DESAIN PEMBELAJARAN
A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Pengembangan Desain Pembelajaran
a.
Materi
Materi
yang akan dikembangkan desain pembelajarannnya di sini adalah Zakat Fitrah dan Zakat
Mal dengan tema yang diambil dari buku-bukuFikih untuk pembelajaran kelas VIII
SMP. Dalam materi ini akan dipaparkan mengenai zakat fitrah dan zakat mal.
Zakat fitrah akan membahas; pengertian
zakat fitrah dan hukumnya, syarat wajib zakat fitrah, besarnya zakat fitrah,
waktu untuk membayar zakat fitrah, orang yang tidak wajib dibayarkan zakat
fitrah, mustahik zakat fitrah,
golongan yang tidak boleh
menerima zakat fitrah, hikmah
disyariatkannya zakat fitrah. sedangkan zakat mal akan membahas; pengertian mal (harta), syarat-syarat kekayaan yang wajib di zakati, harta yang wajib
di zakati dan nishabnya, mustahik zakat mal, akibat orang yang tidak mengeluarkan zakat mal,
hikmah zakat mal.
b.
Karakteristik
siswa yang akan menerima pembelajaran
Materi ini akan disajikan bagi siswa kelas VIII, dimana usia kelas
sepuluh berada pada 13/14 tahun, atau disebut dengan masa remaja. Masa remaja
(12 – 21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan
masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian
jati diri.
c.
Pendekatan
Pembelajaran Konstruktivisme
Dalam suatu proses pengembangan model-model pembelajaran melahirkan
berbagai macam konsep belajar yang telah kita kenal yakni yang
salah satunya adalah pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme
dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara beberapa
penelitian dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori operant
conditioning dalam psikologi
behavioral. Premis dasarnya
adalah bahwa individu harus secara aktif “membangun” pengetahuan dan
ketrampilannya dan informasi yang ada diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh siswa dari lingkungan diluar
dirinya.
Adapun
prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah melahirkan berbagai macam model-model
pembelajaran dan dari berbagai pandangan tersebut terdapat pandangan yang sama
bahwa dalam proses belajar siswa adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan
membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalamn yang dimilikinya.[1]
Pengembangan sistem pembelajaran pendidikan agama Islam memerlukan
jasa ilmu pembelajaran pada
umumnya, sehinggadiperlukan upaya adaptasi terhadap perkembangan pembelajaran, disertai dengan identifikasi
sesuai dengan karakteristik pendidikan agama Islam itu sendiri.
d.
Model
Desain Pembelajaran
Model yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah model ASSURE.
Model ini dipilih karena pembelajaran yang disusun secara sistematis dengan
mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih
efektif dan bermakna bagi peserta didik.
B. LANDASAN TEORITIS
A.
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Belajar
merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macamkompetensi, ketrampilan
dan sikap. Belajar adalah karakteristik yangmembedakan manusia dengan makhluk
lain, merupakan aktivitas yangselalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan
tiada hari tanpabelajar.Belajar adalah suatu perubahan yang relative permanen
dalam suatukecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.
Belajarberbeda dengan pertumbuhan dewasa, dimana perubahan tersebut darihasil
genetic. Perubahan tingkah laku individu sebagai hasil belajarditunjukkan
dengan berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan,pemahaman, presepsi,
motivasi dan gabungan dari aspek-aspek tersebut.
Sedangkan pembelajaran
merupakan komunikasi dua arah, dimanakegiatan guru sebagai pendidik harus
mengajar dan murid sebagai terdidikyang belajar. Dari sisi siswa sebagai pelaku
belajar dan sisi guru sebagaipembelajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan
persamaan. Hubunganguru dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku
pendidikdan pelaku terdidik. Dari segi tujuan akan dicapai baik guru maupun
siswasama-sama mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Meskipun demikian, tujuanguru
dan siswa tersebut dapat dipersatukan dalam tujuan instruksional.Pembelajaran
mencakup peristiwa-peristiwa yang dihasilkan atauditimbulkan oleh sesuatu yang
bisa berupa bahan cetakan (buku teks, suratkabar, majalah, dsb), gambar,
program televisi, atau kombinasi dari obyekobyekfisik, dsb. Peristiwa ini
mencakup semua ranah atau domain hasilbelajar (learning outcomes).
Secara singkat, dapat kita katakan bahwapembelajaran merupakan serangkaian
peristiwa yang dapat mempengaruhisi belajar sedemikian rupa, sehingga akan mempermudah
ia dalam belajar,atau belajar yang dilakukan oleh si belajar dapat dipermudah/
difasilitasi.[2]
Adapun menurut
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah suatuusaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapatmemahami ajaran Islam secara
menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yangpada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pendangan hidup. Sedangkan menurut Ahmad
Tafsir,Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorangkepada
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Oleh
karena itu ketika kita menyebut Pendidikan
agama Islam, maka akan mencakup dua hal, (a) mendidik siswa
untukberperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; (b)
mendidiksiswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam-subjek
berupapengetahuan tentang ajaran Islam.[3]
2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
agama Islam di sekolah/madradah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
keimanan melalui pemberian danpemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan
serta pengalamanpeserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yangterus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa
danbernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yanglebih
tinggi.[4]
Tujuan
pendidikan merupakan hal dominan dalam pendidikan,rasanya penulis perlu
mengutip ungkapan Breiter, bahwa ”Pendidikanadalah persoalan tujuan dan fokus.
Mendidik anak berarti bertindakdengan tujuan agar mempengaruhi perkembangan
anak sebagai seseorangsecara utuh. Apa yang dapat anda lakukan bermacam-macam
cara, andakemungkinan dapat dengan cara mengajar dia, anda dapat
bermaindengannya, anda dapat mengatur lingkungannya, anda dapat menyensornonton
TV, anda dapat memberlakukan hukuman agar dia jauh daripenjara”.
Adapun fungsi
dari Kurikulum pendidikan agama Islam untuksekolah/madrasah berfungsi sebagai
berikut:[5]
a.
Pengembangan,
yaitu menungkatkan keimanan dan ketakwaan pesertakepada allah SWT yang telah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b.
Penanaman
nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaanhidup di dunia dan
akhirat.
c.
Penyesuaian
mental, yaitu untuk menyesuaikan diri denganlingkungannya baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial dandapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran
agama Islam.
d.
Perbaikan,
yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahan peserta didikdalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman
ajaran dalamkehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif darilingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakandirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusiaIndonesia seutuhnya.
f.
Pengajaran,
tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alamnyata dan nir-nyata),
sistem dan fungsionalnya.
g.
Penyaluran,
yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakatkhusus di bidang agama
Islam agar bakat tersebut dapat berkembangsecara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri danbagi orang lain.
Adapun Faisal
berpendapat bahwa terdapat beberapa pendekatanyang digunakan dalam memainkan
fungsi agama Islam di sekolah:[6]
a.
Pendekatan
nilai universal (makro) yaitu suatu program yangdijabarkan dalam kurikulum.
b.
Pendekatan
Meso, artinya pendekatan progam pendidikan yangmemiliki kurikulum, sehingga
dapat memberikan informasi dankompetisi pada umum.
c.
Pendekatan
Ekso, artinya pendekatan progam pendidikan yangmemberikan kemampuan kebijakan
pada anak untukmembudidayakan nilai agama Islam.
d.
Pendekatan
Makro, artinya progam pendidikan yang memberikankemampuan kecukupan
keterampilan seseorang sebagai profesionalyang mampu mengemukakan ilmu teori,
informasi, yang diperolehdalam kehidupan sehari-hari.
3. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan
pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yangkuat. Dasar tersebut
menurut Zuhairini dkk. Dapat ditinjau dari berbagai segi,yaitu:[7]
a. Dasar Yuridis/ Hukum
Dasar
pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undanganyang
secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalammelaksanakan pendidikan agama
disekolah secara formal. Dasar yuridisformal tersebut terdiri dari tiga macam,
yaitu:
1)
Dasar
ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila. Sila pertama:Hetuhanan Yang Maha
Esa
2) Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal
29ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1. Negara berdasarkan atas KetuhananYang Maha
Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudukuntuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agamadan kepercayaannya itu.
3) Dasar Operasional, yaitu terdapat dalam UU RI nomor 20 tahun
2003tentang SISDIKNAS bab II pasal 3, menyebutkan “PendidikanNasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME,berakhlak mulia, sehat, berilmu dan cakap, kreatif,
mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab”.
b. Segi Religius
Adapun yang
dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumberdari ajaran Islam.
Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintahTuhan dan merupakan
perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’anbanyak ayat yang menunjukkan
perintah tersebut, antara lain:
1)
Q.S. Al-Nahl:
125:
Artinya:“Serulah
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah danpelajaran yang baik…….”
2)
Q.S.
Al-Imran: 104:
Artinya: “Dan
hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyerukepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dariyang mungkar…..”
3)
Al-Hadist:
“Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanyasedikit”.
c. Aspek Psikologis
Psikologis
yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaankehidupan bermasyarakat. Hal
ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,manusia sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dihadapkanpada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan
tidak tentramsehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana
dikemukakanoleh Zuhairini dkk bahwa: semua manusia didunia ini selalu
membutuhkanadanya pegangan hidup yang disebut agama.[8]
Mereka
merasakan bahwa didalam jiwanya ada satu perasaan yangmengakui adanya Zat yang
Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dantempat mereka memohon pertolongan-Nya.
Hal semacam ini terjadi padamasyarakat yang masih primitif maupun masyarakat
yang sudah modern.
Berdasarkan
uraian di atas jelaslah bahwa untuk membuat hati tenangdan tentram ialah dengan
jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal inisesuai dengan firman Allah dalam
surat Al-Ra’ad ayat 28, yaitu:
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%Ìø.ÉÎ/«!$#3wr&Ìò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
Artinya: “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
4. Mengelola Proses Belajar dan Pembelajaran PAISecara Efektif
a.
Pengertian
pengelolaan pembelajaran
Dalam struktur
Kurikulum Berbasis Kompetensi Tingkat SatuanPendidikan, kegiatan pembelajaran
termasuk salah satu komponen yangharus ada, selain kurikulum dan hasil belajar,
penilaian berbasis kelas danpengelolaan kurikulum berbasis madrasah. Kegiatan
pengelolaanpenbelajaran merupakan gagasan-gagasan pokok tentang kegiatanpembelajaran
yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk tercapainyastandar kompetensi dasar
yang ditetapkan serta memuat gagasan-gagasanpedagogis dan andragogis untuk
mengelola pembelajaran agar berjalan
secara efektif dan efisien.[9]
Dalam
penjelasan berikut ini akan dimuat prinsip-prinsip pokokdalam kegiatan
pembelajaran, penyediaan pengalaman belajar,mengembangkan ketrampilan hidup (Life
Skill) siswa, pengelolaan kelas,pengelolaan siswa, pengelolaan
pembelajaran, pengelolaan isi/materipembelajaran, dan pengelolaan sumber
belajar.
b.
Prinsip-prinsip
pengelolaan pembelajaran
Belajar
merupakan aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam rangkamembangun makna atau
pemahaman. Karenanya dalam pembelajaran guruperlu memberikan motivasi kepada
siswa untuk menggunakan potensi danotoritas yang dimilikinya untuk membangun
suatu gagasan. Pencapaiankeberhasilan belajar tidak hanya menjadi tanggung
jawab siswa, tetapiguru juga ikut bertanggung jawab dalam menciptakan situasi
yangmendorong prakarsa, motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajarsepanjang
hayat.[10]
c.
Pemberian
pengalaman belajar kepada siswa
Pengalaman
belajar merupakan serangkaian kegiatan yang harusdiperbuat dan dikerjakan oleh
siswa secara berurutan untuk mencapaiindikator pembelajaran dan kompetisi
dasar. Pemberian pengalamn belajarsiswa harus memperhatikan urutan dan
langkah-langkah pembelajaran.Untuk materi pelajaran yang memerlukan prasyarat
tertentu sertapendekatan dan penyajian secara spiral (mudah ke sukar, konkret
keabstrak serta dekat ke jauh). Pemberian pengalaman belajara kepada
siswamengacu kepada empat pilar pendidikan yang dikembangkan badan PPBUNESCO
yaitu: belajar untuk mengetahui (Learning to Know), belajaruntuk
melakukan (Learning to Do), belajar untuk menjadi diri sendiri(Learning
to Be), dan belajar untuk hidup bersama/kebersamaan (Learningto Live
Together).[11]
B.
Pendekatan
Konstruktivistik
1. Pengertian dan Tujuan Pendekatan Konstruktivistik
Teori belajar
konstruktivistik berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Pengetahuan merupakan hasil
konstruksi setelah melakukan kegiatan. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia
yang dikonstruksikan dari pengalaman. Suatu pengalaman diperoleh manusia
melalui indera, sehingga melalui indera manusia dapat berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Dan dari sanalah pengetahuan diperoleh. Mungkin dapat
melalui mata, telinga, hidung, atau indera lainnya. Pengetahuan akan tersusun
setelah seseoarang berinteraksi dengan lingkungan. Misalnya seseorang telah
melihat sesuatu maka berarti ia telah mengetahui pengetahuan seperti apa yang
telah dilihatnya.[12]
Teori ini
memandang bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke
kepala siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah dipelajari
atau diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalamannya. Dengan
demikian, menurut teori ini apa-apa yang diajarkan oleh guru tidak harus
dipahami oleh siswa. Pemahaman siswa boleh berbeda dengan guru. Sehingga dapat
dikatakan bahwa yang berhak menentukan pengetahuan yang ada pada diri seseorang
adalah individu itu sendiri, bukan orang lain. Yaitu dengan melalui indera yang
dimiliki, atau dari satu pengalaman pada pengalaman yang selanjutnya. Teori ini
juga perpendapat bahwa berpikir yang baik adalah lebih penting dari pada
mempunyai jawaban yang benar. Dengan berpikir yang baik maka seseorang dapat
menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapi.[13]
Adapun hakikat dari
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme yakni pembentukan
pengetahuan yang memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini,
subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.[14]
Hakikat
pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan
bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan
tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya,
danperspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
David Ausabel
berargumen bahwa siswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan
dan beberapa siswa membutuhkan motivasi eksternal untuk mempelajari apa yang
diajarkan di sekolah. Adapun pandangan yang ada pada konstruktivistik adalah:[15]
a.
Membutuhkan
keaktifan siswa dalam belajar
b.
Menekankan
cara-cara bagaimana pengatahuan siswa yang sudah ada dapat menjadi bagian dari
pengatahuan baru
c.
Mengasumsikan
pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus
Adapun tujuan
dari pembelajaran melalui Pendekatan konstruktivistik ini adalah menghasilkan
manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik dalam arti kemampuan
berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan hasil berfikir
sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan,
mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus
untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses ”Learn To Be” serta mampu
melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi
kelestarian dan kejayaan bangsanya.
2. Ciri-Ciri Pendekatan Konstruktivistik
Menurut
pandangan teori ini balajar adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman
kongkrit, aktifitas kolabirasi, dan refleksi serta interprestasi. Sedangkan
mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali
dan ketidakmenentuan.[16]
Sehingga teori ini menitikberatkan pada upaya penyusunan pengetahuan.
Untuk memahami
lebih dalam aliran konstruktivistik ini, ada baiknya dikemukakan tentang
ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik. Ciri-ciri tersebut pernah
dikemukakan oleh Driver dan Oldham, ciri-ciri yang dimaksud adalah sebagai
berikut:[17]
a.
Orientasi,
yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari
suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b.
Elisitasi,
yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat
poster dan lain-lain.
c.
Restrukturisasi
ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
d.
Penggunaan
ide baru dalm berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk
perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e.
Review,yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu
direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
Teori belajar
konstruktivistik menitikberatkan pada bagaimana seorang siswa mampu menyusun
pengetahuan berdasarkan pemahamannya dirinya sendiri. Suatu pengetahuan
tersebut berasal dari satu pengalaman menuju pengalaman selanjutnya yang mana
akan menjadi suatupengetahuan yang kompleks atau rinci. Guru tidak
menstransferkan pengetahuan yang dimilikinya tetapi hanya membantu dalam proses
pembentukan pengetahuan oleh siswa agar berjalan dengan lancar. Siswa menyusun
pengetahuannya berdasarkan usaha dirinya sendiri atau individu masing-masing,
maka tugas guru adalah hanya sebagai fasilitator atau mediator. Guru hanya
memberi arahan agar siswa termotivasi dalam pembelajaran atau mendapatkan suatu
pengetahuan.
Brooks
memberikan ciri-ciri guru yang mengajar dengan menggunakan pendekatan
konstruktivistik. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Guru
adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, bukan satusatunya sumber
belajar.
b.
Guru
membawa siswa masuk ke dalam pengalaman-pengalaman yang menentang konsepsi
pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka.
c.
Guru
membiarkan siswa berfikir setelah mereka disuguhi beragam pertanyaan-pertanyaan
guru.
d.
Guru
menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain.
e.
Guru
menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan, analisis, dan
ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas.
f.
Guru
membiarkan siswa bekerja secara otonom dan bersifat inisiatif sendiri.
g.
Guru
menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama dengan bahan-bahan
pelajaran yang dimanipulasi.
h.
Guru
tidak memisahkan antara tahap mengetahui proses menemukan.
i.
Guru
mengusahakan agar siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman mereka karena dengan
begitu mereka benar-benar sudah belajar.
Sedangkan
ciri-ciri siswa dengan pendekatan konstruktivisme adalah siswa membangun
pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Guru membantu proses pembangunan
pengetahuan agar siswa dapat memahami informasi dengan cepat. Disamping itu
guru menyadarkan kepada siswa bahwa mereka dapat membangun makna. Siswa
berupaya memperoleh pemahaman yang tinggi dan guru membimbingnya. Adapun misi
utama pendekatan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun
pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali dan
melakukan yang baru.[18]
Dalam Al-qur’anpun terdapat beberapa ayat yang menyatakan bahwa
manusia sesungguhnya dirangsang untuk berfikir, dikemukakan dalam berbagai
bentuk kalimat tanya. Materi pertanyaanpun dalam Al-Qur’an melampaui kemampuan
manusia biasa. Kita lihat misalnya, dalam surat Al-Ghasiyah (88:17-20) sebagai
berikut:[19]
xsùr&tbrãÝàYtn<Î)È@Î/M}$#y#ø2ôMs)Î=äzÇÊÐÈn<Î)urÏä!$uK¡¡9$#y#ø2ôMyèÏùâÇÊÑÈn<Î)urÉA$t6Ågø:$#y#øx.ôMt6ÅÁçRÇÊÒÈn<Î)urÇÚöF{$#y#øx.ôMysÏÜßÇËÉÈ
Artinya: “(17) Maka tidakkah mereka memperhatikan unta,
bagaimana diciptakan?. (18) Dan langit, bagaimana ditinggikan?. (19) Dan
gununggunung di tegakkan?. (20) Dan bumi bagaimana dihamparkan?”.
Terdapat
beberapa kalimat perintah dengan nuansa bertanya untuk memperhatikan bagaimana
gajah dijadikan, langit ditinggikan, bumi dihamparkan, dan gunung-gunung
ditegakkan. Pertanyaan-pertanyaan itu, mestinya menghentak kepada mereka yang
peduli dan serius pada Al- Qur’an dan selanjutnya membangun gerakan untuk
menjawab lewat pengamatan atau oleh fikir secara mendalam, luas dan menyeluruh.[20]
3. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivistik
a.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
Telah dikatakan di atas bahwa pengetahuan yang diperoleh oleh
seseorang dikonstruksikan oleh individu itu sendiri, melalui indera yang
dimiliki. Pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kenyataan melalu
kegiatan seseorang. Sehingga pengetahuan seseorang diperoleh dengan melalui
pengalaman yang dilakukan oleh siswa. Dan siswa akan membangun pengalamannya
tersebut sebagai suatu pengetahuan yang kemudian dipikirkan dengan akalnya.[21]
b.
Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan
siswa sendiri untuk menalar.
Dari prinsip yang pertama, maka memunculkan prinsip yang kedua.
Jika seorang guru bermaksud untuk mengajarkan atau menstransfer konsep, ide atau pengertian
kepada siswanya, maka proses transfer itu harus diinterpretasikan dan
dikonstruksi oleh dirinya sendiri melelui pengalamannya. Banyak siswa keliru
menangkap apa yang diajarkan oleh guru. Yang namanya mengikuti pelajaran guru
bukan menghafal rinci persis apa yang diberikan atau yang dikatakan guru,
melainkan bagaimana siswa menginterprestasikan dan mengkonstrukasi pengetahuan
atau pengalaman dari guru untuk dikembangkan sendiri.[22]
c.
Murid
aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
Seseorang membentuk pengetahuan melalui pengalaman yang satu ke
pengalaman selanjutnya sehingga pengetahuan itu menjadi sempurna. Dalam pikiran
seseorang sudah ada pengetahuan yang pertama dan pengetahuan tersebut akan
berkembang menjadi pengetahuan yang lebih rinci. Sebagai contoh seorang siswa
memiliki skema tentang orang wanita yang sholat menggunakan mukena warna putih.
Dalam pikirannya terbangun skema bahwa seorang wanita kalau sholat harus
menggunakan mukena warna putih. Suatu ketika ia berkesempatan menyaksikan orang
wanita yang sholat menggunakan mukena warna kuning, orange, hitam, dan motif
bunga. Dalam kesempatan berikutnya ia menyaksikan seorang wanita sholat memakai
busana wanita lengkap. Dalam pikiran siswa tersebut berkesimpulan bahwa seorang wanita yang
sholat tidak harus menggunakan mukena warna putih yang terpenting harus menutup
aurat. Dalam proses ini tampak bahwa skema lama tetap dipertahankan namun
dikembangkan menjadi lebih rinci sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab
beberapa perbedaan pengalaman.[23]
d.
Guru
sekedar membantu penyediaan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa
mulus.
Tugas seorang guru bukan saja menyampaikan materi pelajaran tetapi
berfungsi sebagai mediator dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru
seharusnya menyediakan atau memberikan suatu kegiatan yang mampu merangsang
keinginan siswa dalam menambah pengetahuan yang dimilikinya, serta membantu
mereka dalam mengekspresikan gagasan atau ide-ide yang mereka miliki. Guru
perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan
siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah
pelajar.[24]
4. Komponen Pembelajaran Pada Pendekatan Konstruktivistik
Adapun komponen
yang ada dalam pendekatan konstruktivistik terdiri dari:[25]
a.
Tujuan
pembelajaran: menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman
baik dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses
dan hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil
keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang
terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses “Learn To Be”
serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan
kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.
b.
Strategi
pembelajaran:
1)
Membebaskan
siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah di
tetapkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan idenya
lebih luas.
2)
Menempatkan
siswa sebagai tempat timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide
atau gagasannya, kemudianmemformulasikan kembali ide-ide tersebut serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
3)
Guru
mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur dan mudah dikelola.
4)
Guru
bersama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana
terdapat macam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interpretasi.
c.
Peranan
dalam pembelajaran:
1)
Peran
guru: membantu agar proses mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar.
2)
Peran
siswa: pembentukan pengetahuan oleh siswa. Ia harus aktif dalam berkegiatan,
aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari.
d.
Evaluasi
pembelajaran:
Evaluasi belajar dari teori konstruktivistik mengemukakan bahwa
lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan
interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta
aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan dari pengalaman.
Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen
penting dalam menginterpretasikan kejadian, objek dan pandangan terhadap dunia
nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia
secara individual. Sedangkan untuk evaluasi, teori ini menggunakan goal-free
evalution, yaitu suatu konstruk untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan
spesifik. Evaluasi akan lebih objektif jika evaluator tidak di beri informasi
tentang tujuan selanjutnya, tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga
akan mengontrol aktivitas belajar siswa.[26]
5. Beberapa Model dan Prosedur Penerapan Pendekatan
konstruktivistik dalam Pembelajaran
Bagaimanakah
model pembelajaran ini? Literatur-literatur yang membahas model ini secara
detail memang masih belum banyak ditemukan, terutama oleh penulis. Oleh karena
itu, di sini hanya akan dikupas pokok-pokok model konstruktivistik secara
global. Gambaran umum model pengajaran konstuktivistik adalah model
pembelajaran yang, antara lain, sebagai berikut:[27]
a.
Menghargai
keanekaragaman peserta didik.
Implikasinya:
pendidik harus menggunakan berbagai macam pendekatan sesuai karakteristik
peserta didik, menyesuaikan kecepatan pengajarannya dengan tingkat penyerapan
peserta didik yang berbeda-beda,dll.
b.
Meletakkan
keberhasilan proses pembelajaran lebih besar dipundak peserta didik daripada di
tangan pendidik.
Implikasinya:
pendidik harus memberikan bertbagai metode belajar kepada peserta didik
sehingga mereka mampu belajar secara mandiri, mempercayai bahwa peserta didik
merupakan mahluk normal yang mampu menguasai materi yang harus diselesaikan dan
pendidik sebagai fasilitator dan motivator, dll.
c.
Memberi
kesempatan peserta didik mengekspresikan pikiran dan penemuannya. Implikasinya:
pendidik harus mengurangi alokasi waktunya di dalam kelas untuk berceramah dan.
Memberi waktu yang luas kepada peserta didik untuk saling berikteraksi dengan
temannya maupun dengan pendidiknya. Membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
kecil untuk mengerjakan tugas-tugas dan mempresentasikan di kelas.
d.
Mendorong
peserta didik mampu memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungannya.
Implikasinya:
pendidik harus mendesign materi pelajarannya sedemikian rupa sehingga peserta
didik terdorong untuk mencari sumber-sumber pengetahuan dari berbagai tempat di
luar fasilitas sekolah, misalnya: perpustakaan kota, internet, media masa,
wawancara dengan orang-orang yang ahli di bidangnya, dll.
e.
Memasukkan
penugasan portofolio sebagai salah satu alat penilaian.
Impilikasinya:
pendidik harus memberi kesempatan lebih luas kepada peserta didik secara
individu dalam bentuk pembimbingan untuk mengerjakan penugasan tersebut. Dalam
peranan ini pendidik juga harus mampu mendorong peserta didik untuk mencari
penemuan-penemuan baru, meski dalam level sekecil apapun.
Dalam teori ini
guru berperan untuk membantu agar proses pengkonstruksikan pengetahuan oleh
siswa berjalan lancar. Guru di tuntut untuk lebih memahami jaan pikiran atau
cara siswa dalam balajar. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah
pengendalian, yang meliputi:[28]
a.
Menumbuhkan
kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak
b.
Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan siswa
c.
Menyediakan
system dudukan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimal untuk berlatih.
Adapun beberapa
pertimbangan yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam memilih materi pengajaran
secara tepat dan akurat, pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada penetapan:[29]
a.
Tujuan
Intruksional
Dalam hal ini merupakan syarat mutlak bagi seorang guru dalam
memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran.
Tujuan intruksional merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir
pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa. Sasaran tersebut
dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode pembelajaran.[30]
b.
Pengetahuan
Awal Siswa
Pada awal atau sebelum guru masuk ke kelas member materi pengajaran
pada siswa, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa. Sewaktu memberi materi pengajaran kelak guru tidak
kecewa dengan hasil yang di capai siswa, untuk mendapat pengetahuan awal siswa
guru dapat melakukan pretest tertulis, Tanya jawab di awal pelajaran. Dengan
pengetahuan awal siswa, guru dapat menyusun strategi memilih metode
intruksional yang tepat pada siswa-siswa.[31]
c.
Bidang
Studi/Pokok Bahasan
Pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah, progam
studi diatur dalam tiga kelompok. Pertama; progam pendidikan umum (Pendidikan Agama, PPKn,
Penjas, dan Kesenian), kedua; progam pendidikan akademik (Bahasa, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika), ketiga; progam
pendidikan ketrampilan (berkaiatan dengan ketrampilan).[32]
Maka metode yang akan kita pergunakan lebih berorientasi pada
masing-masing ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang terdapat dalam
poko bahasan. Umpamanya ranah psikomorik lebih dominan dalam pokok bahasan
tersebut, maka metode demonstrasi yang dibutuhkan, siswa berkesempatan
mendemonstrasikan materi secara bergiliran di dalam kelas atau di lapangan.
Dengan demikian metode yang kita pergunakan tidak terlepas dari bentuk dan
muatan materi dalam pokok bahasan yang disampaikan kepada siswa.
d.
Alokasi
Waktu dan Sarana Penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran satu jam
pelajaran 45 menit, maka metode yang dipergunakan telah dirancang sebelumnya,
termasuk didalamnya perangkat penunjang pembelajaran, perangkat pembelajaran
itu dapat dipergunakan oleh guru secara berulang-ulang, seperti; transparan,
chart, video, film, dan sebagainya. Adapun metode pembelajaran disesuaikan
dengan muatan materi, seperti mata pelajaran fiqih, metode yang akan diterapkan
adalah metode praktek, bukan berarti metode lain tidak kita pergunakan, metode
ceramah sangat perlu yang waktunya dialokasikan sekian menit untuk memberi
petunjuk, aba-aba, dan arahan. Kemudian memungkinkan mempergunakan metode
diskusi, karena dari hasil praktikum siswa memerlukan diskusi kelompok untuk
memecah problem yang mereka hadapi.
e.
Jumlah
Siswa
Idealnya metode yang kita terapkan di dalam kelas melalui
pertimbangan jumlah siswa yang hadir, memang ada ratio guru dan siswa agar
proses belajar mengajar efektif, ukuran kelas
menentukan keberhasilan terutama pengelolaan kelas dan penyampaian
materi. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu pengajaran akan tercapai
apabila mengurangi besarnya kelas, sebaliknya pengelola pendidikan mengatakan
bahwa kelas yang kecil-kecil cenderung tingginya biaya pendidikan dan latihan.
Kedua pendapat ini bertentangan, manakala kita dihadapkan pada mutu, maka kita
membutuhkan biaya yang besar, bila pendidikan mempertimbangkan biaya mutu
sering terabaikan, kita mengharapkan biaya pendidikan terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat dengan mutu yang tidak terabaikan, apalagi saat ini kondisi
masyarakat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.[33]
Pada sekolah dasar umumnya mereka menerima siswa maksimal 40 orang,
dan sekolah lanjutan maksimal 30 orang. Kebanyakan para ahli pendidikan
berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan 24
orang. Ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak metode ceramah yang
lebih efektif, akan tetapi yang perlu kita ingat metode ceramah memiliki banyak
kelemahan di bandingkan dengan metode yang lainnya, terutama dalam pengukuran
keberhasilan siswa, di samping metode ceramah guru dapat melaksanakan tanya
jawab dan diskusi. Kelas yang kecil dapat diterapkan metode tutorial karena
pemberian umpan balik dapat cepat di lakukan dan perhatian terhadap kebutuhan
individual lebih dapat dipenuhi.[34]
f.
Pengalaman
dan Kewibawaan Pengajaran
Guru
yang baik adalah guru yang berpengalaman, peribahasa mengatakan pengalaman
adalah guru yang baik, hal ini di akui lembaga pendidikan, criteria guru
berpengalaman adalah dia telah mengajar selama lebih kurang 10 tahun, maka
sekarang bagi calon kepala sekolah boleh mengajukan permohonan menjadi kepala
sekolah bila telah mengajar minimal 5 tahun. Denagn demikian guru harus
memahami seluk beluk persekolahan, strata pendidikan bukan menjadi jaminan
utama dalam keberhasilan mengajara akan tetapi pengalaman yang menentukan.
Umpamanya guru peka dengan masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang
tepat, merumuskan tujuan intruksional, memotivasi siswa, mengelola siswa,
mendapat umpan balik dalam proses belajar mengajar.[35]
Adapun tahapan belajar dengan pendekatan konstruktivistik.
Pengajaran ini berisi tiga prinsip tahapan pembelajaran, yaitu:[36]
a.
Tahap
pertama, advance organizer. Secara umum belajar secara maksimal terjadi
apabila terjadi potensi kesesuaian antara skema yang dimiliki siswa dengan
materi atau informasi yang akan dipelajarinya. Agar terjadi kesesuaian
tersebut, Ausabel menyarankan sebuah strategi yang disebut advance organizer,
yaitu statement perkenalan yang menghubungkan antara skema yang sudah dimiliki
oleh siswa dengan informasi yang baru.
b.
Tahap
kedua, menyampaikan tugas-tugas belajar. Setelah pemberian advance organizer,
langkah berikutnya adalah menyampaikan persamaan dan perbedaana dengan contoh
yang sederhana. Untuk belajar sesuatu yang baru, siswa tidak harus melihat
hanya persamaan anatar materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang
sudah dimilikinya. Lebih dari itu siswa juga perlu melihat perbedaannya pula. Dengan
demikian tidak terjadi kebingunan yang akan dialami oleh siswa ketika
mempelajari materi yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Untuk membentu
siswa memahami persmaan dan perbedaan ini dapat digunakan berbagai cara
ceramah, diskusi, film-film, atau tugas-tugas belajar.[37]
c.
Tahap
ketiga penguatan organisasi. Pada tahap ini, ausabel menyatakan bahwa guru
mencoba untuk menambahkan informasi baru ke dalam onformasi yang sudah dimiliki
oleh siswa pada awal pelajaran dimulai dengan membantu siswa untuk mengamati
bagaimana setiap detail dari informasi berkaitan dengan informasi yang lebih
besar atau lebih umum. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan pemahamnnya tentang informasi apa yang baru mereka pelajari.[38]
6. Penerapan Pendekatan Konstruktivistik dalam Pembelajaran PAI
Munculnya
anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang Pendidikan Agama Islam
seperti; Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan
nilai-nilai) yang harus dipraktekkan. Pendidikan agama lebih ditekankan pada
hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhan-Nya; penghayatan nilai-nilai
agama kurang mendapat penekanan dan masih terdapat sederet respons kritis
terhadap pendidikan agama. Hal ini disebabkan penilaian kelulusan siswa dalam
pelajaran agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian
tertulis di kelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.[39]
Adapun beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran PAI pada saat menerapkan
pendekatan konstruktivistik antara lain:
a.
Prinsip-prinsip dalam pembelajaran PAI dalam menerapkan pendekatan
kontruktivistik:[40]
1)
Berpusat
pada siswa: setiap siswa pada dasarnya berbeda, dan telah ada dalam dirinya
minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference),
pengalaman (experience), dan cara belajar (learning style) yang
berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
2)
Pembalikan
makna belajar: dalam konsep tradisional belajar hanya diartikan penerimaan
informasi oleh peserta didik dari sumber belajar dalam hal ini guru. Akibatnya
pembelajaran sering diartikan merupakan transfer of knowledge.
3)
Belajar
dengan melakukan: pada hakikatnya dalam kegiatan belajar siswa melkaukan
aktivitas-aktivitas. Aktivitas siswa akan sangat ideal bila dilakukan dengan
kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan
serta mempraktekkannya sendiri. Dengan cara ini siswa tidak akan mudah
melupakan apa yang diperolehnya denagn cara mencari dan menemukan serta
mempraktekkan sendiri akan tertanam dalam hati sanubari dan pikirannya siswa
karena ia belajar secara aktif dengan cara melakukan.[41]
4)
Mengembangkan
kemampuan sosial, kognitif, dan emosional: dalam kegiatan pembelajaran siswa
harus dikondisikan dalam suasana interaksi dengan orang lain seperti antar
siswa, antara siswa dengan guru, dan siswa dengan masyarakat. Denagn interaksi
yang intensif siswa akan mudah untuk membangun pemahamannya. Guru dituntut
untuk dapat memilih berbagai strategi pembelajaran yang membuat siswa melakukan
interaksi denagn orang lain, misalnya dengan diskusi, sosiodrama, belajar
secara kelompok dan sebagainya.[42]
5)
Mengembangkan
keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan: siswa terlahir dengan memiliki
rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah bertuhan.[43]
6)
Mengembangkan
ketrampilan pemecahan masalah: dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan
dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang harus dipecahkan.
7)
Mengembangkan
kreatifitas siswa: siswa memiliki potensi untuk berbeda. Perbedaan siswa
terlihat dalam pola berfikir, daya imanjinasi, fantasi (pengandaian) dan hasil
karyanya. [44]
8)
Mengembangkan
kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi: ilmu pengetahuan dan
teknologi terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan.
9)
Menumbuhkan
kesadaran sebagai warga negara yang baik: siswa perlu memperoleh wawasan dan
kesadaran berbangsa dan bernegara.
10)
Belajar
sepanjang hayat: menurut ajaran agama Islam, menuntut ilmu diwajibkan bagi
setiap muslim mulai dari buaian sampai liang lahat.
11)
Perpaduan
kemandirian dan kerjasama: siswa perlu di beritahu pengertian dan pemahaman
untuk belajar berkompetisis secara sehat, bekerjasama, dan mengembangkan
solidaritas.[45]
b. Mengelola Pembelajaran Secara Efektif
Pengelolaan
kelas merupakan upaya pendayagunaan potensi kelas dengan cara melakukan seleksi
terhadap penggunaan alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas.
Pengelolaan kelas atau tempat belajar meliputi pengelolaan beberapa alat/benda
serta obyek yang terdapat di dalam kelas atau ruang belajar seperti: meja dan
kursi baik guru maupun murid, pajangan yang merupakan hasil karya siswa,
perabot sekolah, serta sumber belajar yang terdapat di dalam kelas. Pengelolaan
kelas meliputi:[46]
1)
Pengelolaan
meja dan kursi
Pengelolaan meja-kursi berdasarkan prinsip-prinsip: (1)
aksesibilitas: yaitu kemudahan siswa untuk menjangkau alat atau sumber belajar
yang tersedia; (2) mobilitas: yaitu memudahkan baik siswa maupun guru untuk
bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas; (3) interaksi: yaitu,
memudahkan terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran antara guru dan siswa,
(4) variasi kerja siswa: yaitu memungkinkan siswa untuk dapat bekerja secara
perorangan atau bekerjasama secara berpasangan atau secara kelompok.
Formasi pengaturan meja-kursi yang dapat dikembangkan: formasi
huruf U, meja konferensi, lingkaran, susunan Chevron atau huruf V, atau kelas
tradisional yaitu secara berjejer atau berbaris serta formasi auditorium.
Formasi lainnya yang dapat digunakan disesuaikan dengan tujuan dan strategi
pembelajaran yang digunakan atau intensitas interaksi yang diinginkan oleh
guru.
2)
Pengelolaan
alat-alat pengajaran
Alat-alat pelajaran yang terdapat atau dibutuhkan dalam proses
pembelajaran di kelas perlu diatur dan tata dengan prinsip-prinsip desain
interior yang meliputi: perpustakaan kelas, alat-alat peraga dan media pembelajaran,
papan tulis/white bord, kapur tulis atau spidol bord market, dan appan presensi
siswa.
3)
Penataan
keindahan dan kebersihan kelas
Berkaitan denagn keindahan dan kebersihan kelas alat atau benda
yang harus ditata dengan baik meliputi: 1) hiasan dinding (gambar presiden dan
wakil presiden, lambang garuda pancasila, gambar pahlawan, slogan pendidikan,
kata-kata mutiara, kaligrafi; 2) penempatan lemari buku atau lemari alat
peraga; 3) pemeliharaan kebersihan siswa diatur secara bergiliran denagn sistem
piket.
4)
Ventilasi
dan tata cahaya
Untuk ventilasi sebaiknya berada di sisi kiri maupun kanan ruangan,
hindari guru merokok di dalam kelas. Untuk pengaturan cahaya: cahaya yang masuk
harus cukup, dan bila diperlukan lampu listrik, gunakan dengan kekuatan watt
yang dibutuhkan untuk ruangan kecil atau besar, dan arah cahaya sebaiknya dari
sebelah kiri.
5)
Pajangan
kelas
Pajangan kelas hasil karya siswa harus dipilih secara selektif
disesuaikan dengan nilai estetika, serta kebermanfaatannya.
6)
Pengelolaan
siswa
Pengelolaan siswa dalam satu kelas dapat dilakukan secara
perorangan, berpasangan, kelompok, atau klasikal disesuaikan dengan jenis
kegiatan, keterlibatan siswa, interaksi pembelajaran, waktu belajar serta
ketersediaan sarana dan prasarana serta keragaman karakter siswa. Untuk
pengelolaan siswa secara berkelompok, ada beberapa dasar yang dapat dijadikan
pertimbangan yaitu: pengelompokan berdasarkan kesenangan berkawan,
pengelompokan menurut kemapuan, pengelompokan menurut minat.
7)
Pengelolaan
kegiatan pembelajaran
Ada tiga hal utama yang harus dilakukan guru dalam pengelolaan
kegiatan pembelajaran yang meliputi penyediaan pertanyaan yang mendorong siswa
berfikir dan berproduksi, penyediaan umpan balik yang bermakna, penyediaan
progam penilaian yang mendorong semua siswa melakukan unjuk kerja.
8)
Pengelolaan
isi/materi pembelajaran
Pengelolaan isi atau materi pelajaran yang dilakukan oleh guru
harus disiapkan dan direncanakan dalam silabus dan sistem penilaian yang dibuat
oleh guru. Dari silabus yang dibuat oleh guru akan tergambar jenis dan satuan
pendidikan, jenjang pendidikan dan tingkatan kelas serta semester, standar
kompetensi lulusan permata pelajaran yang harus dicapai siswa, kompetensi
pembelajaran setiap materi pokok pembelajaran, indikator dan hasil belajar
siswa, perencanaan pengalaman belajar dan pengembangan kecakapan hidup,
skenario pembelajaran, penilaian serta sumber, alat dan media pembelajaran yang
akan digunakan.
9)
Pengelolaan
sumber belajar
Sumber belajar adalah sumber-sumber yang dapat dipergunakan secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan siswa lain, untuk memudahkan siswa
belajar. Guru dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia di
madrasah atau di sekitar madrasah, baik sumber belajar yang dirancang secara
khusus untuk kegiatan pembelajaran (by-design learning resources) maupun
sumber belajar yang tersedia secara alami dan tinggal memanfaatkan (by-utilization
learning resources), sumber belajar dalam bentuk manusia (human learning
resources) dan sumber belajar non manusia (non human learning resources).
7. Evaluasi Pembelajaran dalam Pendekatan Konstruktivistik
Bentuk-bentuk
evaluasi teori ini dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi
pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi seperti tingkat
“penemuan”, “strategi”, serta “sintesis”. Juga mengkonstruk pengalaman siswa
dan mengarahkan pada evaluasi pada konteks yang luas berbagai perspektif.[47]
Tugas mengajar
tidaklah berakhir tatkala telah selesai menyampaikan materi pelajaran di dalam
kelas dengan baik. Seseorang pengajar juga bertanggung jawab untuk membina
siswa-siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya sehari-hari,
sehingga mereka betul-betul mampu mandiri dengan menggunakan fakta, konsep,
prinsip dan teori-teori yang telah mereka perdapat di dalam kelas, demikian
juga mereka dapat memecahkan masalah yang diberikan guru.
Hasil belajar
konstruktivistik lebih tepat dinilai dalam dengan metode evaluasi goal-free.
Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik,
memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik.
Beberapa hal penting tentang evaluasi dalam aliran kontruktivistik adalah:[48]
a.
Diarahkan
pada tugas-tugas autentik;
b.
Mengkonstruksi
pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi;
c.
Mengkonstruksi
pengalaman siswa; dan
d.
Mengarahkan
evaluasi pada konteks yang lebih luas dengan berbagai perspektif.
Untuk keperluan
pengajaran Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya mengembangkan suatu metode
pengklasifikasian tujuan pendidikan, yang disebut taksonomy. Ide untuk membuat
taxsonomy itu muncul sejak tahun 1948. Setelah melalui beberapa kali pertemuan
akhirnya keluarlah buku Bloom (dan kawan-kawannya) itu yang diberi judul Taxonomy
of Educational Objectives. Untuk daerah binaan (domain) kognitif Bloom dan
kawan-kawannya membaginya menjadi enam daerah yang lebih kecil sebagai berikut:[49]
a.
Knowledge: daerah ini berisi kemampuan mengingat (recall)
konsep-konsep yang khusus dan yang umum; metode dan proses; dan pattern,
struktur.
b.
Comprehension: daerah ini lebih rendah daripada pengertian. Siswa cukup memahami
tanpa mengetahui hubungannya dengan yang lain. Juga tanpa kemampuan
mengaplikasikan pemahaman itu. Misalnya kemampuan menerjemahkan bahan
matematika verbal ke dalam simbol-simbol; mampu menangkap pemikiran yang
terdapat di dalam sesuatu karya; mampu meramalkan sesuatu kecenderungan, dan
lain-lain.
c.
Aplication: di sini yang dibina ialah kemampuan siswa menggunakan
konsep-konsep abstrak pada objek-objek khusus dan kongkret. Konsep-konsep
abstrak itu dapat berupa ide-ide umum, prosedur, prinsip-prinsip teknis,
ataupun teori yang harus diingat dan diaplikasikan. Misalnya kemampuan
mengaplikasikan teori-teori psikologi untuk mengenali sifat-sifat orang di
dalam masyarakat kongkret, dan lain-lain.
d.
Analysis: daerah ini adalah daerah binaan kemampuan siswa memahami dengan
jelas hirearki ide-ide dalam suatu unit bahan atau membuat keterangan yang
jelas tentang hubungan antara idea yang satu dengan yang lainnya. Analisis itu
memperjelas bahan-bahan yang dipelajari dan menjelaskan bagaimana bahan itu
diorganisasi dan bagaimana masingmasing ide itu berpengaruh. Misalnya kemampuan
memeriksa konsistensi hipotesis dengan informasi dan asumsi yang diberikan;
kemampuan mengenali asumsi yang tidak dinyatakan, dan lain-lain.
e.
Synthesis: ini bagian membina kemampuan pelajar merakit bagian-bagian
menjadi satu keutuhan. Kemampuan ini melibatkan proses menyusun, menggabung
bagian-bagian, untuk dijadikan suatu keseluruhan yang berstruktur yang tadinya
belum jelas. Misalnya kemampuan mengarang, menggunakan organisasi ide-ide dan
pernyataan-pernyataan; mampu mengusulkan cara mengetes hipotesis; dan
lain-lain.
f.
Evaluation: bagian ini menyangkut kemampuan siswa dalam mempertimbangkan
nilai bahan dan metode yang digunakan dalam penyelesaian sesuatu problem.
Pertimbangan itu mungkin bersifat kuantitatif mungkin juga kualitatif.
Contohnya ialah kemampuan untuk menunjukkan kepalsuan dalam sustu argumen
logis, kemampuan membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain yang telah
dikenal.
Enam
klasifikasi ini selanjutnya oleh Bloom dan kawan-kawannya di taksonomi lagi
menjadi lebih rinci dan diberikan juga contoh-contoh item tes untuk mengetes
pencapaian tujuan-tujuan itu. Adapun tiga daerah binaan dalam taksonomi Bloom
dan kawan-kawan ialah kognitif, afektif, dan psikologi. Ketiga aspek tersebut
apabila diaplikasikan sebagai berikut: suatu nilai (misalnya bahan pelajaran),
mula-mula haruslah dipahami (kognitif), setelah itu diterima (afektif) untuk
dijadikan nilai anutan, kemudian ia terampil melakukannya dan ia memang
melakukannya dalam kehidupan (psikomorik).[50]
Marilah kita
ambil contoh: mengerjakan shalat. Mula-mula siswa dibina agar ia memahami bahwa
shalat itu wajib dilakukan, mengetahui bacaan-bacaannya, mengetahui cara
melakukannya, dan sebagainya. Kemudian ia dibina agar ia menerima nilai bahwa
shalat itu wajib ia lakukan, ajaran itu baik (afektif). Selanjutnya ia dibina
supaya terampil melakukan shalat tersebut dan mengerjakannya sehari-hari di
dalam kehidupannya (psikomorik).
8. Perbedaan Pendekatan Konstruktivistik dengan Pendekatan
Tradisional
Perbedaan
karakteristik antara pembelajaran tradisional (behavioristik) dengan
pembelajaran konstruktivistik, adalah sebagai berikut:[51]
Pembelajaran
Tradisional
|
Pembelajaran
Konstruktivistik
|
1.
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan
menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
|
1.
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju bagian-bagian,
dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
|
2.
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
|
2.
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan
ide-ide siswa.
|
3.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan
buku kerja.
|
3.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber
data primer dan manipulasi bahan.
|
4.
Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi
informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik
dalam menyampaikan informasi kepada siswa.
|
4.
Siswa dipandang sebagai pemikir yang dapat memunculkan
teori-teori tentang dirinya.
|
5.
Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai
bagian dari pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pembelajaran
dengan cara tesing
|
5.
Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam
kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang
sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
|
6.
Siswa-siswi biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada grup
proses dalam belajar.
|
6.
Siswa-siswi banyak belajar dan bekerja di dalam grup proses.
|
C.
Karakteristik
Peserta Didik (Karakteristik siswa yang menjadi subjek dalam pembelajaran)
Masa remaja (12 – 21
tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa
kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati
diri. Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu :
1.
Mencapai hubungan yang
matang dengan teman sebaya
2.
Dapat menerima dan
belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat.
3.
Menerima keadaan fisik
dan mampu menggunakan secara efektif
4.
Mencapai kemandirian
emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5.
Memilih dan
mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuan
6.
Mengembangkan sikap
positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7.
Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga
negara.
8.
Mencapai tingkah laku
yang bertanggung jawab secara sosial
9.
Memperoleh seperangkat
nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.
Berbagai karakteristik
perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang
mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, di antaranya :
1.
Memberikan pengetahuan
dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan
penyalahgunaan narkotika.
2.
Membantu siswa
mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi dirinya.
3.
Menyediakan fasilitas
yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan
bakatnya, seperti saran olahraga, kesenian dan sebagainya.
4.
Melatih siswa untuk
mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh
godaan
5.
Menerapkan model
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berfikir kritis, refleksi, dan
positif.
6.
Memberikan pelatihan
untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan
7.
Membantu siswa
mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta
8.
Memupuk semanga
keberagamaan siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
9.
Menjalin hubungan yang
harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem
yang dihadapinya.
D. Model Pengembangan
Desain Pembelajaran ASSURE dalam Pembelajaran PAI
1.
Pengertian
Model ASSURE
Menurut
Afandi dan Badarudin, “Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah
formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model
berorientasi kelas”. Model ini adalah salah satu petunjuk dan perencanaan
yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi,
menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi.[52] Sedangkan menurut Heinich Model ASSURE adalah pedoman umum untuk
langkah di dalam proses perencanaan pembelajaran. Sedangkan menurut Sharon E. Smaldino
dkk. model assure adalah proses tahap
demi tahap untuk membuat mata pelajaran yang secara efektif mengintegrasikan
penggunaan teknologi dan media untuk meningkatkan belajar siswa.
Model
assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik
dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan
mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih
efektif dan bermakna bagi peserta didik.
Model
ASSURE dicetuskan oleh Heinich, dkk. Sejak tahun 1980-an, dan terus dikembangkan oleh Smaldino, dkk. Hingga
sekarang. Satu hal yang perlu dicermati dari model ASSURE ini, walaupun
berorientasi pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), model ini tidak menyebutkan
strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi
pembelajaran dikembangkan melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media,
bahan ajar, serta peran peserta didik di kelas.
Model pembelajaran ASSURE sangat membantu dalam
merancang program dengan menggunakan berbagai jenis media. Model ini
menggunakan beberapa langkah, yaitu Analyze Learners,
State Objectives, Select Methods, Media and Materials, Utilize Media
and Materials, Require Learner Participation, dan Evaluate and Revise.
Kesemua langkah itu berfokus untukmenekankan pengajaran kepada peserta didik
dengan berbagaiuntuk berinteraksidengan lingkungan mereka dan tidak secara
pasif menerima informasi.[53]
C. PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
1.
Model
ASSURE
Menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan
sebuah bahan ajar, yaitu[54]:
a.
Analyze Learner (Analisis Pelajar)
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam menerapkan model ini dalam
mengidentifikasikan karakteristik siswa yang akan melakukan aktivitas
pembelajaran. Siapakah siswa yang akan melakukan proses belajar? Pemahaman yang
baik tentang karakteristik siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.
Alanisis terhadap karakteristik siswa meliputi beberapa askpek penting, yaitu
karakteristik umum, kompetensi spesifik yang telah dimiliki sebelumnya, dan
gaya belajar ataulearning style siswa.
Faktor
kunci yang diperhatikan dalam analisis pelajar adalah sebagai berikut[55]:
1. Karakteristik
umum
Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui
variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan,
budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan
tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat
dalam menyampaikan bahan pelajaran. contoh: Jika pelajar kurang tertarik
terhadap materi yang disajikan, diatasi dengan menggunakan media yang memiliki
tingkat stimuli yang tinggi, seperti: penggunaan animasi, video, permainan
simulasi, dll.
2. Kompetensi
dasar spesifik
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa
pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam
bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan
perkembangan psikologi siswa. Hal ini akan memudahkan dalam merancang
suatu pembelajaran agar penyampaian materi pelajaran dapat diserap dengan
optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kompetensi
dasar spesifik merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pelajar
atau yang belum dimiliki.
3. Gaya belajar
Gaya belajar merujuk pada serangkaian sifat psikologis yang
menentukan bagaimana seorang individual merasa, berinteraksi dengan, dan
merespon secara emosional terhadap lingkungan belajar. Gaya belajar yang
dimiliki setiap pelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam
pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan
emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang
dimiliki peserta didik, yaitu[56]:
1)
Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan
lebih banyak melihat seperti membaca
2)
Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu
belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut
didengarkan dengan serius,
3)
Gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu
pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia sudah
mempraktekkan sendiri.
Gardner (1999),
mengemukaka konsep konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences yang
dapat membedakan kecenderungan belajar dan minat yang dimiliki oleh seseorang
dengan orang lain. Ia mengembangkan konsep kecerdasan majemuk yang
mengidentifikasi sembilan aspek kecerdasan[57]:
1)
Verbal/linguistic (bahasa)
2)
Logis /matematis (ilmiah/kuantitatif)
3)
Visual/spasial
4)
Musical/ritmis
5)
Ragawi/kinestetik(menari/olahraga)
6)
Antar personal (memahami orang lain)
7)
Intra personal (memahami diri sendiri)
8)
Naturalis
9)
Eksistensialis
b.
States Objectivies (Menyatakan Tujuan)
Langkah selanjutnya
dari model desain sistem pembelajaran ASSURE adalah menetapkan tujuan
pembelajaran yang bersifat spesifik. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari
silabus atau kurikulum, informasi yang tercatat dalam buku teks, atau
dirumuskan sendiri oleh perancang atau instruktur. Tujuan pembelajaran
merupakan rumusan atau pernyataan yang medeskripsikan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperoleh siswa setelah menempuh
proses pembelajaran. Selain mengambarkan kompetensi yang perlu dikuasai
oleh siswa, rumusan tujuan pembelajaran juga mendeskripsikan kondisi yang
diperlukan oleh siswa untuk menunjukkan hasil belajar yang telah dicapai dan
tingkat penguasaan siswa ataudegreeterhadap pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajari.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam proses perumusan tujuan ialah[58]:
Tentukan ABCD
Setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan
kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan
media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM. Proses dimulai
dengan menyebutkan audiensi (Audience) yang menjadi sasaran tujuan.
Proses itu kemudian memerinci perilaku (behavior) yang harus ditampilkan
dan kondisi (condition) dimana perilaku tersebut akan diamati. Akhirnya,
proses itu memerinci tingkat (degree) sampai dimana pengetahuan atau
kemampuan baru harus dikuasai. Berikut penjelasan ABCD:
1.
A= Audience
Pelajar atau peserta didik dengan segala
karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang
belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.
2. B= Behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan dalam
pembelajaran. Perilaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan
kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan
dapat diamati.
3. C= Conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan
bagi pelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta
sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya
menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama
proses belajar mengajar berlangsung.
4. D= Degree
Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan
sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses
belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%),
menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi,
kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi.
c.
Select Methods, Media, and Material (Memilih Metode, Media dan Bahan)
Langkah berikutnya adalah
memilih metode, media, dan bahan ajar yang akan digunakan. Ketiga komponen ini
berperan penting dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Pemilihan metode, media dan bahan ajar yang tepat akan mampu
mengoptimalkan hasil belajar siswa dan membantu siswa mencapai kompetensi atau
tujuan pembelajaran. Dalam
memilih metode, media dan bahan ajar yang digunakan ada beberapa pilihan yang
dapat dilakukan, yaitu memilih media dan bahan ajar yang ada, memodifikasi
bahan ajar yang telah tersedia, dan memproduksi bahan ajar baru.
Setelah mengetahui gaya belajar peserta didik dan memiliki gagasan yang
jelas tentang apa yang akan di sampaikan,maka harus dilakukan pemilihan[59]:
1.
Metode pembelajaran
yang di gunakan harus tepat untuk memenuhi tujuan bagi para peserta didik, yang
lebih unggul daripada yang lain atau yang memberikan semua kebutuhan dalam
belajar bersama, seperti kerja kelompok.
2.
Media yang cocok untuk
dipadukan sama dengan metode pembelajaran yang dipilih, tujuan, dan peserta
didik. Media bisa berupa teks, gambar, video, audio, dan multimedia komputer.
Penyampaian dapat disajikan dengan mencari materi yang tersedia untuk mendukung
penyampaian. Materi harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
3.
Materi yang disediakan
untuk peserta didik sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menguasai tujuan.
Materi bisa juga dimodifikasi, peserta didik bisa merancang dan membuat materi
sendiri. Materi dapat berupa program perangkat lunak khusus, musik, kaset
video, gambar, dan peralatan seperti overhead prejector, komputer, printer,
scanner, TV dll. Materi mungkin perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik atau tempat pembelajaran dan peralatan.
d.
Utilize Media, And Materials (Memanfaatkan Media dan Materi)
Setelah memilih metode,
media dan bahan ajar, langkah selanjutnya adalah menggunakan ketiganya dalam
kegiatan pembelajaran. Sebelum menggunakan metode, media, dan bahan ajar,
instruktur atau guru terlebih dahulu perlu melakukan ujicoba untuk memastikan
bahwa ketiga komponenn tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam
situasi atau kondisi yang sebenarnya.
Langkah berikutnya
adalah menyiapkan kelas dan sarana pendulung yang diperlukan untuk dapat
menggunakan metode, mediadan bahan ajar yang telah dipilih. Setelah semuanya
siap, ketiga komponen tersebut dapat digunakan. Dalam memanfaatkan materi ada
beberapa langkah[60]:
1.
Preview materi
Pendidik harus melihat
dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran
pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan
tujuannya.
2.
Siapkan bahan
Pendidik harus
mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik.
Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik harus
menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.
3.
Siapkan lingkungan
Pendidik harus mengatur
fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan media
sesuai dengan lingkungan sekitar.
4.
Peserta didik
Memberitahukan peserta
didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar
peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.
5.
Memberikan pengalaman
belajar
Di Dalam Mengajar dan
belajar harus menjadi pengalaman Kelas, bukan suatu cobaan
e.
Require Learner Participation (Partisipasi Pelajar)
Proses
pembelajaran memerlukan keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi
yang sedang dipelajari. Pemberian latihan merupakan contoh cara melibatkan
aktivitas mental siswa dengan materi yang sedang dipelajari.Siswa yang terlihat
aktif dalam kegiatan pembelajaran akan dengan mudah mempelajari materi
pembelajaran. Setelah memberikan aktif melakukan proses pembelajaran, pemberian
umpan balik berupa pengetahuan tentang hasil belajar akan memotivasi siswa
untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
f.
Evaluate And Revise (Penilaian dan Revisi)
Setelah
mendesain aktivitas pembelajaran maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah evaluasi. Tahap evaluasi dalam metode ini dilakukan untuk menilai
efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi siswa
terhadapsemua komponen pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh
gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah program pembelajaran.
Berkaitan
dengan evaluasi, evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah pembelajaran.
Sebagai contoh, sebelum proses pembelajaran, karakteristik siswa diukur guna
memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan
metode dan bahan ajar yang akan digunakan. Selama dalam proses pembelajaran,
evaluasi bisa dilakukan menggunakan umpan balik, evaluasi diri atau kuis pendek
siswa. Evaluasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung
memiliki tujuan diagnosa yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi masalah
pembelajaran dankesulitan-kesulitan yang ada. Sedangkan sesudah pembelajaran,
evaluasi dilakukan untuk mengetahui pencapaian siswa. Evaluasi bukanlah tujuan
akhir pembelajaran, namun sebagai titik awal menuju siklus berikutnya.
Gambar
1.1
ASSURE
Model
2. Produk Desain Pembelajaran PAI
Menggunakan Model ASSURE
I. Identifikasi Mata
Pelajaran
Satuan Pendidikan :
SMP
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas / Semester : VIII / I
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi :
Memahami Zakat
II. Kompetensi
Dasar :
-
Menjelaskan ketentuan
zakat fitrah dan zakat mal.
-
Menjelaskan orang yang
berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal
-
Mempraktekkan
pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal
III. Indikator
Pembelajaran
-
Siswa dapat menjelaskan
pengertian zakat fitrah dan zakat mal.
-
Siswa dapat membedakan
antara zakat fitrah dan zakat mal.
-
Siswa dapat menjelaskan syarat wajib zakat Fitrah
-
Siswa dapat menjelaskan waktu mengeluarkan zakat Fitrah
-
Siswa dapat menjelaskan
orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal (mustahik)
-
Siswa dapat
memahami jenis- jenis harta yang wajib
dizakati dan nisabnya.
-
Siswa mampu menyebutkan
dan menjelaskan 8 golongan penerima zakat
-
Siswa dapat memperaktekkan
pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal.
IV. Tujuan Pembelajaran
-
Mengetahui dan memahami
pengertian zakat fitrah dan zakat mal.
-
Mengetahui dan memahami
perbedaan antara zakat fitrah dan zakat mal.
-
Mengetahui dan
memahami orang yang berhak menerima
zakat fitrah dan zakat mal
-
Mengetahui dan memahami
jenis-jenis harta yang wajib dizakati dan nisabnya
-
Mengetahui orang –
orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal
-
Memperaktekkan
pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal
V. Materi Pembelajaran
Fakta : Memahami Zakat
Konsep : Mengetahui dan memahami serta
mempraktekkan zakat fitrah dan zakat mal.
Prinsip :Menentukan pengertian zakat fitrah
dan zakat mal, membekan antara zakat fitrah dan zakat mal dan prakteknya dalam kehidupan.
Prosedur :Menjelaskan pengertian zakat fitrah dan
zakat mal, membedakan antara zakat fitrah dan zakat mal dan prakteknya dalam kehidupan sehari – hari.
VI. Alokasi Waktu
-
Tatap Muka : 80 Menit
-
Tugas Mandiri
terstruktur : 20 menit
VII. Srategi Pembelajaran
-
Strategi pembelajaran
yang berpusat pada guru
-
Strategi pembelajaran
yang berpusat pada siswa
VIII. Metode Pembelajaran
-
Ceramah
-
Tanya Jawab
-
Drill / Latihan
IX. Langkah – Langkah
Pembelajaran
NO
|
Kegiatan
Pendidik
|
Kegiatan Peserta didik
|
1
|
Pendahuluan
( 10 )
-
Absensi
-
Apersepsi, menanyakan
pengetahuan peserta didik tentang
konsep- konsep zakat
-
Menyampaikan
indikator dan tujuan pembelajaran
|
-
Mengangkat tangan
sambil menyabutkan “hadir”
-
Mendengarkan
keterangan Pendidik dan menjawabnya
-
Siswa mendengarkan
keterangan Pendidik tentang indikator dan tujuan pembelajaran
|
2
|
Kegiatan
Inti ( 60 )
Eksplorasi
-
Pendidik menunjuk
salah satu siswa dan ditanya mengenai hokum zakat fitrah dan zakat mal
-
Pendidik Menjelaskan
secara singkat materi mengenai zakat fitrah dan zakat mal.
Elaborasi
-
Pendidik menyajikan
materi zakat dengan video pembelajaran zakat.
-
Pendidik membagi
kelompok yang beranggotakan 5-6 orang secara acak
-
Pendidik menyuruh
siswa agar mendiskusikan mengenai tema zakat fitrah dan zakat mal
-
Pendidik menyuruh
siswa untuk mempraktekkan materi zakat fitrah bersama teman kelompoknya di
depan kelompok yang lain
Konfirmasi
-
Selama proses
pembelajaran pendidik melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan yang
dilakukan peserta didik.
-
Pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya terhadap materi yang
dipelajari.
-
Pendidik memberi
ulasan dan penegasan yang diperlukan.
|
-
Siswa yang ditunjuk
menjawab pertanyaan dari guru.
-
Siswa mendengarkan penjelasan guru dengan hikmat
-
Siswa menyaksikan
tayangan video
-
Siswa melaksanakan
perintah dari bapak/ibu guru
-
Siswa berdiskusi
dengan teman kelompoknya mengenai zakat fitrah dan zakat mal
-
Siswa mempraktekkan
materi zakat fitrah bersama teman kelompoknya di depan kelompok yang lain
-
Siswa mengajukan
pertanyaan kepada Pendidik
-
Siswa mendengarkan
keterangan Pendidik
-
Siswa mendengarkan
keterangan Pendidik
|
-
|
Penutup ( 10 )
-
Pendidik menyimpulkan
hasil pelajaran bersama peserta didik
-
Pendidik memberikan
refleksi (pujian dan arahan)
-
Pendidik menutup pelajaran dengan membaca salam, kafaratul
majlis dan membaca hamdalah bersama peserta didik.
|
-
Siswa menyimpulkan
dan membuat catatan penting.
-
Siswamendengarkan
pendidik.
-
Siswa menjawab salam
dan mengikuti guru membaca do’a kafaratul majlis.
|
X. Penyiapan ruangan
1)
Pengelolaan
meja dan kursi
Pengelolaan meja-kursi berdasarkan prinsip-prinsip: (1)
aksesibilitas: yaitu kemudahan siswa untuk menjangkau alat atau sumber belajar
yang tersedia; (2) mobilitas: yaitu memudahkan baik siswa maupun guru untuk
bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas; (3) interaksi: yaitu,
memudahkan terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran antara guru dan
siswa, (4) variasi kerja siswa: yaitu memungkinkan siswa untuk dapat bekerja
secara perorangan atau bekerjasama secara berpasangan atau secara kelompok.
Formasi pengaturan meja-kursi yang dapat dikembangkan: formasi
huruf U, meja konferensi, lingkaran, susunan Chevron atau huruf V, atau kelas
tradisional yaitu secara berjejer atau berbaris serta formasi auditorium.
Formasi lainnya yang dapat digunakan disesuaikan dengan tujuan dan strategi
pembelajaran yang digunakan atau intensitas interaksi yang diinginkan oleh
guru.
2)
Pengelolaan
alat-alat pengajaran
Alat-alat pelajaran yang terdapat atau dibutuhkan dalam proses
pembelajaran di kelas perlu diatur dan tata dengan prinsip-prinsip desain
interior yang meliputi: perpustakaan kelas, alat-alat peraga dan media
pembelajaran, papan tulis/white bord, kapur tulis atau spidol bord market, dan
appan presensi siswa.
3)
Penataan
keindahan dan kebersihan kelas
Berkaitan denagn keindahan dan kebersihan kelas alat atau benda
yang harus ditata dengan baik meliputi: 1) hiasan dinding (gambar presiden dan
wakil presiden, lambang garuda pancasila, gambar pahlawan, slogan pendidikan,
kata-kata mutiara, kaligrafi; 2) penempatan lemari buku atau lemari alat
peraga; 3) pemeliharaan kebersihan siswa diatur secara bergiliran denagn sistem
piket.
4)
Ventilasi
dan tata cahaya
Untuk ventilasi sebaiknya berada di sisi kiri maupun kanan ruangan,
hindari guru merokok di dalam kelas. Untuk pengaturan cahaya: cahaya yang masuk
harus cukup, dan bila diperlukan lampu listrik, gunakan dengan kekuatan watt
yang dibutuhkan untuk ruangan kecil atau besar, dan arah cahaya sebaiknya dari
sebelah kiri.
5)
Pajangan
kelas
Pajangan kelas hasil karya siswa harus dipilih secara selektif
disesuaikan dengan nilai estetika, serta kebermanfaatannya.
XI. Penyediaan Media Pembelajaran
1. Bahan dan sumber ajar
-
Multahim,dkk. Pendidikan Agama Islam Penuntun Akhlak. SMP/MTs
Kelas VIII (Yudistira )
-
LKS
-
Buku agama islam
lainnya (yang relevan)
2. Media / alat pembelajaran
-
Spidol
-
Papan tulis
-
Video
XII. Penilaian
Jenis Tagihan : Tugas
Keaktifan dan Posttest
Bentuk Tagihan : Tulisan
Penilaian berbentuk pilihan ganda dan soal uraian, jenis tes meliputi 10
soal,terdiri dari 5 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian dengan komposisi
seimbang, begitu juga bobotnya. Soal di buat berdasarkan tujuan yang telah
disusun.
D. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, ketrampilan dan sikap. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah,
dimana kegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan murid sebagai terdidik
yang belajar. Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara
menyeluruh.
Teori belajar
konstruktivistik berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Adapun hakikat dari
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme yakni pembentukan
pengetahuan yang memandang subyek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Ciri-ciri
belajar berbasis konstruktivistik yang dikemukakan oleh Driver dan Oldham
sebagai berikut:
a.
Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b.
Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis,
membuat poster dan lain-lain.
c.
Restrukturisasi
ide, yaitu
klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide
baru.
d.
Penggunaan
ide baru dalm berbagai situasi,
yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada
bermacam-macam situasi.
e.
Review,yaitu dalam
mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan
atau mengubah.
Desain pembelajaran model ASSURE adalah
pedoman umum untuk langkah di dalam proses perencanaan pembelajaran. Sedangkan
menurut Sharon E. Smaldino dkk. model
assure adalah proses tahap demi tahap untuk membuat mata pelajaran yang secara
efektif mengintegrasikan penggunaan teknologi dan media untuk meningkatkan
belajar siswa. Model
ini menggunakan beberapa langkah, yaitu Analyze Learners (Analisis Pelajar), State Objectives (Menyatakan Tujuan), Select Methods, Media and Materials
(Memilih
Metode, Media dan Bahan), Utilize Media and Materials (Memanfaatkan Media dan Materi), Require Learner Participation (Partisipasi Pelajar), dan Evaluate and Revise (Penilaian dan Revisi). Kesemua langkah itu berfokus untuk
menekankan pengajaran kepada peserta didik dengan berbagai
untuk berinteraksidengan lingkungan mereka dan tidak secara pasif menerima
informasi.
2.
Saran
Dari makalah
pengembangan materi ajar PAI ini, maka penyusun menyarankan:
1)
Bagi
kepala Sekolah
Memberikan
dukungan sepenuhnya untuk para guru PAI agar selalu mengembangkan model
pembelajarannya sehingga tercipta pembelajaran yang kondusif, memberikan
motivasi baik berupa sherring yang dilakukan tiap bulan
atau memberikan kesempatan
kepada guru-guru PAI
untuk mengikuti berbagai pelatihan, seminar maupun workshop.
2)
Bagi
guru PAI
Sebagai seorang
guru tidak hanya mengajarkan materi yang ada. Tapi juga di ikuti dengan memberikan pemahaman kepada siswa agar
terbentuk cara berfikir yang konstruktif
pada siswa sehingga menjadi individu yang pembelajar.
3)
Orang
tua
Memberikan
motivasi baik materiil maupun non materiil untuk peserta didik serta mendukung
kegiatan-kegiatan sekolah guna mengembangkan kompetensi peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi, Muhammad dan Badarudin., Perencanaan Pembelajaran (Bandung
: Alfabeta, 2011).
Ahmad Tafsir, Metodik Khusus PAI (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992).
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni., Teori Belajar dan Pembelajaran
(Jogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007).
Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta :
Rineka Cipta, 1999).
Majid, Abdul & Dian Andayani.,PAI Berbasis Kompetensi(Konsep
Dan Implementasi Kurikulum 2004). (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004).
Prawiradilaga, Dewi Salma., Prinsip
Desain Pembelajaran, ( Jakarta, Kencana: 2009).
Siregar, Eveline & Hartini Nara., Teori Belajar dan
Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011).
Smaldino, Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James
D, Teknologi Pembelajaran
dan Media untuk Belajar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011).
Suprayogo, Imam.,Memelihara Sangkar Ilmu (Refleksi Pemikiran dan
Pengembangan UIN Malang), (Malang: UIN-Malang Press, 2006).
Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran (Malang: UIN
Press, 2003).
Syah, Darwyn., Perencanaan sistem pengajaran PAI (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2007).
Yamin, Martimis.,Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik
(Implementasi KTSP & UU.No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen),
(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008).
Yamin, Martinis., Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Jakarta:
GP Press, 2008).
[1] Baharuddin dan
Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jogyakarta: Ar-Ruzz
Media Group, 2007), hlm. 115
[2] Dimyati &
Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 1999),
hlm.26
[3] Abdul Majid & Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi(Konsep
Dan Implementasi Kurikulum 2004). (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), hlm.131
[4] Abdul Majid
& Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 135
[5] Abdul Majid
& Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 134
[6] Abdul Majid
& Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm .135
[7] Abdul Majid
& Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 132
[8] Abdul Majid
& Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 133
[9] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran
PAI (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 288
[10] Darwyn Syah, Perencanaan
sistem pengajaran PAI,..., hlm. 289
[11] Darwyn Syah, Perencanaan
sistem pengajaran PAI,..., hlm. 296
[12] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran (Malang:
UIN Press, 2003), hlm. 94.
[13] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm.
94.
[14] “Teori konstruktifistik”, http://.freewebs.com/hjrahsaputra/catatan/TEORI%20%DAN%20PEMBELAJARAN.htm,
(diakses pada 20 Juni 2015)
[15] Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan
Pembelajaran,..., hlm. 130
[16] Teori konstruktifistik”, http://.freewebs.com/hjrahsaputra/catatan/TEORI%20%DAN%20PEMBELAJARAN.htm,
(diakses pada 20 Juni 2015)
[17] Eveline
Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 39
[18] Siti Annijat Maimunah. Pendekatan Konstruktivisme Dalam Membaca
Pemahaman Bagi Siswa Kelas V SD Negeri Kota Malang. El-Hikmah. Vol 1
No.1.2003
[19] Imam Suprayogo,Memelihara Sangkar Ilmu (Refleksi Pemikiran dan Pengembangan
UIN Malang), (Malang: UIN-Malang Press, 2006). hlm. 154
[20] Imam
Suprayogo,Memelihara Sangkar Ilmu (Refleksi Pemikiran dan Pengembangan UIN
Malang),..., hlm. 156
[21] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm.
109
[22] Sutiah, Buku Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm.
109
[23] Sutiah, Buku
Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 110
[24] Sutiah, Buku
Ajar Teori BelajarDan Pembelajaran,..., hlm. 110
[25] Asri
Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005).
hlm. 57
[26] Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran ,..., hlm. 58
[27] “Teori konstruktifistik”,
http://.freewebs.com/hjrahsaputra/catatan/TEORI%20%DAN%20PEMBELAJARAN.htm, (diakses pada 05 April 2008)
[28] Baharuddin dan
Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,...,hlm. 130
[29] Martimis Yamin,Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik
(Implementasi KTSP & UU.No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen),
(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008). hlm. 68
[30] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,...,
hlm. 68
[31] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,...,
hlm. 45
[32] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,...,
hlm. 46
[33] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,...,
hlm. 46
[34] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,...,
hlm. 47
[35] Martimis Yamin. Paradigma Pendidikkan Konstruktivistik,...,
hlm. 48
[36] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan
Pembelajaran,...,hlm. 130
[37] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan
Pembelajaran,...,hlm. 131
[38] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan
Pembelajaran,...,hlm. 132
[39] Abdul Majid
& Dian Andayani. PAI Berbasis Kompetensi,..., hlm. 131
[40] Darwyn Syah, Perencanaan
sistem pengajaran PAI,..., hlm. 289
[41] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm.
290
[42] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm.
291
[43] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm.
291
[44] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm.
292
[45] Darwyn Syah, Perencanaan sistem pengajaran PAI,..., hlm.
293
[46] Darwyn Syah, Perencanaan
sistem pengajaran PAI,..., hlm. 304
[47]Martinis Yamin,
Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Jakarta: GP Press, 2008), hlm. 1
[48] Eveline
Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hlm. 42
[49] Ahmad Tafsir, Metodik Khusus PAI (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), hlm. 49
[50] Ahmad Tafsir, Metodik Khusus PAI,...,hlm. 50
[51] Eveline
Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,..., hlm.
42-43
[52] Muhammad
Affandi dan Badarudin, Perencanaan Pembelajaran (Bandung : Alfabeta,
2011) hlm. 22
[53] Thresna
Charmy, penerapan model pembelajaran ASSURE, www.academia Edu diakses tanggal 27-04-2014
[54] Muhammad
Affandi dan Badarudin, Perencanaan Pembelajaran., hlm 22-23
[55]Smaldino,
Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D, Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 112.
[57]Smaldino,
Sharon. Lowter, Deborah. Russel, James D, Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar., hlm 114
[59] Wijil Setyana
Putra, Model Pembelajaran ASSURE, diakses tanggal 27-04-2014
[60] Wijil Setyana
Putra, Model Pembelajaran ASSURE, diakses tanggal 27-04-2014
[61]Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran,
( Jakarta, Kencana: 2009), hlm. 47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar