Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH DESAIN PEMBELAJARAN


 DESAIN PEMBELAJARAN
A. PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Pengembangan Desain Pembelajaran
a.      Materi
Materi yang akan dikembangkan desain pembelajarannnya di sini adalah Zakat Fitrah dan Zakat Mal dengan tema yang diambil dari buku-bukuFikih untuk pembelajaran kelas VIII SMP. Dalam materi ini akan dipaparkan mengenai zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah akan membahas; pengertian zakat fitrah dan hukumnya, syarat wajib zakat fitrah, besarnya zakat fitrah, waktu untuk membayar zakat fitrah, orang yang tidak wajib dibayarkan zakat fitrah, mustahik zakat fitrah, golongan yang tidak boleh menerima zakat fitrah,  hikmah disyariatkannya zakat fitrah. sedangkan zakat mal akan membahas; pengertian mal (harta), syarat-syarat kekayaan yang wajib di zakati, harta yang wajib di zakati dan nishabnya, mustahik zakat mal, akibat orang yang tidak mengeluarkan zakat mal, hikmah zakat mal.

b.   Karakteristik siswa yang akan menerima pembelajaran
Materi ini akan disajikan bagi siswa kelas VIII, dimana usia kelas sepuluh berada pada 13/14 tahun, atau disebut dengan masa remaja. Masa remaja (12 – 21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri.

c.    Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Dalam suatu proses pengembangan model-model pembelajaran melahirkan berbagai  macam konsep  belajar yang telah kita kenal yakni yang salah satunya adalah pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori operant conditioning dalam psikologi  behavioral.  Premis dasarnya adalah bahwa individu harus secara aktif “membangun” pengetahuan dan ketrampilannya dan informasi yang ada diperoleh dalam proses membangun  kerangka oleh siswa dari lingkungan diluar dirinya.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah  melahirkan berbagai macam model-model pembelajaran dan dari berbagai pandangan tersebut terdapat pandangan yang sama bahwa dalam proses belajar siswa adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalamn yang  dimilikinya.[1] Pengembangan sistem pembelajaran pendidikan agama Islam  memerlukan  jasa  ilmu pembelajaran pada umumnya, sehinggadiperlukan upaya adaptasi terhadap perkembangan  pembelajaran, disertai dengan identifikasi sesuai dengan karakteristik pendidikan agama Islam itu sendiri.

d.   Model Desain Pembelajaran
Model yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah model ASSURE. Model ini dipilih karena pembelajaran yang disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik.

B. LANDASAN TEORITIS
A.    Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macamkompetensi, ketrampilan dan sikap. Belajar adalah karakteristik yangmembedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yangselalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpabelajar.Belajar adalah suatu perubahan yang relative permanen dalam suatukecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan. Belajarberbeda dengan pertumbuhan dewasa, dimana perubahan tersebut darihasil genetic. Perubahan tingkah laku individu sebagai hasil belajarditunjukkan dengan berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan,pemahaman, presepsi, motivasi dan gabungan dari aspek-aspek tersebut.
Sedangkan pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, dimanakegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan murid sebagai terdidikyang belajar. Dari sisi siswa sebagai pelaku belajar dan sisi guru sebagaipembelajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan persamaan. Hubunganguru dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidikdan pelaku terdidik. Dari segi tujuan akan dicapai baik guru maupun siswasama-sama mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Meskipun demikian, tujuanguru dan siswa tersebut dapat dipersatukan dalam tujuan instruksional.Pembelajaran mencakup peristiwa-peristiwa yang dihasilkan atauditimbulkan oleh sesuatu yang bisa berupa bahan cetakan (buku teks, suratkabar, majalah, dsb), gambar, program televisi, atau kombinasi dari obyekobyekfisik, dsb. Peristiwa ini mencakup semua ranah atau domain hasilbelajar (learning outcomes). Secara singkat, dapat kita katakan bahwapembelajaran merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhisi belajar sedemikian rupa, sehingga akan mempermudah ia dalam belajar,atau belajar yang dilakukan oleh si belajar dapat dipermudah/ difasilitasi.[2]
Adapun menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah suatuusaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapatmemahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yangpada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pendangan hidup. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir,Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorangkepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu ketika kita menyebut Pendidikan  agama Islam, maka akan mencakup dua hal, (a) mendidik siswa untukberperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; (b) mendidiksiswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam-subjek berupapengetahuan tentang ajaran Islam.[3]

2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam di sekolah/madradah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian danpemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalamanpeserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yangterus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa danbernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yanglebih tinggi.[4]
Tujuan pendidikan merupakan hal dominan dalam pendidikan,rasanya penulis perlu mengutip ungkapan Breiter, bahwa ”Pendidikanadalah persoalan tujuan dan fokus. Mendidik anak berarti bertindakdengan tujuan agar mempengaruhi perkembangan anak sebagai seseorangsecara utuh. Apa yang dapat anda lakukan bermacam-macam cara, andakemungkinan dapat dengan cara mengajar dia, anda dapat bermaindengannya, anda dapat mengatur lingkungannya, anda dapat menyensornonton TV, anda dapat memberlakukan hukuman agar dia jauh daripenjara”.
Adapun fungsi dari Kurikulum pendidikan agama Islam untuksekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut:[5]
a.       Pengembangan, yaitu menungkatkan keimanan dan ketakwaan pesertakepada allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b.      Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaanhidup di dunia dan akhirat.
c.       Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri denganlingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dandapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d.      Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didikdalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalamkehidupan sehari-hari.
e.       Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif darilingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakandirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusiaIndonesia seutuhnya.
f.       Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alamnyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
g.      Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakatkhusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembangsecara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri danbagi orang lain.
Adapun Faisal berpendapat bahwa terdapat beberapa pendekatanyang digunakan dalam memainkan fungsi agama Islam di sekolah:[6]
a.       Pendekatan nilai universal (makro) yaitu suatu program yangdijabarkan dalam kurikulum.
b.      Pendekatan Meso, artinya pendekatan progam pendidikan yangmemiliki kurikulum, sehingga dapat memberikan informasi dankompetisi pada umum.
c.       Pendekatan Ekso, artinya pendekatan progam pendidikan yangmemberikan kemampuan kebijakan pada anak untukmembudidayakan nilai agama Islam.
d.      Pendekatan Makro, artinya progam pendidikan yang memberikankemampuan kecukupan keterampilan seseorang sebagai profesionalyang mampu mengemukakan ilmu teori, informasi, yang diperolehdalam kehidupan sehari-hari.
3. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yangkuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk. Dapat ditinjau dari berbagai segi,yaitu:[7]
a. Dasar Yuridis/ Hukum
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undanganyang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalammelaksanakan pendidikan agama disekolah secara formal. Dasar yuridisformal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
1)      Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila. Sila pertama:Hetuhanan Yang Maha Esa
2)      Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal 29ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1. Negara berdasarkan atas KetuhananYang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudukuntuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamadan kepercayaannya itu.
3)      Dasar Operasional, yaitu terdapat dalam UU RI nomor 20 tahun 2003tentang SISDIKNAS bab II pasal 3, menyebutkan “PendidikanNasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,berakhlak mulia, sehat, berilmu dan cakap, kreatif, mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab”.
b. Segi Religius
Adapun yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumberdari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintahTuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’anbanyak ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain:
1)      Q.S. Al-Nahl: 125:
Artinya:“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah danpelajaran yang baik…….”
2)      Q.S. Al-Imran: 104:

Artinya: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyerukepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dariyang mungkar…..”

3)      Al-Hadist: “Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanyasedikit”.

c. Aspek Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaankehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkanpada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentramsehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana dikemukakanoleh Zuhairini dkk bahwa: semua manusia didunia ini selalu membutuhkanadanya pegangan hidup yang disebut agama.[8]
Mereka merasakan bahwa didalam jiwanya ada satu perasaan yangmengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dantempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal semacam ini terjadi padamasyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa untuk membuat hati tenangdan tentram ialah dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal inisesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ra’ad ayat 28, yaitu:
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%̍ø.ÉÎ/«!$#3Ÿwr&̍ò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.


