah umat Islam. Tetapi ketika wilayah Islam semakin luas dan banyak bermunculan dinasti-dinasti lain, maka teori satu khilafah ini dengan sendirinya tidak relevan lagi. Terbukti pada Dinasti Mamluk, politik Islam masih kuat dan peradaban Islam tetap berkembang di berbagai segi kehidupan.
Karena dinasti Mamluk terhindar dari kehancuran akibat serangan Mongol, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relatif terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih di bawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Dinasti Mamluk memiliki sejarah yang unik dari masa pembentukan, kejayaan dan keruntuhunnya. Sebagai dinasti yang didirikan olek para mamluk (budak), Dinasti Mamluk mencapai banyak prestasi. Untuk itu perlu dikaji kembali tentang sejarah Dinasti Mamluk, khususnya sejarah sosial pendidikan yang berkembang pada masa Dinasti Mamluk.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses terbentuknya Dinasti Mamluk?
2.      Bagaimana Perwatakan Dinasti Mamluk dalam sistem pemerintahan?
3.      Bagaimana peran Dinasti Mamluk dalam menjaga peradaban di Mesir?
4.      Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Dinasti Mamluk?
C.      Tujuan
1.      Menjelaskan proses terbentuknya Dinasti Mamluk.
2.      Mendeskripsikan Perwatakan Dinasti Mamluk dalam sistem pemerintahan.
3.      Mendeskripsikan peran Dinasti Mamluk dalam menjaga peradaban di Mesir.
4.      Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Dinasti Mamluk.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Proses Terbentuknya Dinasti Mamluk
Kata Mamluk adalah bentuk mufrad dari kata Mamalik dan Mamlukun yang berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar menjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu bapak yang merdeka, bukan dari budak atau hamba sahaya. Berbeda dengan ‘abd, yang dilahirkan oleh ibu bapak yang juga berstatus sebagai hamba yang kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk biasanya berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam.[1] Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, yaitu golongan budak yang dimiliki para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayyub. Para Mamluk Dinasti Ayyubiyah ini berasal dari Asia Kecil, Persia, Turkistan dan Asia Tengah. Mereka terdiri dari suku-suku bangsa Turki, Rusia, Kurdi, Syracuse dan bagian kecil dari bangsa Eropa.
Sebutan Mamluk bermakna hamba sahaya. Hal ini disebabkan para panglima yang memegang kekuasaan ketentaraan dewasa itu berasal dari hamba sahaya yang dibeli lalu diasuh semenjak kecil dan dilatih, terdiri atas berbagai keturunan kebangsaan. Mereka menjadi pejuang-pejuang Islam yang perkasa.[2]
Kaum Mamluk berkuasa di Mesir sampai tahun 1517 M. merekalah yang membebaskan Mesir dan Suria dari peperangan Salib dan juga membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur Lenk, sehingga Mesir terlepas dari penghancuran-hancuran seperti yang terjadi di dunia Islam lain.[3]
Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian didik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada penguasa ini mereka mendapat hak-hak  istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material.[4]
Mamluk adalah sebuah rezim yang dikendalikan oleh pasukan budak, inemerintah Mesir, Suria, Asia kecil tenggara dan Arab barat (hijaz).[5]Dinasti Mamluk di Mesir adalah adalah dinasti terakhir di dunia Arab untuk abad pertengahan 1 250-1800 M). Philip K. Hitti menyebutkan bahwa dinasti Mamluk adalah dinasti yang luar biasa karena dinasati di dihimpun dan budak-budak yang berasal dan berbagai ras yang dapat membentuk suatu pemerintahan oligarki di suatu negara yang bukan tumpah darah mereka. Sultan-sultan yang berasal dan budak-budak inii pantas diacungi jempol karena keberhasilannya mendirikan suatu kerajaan yang kokoh dan kuat. Dinasti Mamluk di Mesir rnulai bangkit bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Bagdad dan pengunduran Islam di Spanyol. Dinasti ini dikenal pula dengan nama Daulat al-Atrak yang pada perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaannya meiiputi Mesir dan Syiria.
Kaum Mamluk adalah para imigran Mesir yang pada awalnya merupakan budak-budak yang datang dan daerah pegunungan Kaukasus dan laut Kaspia. Mereka ditempatkan di barak-barak militer pulau Raudoh di sungai Nil untuk dilatih dan dididik secara baik. Ditempat inilah mereka diajari membaca, menulis dan pengetahuan kemiliteran, bahkan diberi pendidikan agama. Kaum Mamluk yang ditempatkan di sungai Nil disebut Mamluk al-Bahriyun dan kaum Mamluk yang ditempatkan di benteng-benteng istana dikota Kairo disebut Mamluk al-Burjiyun.
Terbentuknya dinasti Mamluk di Mesir tidak dapat dipisahkan dan dinasti Ayyubiyah ketika terjadi perebutan kekuasaan antara al-Malik as-Shalih dan al-Malik al-Kamil. Dalam perebutan kekuasaan ini, para tentara yang berasal dan suku Kurdi memihak kepada al-Malik al-Kamil, sementara para budak yang tergabung dalam Mamluk Bahri mendukung al-Malik as-Shalih. Dalam perebutan kekuasaan ini, al-Malik as-Shalih mampu mengalahkan al-Malik al-Kamil. Sejak saat itulah kaum Mamluk rnempunyai pengaruh yang besar dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan. Perhatian al-Malik as-Shalib begitu besar kepada kaum Mamluk sehingga banyak di antara mereka ditempatkan pada kelompok-kelompok elit yang terpisah dan masyarakat atau kelompok meliter lainnya. Perlakuan ini sebenarnya menguntungkan kedua belah pihak karena kehadiran kaum Mamluk memberikan jaminan bagi berlangsungnya kekuasaan al-Malik as-Shalib, sedangkan periakuan yang istimewa terhadap budak-budak itu bisa membenikan kemudahan dalam peningkatan karir mereka dan imbalan-imbalan materil lainnya
Al-Malik as-Shalih rneninggal pada 1429 M setelah menderita sakit dan timbul kekacauan-kekacauan di berbagai daerah. Kematian as-Shalih dirahasiakan oleh isterinya (Syajarat al-Dur), kemudian putera mahkota as-Shalih yang bernama Turansyah memegang tampuk kekuasaan. Namun, kaum Mamluk Bahri menganggap bahwa Turansyah bukan orang yang dekat dengan mereka. Selain itu, Turansyah juga dianggap tidak tepat untuk rnenduduki pucuk kekhalifĂ han karena lebih banyak bermukim di Euprat. Oleh karena itu ia dianggap tidak menguasai seluk beluk Mesir secara keseluruhan. Setelah itu diangkatlah Syajarat al-Dur sebagai Sultan mereka. Dan sinilah awal terbentuknya dinasti Mamluk di Mesir yang dipimpin oleh seorang budak dan berakhirlah dinasti Ayyubiyah menguasai Mesir.[6]
Para budak mengangkat Syajarat al-Dur sebagai pemimpin mereka dengan pertimbangan sama-sama berdarah budak dan diharapkan akan membela kepentingannya. Alasan lain pengangkatan Syajarat al-Dur karena adanya pertentangan atau persaingan di kalangan kaum Mamluk itu sendiri. Sebenarnya terdapat beberapa orang yang berambisi untuk menjadi sultan, seperti Aybak, Baybar dan Qutuz. Dengan dukungan para Amir Aybak disepakati menjadi wakil al-Dur dalam mengendalikan tugas-tugas pemerintahannya. Namun, dikemudian dan Aybak pun mengawini al-Dur dan bertindak sebagi Sultan dengan gelar al-Muiz al-Din. Tetapi akhirnya Aybak dibunuh di kamar mandi oleh al-Dur karena ia ketahuan ingin menyingkirkan al-Dur sendiri. Kemudian kekuasaan berpindah ke tangan anak Aybak yang bernama Ali bin Aybak dalam usia yang sangat muda, akan tetapi kekuasaannya hanya sekedar mengisi kekosongan karena yang memegang kendali pemerintahan adalah Qutuz yang bertindak sebagai wakil sultan. Akhirnya Ali bin Aybak pun mengundurkan diri karena merasa tidak mampu untuk menduduki jabatannya dan secara otomatis Qutuzlah yang menjadi penguasa.
Dimasa pemerintahan Qutuz, dinasti Mamluk mendapat ancaman dan tentara Mongol. Mereka telah menghancurkan Bagdad dan maju ke sungai Euprat menuju Syiria dan selanjutnya melintasi gurun Sinai menuju Mesir. Sebelum menyerbu Mesir, tentara Mongol yang dipimpin Kitbuga meminta kepada Qutuz untuk menyerah kepada Hulagu di Bagdad, akan tetapi Qutuz menolak perrnintaan itu bahkan membunuh utusannya.Tentara Mongol dengan diperkuat oleh Armenia dan Georgia melintasi Yordania menuju Galilea, tentara Mamluk di bawah komando Qutuz dan aybar bergerak ke arah teuggara menghadang tentara Mongol sampai kemudian terjadilah perang di Ainjalut yang berakhir dengan kekalahan tentara Mongol. Peristiwa di Ainjalut ini sekaligus menghapus mitos bahwa tentara Mongol tidak dapat dikalahkan. Kemenangan di Ainjalut juga membangkitkan semangat Islam di wilayah-wilayah lain untuk melawan tentara Mongol di sekitarnya. Sejak saat itu, nama dinasti Mamluk membumbung tinggi di mata dunia Islam sehingga penguasa-penguasa di Syiria ketika itu menyatakan kesetiaannya kepada dinasti Mamluk[7].
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M) dengan gelar al-Malik al-Zahir. Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik kerana kerajaannya yang begitu utuh dan kuat. Sebelum wafat, Baybar berwasiat agar putranya pangeran Said, dinobatkan menjadi penggantinya.


Kerajaan Mamluk dibagi menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya. Golongan pertama disebut dengan Mamluk bahri. Golongan pertama ini berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol, dan Kurdi. Mereka ditempatkan di Pulau Raudhah di Sungai Nil. Di sinilah mereka menjalani latihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena penempatan mereka inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak lalut/air). Golongan kedua dinamakan Mamluk Burji, yang berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukakus. Golongan kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk.[8]
B.       Perwatakan Dinasti Mamluk dalam Sistem Pemerintahan
Sebagaiamana dijelaskan di atas, Dinasti Mamluk adalah para imigran mesir yang pada awalnya merupakan budak-budak yang datang dari daerah pengunungan kaukasus  (kemudian disebut Al-mamalik Al-Burjiun) dan laut Kaspi ( al-mamalik al bariyyun ). Oleh dinasti Al-ayyubiyah para budak-budak ini di tempatkan di sungai Nil di sebut Al-mamalik Al bahriyun yang memerintah pada 1250 M/ 648 H sampai dengan 1390 M/ 792 H. Selanjutnya kaum mamluk yang ditempatkan di benteng istana kota Kairo di sebut al-mamalik al-Burjiun yang memerintah pada 1382M/922M.
Sistem pemerintah dinasti Mamluk bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qawalun (1280-1290 M) menerapkan pergantian khalifah secara turun menurun. Padahal sitem Oligarki Militer memberikan kemajuan bagi Mesir. Kedudukan Amir sangat penting, para Amir saling berkompetesi dalam prestasi karena mereka merupakan kandidat sultan. Bahkan dinasti Mamluk juga membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti yang bersifat oligarki militer dapat memberikan kemajuan-kemajuan di capai dalam berbagai bidang, seperti konsiladasi pemerintahan, perekonomian, dan Ilmu pengetahuan.[9]
Dinasti Mamluk pada dasarnya tidak menerapkan sistem turun-temurun terhadap orang yang memegang jabatan sultan, sebab apabila sistem semacam itu diterapkan maka rasa keadilan yang telah mengikat keutuhan solidaritas kalangan para mamluk dengan sendirinya akan rusak dan menyebabkan terjadinya disintegrasi dalam kalangan mereka.[10]
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dibahas tentang dinasti mamluk bahri dan dinasti mamluk burji.
1.    Dinasti Mamalik Bahri
Nama Mamluk Bahriyah dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Al-Saleh Najmudin Ayyub kepada para Mamluk. Tempat ini berada di pulau Raudhah di tepi sungai Nil yang dilaengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan materi-materi sipil dan militer. Sejak itu, para Mamluk dikenal dengan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan).[11]
Al-Malik as-Shalih rneninggal pada 1429 M setelah menderita sakit dan timbul kekacauan-kekacauan di berbagai daerah. Kematian as-Shalih dirahasiakan oleh isterinya (Syajarat al-Dur), kemudian putera mahkota as-Shalih yang bernama Turansyah memegang tampuk kekuasaan. Namun, kaum Mamluk Bahri menganggap bahwa Turansyah bukan orang yang dekat dengan mereka. Selain itu, Turansyah juga dianggap tidak tepat untuk rnenduduki pucuk kekhalifĂ han karena lebih banyak bermukim di Euprat. Oleh karena itu ia dianggap tidak menguasai seluk beluk Mesir secara keseluruhan. Setelah itu diangkatlah Syajarat al-Dur sebagai Sultan mereka. Dan sinilah awal terbentuknya dinasti Mamluk di Mesir yang dipimpin oleh seorang budak dan berakhirlah dinasti Ayyubiyah menguasai Mesir.[12]
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz, Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa Mamalik.
Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di kairo setelah Baghdad hancur total oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan Mamluk bertambah kuat. Bahkan, Baybars, mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H./1260 M.-676 H./1277 M.) karena mendapat dukungan militer dan tidak ada Mamluk yang senior lagi, selain Baybars. Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di Pegunungan Siria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia dan kapal-kapal Mongol di Anatolia). Terlebih lagi prestasi Baybars adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258.
Pemerintah Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiah. Diawali oleh Azh-Zhahir Bibaris mengundang Ahmad, anak Khalifah Bani Abbasiyah Al-Zhahir ke Kairo. Sebelumnya, Ahmad melarikan diri dari Baghdad setelah dihancur leburkan oleh orang-orang Mongolia, kemudian dia dibaiat sebagai khalifah dan diberi gelar Al-Mustanshir pada tahun 659 H./1260 M.Tujuan dilakukannya hal itu oleh Babiris adalah untuk menguatkan pusat kekuasaan di Kairo dan menarik dukungan negeri-negeri Islam yang lain serta melindungi kursi kekuasaan Mamluk dengan legalitas syariah.
Tidak begitu banyak yang berarti Kerajaan Mamluk di bawah pimpinan Bani Babiris. Sultan Al-Mansur Qalawun (678 H./1280 M.-689H./1290 M.) yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan Qalawun berhasil mewariskan tahtanya kepada keturunannya. Hal ini terjadi berkat keberadaan 12.000 Mamluk Burji yang memang dipersiapkan untuk melindungi kepentingan pribadinya.
Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yakni Nashir Muhammad (696 H./1296 M.). Sultan memegang tampuk pemerintahan selama tiga kali dan mengalami dua kali turun tahta.Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk dipimpin oleh Mamluk keturunan Muhammad hingga 9 sultan. Kesembilan sultan ini hanyalah simbul nama dan tidak berpengaruh terhadap masyarakat umum lainnya. Dalam analisis Ahmad Al-Usairy, “mereka tidak memiliki daya dan upaya, pandangan maupun kebijakan apapun “, sampai sultan terakhir dari Dinasti Mamluk yang berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Asyraf bin Sya’ban sekitar tahun 791 H./1388 M. digulingkan oleh Sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.
Adapun sultan-sultan yang pernah menjadi penguasa dinasti Mamluk bahri adalah sebagai berikut:
No.
Nama Sultan
Tahun Pemerintahan (Hijriyah)
Tahun Pemerintahan (Masehi)
1.
Syajar al-Dur
648
1250
2.
Muiz Aybak
648
1250
3.
Nur Al-Din Ali
655
1257
4.
Syaf al-Din Qutuz
657
1259
5.
Zahir Bayabars
658
1260
6.
Baraka Khan
678
1277
7.
Bar al-Din Salamish
678
1279
8.
Mansur Qalawun
678
1279
9.
Asyraf Khalil
689
1290
10.
Nasir al-Din Muhammad
693
1293
11.
Zayn al-Din Kitbugh
694
1294
12.
Husam al-Din Lajim
696
1296
13.
Nasir Muhammad
698
1298
14.
Rukh al-Din Baybar
708
1308
15.
Nasir Muhammad
709
1309
16.
Sayf al-Din Abu Bakar
741
1340
17.
Shihab al-Din  Ahmad
742
1342
18.
Imad al-Din Ismail
742
1342
19.
Sayf al-Din Sya’ban
746
1345
20.
Sayf al-Din Hajji
747
1346
21.
Nasir al-Din Hassan
748
1347
22.
Salah al-Din Shalih
752
1351
23.
Nasir Hassan 1354
755
1354
24.
Mansur Muhammad
762
1361
25.
Ashraf Sya’ban
764
1363
26.
‘Ala al-Din Ali
778
1367
27.
Salah al-Din Hajji
783
1381

2.    Dinasti Mamalik Burji
Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya Sultan Brquq (784 H./1382 M.-801 H./1399 M.) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban. Sesungguhnya tidak ada perbedaan pemerintahan Mamluk Bahri dan Burji, baik dari segi status para sultan yang dimerdekakan atau pun dari segi sistem pemerintahan yang oligarki. Hal-hal yang membedakan kedua pemerintah tersebut adalah sukses pemerintahan Mamluk Bahri lebih banyak terjadi dengan turun-temurun, sedangkan pada masa Mamluk Burji suksesi lebih banyak terjadi karena perang saudara dan huru-hara. Pertentangan ini disebabkan sistem pendidikan bagi para Mamluk tidak ketat, dan mereka diperbolehkan untuk tinggal di luar pusat-pusat latihan bersama rakyat biasa.
Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Sultan Al-Nashir Faraj (801 H./1399 M.-808 H./1405 M.), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu jengis khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan, Timur Lenk (771 H./1370 M.-807 H./1405 M.), melakukan penyerangan ke wilayang Suriah. Timur Lenk tampaknya mengulang kembali sejarah keberingasan pasukan Mongol pada zaman Hulagu Khan ketika menguasai wilayah-wilayah tetangganya yang muslim. Pasukan Mamluk pun menyiapkan diri untuk menghadang serangan Timur Lenk tersebut. Pada tahun 1401, Aleppo dapat dikuasai oleh pasukan Timur Lenk dan disusul dengan Damaskus yang menyerah setelah tentara Mamluk dapat dikalahkan. Kota Damaskus dibumihanguskan, baik sekolah maupun masjid dibakar. Ketika pasukan Mamluk disiagakan kembali untuk merebut Damaskus, Timur Lenk sudah meninggalkan kota itu dan akhirnya diadakanlah perjanjian perdamaian serta bertukar tawanan perang.
Sementara itu, dua Sultan Mamluk Burji, yakni Al-Asyraf Baribai (825 H./1422 M.-841 H./1437 M.) dan Al-Zahir Khusyqadam (865 H./1461 M.-872 H./1467 M.) masih harus terus mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan salib di kepulauan Cyprus dan Rhodos (Laut Aegea, sekarang milik Yunani). Kedua ekspedisi militer ini berhasil menahan kekuatan kaum Nasrani dan dengan demikian, pasukan Mamluk kembali membuktikan keunggulanya untuk dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya Dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak atau pertentangan yang terjadi. Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara itu pemasukan semakin menipis. Rongrongan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun karena para Mamluk tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan dari luar. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Sultan Asyraf Qaitbay (872 H./1468 M.-901 H./1496 M.), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Mamluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan dari orang Arab di selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal-bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani.
Begitulah seterusnya para Sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam (Mamluk) maupun dari pihak luar seperti serangan tentara Turki Utsmani, orang portugis yang melarang dan mengusik jalur perdagangan Mamluk di Laut Tengah hingga tewasnya Sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan tentara Turki Utsmani pada tahun 922 H./1516 M. sejak saat itu, Dinasti Mamluk di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani.
Sultan terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Al-Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih. Namun, pada saat itu ia tidak memperoleh dukungan dari golongan Mamluk sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani. Akhirnya, Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, pada tahun 923 H./1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk dan dimulainya masa penguasaan Turki Utsmani di Mesir dan Syam.[13]
Adapun sultan-sultan yang pernah menjadi penguasa dinasti Mamluk bahri adalah sebagai berikut:
No.
Nama Sultan
Tahun Pemerintahan (Hijriyah)
Tahun Pemerintahan (Masehi)
1.
Sayf al-Din Barquq
784
1382
2.
Nasir Faraj
801
1398
3.
Mansur Abd. Azis
808
1405
4.
Nasir Faraj
809
1405
5.
Musta’in
815
1412
6.
Muayyad Shaukh
815
1412
7.
Muzaffar Ahmad
824
1421
8.
Safy al-Din Attar
824
1421
9.
Nasir al- Din Muhammad
824
1421
10.
Sayf al-Din Barsbay
825
1422
11.
Jamal al-Din
1q
1433
12.
Syaf al-Din Jaqmafy
842
1433
13.
Sayf al-Din Inal
857
1453
14.
Fakrul al-Din Ahmad
863
1460
15.
865Shihab al-Din Ahmad
865
1460
16.
Sayf al-Din Khushaq
865
1461
17.
Sayf al-Din Bilbey
872
1468
18.
Zahir Timurbugha
872
1468
19.
Sayf al-Din Qait Bay
873
1478
20.
Nasir Muhammad
901
1495
21.
Zahir Qansuh
904
1498
22.
Asgraf Janbalat
905
1499
23.
Qunsuh al-Ghuri
905
1500
24.
Tuman Bay
923
1517

Dari sekian banyak sultan pada dinasti mamluk yang disebutkan di atas, baik pada masa dinasti mamluk bahri sampai pada dinasti mamluk burji, terdapat beberapa sultan yang meninggalkan jejak besar pada masa dinasti mamluk. Adapun sultan-sultan yang sempat meninggalkan jejak besar dalam sejarah Islam disaat pemerintahan Dinasti Mamluk diantaranya yaitu :
a.       Sultan Qutuz
Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa mongol yang sudah berhasil mengalahkan Abbasyiah dan menduduki hampir seluruh Dunia Islam. Kedua tentara ini bertemu di ‘Ayn jalut. Tentara Mamluk yang dibawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil mengalahkan pasukan mongol tersebut. Daulah Mamluk di Mesir ini lah yang satu-satunya penguasa yang berhasil mengalahkan pasukan mongol sehingga menjadi tumpuan harapan umat Islam sekitar.
b.      Sultan Baybars
Setelah kemenangan di ‘Ayn jalut, mulai memalingkan perhatian untuk merebut kembali kota-kota benteng yang dikuasai tentara Salib, seperti kota benteng Arsulf, Safad, Arkad, kota Antioch dan mengepung kota Okka hingga pada akhirnya pada tahun 1272 pimpinan tentara Salib perancis, Edward of Egland, meminta genjatan senjata 10 tahun dengan kesediaan membayar upeti tahunan ke Mesir. Sultan Baybrs juga melanjutkan pembangunan di Mesir, Palestina, dan Syiria.
c.       Sultan Qolawun
Sultan Qolawun juga banyak mendirikan bangunan di Mesir yang masih di kagumi sampai sekarang, baik bangunan keagamaan maupun bangunan sosial. Sultan Qolawun juga dapat menghancurkan serangan bangsa mongol yang di pimpin oleh Abaga khan (anak hulago khan) yang ingin menebus kekalahan ayahnya. Pertenpuran pecah di wilayah Homs, Syiria Utara dan pasukan mongol hancur. Qolawun juga menghancurkan serangan tentara salib yang berjalan dua abad lamanya sehingga tamatlah kekuasaan salibiyah dan angan-angannya untuk menguasai makam Suci dan membebaskan kota kelahiran nabi Isa penebus dosa mereka.[14]


C.      Peran dinasti Mamluk dalam Menjaga Peradaban di Mesir
Dinasti Mamluk telah membawa warna baru dalam sejarah politik Islam sekaligus mebawa kemajuan bagi Mesir. Pemerintahan dinasti yang bersifat oligarki militer dapat memberikan kemajuan-kemajuan bagi peradaban Mesir dalam berbagai bidang.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada masa Dinasti Mamluk ini adalah sebagai berikut:
1.    Bidang Militer
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam  kemiliteran. Para Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentara yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir
Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan juga doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru Mamluk juga akan memastikan bahwa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di sebagian kawasan seperti Mesir, tentara Mamluk mulai menjalin hubungan dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat pengaruh yang luas. Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin, ada buku manual militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Jalut juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an. Bahkan, ada satu surat di Al-Qur'an yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘Adiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380H-338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa.
Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai keberhasilan Shalahuddin di dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin perang’ saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detail mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer Daulah Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda atau fu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian rampasan perang.
2.    Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam  kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.[15]
3.    Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi yang dicapai o!eh dinasti Mamluk lebih besar diperoleh dan sektor perdagangan dan pertanian. Di sektor perdagangan, pemerintah dinasti Mamluk memperluas hubungan dagang yang telah dibina sejak masa Fatimiyah, misalnya dengan membuka jalur dagang dengan Italia dan Prancis. Setelah jatuhnya Bagdad, Kairo menjadi kota yang penting dan strategis karena jalur perdagangan dan Asia Tengah dan Teluk Persia hampir dipastikan melalui Bagdad. Keadaan ini menjadikan berlimpahnya devisa negara terutama dan sektor perdagangan.
Untuk mendukung kelancaran sektor ini, dinasti Mamluk memperbaiki sarana transportasi untuk memperlancar perjalanan pedagang-pedagang terutama antara Kairo dan Damaskus. Dalam sektor pertanian, pemerintah mengambil kebijakan pasar bebas kepada petani, artinya petani diberi kebebasan untuk memasarkan sendiri hasil pertaniannya.
4.    Bidang Arsitektur
Devisa negara yang melimpah pada masa dinasti Mamluk memungkinkan mereka untuk mendirikan bangunan-bangunan yang indah dan megah. Sejak masa pemerintahan Qalawun, sultan-sultan Mamluk telah terbiasa memperindah bangunannya dengan batu-batu benteng, batu kapur dan batu api yang diambil dan dataran tinggi Mesir, terutama dalam bentuk kuburan-kuburan dan kubah-kubah mesjid yang terdiri atas bebatuan tersebut. Hampir semua macam kerajinan yang berkembang saat itu berhubungan erat dengan bangunan, khususnya bangunan yang bercorak religius. Seperti hiasan perunggu pada pintu-pintu mesjid, kotak al-Qur’an yang terbuat dan emas bertabur mutiara, mosaik-mosaik yang indah pada lengkung-lengkung bangunan, karya seni dan kayu pada mimbar yang cukup rumit pembuatannya, yang kesemuanya menunjukkan perkembangan seni dan kerajinan saat itu.
Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid. Pada periode mamluk kejutan yang paling mengesankan adalah bangunan-bangunan arsitektural nan artistik pada sakla dan kualitas yang tidak di temukan padanannya dalan sejarah Mesir sejak jaman masa plotemius dan fira’un. Arsitektur muslim mencapai ekspresi yang paling kaya ornament pada sejumlah masjid, sekolah dan museum yang didirikan oleh pemimpin-pemimpin mamluk.
Mazhab arsitektur mamluk, yang asalnya bisa di lacak model arsitektur periode Nuriyyah dan Ayyubiyah, mendapat suntikan baru dari orang Suriah-Mesopotamia pada abad ke 13, ketika Mesir menjadi tempat berlindung para pengrajin dan seniman yang melarikan dari Mosul, Baghdad dan Damaskus sebelum invasi Mongol. Rancangan bentuk menyilang pada struktur masjid-sekolah di kembangkan hingga mencapai kesempurnaan. Kubah di bangun untuk menahan cahaya yang datang dari berbagai arah, juga untuk penerangan, tampak indah dari luar dan kaya dekorasi. Bangunan batu bergaris, dan berbagai dekorasi yang di hasilkan dengan menggunakan batu-batu beragam warna pada setiap isinya berasal dari Romawi dan Bizantium, menjadi ciri istimewa arsitektur periode ini. Hal lain yang perlu di catat dari periode ini adalah pengembangan stalaktif-pendentif, sama halnya dengan dua dekorasi lain yang di kenal baik saat ini yaitu arabesque dan huruf-huruf bergaya kufi. Sepanjang sejarah muslim figur-figur binatang lebih bebas di pakai di Mesir dan Suriah dari pada di Spanyol dan Persia.
Karakter mewah dan halus dalam berkesenian tidak hanya diterapkan pada obyek-obyek yang dianggap suci seperti hiasan kotak Al qur’an dan masjid akan tetapi di terapkan juga pada berbagai perlengkapan rumah tangga seperti cangkir, mangkok, baki, pedupan, yang mana semua itu menjadi saksi tentang gambaran hidup mewah sebagaimana dilukiskan oleh para penulis kronik kontemporer. Putri-putri kerajaan menghiasi diri mereka dengan berbagai hiasan mewah seperti gelang, kalung, gelang kaki, anting sama seperti yang masih di gunakan oleh orang Mesir modern. Kemegahan mamluk semakin meriah dengan berbagai pertunjukan seni semisal tarian, sulap dan pertunjukan wayang. Sejak penaklukan Turki Ustmani atas wilayah Mesir dan Suriah, hampir semua pusat kerajinan dan industri mulai runtuh. Sejumlah arsitek, ahli teknik, tukang kayu dikirim ke Konstantinopel oleh sultan Halim. Hanya satu bidang kerajinan yaitu ukiran keramik yang bertahan setelah penaklukan Turki usmani dan menghsilkan kualitas terbaik melampaui berbagai kriya seni lainnya. Sebagaimana ditunjukkan oleh koleksi keramik damaskus yang tersimpan di Kensington selatan. Talam, mangkok, kandil, vas bunga dan berbagai benda yang terbuat dari kuningan yang di produksi saat ini di Demaskus, kebanyakan mengikuti pola-pola dari periode mamluk.
Di antar karya-karya seni terapan itu, yang menjadi ciri Khas Mesir-Mamluk adalab seni dekorasi kitab suci. Bidang kesenian ini mendapatkan kedudukan terhormat karena berhubungan dengan “firman Allah” dan tingkat tingkat kesulitannya juga jauh tebih tinggi.
Karakter mewah dan halus dalam berkesenian tidak hanya diterapkan pada objek-objek yang dianggap suci. Berbagai perlengkapan rumah tangga seperti cangkir, mangkok, baki, pedupaan juga rnerupakan gambaran hidup mewah sebagaimana dilukiskan oleh para penulis kronik kontemporer. Di samping yang telah disebutkan tadi, masih banyak karya-karya seni yang lain yang berkembang pada masa dinasti Mamluk.[16]
5.    Bidang Pendidikan
Setelah Baghdad hancur dan kekuasaan Abbasiyah runtuh, maka ibu kota alam Islami berpindah ke Kairo, Mesir. Begitu juga pusat pendidikan dan pengajaran berpindah pula ke Kairo, ke Jami’ Al-Azhar. Pada masa Sultan Baybars, Al-Azhar mengalami peningkatan yang gemilang, menjadi pusat ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Mesir pada masa itu adalah masa keemasan dalam sejarahnya. Al-Azhar masa itu dikunjungi oleh ulama-ulama dan pelajar-pelajar dari seluruh dunia, sebagaimana halnya kota Baghdad dahulu.
Pada masa Sultan An-Nashir (693 H-741 H/ 1293 M-1341 M) kebudayaan Islam di Mesir mencapai tingkat yang tertinggi. Kekayaan negeri masa itu bertambah besar dengan biaya cukai barang-barang perdagangan dari India ke Eropa dengan melalui Mesir.
Masa Mamluk adalah masa mengarang matan-matan yang pendek dan mengarang syarahnya. Ulama meringkas kitab-kitab lama yang panjang, sehingga menjadi ringkas seringkas-ringkasnya, yang disebut matan. Maka lahirlah kitab-kitab pendek (mukhtashar) dalam ilmu fiqhi, nahwu, sharaf, balaghah dan lain-lain. Akhirnya matan-matan tersebut dikumpulkan menjadi satu buku besar bernama Majma’ Mutun. Yang lebih ahli dalam meringkaskan dan mengarang matan-matan itu adalah ulama Syafiiyah. Di antara matan-matan itu juga ada yang berupa syair. Tujuan dibuatnya matan-matan tersebut adalah agar pelajar mudah menghafalnya.[17]
Di antara kemajuan pada bidang pendidikan pada masa Dinasti Mamluk, dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain:
a.       Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa dinasti mamluk antara lain sejarah, kedokteran, asrtonomi, matematika dan ilmu agama. Di masa ini pula muncul tokoh-tokoh ilmu pengetahuan yang hasil karyanya mampu di jadikan rujukan oleh para ilmuan dunia. Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Di samping itu Mesir dengan perguruan tinggi Al ashar serta perpustakaan Dar al Hikmahnya yang selamat dari serangan Mongol menyebabkan kesinambungan ilmu jaman klasik tetap berkembang. Mesir menjadi pusat peradaban islam berintikan kebudayaan arab.
Ilmuan-ilmuan besar yang lahir pada masa dinasti mamluk di antaranya adalah :
1)      Ibn Nafis yang oleh pengagumnya digelari The second Avisenna ( Ibn Sina kedua ) karena reputasinya sebagai seorang dokter yang terkemuka dan seorang penulis yang serba bisa pada abad ke-7 H/13 M. Ia belajar  ilmu kedokteran di tempat kelahirannya yang mana gurunya berasal dari perguruan “ Ibn at-Tilmidz”. selain itu ia juga belajar tata bahasa arab, logika dan ilmu keislaman lainnya . Salah satu karyanya yang terkenal adalah as Shamil fi at Thibb sebuah ensiklopedia kedokteran yang lengkap, terdiri kurang lebih 27.000 folio yang tersebar dalam 8 jilid dan dia juga penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia  .
2)      Abu al Fida, dia adalah seorang geografi dan sejarah terkenal. Abu al Fida merupakan keturunan keluarga ayyub yaitu Shalahuddin al Ayyubi. Karyanya yang terkenal Al-Nujum al Zhahiroh fi muluk Meshir wa al Qohiroh ( bintang terang raja-raja Mesir dan Kairo) sebuah sejarah tentang mesir dan periode penaklukan bangsa arab sampai 1453.
3)      Ibn Khaldun, dia adalah seorang ilmuan islam yang sangat cemerlang dan  yang paling di hargai oleh dunia intelektual modern karena  karya-karyanya yang sangat monumental, salah satu karyanya adalah Philosophi of history yaitu filsafat sejarah  terbesar yang pernah duciptakan manusia dari Negara dan bangsa manapun.[18]
Selain itu dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar seperti Nashiruddin ath-Thusi yang dalam bidang astronomi, Abul Faraj al-'Ibry ahli dalam dalam bidang matematika. Abdul Mun'im ad-Dimyathi seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan masih banyak ilmuan-ilmuan lainnya.[19]
Pada abad ke-13 satu genre bidang kesenian berkembang dengan baik yaitu seni wayang, pertama kali muncul dengan tajuk Thayf al Khayal fi Ma’rifah Khayal al Zhil (bayang-bayang imajinsi tentang pengetahuan pertunjukan wayang dan masih banyak para ilmuan-ilmuan besar lainnya) oleh Muhammad ibn Daniyal al Khuza’I al Maushili dan satu-satunya karya yang masih bertahan hingga kini dalam bidang drama puitis dari dunia islam abad pertengahan. Pertunjukan wayang kemungkinan di ciptakan di Timur tengah, akan tetapi orang-orang islam mengenalnya dari India atau Persia.
Kitab-kitab pelajaran di Al-Azhar pada masa Dinasti Mamluk yaitu:[20]
1)      Kitab Hadits yang enam (al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah) dan Musnad Ahmad dan Syafi’i.
2)      Umdatul Ahkam (Hafiz Abdul Ghani).
3)      Syuzur az-Zahab (Ibnu Hisyam).
4)      Jam’ul Jawami’.
5)      Al-Badrul Munir.
6)      As-Syarhul Kabir (ar-Rafi’i)
7)      Al-Minhaj (An-Nawawi).
8)      Hadits Arbain.
9)      Al-Waraqat (Ushul).
10)  Al-Lamhatul Badriyah (Nahwu).
b.      Sistem Pengajaran
Sistem pengajaran pada masa Mamluk ialah dengan menghafal matan-matan, meskipun murid-murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal matan Ajrumiyah, matan Taqrib, matan Alfiyah, matan Sullan dan lain-lain. Setelah murid-murid menghafal matan-matan itu barulah mereka mempelajari syarahnya, kadang-kadang serta hasyiahnya. Dengan demikian pelajaran bertambah berat dan bertambah sulit untuk menghafalnya.Selain itu, juga diterapkan sistem praktikum untuk praktikum kimia dan kedokteran.[21]
c.       Lembaga Pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan pada masa Dinasti Mamluk yaitu:
1)      Masjid, di antaranya adalah masjid yang besar di Husainiyah bernama Jami’ Az-Zahir.
2)      Madrasah, dalam madrasah diajarkan ilmu fiqhi dalam empat madzhab.
3)      Perpustakaan, berisi berbagai macam kitab dalam berbagai ilmu pengetahuan.
4)      Rumah sakit, dibangun oleh Qallawun yang terdapat bilik untuk tempat praktikum kimia dan alat-alat kedokteran.
5)      Observatorium, sebagai pusat penelitian.
6)      Jami’ Al-Azhar, sebagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam, memelihara dan mengembangkan syariat Islam dan Bahasa Arab selama zaman pertengahan.
Salah satu anak Sultan an-Nashir bernama Sultan Hasan, mendirikan madrasah yang besar yang termasyhur sampai sekarang, yaitu Jami’ Sultan Hasan. Selain itu, banyak juga sultan-sultan Mamluk yang mendirikan bangunan-bangunan besar, masjid-masjid dan madrasah-madrasah seperti:
1)      Barquq, ia mendirikan gedung-gedung besar dan madrasah besar yang termasyhur sampai sekarang dengan nama Jami’ Barquq.
2)      Al-Muaiyad Syekh, ia mendirikan masjid yang besar bernama Jami’ Al-Muaiyad.
3)      Qayutbai (873-902 H/ 1468-1496 M), ia membangun masjid-masjid dan madrasah-madrasah, serta benteng-benteng dan jalan-jalan raya, di antara bangunannya yang termasyhur ialah Jami’ Qayutbai.
4)      Al-Ghuri (906-922 H/ 1501-1516 M), ia juga banyak membangun gedung-gedung, di antaranya Jami’ Al-Ghuri dan madrasah Al-Ghuriyah.[22]
Pada masa Dinasti Mamluk, madrasah-madrasah bertambah banyak. Kebanyakan didirikan oleh sultan-sultan dan setengahnya didirikan oleh orang-orang kaya. Menurut riwayat, bahwa madrasah-madrasah di Mesir pada masa ini berjumlah 45 madrasah dan jumlah seluruhnya 70 madrasah beserta wilayah-wilayah lain.
No.
Nama
Tahun
Keahlian
Karya
1.
Izzuddin bin Abdus Salam
Wafat tahun 660 H/ 1261 M
Mujtahid as-Syafi’i

2.
Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf (An-Nawawi)
631-676H/ 1233-1277 M
Hadits dan Fiqhi
Al-Minhaj Hadits Arba’in
3.
Abdullah bin Yusuf bin Ahmad bin Abdullah bin Hisyam Al-Anshary (Ibnu Hisyam an-Nawawi)
708-761 H/ 1309-1360 M
Nahwu
Mughnil , Labib, Qathrun Nada
4.
Sa’duddin at-Taftazany
Wafat 791 H/ 1388 M
Nahwu, sharaf, balaghah, tauhid, fiqhi, ushul dan filsafat

5.
As-Sayyid Al-Jurjany
740-816 H/ 1339-1413 M
Ilmu-ilmu agama, filsafat dan falak

6.
Ibnu Khillikan
600-681 H/ 1211-1281 M
Sejarah dan syair
Wafyatul A’yan wa Anbau Abnaiz Zaman
7.
Ibnu Khaldun
742-808 H/ 1332-1406 M
Sejarah, filsafat ilmu masyarakat dan filsafat sejarah
Muqaddimah Ibnu Khaldun
8.
Ibnu Hajar Al-Asqalamy As-Syafi’iy
774-852 H/ 1372-1449 M
Hadits, Fiqhi dan sejarah Fathul Bari fi

9.
Syarhil Bukhari Al-Ishabah fi Tamyiz Shahabah Jalaluddin al-Mahally
791-864 H/ 1388-1459 M
Tafsir
Tafsir Al-Qur’an tidak tamat dan diteruskan oleh Jalaluddin as-Suyuthi maka disebut Tafsir Jalalain
10.
Jalaluddin as-Suyuthi
849-911 H/ 1445-1505 M
Tafsir, Hadits, Fiqhi, Nahwu dan Balaghah
Thabaqatul Huffadz, Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, Al-Asybah wan Nazhair
11.
Ibnu Taimiyah
662-729 H/ 1263-1328 M
Faqih Hanbaly
As-Siasah Syar’iyah, Majmuah Fatawa
12.
Ibnu Qaiyim Al-Jauziyah Faqih Hanbaly (Murid ibnu Taimiyah)

692-751 H/ 1263-1328 M

I’lamul Muqi’in Ilmul Bayan Fawaid Musyauwiqah ila ‘ilmil Qur’an
13.
Al-Bushairy
608-695 H/ 1211-1295 M
Syair dan Tasawuf
Qashidah Burdah dan Qashidah Al-Hamziyah

D.      Zaman Kemunduran Dinasti Mamluk
Seperti halnya dinasti-dinasti yang lain, dinasti Mamluk juga mengalami pasang surut. Setelah mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, dinasti ini mengalami masa kemunduran yang pada akhirnya membawa pada masa kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan dinasti mi mengalarni kemunduran dan kehancuran di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Faktor Internal
a.       Perebutan Kekuasaan
Pada masa penierintahan Qalawun, sultan Mamluk ke-8 melakukan perubahan dalam pemerintahan, yaitu pergantian sultan secara turun menurun dan tidak lagi memberikan kesempatan kepada pihak meliter untuk memilih sultan sebagai pemimpin mereka. Di samping itu, Qalawun juga telah mengesampingkan kelompok Mamluk Bahri sehingga makin lama pejabat dan Mamluk Bahriy semakin berkurang dan digantikan oleh Mamluk Burjiy. Perpindahan kekuasaan ke tangan Marniuk Burjiy membawa banyak perubahan gaya pernerintahan dalam dinasti ini.
Sistem baru yang diterapkan Qalawun ternyata telah menimbulkan kericuhan dalam pemerintahan. Pada masa ini Qalawun mengalami dua kali turun tahta karena perebutan kekuasaan dengan Kitbuga dan Najim al-Mansur Hisamudin. Pada 1382 M. Barquk al-Dzahir Saef al-Din dan Mamluk Burjiy berhasil merebut kekuasaan dan tangan as-Salih Salahuddin, sultan terakhir dan keturunan Qalawun. Sejak saat itulah mulai periode kekuasaan Mamluk Burjiy.
Meskipun sultan-sultan Mamluk Burji menerapkan kembali sistem pemerintahan secara oligarki seperti yang diterapkan Mamluk Bahri sebelumnya, kekacauan tetap berlanjut sehingga situasi mi dimanfaatkan oleh para amir untuk saling berebut kekuasaan dan memperkuat posisinya di pemerintahan. Di samping itu, sultan yang memerintah dar tahun 1412 sampai 1421 M adalah seorang pemabuk. Sultan inilah yang melakukan berbagai perbuatan yang melampaui batas.
Ada pula seorang sultan yang lain yang tidak dapat berbahasa Arab sama sekali. Adapun sultan yang memerintah pada tahun 1453 adalah orang yang tithk pandai membaca dan menulis. Bahkan ada di antara sultan Mamluk burji yang bukan saja buta huruf melainkan juga gila. Seorang sultan lainnya yang dibeli seharga lima puluh dinar, telah mengorek mata dan dipotong lidahnya karena gagal mengubah logam rongsokan menjadi emas.[23]
b.      Kemewahan dan Korupsi
Sejak pemerintahan Qalawun, pola hidup mewah telah menjalar di kalangan penguasa istana, hahkan di kalangan para amir. Hal mi membuat keuangan negara sernakin merosot dan untuk mengatasinya, pendapatan dan sektor pajak dinaikkan sehIngga penderitaan rakyat semakin bertambah. Di samping itu, perdagangan pun semakin sulit, seperti komoditi utama dan Mesir yang selama mi yang selama mi diperjualhelikan bebas oleh para petani, diambil alih oleh sultan-sultan dan keuntungannya digunakan untuk berfoya-foya. Korupsi, baik banyak maupun sedikit tidak hanya dilakukan oleh para sultan, namun para pejabat rendahan pun melakukan hal yang sama.
Situasi ekonomi kerajaan yang sangat buruk diperparah oleh kebijakan politik para sultan yang mementingkan din sendiri. Para sultan menaikkan pajak yang tinggi, baik pada orang-orang muslim maupun non muslim, sebab pajaklah satu-satunya jalan untuk mendapatkan penghasilan yang banyak guna membiayai kegiatan pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai, melengkapi istana-istana dengan berbagai kemewahan dan membangun bangunan monumental.[24]
c.       Merosotnya Perekonomian
Sikap penguasa Dinasti Mamluk yang memeras pedagang membelenggu kebebesan petani menyebabkan lunturnya gairah dan semangat kerja mereka. Keadaan ini semakin memperburuk musim kemarau panjang dan wabah penyakit menjalar di Negeri ini.
Selain itu, sejak Vasco da Gama menemukan Tanjung Harapan di tahun 1498 M, jalur perdagangan dari Timur jauh ke Eropa yang asalnya melalui Kairo, berpindah ke tempat itu. Hal ini berdampak besar pada pendapatan devisa Negara yang selanjutnya melemahkan perekonomian.
2.      Faktor Eksternal
Penyebab Iangsung runtuhnya dinasti Mamluk adalah terjadinya peperangan dengan tentara Turki Utsmani yang terjadi dua kali.[20] Pada tahun 1516 M, terjadilah peperangan di Aleppo yang berakhir dengan kekalahan total tentara Mamluk. Setelah menang di Aleppo, tentara Turki (Usmani malanjutkan perjalanannya untuk masuk ke daerah Mesir yang dalam perjalanan mi terjadi lagi pertempuran yang sengit antara tentara Turki Utsmani dengan tentara Mamluk.
Pertempuran mi terjadi ketika Mamluk diperintah oleh Tuman Bay II (al-Asyrof) yang merupakan sultan terakhir dinasti Mamluk. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Mamluk di Mesir yang berlangsung cukup lama dan sebagai akibatnya tampuk pemerintahan kekhalifahan dipindahkan dan Kairo ke Istambul. Kairo yang sebelumnya menjadi ibi kota kerajaan, sekarang tidak lebih dan sebuah kota protinsi dan kesultanan Turki Utsmani.
E.     Analisis
Berdasarkan isi materi dari makalah ini, dapat mengambil suatu gambaran analisis  bahwa Dinasti Mamluk adalah dinasti yang berasal dari budak-budak atau hamba sahaya yang pada mulanya mereka adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah. Dinasti Mamluk adalah kerajaan Islam yang mampu bertahan dari serangan Mongol dan Timur Lenk serta mereka juga mampu memporak-porandakan tentara Salib. Dengan kemenangan itu Dinasti Mamluk mampu menyatukan kembali Mesir dan Syam di bawah naungan Dinasti Mamluk.
Dinasti Mamluk berkuasa kurang lebih selama 265 tahun yang dimulai pada tahun 1250 M sampai tahun 1517 M. Di mana jumlah sultannya sebanyak 47 sultan. System pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer dan ada juga yang bersifat turun temurun. Kerajaan Dinasti Mamluk terbagi menjadi dua periode yaitu periode pertama dinamakan dengan Mamluk Bahri yang berkuasa mulai tahun 1250 – 1389 M. Pada masa ini banyak sultan-sultan yang terkenal diantaranya adalah Quruz, Baybars, Qalawun dan Nasir Muhammad bin Qalawun. Namun diantara sultan-sultan tersebut yang paling lama memerintah adalah Baybars yang mampu berkuasa selama tujuh belas tahun. Kemudian periode kedua yaitu Mamluk Burji yang berkuasa mulai tahun 1389 – 1517 M. Pada masa ini Dinasti Mamluk mulai mengalami kelemahan dikarenakan terjadi perang saudara dan huru-hara dan solidaritas antara militer menurun, banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Dari situlah salah satu faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Mamluk dari dalam, dan dari luar sendiri adanya tantangan baru dari kerajaan Usmani yang pada akhirnya mengalahkan Dinasti Mamluk.
Sedangkan peradaban yang dapat pada Dinasti Mamluk yaitu diantara yaitu dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan pemerintahan. Dalam bidang ekonomi Dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan bangsa lain yaitu dengan Perancis dan Italia. Dengan adanya pembangunan jaringan transfortasi dan komunikasi antar kota baik laut maupun darat itu sangat mendukung keberhasilan di bidang ekonomi.
Di bidang ilmu pengetahuan setelah Baghdad hancur disebabkan adanya serangan tentara Mongol banyak ilmuan-ilmuan asal Baghdad lari ke Mesir dari situlah ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir. Ilmu-ilmu itu adalah sejarah, kedokteran, astronomi, dan ilmu agama.
Masa Mamluk adalah masa mengarang matan-matan yang pendek dan mengarang syarahnya agar pelajar mudah menghafalnya. ilmu yang dikembangkan bangsa Arab saat itu adalah astronomi, matematika, termasuk trigonomentri, ilmu kedokteran khususnya kedokteran mata, bidang biografi dan sejarah.
Sistem pengajaran pada masa Mamluk ialah dengan menghafal matan-matan dan praktikum. Lembaga-lembaga pendidikan pada masa Dinasti Mamluk yaitu masjid, madrasah, perpustakaan, rumah sakit, obsevatorium dan Jami’ Al-Azhar. Madrasah-madrasah di Mesir pada masa ini berjumlah 45 madrasah dan jumlah seluruhnya 70 madrasah beserta wilayah-wilayah lain. Pada masa Dinasti Mamluk, muncul beberapa ulama terkenal dengan beberapa karyanya yang masyhur di antaranya; Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah, Jalaluddin al-Mahalli, Jalaluddin as-Suyuthi dan lain-lain.
Dalam bidang pemerintahan kemenangannya atas Mongol mampu menyatukan kembali Mesir dan Syam di bawah naungan Dinasti Mamluk. Dan pemerintahannya yang bersifat oligarki militer merupakan warna baru dalam sejarah politik Islam. Dalam bidang pemerintahan, kemenagan dinasti Mamluk atas Mongol di ‘Ayn Jalut menimbulkan harapan baru bagi daerah sekitar sehingga mereka meminta perlindungan, menyatakan kesetian kepada dinasti ini sehingga wilayah dinasti ini bertambah luas.
Pada intinya, sitem Oligarki Militer memberikan kemajuan bagi Mesir. Bahkan, dinasti Mamluk juga membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti yang bersifat oligarki militer dapat memberikan kemajuan-kemajuan.
Dinasti Mamluk pada dasarnya tidak menerapkan sistem turun-temurun terhadap orang yang memegang jabatan sultan, sebab apabila sistem semacam itu diterapkan maka rasa keadilan yang telah mengikat keutuhan solidaritas kalangan para mamluk dengan sendirinya akan rusak dan menyebabkan terjadinya disintegrasi dalam kalangan mereka.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dinasti Mamluk adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh para budak yang berasal dan Turki yang dijadikan tentara oleh Malik as-Shalih Najamuddin Ayyub sebagai pengawal kerajaan, akan tetapi mereka diberi kebebasan dan kesempatan yang luas untuk mencapai kedudukan dalam jajaran militer. Mereka akhimya mendirikan suatu kelompok militer yang terorganisir lalu kemudian merebut kekuasaan, sehingga menjadikan Syajarat al-Dur sebagai orang pertama yang memegang jabatan sultan pada dinasti Mamluk.
Perwatakan pada sistem pemerintah dinasti Mamluk bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qawalun (1280-1290 M) menerapkan pergantian khalifah secara turun menurun. Padahal sitem Oligarki Militer memberikan kemajuan bagi Mesir. Kedudukan Amir sangat penting, para Amir saling berkompetesi dalam prestasi karena mereka merupakan kandidat sultan. Bahkan dinasti Mamluk juga membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti yang bersifat oligarki militer dapat memberikan kemajuan-kemajuan di capai dalam berbagai bidang, seperti konsiladasi pemerintahan, perekonomian, dan Ilmu pengetahuan.
Peran dinasti Mamluk dalam menjaga peradaban di Mesir dibuktikan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahannya. Pada masa dinasti Mamluk berkuasa benyak kemajuan yang dicapai, hal tersebut memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan dunia Islam. Adapun kemajuan yang dicapai pada saat itu adalah di bidang militer, politik, ekonomi,pendidikan dan ilmu pengetahuan dan seni arsitektur. Pada masa itulah banyak sekali ilmuan handal yang lahir dan memberi sumbangan pemikiran yang begitu besar terhadap peradaban Islam
Kemunduran dinasti Mamluk dikarenakan berbagai faktor antara lain faktor internal yaitu perebutan kekuasaan, kehidupan yang bermewa-mewahan dikalangan pemimpin, korupsi, merosotnya sistem ekonomi. Dan faktor eksternal penyebab kemunduran dinasti Mamluk adalah munsulnya gejolak politik baru yakni Turki usmani kemudian menguatnya Turki Usmani dalam berbagai bidang sehingga dapat memukul mundur kekuatan dinasti mamalik sampai menghancurkannya. Sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Mamalik.


DAFTAR PUSTAKA
Abd. Chair. 2010. Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Khilafah. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ajid Thohir. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Graha Gratindo Persada.
Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam Cet. VII. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam Cet. VII. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Dedi Supriyad. 2005.  Sejarah Peradaban Islam cet. I. Bandung: Pustaka Setia.
Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Dewan Redaksi Ensikiopedi Islam. 1993. Ensiklopedi Islam Cet. I. Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van floeve.
Harun Nasution. 1985. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Mahmud Yunus. 1990. Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Musyrifah Sunanto.2003.  Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media.
Philip K. Hitti. 2008. History of the Arabs Cet. I. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.





[1] Dedi Supriyad. 2005.  Sejarah Peradaban Islam cet. I. Bandung: Pustaka Setia. Hal. 235.
[2] Musyrifah Sunanto.2003.  Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media. Hal. 205
[3] Harun Nasution. 1985. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 81-82
[4] Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hal. 236
[5] Dewan Redaksi Ensikiopedi Islam. 1993. Ensiklopedi Islam Cet. I. Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van floeve. Hal. 339
[6] Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam Cet. VII. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal. 125
[7]Musyrifah Sunanto.2003. Sejarah Islam Klasik Cet. I. Bogor: Kencana. Hal. 210
[8] Dedi Supriyadi.2008. Sejarah Peradaban Islam cet I. Bandung: Pustaka Setia. Hal.236
[9] Badri Yatim. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.126
[10]Abd. Chair, et. al. 2010. Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Khilafah. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Hal. 217
[11] Dedi Supriyad. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: pustaka setia. Hal. 236.
[12] Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam Cet. VII. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal. 125
[13]Dedi Supriyad. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: pustaka setia. Hal. 241-243
[14]Musyrifah Sunanto.2003.  Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media. Hal. 206-208.
[15]Badri Yatim. 2007. Sejarah Peradaban Islam Cet. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal. 126
[16] Philip K. Hitti. 2008. History of the Arabs Cet. I. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Hal. 886
[17] Mahmud Yunus. 1990. Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal. 162-167
[18] Musyrifah Sunanto. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana. Hal. 221-222.
[19] Badri Yatim. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 127
[20] Mahmud Yunus. 1990. Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal. 182
[21] Mahmud Yunus. 1990. Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal. 168
[22] Mahmud Yunus. 1990. Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hal. 172
[23] Ajid Thohir. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Graha Gratindo Persada. Hal.130
[24]Philip K. Hitti. 2008. History of the Arabs Cet. I. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Hal 695

Tidak ada komentar:

Posting Komentar