4. Mengelola Proses Belajar dan Pembelajaran PAISecara Efektif
a.       Pengertian pengelolaan pembelajaran
Dalam struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi Tingkat SatuanPendidikan, kegiatan pembelajaran termasuk salah satu komponen yangharus ada, selain kurikulum dan hasil belajar, penilaian berbasis kelas danpengelolaan kurikulum berbasis madrasah. Kegiatan pengelolaanpenbelajaran merupakan gagasan-gagasan pokok tentang kegiatanpembelajaran yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk tercapainyastandar kompetensi dasar yang ditetapkan serta memuat gagasan-gagasanpedagogis dan andragogis untuk mengelola pembelajaran agar berjalan
secara efektif dan efisien.[9]
Dalam penjelasan berikut ini akan dimuat prinsip-prinsip pokokdalam kegiatan pembelajaran, penyediaan pengalaman belajar,mengembangkan ketrampilan hidup (Life Skill) siswa, pengelolaan kelas,pengelolaan siswa, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan isi/materipembelajaran, dan pengelolaan sumber belajar.
b.      Prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam rangkamembangun makna atau pemahaman. Karenanya dalam pembelajaran guruperlu memberikan motivasi kepada siswa untuk menggunakan potensi danotoritas yang dimilikinya untuk membangun suatu gagasan. Pencapaiankeberhasilan belajar tidak hanya menjadi tanggung jawab siswa, tetapiguru juga ikut bertanggung jawab dalam menciptakan situasi yangmendorong prakarsa, motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajarsepanjang hayat.[10]
c.       Pemberian pengalaman belajar kepada siswa
Pengalaman belajar merupakan serangkaian kegiatan yang harusdiperbuat dan dikerjakan oleh siswa secara berurutan untuk mencapaiindikator pembelajaran dan kompetisi dasar. Pemberian pengalamn belajarsiswa harus memperhatikan urutan dan langkah-langkah pembelajaran.Untuk materi pelajaran yang memerlukan prasyarat tertentu sertapendekatan dan penyajian secara spiral (mudah ke sukar, konkret keabstrak serta dekat ke jauh). Pemberian pengalaman belajara kepada siswamengacu kepada empat pilar pendidikan yang dikembangkan badan PPBUNESCO yaitu: belajar untuk mengetahui (Learning to Know), belajaruntuk melakukan (Learning to Do), belajar untuk menjadi diri sendiri(Learning to Be), dan belajar untuk hidup bersama/kebersamaan (Learningto Live Together).[11]

B.     Pendekatan Konstruktivistik
1. Pengertian dan Tujuan Pendekatan Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi setelah melakukan kegiatan. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman. Suatu pengalaman diperoleh manusia melalui indera, sehingga melalui indera manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dan dari sanalah pengetahuan diperoleh. Mungkin dapat melalui mata, telinga, hidung, atau indera lainnya. Pengetahuan akan tersusun setelah seseoarang berinteraksi dengan lingkungan. Misalnya seseorang telah melihat sesuatu maka berarti ia telah mengetahui pengetahuan seperti apa yang telah dilihatnya.[12]
Teori ini memandang bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke kepala siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah dipelajari atau diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian, menurut teori ini apa-apa yang diajarkan oleh guru tidak harus dipahami oleh siswa. Pemahaman siswa boleh berbeda dengan guru. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang berhak menentukan pengetahuan yang ada pada diri seseorang adalah individu itu sendiri, bukan orang lain. Yaitu dengan melalui indera yang dimiliki, atau dari satu pengalaman pada pengalaman yang selanjutnya. Teori ini juga perpendapat bahwa berpikir yang baik adalah lebih penting dari pada mempunyai jawaban yang benar. Dengan berpikir yang baik maka seseorang dapat menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapi.[13]
Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan yang memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.[14]
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, danperspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
David Ausabel berargumen bahwa siswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan dan beberapa siswa membutuhkan motivasi eksternal untuk mempelajari apa yang diajarkan di sekolah. Adapun pandangan yang ada pada konstruktivistik adalah:[15]
a.       Membutuhkan keaktifan siswa dalam belajar
b.      Menekankan cara-cara bagaimana pengatahuan siswa yang sudah ada dapat menjadi bagian dari pengatahuan baru
c.       Mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus
Adapun tujuan dari pembelajaran melalui Pendekatan konstruktivistik ini adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses ”Learn To Be” serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.

2. Ciri-Ciri Pendekatan Konstruktivistik
Menurut pandangan teori ini balajar adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman kongkrit, aktifitas kolabirasi, dan refleksi serta interprestasi. Sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali dan ketidakmenentuan.[16] Sehingga teori ini menitikberatkan pada upaya penyusunan pengetahuan.
Untuk memahami lebih dalam aliran konstruktivistik ini, ada baiknya dikemukakan tentang ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik. Ciri-ciri tersebut pernah dikemukakan oleh Driver dan Oldham, ciri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:[17]
a.       Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b.      Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster dan lain-lain.
c.       Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.
d.      Penggunaan ide baru dalm berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e.       Review,yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
Teori belajar konstruktivistik menitikberatkan pada bagaimana seorang siswa mampu menyusun pengetahuan berdasarkan pemahamannya dirinya sendiri. Suatu pengetahuan tersebut berasal dari satu pengalaman menuju pengalaman selanjutnya yang mana akan menjadi suatupengetahuan yang kompleks atau rinci. Guru tidak menstransferkan pengetahuan yang dimilikinya tetapi hanya membantu dalam proses pembentukan pengetahuan oleh siswa agar berjalan dengan lancar. Siswa menyusun pengetahuannya berdasarkan usaha dirinya sendiri atau individu masing-masing, maka tugas guru adalah hanya sebagai fasilitator atau mediator. Guru hanya memberi arahan agar siswa termotivasi dalam pembelajaran atau mendapatkan suatu pengetahuan.
Brooks memberikan ciri-ciri guru yang mengajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, bukan satusatunya sumber belajar.
b.      Guru membawa siswa masuk ke dalam pengalaman-pengalaman yang menentang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka.
c.       Guru membiarkan siswa berfikir setelah mereka disuguhi beragam pertanyaan-pertanyaan guru.
d.      Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain.
e.       Guru menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan, analisis, dan ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas.
f.       Guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan bersifat inisiatif sendiri.
g.      Guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi.
h.      Guru tidak memisahkan antara tahap mengetahui proses menemukan.
i.        Guru mengusahakan agar siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman mereka karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.
Sedangkan ciri-ciri siswa dengan pendekatan konstruktivisme adalah siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Guru membantu proses pembangunan pengetahuan agar siswa dapat memahami informasi dengan cepat. Disamping itu guru menyadarkan kepada siswa bahwa mereka dapat membangun makna. Siswa berupaya memperoleh pemahaman yang tinggi dan guru membimbingnya. Adapun misi utama pendekatan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali dan melakukan yang baru.[18]
Dalam Al-qur’anpun terdapat beberapa ayat yang menyatakan bahwa manusia sesungguhnya dirangsang untuk berfikir, dikemukakan dalam berbagai bentuk kalimat tanya. Materi pertanyaanpun dalam Al-Qur’an melampaui kemampuan manusia biasa. Kita lihat misalnya, dalam surat Al-Ghasiyah (88:17-20) sebagai berikut:[19]
Ÿxsùr&tbrãÝàYtƒn<Î)È@Î/M}$#y#øŸ2ôMs)Î=äzÇÊÐÈn<Î)urÏä!$uK¡¡9$#y#øŸ2ôMyèÏùâÇÊÑÈn<Î)urÉA$t6Ågø:$#y#øx.ôMt6ÅÁçRÇÊÒÈn<Î)urÇÚöF{$#y#øx.ôMysÏÜßÇËÉÈ
Artinya: “(17) Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?. (18) Dan langit, bagaimana ditinggikan?. (19) Dan gununggunung di tegakkan?. (20) Dan bumi bagaimana dihamparkan?”.

Terdapat beberapa kalimat perintah dengan nuansa bertanya untuk memperhatikan bagaimana gajah dijadikan, langit ditinggikan, bumi dihamparkan, dan gunung-gunung ditegakkan. Pertanyaan-pertanyaan itu, mestinya menghentak kepada mereka yang peduli dan serius pada Al- Qur’an dan selanjutnya membangun gerakan untuk menjawab lewat pengamatan atau oleh fikir secara mendalam, luas dan menyeluruh.[20]

3. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivistik
a.       Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
Telah dikatakan di atas bahwa pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dikonstruksikan oleh individu itu sendiri, melalui indera yang dimiliki. Pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kenyataan melalu kegiatan seseorang. Sehingga pengetahuan seseorang diperoleh dengan melalui pengalaman yang dilakukan oleh siswa. Dan siswa akan membangun pengalamannya tersebut sebagai suatu pengetahuan yang kemudian dipikirkan dengan akalnya.[21]
b.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.
Dari prinsip yang pertama, maka memunculkan prinsip yang kedua. Jika seorang guru bermaksud untuk mengajarkan atau  menstransfer konsep, ide atau pengertian kepada siswanya, maka proses transfer itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh dirinya sendiri melelui pengalamannya. Banyak siswa keliru menangkap apa yang diajarkan oleh guru. Yang namanya mengikuti pelajaran guru bukan menghafal rinci persis apa yang diberikan atau yang dikatakan guru, melainkan bagaimana siswa menginterprestasikan dan mengkonstrukasi pengetahuan atau pengalaman dari guru untuk dikembangkan sendiri.[22]
c.       Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
Seseorang membentuk pengetahuan melalui pengalaman yang satu ke pengalaman selanjutnya sehingga pengetahuan itu menjadi sempurna. Dalam pikiran seseorang sudah ada pengetahuan yang pertama dan pengetahuan tersebut akan berkembang menjadi pengetahuan yang lebih rinci. Sebagai contoh seorang siswa memiliki skema tentang orang wanita yang sholat menggunakan mukena warna putih. Dalam pikirannya terbangun skema bahwa seorang wanita kalau sholat harus menggunakan mukena warna putih. Suatu ketika ia berkesempatan menyaksikan orang wanita yang sholat menggunakan mukena warna kuning, orange, hitam, dan motif bunga. Dalam kesempatan berikutnya ia menyaksikan seorang wanita sholat memakai busana wanita lengkap. Dalam pikiran siswa tersebut  berkesimpulan bahwa seorang wanita yang sholat tidak harus menggunakan mukena warna putih yang terpenting harus menutup aurat. Dalam proses ini tampak bahwa skema lama tetap dipertahankan namun dikembangkan menjadi lebih rinci sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab beberapa perbedaan pengalaman.[23]
d.      Guru sekedar membantu penyediaan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa mulus.
Tugas seorang guru bukan saja menyampaikan materi pelajaran tetapi berfungsi sebagai mediator dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru seharusnya menyediakan atau memberikan suatu kegiatan yang mampu merangsang keinginan siswa dalam menambah pengetahuan yang dimilikinya, serta membantu mereka dalam mengekspresikan gagasan atau ide-ide yang mereka miliki. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar.[24]

4. Komponen Pembelajaran Pada Pendekatan Konstruktivistik
Adapun komponen yang ada dalam pendekatan konstruktivistik terdiri dari:[25]
a.       Tujuan pembelajaran: menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses “Learn To Be” serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.


b.      Strategi pembelajaran:
1)      Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah di tetapkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan idenya lebih luas.
2)      Menempatkan siswa sebagai tempat timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide atau gagasannya, kemudianmemformulasikan kembali ide-ide tersebut serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3)      Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur dan mudah dikelola.
4)      Guru bersama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat macam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
c.       Peranan dalam pembelajaran:
1)      Peran guru: membantu agar proses mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.
2)      Peran siswa: pembentukan pengetahuan oleh siswa. Ia harus aktif dalam berkegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
d.      Evaluasi pembelajaran:
Evaluasi belajar dari teori konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan dari pengalaman.
Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, objek dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual. Sedangkan untuk evaluasi, teori ini menggunakan goal-free evalution, yaitu suatu konstruk untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih objektif jika evaluator tidak di beri informasi tentang tujuan selanjutnya, tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktivitas belajar siswa.[26]

5. Beberapa Model dan Prosedur Penerapan Pendekatan konstruktivistik dalam Pembelajaran
Bagaimanakah model pembelajaran ini? Literatur-literatur yang membahas model ini secara detail memang masih belum banyak ditemukan, terutama oleh penulis. Oleh karena itu, di sini hanya akan dikupas pokok-pokok model konstruktivistik secara global. Gambaran umum model pengajaran konstuktivistik adalah model pembelajaran yang, antara lain, sebagai berikut:[27]
a.       Menghargai keanekaragaman peserta didik.
Implikasinya: pendidik harus menggunakan berbagai macam pendekatan sesuai karakteristik peserta didik, menyesuaikan kecepatan pengajarannya dengan tingkat penyerapan peserta didik yang berbeda-beda,dll.
b.      Meletakkan keberhasilan proses pembelajaran lebih besar dipundak peserta didik daripada di tangan pendidik.
Implikasinya: pendidik harus memberikan bertbagai metode belajar kepada peserta didik sehingga mereka mampu belajar secara mandiri, mempercayai bahwa peserta didik merupakan mahluk normal yang mampu menguasai materi yang harus diselesaikan dan pendidik sebagai fasilitator dan motivator, dll.
c.       Memberi kesempatan peserta didik mengekspresikan pikiran dan penemuannya. Implikasinya: pendidik harus mengurangi alokasi waktunya di dalam kelas untuk berceramah dan. Memberi waktu yang luas kepada peserta didik untuk saling berikteraksi dengan temannya maupun dengan pendidiknya. Membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas-tugas dan mempresentasikan di kelas.
d.      Mendorong peserta didik mampu memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungannya.
Implikasinya: pendidik harus mendesign materi pelajarannya sedemikian rupa sehingga peserta didik terdorong untuk mencari sumber-sumber pengetahuan dari berbagai tempat di luar fasilitas sekolah, misalnya: perpustakaan kota, internet, media masa, wawancara dengan orang-orang yang ahli di bidangnya, dll.
e.       Memasukkan penugasan portofolio sebagai salah satu alat penilaian.
Impilikasinya: pendidik harus memberi kesempatan lebih luas kepada peserta didik secara individu dalam bentuk pembimbingan untuk mengerjakan penugasan tersebut. Dalam peranan ini pendidik juga harus mampu mendorong peserta didik untuk mencari penemuan-penemuan baru, meski dalam level sekecil apapun.
Dalam teori ini guru berperan untuk membantu agar proses pengkonstruksikan pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru di tuntut untuk lebih memahami jaan pikiran atau cara siswa dalam balajar. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:[28]
a.       Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak
b.      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa
c.       Menyediakan system dudukan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Adapun beberapa pertimbangan yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam memilih materi pengajaran secara tepat dan akurat, pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada penetapan:[29]
a.       Tujuan Intruksional
Dalam hal ini merupakan syarat mutlak bagi seorang guru dalam memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan intruksional merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode pembelajaran.[30]
b.      Pengetahuan Awal Siswa
Pada awal atau sebelum guru masuk ke kelas member materi pengajaran pada siswa, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Sewaktu memberi materi pengajaran kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang di capai siswa, untuk mendapat pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan pretest tertulis, Tanya jawab di awal pelajaran. Dengan pengetahuan awal siswa, guru dapat menyusun strategi memilih metode intruksional yang tepat pada siswa-siswa.[31]
c.       Bidang Studi/Pokok Bahasan
Pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah, progam studi diatur dalam tiga kelompok. Pertama; progam  pendidikan umum (Pendidikan Agama, PPKn, Penjas, dan Kesenian), kedua; progam pendidikan akademik (Bahasa, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika), ketiga; progam pendidikan ketrampilan (berkaiatan dengan ketrampilan).[32]
Maka metode yang akan kita pergunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang terdapat dalam poko bahasan. Umpamanya ranah psikomorik lebih dominan dalam pokok bahasan tersebut, maka metode demonstrasi yang dibutuhkan, siswa berkesempatan mendemonstrasikan materi secara bergiliran di dalam kelas atau di lapangan. Dengan demikian metode yang kita pergunakan tidak terlepas dari bentuk dan muatan materi dalam pokok bahasan yang disampaikan kepada siswa.
d.      Alokasi Waktu dan Sarana Penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran satu jam pelajaran 45 menit, maka metode yang dipergunakan telah dirancang sebelumnya, termasuk didalamnya perangkat penunjang pembelajaran, perangkat pembelajaran itu dapat dipergunakan oleh guru secara berulang-ulang, seperti; transparan, chart, video, film, dan sebagainya. Adapun metode pembelajaran disesuaikan dengan muatan materi, seperti mata pelajaran fiqih, metode yang akan diterapkan adalah metode praktek, bukan berarti metode lain tidak kita pergunakan, metode ceramah sangat perlu yang waktunya dialokasikan sekian menit untuk memberi petunjuk, aba-aba, dan arahan. Kemudian memungkinkan mempergunakan metode diskusi, karena dari hasil praktikum siswa memerlukan diskusi kelompok untuk memecah problem yang mereka hadapi.
e.       Jumlah Siswa
Idealnya metode yang kita terapkan di dalam kelas melalui pertimbangan jumlah siswa yang hadir, memang ada ratio guru dan siswa agar proses belajar mengajar efektif, ukuran kelas  menentukan keberhasilan terutama pengelolaan kelas dan penyampaian materi. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu pengajaran akan tercapai apabila mengurangi besarnya kelas, sebaliknya pengelola pendidikan mengatakan bahwa kelas yang kecil-kecil cenderung tingginya biaya pendidikan dan latihan. Kedua pendapat ini bertentangan, manakala kita dihadapkan pada mutu, maka kita membutuhkan biaya yang besar, bila pendidikan mempertimbangkan biaya mutu sering terabaikan, kita mengharapkan biaya pendidikan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dengan mutu yang tidak terabaikan, apalagi saat ini kondisi masyarakat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.[33]
Pada sekolah dasar umumnya mereka menerima siswa maksimal 40 orang, dan sekolah lanjutan maksimal 30 orang. Kebanyakan para ahli pendidikan berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan 24 orang. Ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak metode ceramah yang lebih efektif, akan tetapi yang perlu kita ingat metode ceramah memiliki banyak kelemahan di bandingkan dengan metode yang lainnya, terutama dalam pengukuran keberhasilan siswa, di samping metode ceramah guru dapat melaksanakan tanya jawab dan diskusi. Kelas yang kecil dapat diterapkan metode tutorial karena pemberian umpan balik dapat cepat di lakukan dan perhatian terhadap kebutuhan individual lebih dapat dipenuhi.[34]
f.       Pengalaman dan Kewibawaan Pengajaran
Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, peribahasa mengatakan pengalaman adalah guru yang baik, hal ini di akui lembaga pendidikan, criteria guru berpengalaman adalah dia telah mengajar selama lebih kurang 10 tahun, maka sekarang bagi calon kepala sekolah boleh mengajukan permohonan menjadi kepala sekolah bila telah mengajar minimal 5 tahun. Denagn demikian guru harus memahami seluk beluk persekolahan, strata pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam keberhasilan mengajara akan tetapi pengalaman yang menentukan. Umpamanya guru peka dengan masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang tepat, merumuskan tujuan intruksional, memotivasi siswa, mengelola siswa, mendapat umpan balik dalam proses belajar mengajar.[35]
Adapun tahapan belajar dengan pendekatan konstruktivistik. Pengajaran ini berisi tiga prinsip tahapan pembelajaran, yaitu:[36]
a.       Tahap pertama, advance organizer. Secara umum belajar secara maksimal terjadi apabila terjadi potensi kesesuaian antara skema yang dimiliki siswa dengan materi atau informasi yang akan dipelajarinya. Agar terjadi kesesuaian tersebut, Ausabel menyarankan sebuah strategi yang disebut advance organizer, yaitu statement perkenalan yang menghubungkan antara skema yang sudah dimiliki oleh siswa dengan informasi yang baru.
b.      Tahap kedua, menyampaikan tugas-tugas belajar. Setelah pemberian advance organizer, langkah berikutnya adalah menyampaikan persamaan dan perbedaana dengan contoh yang sederhana. Untuk belajar sesuatu yang baru, siswa tidak harus melihat hanya persamaan anatar materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Lebih dari itu siswa juga perlu melihat perbedaannya pula. Dengan demikian tidak terjadi kebingunan yang akan dialami oleh siswa ketika mempelajari materi yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Untuk membentu siswa memahami persmaan dan perbedaan ini dapat digunakan berbagai cara ceramah, diskusi, film-film, atau tugas-tugas belajar.[37]
c.       Tahap ketiga penguatan organisasi. Pada tahap ini, ausabel menyatakan bahwa guru mencoba untuk menambahkan informasi baru ke dalam onformasi yang sudah dimiliki oleh siswa pada awal pelajaran dimulai dengan membantu siswa untuk mengamati bagaimana setiap detail dari informasi berkaitan dengan informasi yang lebih besar atau lebih umum. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pemahamnnya tentang informasi apa yang baru mereka pelajari.[38]

6. Penerapan Pendekatan Konstruktivistik dalam Pembelajaran PAI
Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang Pendidikan Agama Islam seperti; Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai) yang harus dipraktekkan. Pendidikan agama lebih ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhan-Nya; penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapat penekanan dan masih terdapat sederet respons kritis terhadap pendidikan agama. Hal ini disebabkan penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis di kelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.[39]
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran PAI pada saat menerapkan pendekatan konstruktivistik antara lain:
a. Prinsip-prinsip dalam pembelajaran PAI dalam menerapkan pendekatan kontruktivistik:[40]
1)      Berpusat pada siswa: setiap siswa pada dasarnya berbeda, dan telah ada dalam dirinya minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience), dan cara belajar (learning style) yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
2)      Pembalikan makna belajar: dalam konsep tradisional belajar hanya diartikan penerimaan informasi oleh peserta didik dari sumber belajar dalam hal ini guru. Akibatnya pembelajaran sering diartikan merupakan transfer of knowledge.
3)      Belajar dengan melakukan: pada hakikatnya dalam kegiatan belajar siswa melkaukan aktivitas-aktivitas. Aktivitas siswa akan sangat ideal bila dilakukan dengan kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan serta mempraktekkannya sendiri. Dengan cara ini siswa tidak akan mudah melupakan apa yang diperolehnya denagn cara mencari dan menemukan serta mempraktekkan sendiri akan tertanam dalam hati sanubari dan pikirannya siswa karena ia belajar secara aktif dengan cara melakukan.[41]
4)      Mengembangkan kemampuan sosial, kognitif, dan emosional: dalam kegiatan pembelajaran siswa harus dikondisikan dalam suasana interaksi dengan orang lain seperti antar siswa, antara siswa dengan guru, dan siswa dengan masyarakat. Denagn interaksi yang intensif siswa akan mudah untuk membangun pemahamannya. Guru dituntut untuk dapat memilih berbagai strategi pembelajaran yang membuat siswa melakukan interaksi denagn orang lain, misalnya dengan diskusi, sosiodrama, belajar secara kelompok dan sebagainya.[42]
5)      Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan: siswa terlahir dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah bertuhan.[43]
6)      Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah: dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang harus dipecahkan.
7)        Mengembangkan kreatifitas siswa: siswa memiliki potensi untuk berbeda. Perbedaan siswa terlihat dalam pola berfikir, daya imanjinasi, fantasi (pengandaian) dan hasil karyanya. [44]
8)      Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi: ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan.
9)      Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik: siswa perlu memperoleh wawasan dan kesadaran berbangsa dan bernegara.
10)  Belajar sepanjang hayat: menurut ajaran agama Islam, menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap muslim mulai dari buaian sampai liang lahat.
11)  Perpaduan kemandirian dan kerjasama: siswa perlu di beritahu pengertian dan pemahaman untuk belajar berkompetisis secara sehat, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritas.[45]

b. Mengelola Pembelajaran Secara Efektif
Pengelolaan kelas merupakan upaya pendayagunaan potensi kelas dengan cara melakukan seleksi terhadap penggunaan alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Pengelolaan kelas atau tempat belajar meliputi pengelolaan beberapa alat/benda serta obyek yang terdapat di dalam kelas atau ruang belajar seperti: meja dan kursi baik guru maupun murid, pajangan yang merupakan hasil karya siswa, perabot sekolah, serta sumber belajar yang terdapat di dalam kelas. Pengelolaan kelas meliputi:[46]
1)      Pengelolaan meja dan kursi
Pengelolaan meja-kursi berdasarkan prinsip-prinsip: (1) aksesibilitas: yaitu kemudahan siswa untuk menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia; (2) mobilitas: yaitu memudahkan baik siswa maupun guru untuk bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas; (3) interaksi: yaitu, memudahkan terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran antara guru dan siswa, (4) variasi kerja siswa: yaitu memungkinkan siswa untuk dapat bekerja secara perorangan atau bekerjasama secara berpasangan atau secara kelompok.
Formasi pengaturan meja-kursi yang dapat dikembangkan: formasi huruf U, meja konferensi, lingkaran, susunan Chevron atau huruf V, atau kelas tradisional yaitu secara berjejer atau berbaris serta formasi auditorium. Formasi lainnya yang dapat digunakan disesuaikan dengan tujuan dan strategi pembelajaran yang digunakan atau intensitas interaksi yang diinginkan oleh guru.
2)      Pengelolaan alat-alat pengajaran
Alat-alat pelajaran yang terdapat atau dibutuhkan dalam proses pembelajaran di kelas perlu diatur dan tata dengan prinsip-prinsip desain interior yang meliputi: perpustakaan kelas, alat-alat peraga dan media pembelajaran, papan tulis/white bord, kapur tulis atau spidol bord market, dan appan presensi siswa.
3)      Penataan keindahan dan kebersihan kelas
Berkaitan denagn keindahan dan kebersihan kelas alat atau benda yang harus ditata dengan baik meliputi: 1) hiasan dinding (gambar presiden dan wakil presiden, lambang garuda pancasila, gambar pahlawan, slogan pendidikan, kata-kata mutiara, kaligrafi; 2) penempatan lemari buku atau lemari alat peraga; 3) pemeliharaan kebersihan siswa diatur secara bergiliran denagn sistem piket.
4)      Ventilasi dan tata cahaya
Untuk ventilasi sebaiknya berada di sisi kiri maupun kanan ruangan, hindari guru merokok di dalam kelas. Untuk pengaturan cahaya: cahaya yang masuk harus cukup, dan bila diperlukan lampu listrik, gunakan dengan kekuatan watt yang dibutuhkan untuk ruangan kecil atau besar, dan arah cahaya sebaiknya dari sebelah kiri.
5)      Pajangan kelas
Pajangan kelas hasil karya siswa harus dipilih secara selektif disesuaikan dengan nilai estetika, serta kebermanfaatannya.
6)      Pengelolaan siswa
Pengelolaan siswa dalam satu kelas dapat dilakukan secara perorangan, berpasangan, kelompok, atau klasikal disesuaikan dengan jenis kegiatan, keterlibatan siswa, interaksi pembelajaran, waktu belajar serta ketersediaan sarana dan prasarana serta keragaman karakter siswa. Untuk pengelolaan siswa secara berkelompok, ada beberapa dasar yang dapat dijadikan pertimbangan yaitu: pengelompokan berdasarkan kesenangan berkawan, pengelompokan menurut kemapuan, pengelompokan menurut minat.
7)      Pengelolaan kegiatan pembelajaran
Ada tiga hal utama yang harus dilakukan guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran yang meliputi penyediaan pertanyaan yang mendorong siswa berfikir dan berproduksi, penyediaan umpan balik yang bermakna, penyediaan progam penilaian yang mendorong semua siswa melakukan unjuk kerja.
8)      Pengelolaan isi/materi pembelajaran
Pengelolaan isi atau materi pelajaran yang dilakukan oleh guru harus disiapkan dan direncanakan dalam silabus dan sistem penilaian yang dibuat oleh guru. Dari silabus yang dibuat oleh guru akan tergambar jenis dan satuan pendidikan, jenjang pendidikan dan tingkatan kelas serta semester, standar kompetensi lulusan permata pelajaran yang harus dicapai siswa, kompetensi pembelajaran setiap materi pokok pembelajaran, indikator dan hasil belajar siswa, perencanaan pengalaman belajar dan pengembangan kecakapan hidup, skenario pembelajaran, penilaian serta sumber, alat dan media pembelajaran yang akan digunakan.
9)      Pengelolaan sumber belajar
Sumber belajar adalah sumber-sumber yang dapat dipergunakan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan siswa lain, untuk memudahkan siswa belajar. Guru dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia di madrasah atau di sekitar madrasah, baik sumber belajar yang dirancang secara khusus untuk kegiatan pembelajaran (by-design learning resources) maupun sumber belajar yang tersedia secara alami dan tinggal memanfaatkan (by-utilization learning resources), sumber belajar dalam bentuk manusia (human learning resources) dan sumber belajar non manusia (non human learning resources).
7. Evaluasi Pembelajaran dalam Pendekatan Konstruktivistik
Bentuk-bentuk evaluasi teori ini dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan”, “strategi”, serta “sintesis”. Juga mengkonstruk pengalaman siswa dan mengarahkan pada evaluasi pada konteks yang luas berbagai perspektif.[47]
Tugas mengajar tidaklah berakhir tatkala telah selesai menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas dengan baik. Seseorang pengajar juga bertanggung jawab untuk membina siswa-siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya sehari-hari, sehingga mereka betul-betul mampu mandiri dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan teori-teori yang telah mereka perdapat di dalam kelas, demikian juga mereka dapat memecahkan masalah yang diberikan guru.
Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dalam dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Beberapa hal penting tentang evaluasi dalam aliran kontruktivistik adalah:[48]
a.       Diarahkan pada tugas-tugas autentik;
b.      Mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi;
c.       Mengkonstruksi pengalaman siswa; dan
d.      Mengarahkan evaluasi pada konteks yang lebih luas dengan berbagai perspektif.
Untuk keperluan pengajaran Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan, yang disebut taksonomy. Ide untuk membuat taxsonomy itu muncul sejak tahun 1948. Setelah melalui beberapa kali pertemuan akhirnya keluarlah buku Bloom (dan kawan-kawannya) itu yang diberi judul Taxonomy of Educational Objectives. Untuk daerah binaan (domain) kognitif Bloom dan kawan-kawannya membaginya menjadi enam daerah yang lebih kecil sebagai berikut:[49]
a.       Knowledge: daerah ini berisi kemampuan mengingat (recall) konsep-konsep yang khusus dan yang umum; metode dan proses; dan pattern, struktur.
b.      Comprehension: daerah ini lebih rendah daripada pengertian. Siswa cukup memahami tanpa mengetahui hubungannya dengan yang lain. Juga tanpa kemampuan mengaplikasikan pemahaman itu. Misalnya kemampuan menerjemahkan bahan matematika verbal ke dalam simbol-simbol; mampu menangkap pemikiran yang terdapat di dalam sesuatu karya; mampu meramalkan sesuatu kecenderungan, dan lain-lain.
c.       Aplication: di sini yang dibina ialah kemampuan siswa menggunakan konsep-konsep abstrak pada objek-objek khusus dan kongkret. Konsep-konsep abstrak itu dapat berupa ide-ide umum, prosedur, prinsip-prinsip teknis, ataupun teori yang harus diingat dan diaplikasikan. Misalnya kemampuan mengaplikasikan teori-teori psikologi untuk mengenali sifat-sifat orang di dalam masyarakat kongkret, dan lain-lain.
d.      Analysis: daerah ini adalah daerah binaan kemampuan siswa memahami dengan jelas hirearki ide-ide dalam suatu unit bahan atau membuat keterangan yang jelas tentang hubungan antara idea yang satu dengan yang lainnya. Analisis itu memperjelas bahan-bahan yang dipelajari dan menjelaskan bagaimana bahan itu diorganisasi dan bagaimana masingmasing ide itu berpengaruh. Misalnya kemampuan memeriksa konsistensi hipotesis dengan informasi dan asumsi yang diberikan; kemampuan mengenali asumsi yang tidak dinyatakan, dan lain-lain.
e.       Synthesis: ini bagian membina kemampuan pelajar merakit bagian-bagian menjadi satu keutuhan. Kemampuan ini melibatkan proses menyusun, menggabung bagian-bagian, untuk dijadikan suatu keseluruhan yang berstruktur yang tadinya belum jelas. Misalnya kemampuan mengarang, menggunakan organisasi ide-ide dan pernyataan-pernyataan; mampu mengusulkan cara mengetes hipotesis; dan lain-lain.
f.       Evaluation: bagian ini menyangkut kemampuan siswa dalam mempertimbangkan nilai bahan dan metode yang digunakan dalam penyelesaian sesuatu problem. Pertimbangan itu mungkin bersifat kuantitatif mungkin juga kualitatif. Contohnya ialah kemampuan untuk menunjukkan kepalsuan dalam sustu argumen logis, kemampuan membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain yang telah dikenal.
Enam klasifikasi ini selanjutnya oleh Bloom dan kawan-kawannya di taksonomi lagi menjadi lebih rinci dan diberikan juga contoh-contoh item tes untuk mengetes pencapaian tujuan-tujuan itu. Adapun tiga daerah binaan dalam taksonomi Bloom dan kawan-kawan ialah kognitif, afektif, dan psikologi. Ketiga aspek tersebut apabila diaplikasikan sebagai berikut: suatu nilai (misalnya bahan pelajaran), mula-mula haruslah dipahami (kognitif), setelah itu diterima (afektif) untuk dijadikan nilai anutan, kemudian ia terampil melakukannya dan ia memang melakukannya dalam kehidupan (psikomorik).[50]
Marilah kita ambil contoh: mengerjakan shalat. Mula-mula siswa dibina agar ia memahami bahwa shalat itu wajib dilakukan, mengetahui bacaan-bacaannya, mengetahui cara melakukannya, dan sebagainya. Kemudian ia dibina agar ia menerima nilai bahwa shalat itu wajib ia lakukan, ajaran itu baik (afektif). Selanjutnya ia dibina supaya terampil melakukan shalat tersebut dan mengerjakannya sehari-hari di dalam kehidupannya (psikomorik).

8. Perbedaan Pendekatan Konstruktivistik dengan Pendekatan Tradisional
Perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional (behavioristik) dengan pembelajaran konstruktivistik, adalah sebagai berikut:[51]
Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Konstruktivistik
1.      Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
1.      Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
2.      Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
2.      Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.

3.      Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
3.      Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan.
4.      Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.
4.      Siswa dipandang sebagai pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.
5.      Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pembelajaran dengan cara tesing
5.      Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
6.      Siswa-siswi biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada grup proses dalam belajar.
6.      Siswa-siswi banyak belajar dan bekerja di dalam grup proses.

C.    Karakteristik Peserta Didik (Karakteristik siswa yang menjadi subjek dalam pembelajaran)
Masa remaja (12 – 21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri. Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu :
1.         Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
2.         Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
3.         Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakan secara efektif
4.         Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5.         Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuan
6.         Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7.         Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara.
8.         Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial
9.         Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10.     Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.
Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, di antaranya :
1.         Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
2.         Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi dirinya.
3.         Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti saran olahraga, kesenian dan sebagainya.
4.         Melatih siswa untuk mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan
5.         Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berfikir kritis, refleksi, dan positif.
6.         Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan
7.         Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta
8.         Memupuk semanga keberagamaan siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
9.         Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya.

D. Model Pengembangan Desain Pembelajaran ASSURE dalam Pembelajaran PAI
1.      Pengertian Model ASSURE
Menurut Afandi dan Badarudin, “Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas”.  Model ini adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi.[52] Sedangkan menurut Heinich Model ASSURE adalah pedoman umum untuk langkah di dalam proses perencanaan pembelajaran. Sedangkan menurut Sharon E. Smaldino dkk.  model assure adalah proses tahap demi tahap untuk membuat mata pelajaran yang secara efektif mengintegrasikan penggunaan teknologi dan media untuk meningkatkan belajar siswa.
Model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan  bermakna bagi peserta didik.
Model ASSURE dicetuskan oleh Heinich, dkk. Sejak tahun 1980-an, dan terus dikembangkan oleh Smaldino, dkk. Hingga sekarang. Satu hal yang perlu dicermati dari model ASSURE ini, walaupun berorientasi pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), model ini tidak menyebutkan strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi pembelajaran dikembangkan melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar, serta peran peserta didik di kelas.
Model pembelajaran ASSURE sangat membantu dalam merancang program dengan menggunakan berbagai jenis media. Model ini menggunakan beberapa langkah, yaitu Analyze Learners, State Objectives, Select Methods, Media and Materials, Utilize Media and Materials, Require Learner Participation, dan Evaluate and Revise. Kesemua langkah itu berfokus untukmenekankan pengajaran kepada peserta didik dengan berbagaiuntuk berinteraksidengan lingkungan mereka dan tidak secara pasif menerima informasi.[53]



C. PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
1.      Model ASSURE
Menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu[54]:
a.      Analyze Learner  (Analisis Pelajar)
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam menerapkan model ini dalam mengidentifikasikan karakteristik siswa yang akan melakukan aktivitas pembelajaran. Siapakah siswa yang akan melakukan proses belajar? Pemahaman yang baik tentang karakteristik siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Alanisis terhadap karakteristik siswa meliputi beberapa askpek penting, yaitu karakteristik umum, kompetensi spesifik yang telah dimiliki sebelumnya, dan gaya belajar ataulearning style siswa.
Faktor kunci yang diperhatikan dalam analisis pelajar adalah sebagai berikut[55]:
1.      Karakteristik umum
Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran. contoh: Jika pelajar kurang tertarik terhadap materi yang disajikan, diatasi dengan menggunakan media yang memiliki tingkat stimuli yang tinggi, seperti: penggunaan animasi, video, permainan simulasi, dll.
2.      Kompetensi dasar spesifik
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan perkembangan psikologi siswa. Hal ini akan memudahkan dalam merancang suatu pembelajaran agar penyampaian materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kompetensi dasar spesifik merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pelajar atau yang belum dimiliki.
3.      Gaya belajar
Gaya belajar merujuk pada serangkaian sifat psikologis yang menentukan bagaimana seorang individual merasa, berinteraksi dengan, dan merespon secara emosional terhadap lingkungan belajar. Gaya belajar yang dimiliki setiap pelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu[56]
1)      Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca
2)      Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius,
3)      Gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia sudah mempraktekkan sendiri.
Gardner (1999), mengemukaka konsep konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences yang dapat membedakan kecenderungan belajar dan minat yang dimiliki oleh seseorang dengan orang lain. Ia mengembangkan konsep kecerdasan majemuk yang mengidentifikasi sembilan aspek kecerdasan[57]:
1)      Verbal/linguistic (bahasa)
2)      Logis /matematis (ilmiah/kuantitatif)
3)      Visual/spasial
4)      Musical/ritmis
5)      Ragawi/kinestetik(menari/olahraga)
6)      Antar personal (memahami orang lain)
7)      Intra personal (memahami diri sendiri)
8)      Naturalis
9)      Eksistensialis

b.      States Objectivies  (Menyatakan Tujuan)
Langkah selanjutnya dari model desain sistem pembelajaran ASSURE adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang bersifat spesifik. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari silabus atau kurikulum, informasi yang tercatat dalam buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang atau instruktur. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan atau pernyataan yang medeskripsikan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran. Selain mengambarkan kompetensi yang perlu dikuasai oleh siswa, rumusan tujuan pembelajaran juga mendeskripsikan kondisi yang diperlukan oleh siswa untuk menunjukkan hasil belajar yang telah dicapai dan tingkat penguasaan siswa ataudegreeterhadap pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perumusan tujuan ialah[58]: Tentukan ABCD
Setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM.  Proses dimulai dengan menyebutkan audiensi (Audience) yang menjadi sasaran tujuan. Proses itu kemudian memerinci perilaku (behavior) yang harus ditampilkan dan kondisi (condition) dimana perilaku tersebut akan diamati. Akhirnya, proses itu memerinci tingkat (degree) sampai dimana pengetahuan atau kemampuan baru harus dikuasai. Berikut penjelasan ABCD:
1.         A= Audience
Pelajar atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.
2.      B= Behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perilaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat diamati.
3.      C= Conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung.
4.      D= Degree
Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi. 

c.       Select Methods, Media, and Material (Memilih Metode, Media dan Bahan)
Langkah berikutnya adalah memilih metode, media, dan bahan ajar yang akan digunakan. Ketiga komponen ini berperan penting dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Pemilihan metode, media dan bahan ajar yang tepat akan mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa dan membantu siswa mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran. Dalam memilih metode, media dan bahan ajar yang digunakan ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan, yaitu memilih media dan bahan ajar yang ada, memodifikasi bahan ajar yang telah tersedia, dan memproduksi bahan ajar baru.
Setelah mengetahui gaya belajar peserta didik dan memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang akan di sampaikan,maka harus dilakukan pemilihan[59]:
1.         Metode pembelajaran yang di gunakan harus tepat untuk memenuhi tujuan bagi para peserta didik, yang lebih unggul daripada yang lain atau yang memberikan semua kebutuhan dalam belajar bersama, seperti kerja kelompok.
2.         Media yang cocok untuk dipadukan sama dengan metode pembelajaran yang dipilih, tujuan, dan peserta didik. Media bisa berupa teks, gambar, video, audio, dan multimedia komputer. Penyampaian dapat disajikan dengan mencari materi yang tersedia untuk mendukung penyampaian. Materi harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
3.         Materi yang disediakan untuk peserta didik sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menguasai tujuan. Materi bisa juga dimodifikasi, peserta didik bisa merancang dan membuat materi sendiri. Materi dapat berupa program perangkat lunak khusus, musik, kaset video, gambar, dan peralatan seperti overhead prejector, komputer, printer, scanner, TV dll. Materi mungkin perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik atau tempat pembelajaran dan peralatan.

d.      Utilize Media, And Materials (Memanfaatkan Media dan Materi)
Setelah memilih metode, media dan bahan ajar, langkah selanjutnya adalah menggunakan ketiganya dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum menggunakan metode, media, dan bahan ajar, instruktur atau guru terlebih dahulu perlu melakukan ujicoba untuk memastikan bahwa ketiga komponenn tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam situasi atau kondisi yang sebenarnya.
Langkah berikutnya adalah menyiapkan kelas dan sarana pendulung yang diperlukan untuk dapat menggunakan metode, mediadan bahan ajar yang telah dipilih. Setelah semuanya siap, ketiga komponen tersebut dapat digunakan. Dalam memanfaatkan materi ada beberapa langkah[60]:
1.         Preview materi
Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan tujuannya.
2.         Siapkan bahan
Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.
3.         Siapkan lingkungan
Pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar.
4.         Peserta didik
Memberitahukan peserta didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.
5.         Memberikan pengalaman belajar
Di Dalam Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman Kelas, bukan suatu cobaan

e.       Require Learner Participation (Partisipasi Pelajar)
Proses pembelajaran memerlukan keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi yang sedang dipelajari. Pemberian latihan merupakan contoh cara melibatkan aktivitas mental siswa dengan materi yang sedang dipelajari.Siswa yang terlihat aktif dalam kegiatan pembelajaran akan dengan mudah mempelajari materi pembelajaran. Setelah memberikan aktif melakukan proses pembelajaran, pemberian umpan balik berupa pengetahuan tentang hasil belajar akan memotivasi siswa untuk mencapai prestasi yang lebih baik.

f.        Evaluate And Revise (Penilaian dan Revisi)
Setelah mendesain aktivitas pembelajaran maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi. Tahap evaluasi dalam metode ini dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi siswa terhadapsemua komponen pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah program pembelajaran.
Berkaitan dengan evaluasi, evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah pembelajaran. Sebagai contoh, sebelum proses pembelajaran, karakteristik siswa diukur guna memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan metode dan bahan ajar yang akan digunakan. Selama dalam proses pembelajaran, evaluasi bisa dilakukan menggunakan umpan balik, evaluasi diri atau kuis pendek siswa. Evaluasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung memiliki tujuan diagnosa yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi masalah pembelajaran dankesulitan-kesulitan yang ada. Sedangkan sesudah pembelajaran, evaluasi dilakukan untuk mengetahui pencapaian siswa. Evaluasi bukanlah tujuan akhir pembelajaran, namun sebagai titik awal menuju siklus berikutnya.

 
Gambar 1.1
ASSURE Model

2. Produk Desain Pembelajaran PAI Menggunakan Model ASSURE
I. Identifikasi Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan                  : SMP
Mata Pelajaran                        : Pendidikan Agama Islam
Kelas / Semester                      : VIII  / I
Alokasi Waktu                        : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi               : Memahami Zakat     
II. Kompetensi Dasar  :
-          Menjelaskan ketentuan zakat fitrah dan zakat mal.
-          Menjelaskan orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal
-          Mempraktekkan pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal
III. Indikator Pembelajaran
-          Siswa dapat menjelaskan pengertian zakat fitrah dan zakat mal.
-          Siswa dapat membedakan antara zakat fitrah dan zakat mal. 
-          Siswa dapat menjelaskan syarat wajib zakat Fitrah
-          Siswa dapat menjelaskan waktu mengeluarkan zakat Fitrah
-          Siswa dapat menjelaskan orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal (mustahik)
-          Siswa dapat memahami   jenis- jenis harta yang wajib dizakati dan nisabnya.
-          Siswa mampu menyebutkan dan menjelaskan 8 golongan penerima zakat
-          Siswa dapat memperaktekkan pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal.
IV. Tujuan Pembelajaran
-          Mengetahui dan memahami pengertian zakat fitrah dan zakat mal.
-          Mengetahui dan memahami perbedaan antara zakat fitrah dan zakat mal.
-          Mengetahui dan memahami  orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal
-          Mengetahui dan memahami jenis-jenis harta yang wajib dizakati dan nisabnya
-          Mengetahui orang – orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal
-          Memperaktekkan pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal
V. Materi Pembelajaran
Fakta               : Memahami Zakat
Konsep            : Mengetahui dan memahami serta mempraktekkan zakat fitrah dan zakat mal.
Prinsip             :Menentukan pengertian zakat fitrah dan zakat mal, membekan antara zakat fitrah dan zakat mal dan  prakteknya dalam kehidupan.
Prosedur   :Menjelaskan pengertian zakat fitrah dan zakat mal, membedakan antara zakat fitrah dan zakat mal dan  prakteknya dalam kehidupan sehari – hari.
VI. Alokasi Waktu
-          Tatap Muka : 80 Menit
-          Tugas Mandiri terstruktur : 20 menit
VII. Srategi Pembelajaran
-          Strategi pembelajaran yang berpusat pada guru
-          Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa
 VIII. Metode Pembelajaran
-          Ceramah
-          Tanya Jawab
-          Drill / Latihan
IX. Langkah – Langkah Pembelajaran
NO
Kegiatan Pendidik
Kegiatan Peserta didik
1
Pendahuluan ( 10 )
-          Absensi


-          Apersepsi, menanyakan pengetahuan peserta didik tentang  konsep- konsep  zakat

-          Menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran

-          Mengangkat tangan sambil menyabutkan “hadir”

-          Mendengarkan keterangan Pendidik dan menjawabnya


-          Siswa mendengarkan keterangan Pendidik tentang indikator dan tujuan pembelajaran
2
Kegiatan Inti ( 60 )

Eksplorasi
-          Pendidik menunjuk salah satu siswa dan ditanya mengenai hokum zakat fitrah dan zakat mal

-          Pendidik Menjelaskan secara singkat materi mengenai zakat fitrah dan zakat mal.


Elaborasi
-          Pendidik menyajikan materi zakat dengan video pembelajaran zakat.

-          Pendidik membagi kelompok yang beranggotakan 5-6 orang secara acak

-          Pendidik menyuruh siswa agar mendiskusikan mengenai tema zakat fitrah dan zakat mal


-          Pendidik menyuruh siswa untuk mempraktekkan materi zakat fitrah bersama teman kelompoknya di depan kelompok yang lain

Konfirmasi
-          Selama proses pembelajaran pendidik melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan yang dilakukan peserta didik.

-          Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya terhadap materi yang dipelajari.

-          Pendidik memberi ulasan dan penegasan yang diperlukan.



-          Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaan dari guru.



-          Siswa  mendengarkan penjelasan guru dengan hikmat




-          Siswa menyaksikan tayangan video


-          Siswa melaksanakan perintah dari bapak/ibu guru


-          Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya mengenai zakat fitrah dan zakat mal


-          Siswa mempraktekkan materi zakat fitrah bersama teman kelompoknya di depan kelompok yang lain



-          Siswa mengajukan pertanyaan kepada Pendidik



-          Siswa mendengarkan keterangan Pendidik


-          Siswa mendengarkan keterangan Pendidik
-           
Penutup ( 10 )
-          Pendidik menyimpulkan hasil pelajaran bersama peserta didik

-          Pendidik memberikan refleksi (pujian dan arahan)

-          Pendidik menutup pelajaran dengan membaca salam, kafaratul majlis dan membaca hamdalah bersama peserta didik.

-          Siswa menyimpulkan dan membuat catatan penting.


-          Siswamendengarkan pendidik.


-          Siswa menjawab salam dan mengikuti guru membaca do’a kafaratul majlis.


X. Penyiapan ruangan
1)      Pengelolaan meja dan kursi
Pengelolaan meja-kursi berdasarkan prinsip-prinsip: (1) aksesibilitas: yaitu kemudahan siswa untuk menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia; (2) mobilitas: yaitu memudahkan baik siswa maupun guru untuk bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas; (3) interaksi: yaitu, memudahkan terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran antara guru dan siswa, (4) variasi kerja siswa: yaitu memungkinkan siswa untuk dapat bekerja secara perorangan atau bekerjasama secara berpasangan atau secara kelompok.
Formasi pengaturan meja-kursi yang dapat dikembangkan: formasi huruf U, meja konferensi, lingkaran, susunan Chevron atau huruf V, atau kelas tradisional yaitu secara berjejer atau berbaris serta formasi auditorium. Formasi lainnya yang dapat digunakan disesuaikan dengan tujuan dan strategi pembelajaran yang digunakan atau intensitas interaksi yang diinginkan oleh guru.
2)      Pengelolaan alat-alat pengajaran
Alat-alat pelajaran yang terdapat atau dibutuhkan dalam proses pembelajaran di kelas perlu diatur dan tata dengan prinsip-prinsip desain interior yang meliputi: perpustakaan kelas, alat-alat peraga dan media pembelajaran, papan tulis/white bord, kapur tulis atau spidol bord market, dan appan presensi siswa.
3)      Penataan keindahan dan kebersihan kelas
Berkaitan denagn keindahan dan kebersihan kelas alat atau benda yang harus ditata dengan baik meliputi: 1) hiasan dinding (gambar presiden dan wakil presiden, lambang garuda pancasila, gambar pahlawan, slogan pendidikan, kata-kata mutiara, kaligrafi; 2) penempatan lemari buku atau lemari alat peraga; 3) pemeliharaan kebersihan siswa diatur secara bergiliran denagn sistem piket.
4)      Ventilasi dan tata cahaya
Untuk ventilasi sebaiknya berada di sisi kiri maupun kanan ruangan, hindari guru merokok di dalam kelas. Untuk pengaturan cahaya: cahaya yang masuk harus cukup, dan bila diperlukan lampu listrik, gunakan dengan kekuatan watt yang dibutuhkan untuk ruangan kecil atau besar, dan arah cahaya sebaiknya dari sebelah kiri.
5)      Pajangan kelas
Pajangan kelas hasil karya siswa harus dipilih secara selektif disesuaikan dengan nilai estetika, serta kebermanfaatannya.
XI. Penyediaan Media Pembelajaran
1.      Bahan dan sumber ajar
-          Multahim,dkk. Pendidikan Agama Islam Penuntun Akhlak. SMP/MTs Kelas VIII  (Yudistira )
-          LKS
-          Buku agama islam lainnya (yang relevan)
2.      Media / alat pembelajaran
-          Spidol
-          Papan tulis
-          Video
XII. Penilaian
Jenis Tagihan               : Tugas Keaktifan dan Posttest
Bentuk Tagihan           :  Tulisan
Penilaian berbentuk pilihan ganda dan soal uraian, jenis tes meliputi 10 soal,terdiri dari 5 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian dengan komposisi seimbang, begitu juga bobotnya. Soal di buat berdasarkan tujuan yang telah disusun.

D. PENUTUP
1.      Kesimpulan
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan dan sikap. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, dimana kegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan murid sebagai terdidik yang belajar. Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.
Teori belajar konstruktivistik berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan yang memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik yang dikemukakan oleh Driver dan Oldham sebagai berikut:
a.       Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b.      Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster dan lain-lain.
c.       Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.
d.      Penggunaan ide baru dalm berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e.       Review,yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
Desain pembelajaran model ASSURE adalah pedoman umum untuk langkah di dalam proses perencanaan pembelajaran. Sedangkan menurut Sharon E. Smaldino dkk.  model assure adalah proses tahap demi tahap untuk membuat mata pelajaran yang secara efektif mengintegrasikan penggunaan teknologi dan media untuk meningkatkan belajar siswa. Model ini menggunakan beberapa langkah, yaitu Analyze Learners (Analisis Pelajar), State Objectives (Menyatakan Tujuan), Select Methods, Media and Materials (Memilih Metode, Media dan Bahan), Utilize Media and Materials (Memanfaatkan Media dan Materi), Require Learner Participation (Partisipasi Pelajar), dan Evaluate and Revise (Penilaian dan Revisi). Kesemua langkah itu berfokus untuk menekankan pengajaran kepada peserta didik dengan berbagai untuk berinteraksidengan lingkungan mereka dan tidak secara pasif menerima informasi.

2.      Saran
Dari makalah pengembangan materi ajar PAI ini, maka penyusun menyarankan:
1)      Bagi kepala Sekolah
Memberikan dukungan sepenuhnya untuk para guru PAI agar selalu mengembangkan model pembelajarannya sehingga tercipta pembelajaran yang kondusif, memberikan motivasi baik berupa sherring yang dilakukan tiap  bulan  atau  memberikan  kesempatan  kepada  guru-guru  PAI  untuk mengikuti berbagai pelatihan, seminar maupun workshop.

2)      Bagi guru PAI 
Sebagai seorang guru tidak hanya mengajarkan materi yang ada. Tapi juga di ikuti  dengan memberikan pemahaman kepada siswa agar terbentuk cara berfikir yang  konstruktif pada siswa sehingga menjadi individu yang pembelajar.

3)      Orang tua
Memberikan motivasi baik materiil maupun non materiil untuk peserta didik serta mendukung kegiatan-kegiatan sekolah guna mengembangkan kompetensi peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Muhammad dan Badarudin., Perencanaan Pembelajaran (Bandung : Alfabeta, 2011).

Ahmad Tafsir, Metodik Khusus PAI (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992).

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni., Teori Belajar dan Pembelajaran (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007).

Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 1999).

Majid, Abdul & Dian Andayani.,PAI Berbasis Kompetensi(Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004). (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004).

Prawiradilaga, Dewi Salma., Prinsip Desain Pembelajaran, ( Jakarta, Kencana: 2009).

Siregar, Eveline & Hartini Nara., Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011).

Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D, Teknologi  Pembelajaran dan Media untuk Belajar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011).

Suprayogo, Imam.,Memelihara Sangkar Ilmu (Refleksi Pemikiran dan Pengembangan UIN Malang), (Malang: UIN-Malang Press, 2006).

Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran (Malang: UIN Press, 2003).

Syah, Darwyn., Perencanaan sistem pengajaran PAI (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007).

Yamin, Martimis.,Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik (Implementasi KTSP & UU.No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008).

Yamin, Martinis., Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Jakarta: GP Press, 2008).



[1] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007), hlm.  115
[2] Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm.26
[3] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi(Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004). (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.131
[4] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 135
[5] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 134
[6] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm .135
[7] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 132
[8] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 133
[9]  Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 288
[10] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 289
[11] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 296
[12] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran (Malang: UIN Press, 2003), hlm. 94.
[13] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 94.
[14] “Teori konstruktifistik”, http://.freewebs.com/hjrahsaputra/catatan/TEORI%20%DAN%20PEMBELAJARAN.htm, (diakses pada 20 Juni 2015)
[15] Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hlm. 130
[16] Teori konstruktifistik”, http://.freewebs.com/hjrahsaputra/catatan/TEORI%20%DAN%20PEMBELAJARAN.htm, (diakses pada 20 Juni 2015)
[17] Eveline Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 39
[18] Siti Annijat Maimunah. Pendekatan Konstruktivisme Dalam Membaca Pemahaman Bagi Siswa Kelas V SD Negeri Kota Malang. El-Hikmah. Vol 1 No.1.2003
[19] Imam Suprayogo,Memelihara Sangkar Ilmu (Refleksi Pemikiran dan Pengembangan UIN Malang), (Malang: UIN-Malang Press, 2006). hlm. 154
[20] Imam Suprayogo,Memelihara Sangkar Ilmu (Refleksi Pemikiran dan Pengembangan UIN Malang),..., hlm. 156
[21] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 109
[22] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 109
[23] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 110
[24] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 110
[25] Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005). hlm. 57
[26] Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran ,..., hlm. 58
[27] “Teori konstruktifistik”,
[28] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,...,hlm. 130
[29] Martimis Yamin,Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik (Implementasi KTSP & UU.No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008). hlm. 68
[30] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,..., hlm. 68
[31] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,..., hlm. 45
[32] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,..., hlm. 46
[33] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,..., hlm. 46
[34] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,..., hlm. 47
[35] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,..., hlm. 48
[36] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,...,hlm. 130
[37] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,...,hlm. 131
[38] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,...,hlm. 132
[39] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 131
[40] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 289
[41] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 290
[42] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 291
[43] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 291
[44] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 292
[45] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 293
[46] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm. 304
[47]Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Jakarta: GP Press, 2008), hlm. 1
[48] Eveline Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hlm. 42
[49] Ahmad Tafsir, Metodik Khusus PAI (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 49
[50] Ahmad Tafsir, Metodik Khusus PAI,...,hlm. 50
[51] Eveline Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hlm. 42-43
[52] Muhammad Affandi dan Badarudin, Perencanaan Pembelajaran (Bandung : Alfabeta, 2011) hlm. 22
[53] Thresna Charmy, penerapan model pembelajaran ASSURE, www.academia Edu diakses tanggal 27-04-2014
[54] Muhammad Affandi dan Badarudin, Perencanaan Pembelajaran., hlm 22-23
[55]Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D, Teknologi  Pembelajaran dan Media untuk Belajar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 112.
[56]  Wijil Setyana Putra, Model Pembelajaran ASSURE, www.wordpress.com diakses tanggal 27-04-2014
[57]Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D, Teknologi  Pembelajaran dan Media untuk Belajar., hlm 114
[58] Wijil Setyana Putra, Model Pembelajaran ASSURE, www.wordpress.com diakses tanggal 27-04-2014
[59] Wijil Setyana Putra, Model Pembelajaran ASSURE, diakses tanggal 27-04-2014
[60] Wijil Setyana Putra, Model Pembelajaran ASSURE, diakses tanggal 27-04-2014
[61]Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran, ( Jakarta, Kencana: 2009),  hlm. 47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar