BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai bidang pengetahuan yang khas, filsafat sudah barang tentu
memiliki hampiran, metode, dan langkah yang tersendiri pula untuk
mempelajarinya.Hampiran, metode, dan langkah itu pun beragam sesuai dengan
filsuf yang mengemukakannya sehingga tidak ada satu metode khusus dan paling
baik berlaku, serta paling membawa hasil bagi bidang pengetahuan ini. Semua
cara yang meliputi aneka titik pangkal, problema yang menjadi pusat perhatian.
Setiap orang yang akan memulai belajar filsafat dapat memilih dan menggunakan
satu atau beberapa cara yang sejalan dan sesuai dengan kemampuan pikirannya.
Sampai saat ini masih saja ada orang yang menganggap filsafat sebagai sebuah
disiplin yang mengawang, kosong dan jauh dari kehidupan sehari-hari.Mitos-mitos
seperti ini berkembang tidak hanya di kalangan orang awam saja, tapi juga di
kalangan agamawan, ilmuwan, seniman, dan pembisnis.Mereka menafikan bahwa
filsafat merupakan upaya kritis yang membantu kita untuk memahami realitas
kehidupan pada umumnya maupun kehidupan subjektif kita secara mendasar dan
prinsipal.
Padahal dengan filsafat kita akan mampu memikirkan segala hal
secara radikal (mendalam, mendasar sampai ke akar-akarnya), sistematik
(teratur, runtut, logis dan tidak serampangan) untuk mencapai kebenaran
universal (umum, teritegral, tidak khusus dan tidak persial). Berbagai
pertanyaan dan masalah seputar kehidupan manusia sehari-hari didalamnya tidak
dengan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan semu, tetapi dengan
mengutarakan problem secara persisi, memberikan argumentasi dan alasannya yang
tepat, juga solusinya.Oleh karena itu, keberadaan filsafat menjadi hajat vital
bagi hidup manusia. Apalagi apa yang dikajinya tidak sekedar mencerminkan masa
di mana kita hidup, tapi juga membimbing untuk berpikir, sementara makhluk
lainnya tidak. Manusia berpikir dengan akalnya.Akal memang salah satu
keistimewaan yang di anugerahkan Allah kepada manusia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dari filsafat?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan filsafat?
3.
Apa yang
menjadi lingkup filsafat?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari filsafat
2.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan filsafat
3.
Untuk
mengetahui lingkup filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Definisi Filsafat
Secara etimologis, istilah
“filsafat” merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab) dan philosophy
(bahasa inggris), yang berasal dari bahasa Yunani philosophia.Kata philosphia
adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata, philos dan Sophia.Kata
philos berarti cinta (love) atau sahabat, dan Sophia
berarti kebijaksanaan (wisdom),kearifan, dan pengetahuan.
Sehingga secara etimologis, kata filsafat berarti “love of wisdom” atau
cinta kebijaksanaan, cinta kearifan, cinta pengetahuan, atau sahabat
kebijaksanaan, sahabat kearifan, dan sahabat pengetahuan.
Menurut sejarah, istilah philosophia
pertama kali digunakan oleh Pythagoras (sekitar abad ke-6 SM).Ketika diajukan
pertanyaan kepadanya, “apakah Anda termasuk orang yang bijaksana?”.Dengan
rendah hati Pythagoras menjawab, “Saya hanya seorang philosophos”, “pecinta
kebijaksanaan” (lover of wisdom), atau dalam sumber lain, Pythagoras
menjawab, “Saya hanya orang mencintai pengetahuan”.Jawaban Pythagoras ini
sebagai reaksi terhadap kaum sophis, yakni sekelompok cendekiawan yang
menggunakan hujah-hujahnya untuk mengalahkan lawan-lawan debatnya.
Lebih dari itu kaum sophis
menjajakan kepandaiannya untuk mengambil untung dari lawan-lawan debatnya atau
masyarakat yang diajarinya dengan menarik bayaran tertentu.Di tangan kelompok
ini, kata sophis (arif) kehilangan arti aslinya dan kemudian menjadi
seseorang yang menggunakan hujah-hujah yang keliru untuk mengalahkan lawan
dialognya.Lepas dari siapa yang menyebut pertama kali istilah philosophia
atau filsafat, yang jelas pada masa Socrates dan Plato istilah tersebut sudah
cukup popular.
Dalam memahami apa sebenarnya
filsafat, kita tidak cukup hanya mengetahui asal-usul dan arti istilah yang
digunakan, melainkan juga harus memperhatikan konsep dan definisi yang
diberikan oleh para filsuf menurut pemahaman mereka masing-masing. Akan tetapi,
perlu dikatakan pula bahwa definisi yang diberikan para filsuf tidak selalu
sama. Bahkan, dapat dikatakan setiap filsuf memiliki konsep dan definisi
sendiri-sendiri yang berbeda dengan filsuf lainnya.Karena itu, ada yang
mengatakan bahwa jumlah konsep dan definisi filsafat itu sebanyak jumlah filsuf
atau ahli filsafat itu sendiri.
Secara terminologis (istilah),
terdapat banyak definisi tentang pengertian filsafat.Beragamnya definisi
filsafat menunjukkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih sudut
pandang (point of view) dalam memikirkan filsafat.Bahkan, perbedaan
sudut pandangan ini diusahakan untuk dapat saling melengkapi.Karena setiap
sudut pandangan pasti memiliki kekurangan atau kelemahan.
Berikut ini hanya mengambil beberapa
definisi dari beberapa filsuf dan ahli filsafat.[1]
1.
Para filsuf
pra-Socrates
Para
filsuf pra-Socrates mempertanyakan tentang arche, yakni awal mula atau
asal-usul alam dan berusaha menjawabnya dengan menggunakan logos atau rasio
tanpa percaya lagi pada jawaban mitos atau legenda.Oleh sebab itu, bagi mereka,
filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas
dengan mengandalkan akal budi.
2.
Plato
Filsafata
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyeledikan tentang
sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
3.
Aristoteles
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realitas yang ada.
4.
Rene Descartes
Filsafat
adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyeledikannya adalah
mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
5.
Wiliam James
Filsafat
adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang.
6.
R.F. Beerling
Filsafat
adalah mempertanyakan tentang seluruh kenyataan atau tentang hakikat, asas,
prinsip dari kenyataan.Beerling juga mengatakan bahwa filsafat adalah usaha
untuk mencapai akar terdalam kenyataan dunia wujud, juga akar terdalam
pengetahuan tentang diri sendiri.
7.
Louis O.
Kattsoff
Filsafat
merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penelaran-penalaran mengenai
suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut
pandang yang menjadi dasar suatu tindakan.
Dari serangkaian definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
filsafat adalah proses berpikir secara radikal, sistematik, dan universal
terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Dengan kata lain, berfilsafat
berarti berpikir secara radikal (mendasar, mendalam, sampai ke akar-akarnya),
sistematik (teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan) untuk mencapai
kebenaran universal (umum, terintegral, dan tidak khusus serta tidak persial).
2.
Ruang Lingkup
Filsafat
Jan Hendrik Rappar membagi kegunaan filsafat
ke dalam dua hal, yakni bagi ilmu pengetahuan dan bagi kehidupan sehari-hari.[2]
1.
Ilmu
Pengetahuan
Tatkala filsafat lahir dan mulai
tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
filsafat.Para pemikir yang terkenal sebagai filsuf adalah juga ilmuwan.Para
filsuf pada masa itu adalah ahli-ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan
berbagai ilmu pengetahuan lainnya.Bagi mereka, ilmu pengetahuan itu adalah
filsafat, dan filsafat adalah ilmu pengetahuan.Berkat ilmu pengetahuanlah
manusia dapat meraih kemajuan yang sangat menajubkan dalam segala bidang
kehidupan.Teknologi canggih yang semakin mencengangkan dan fantastis adalah
salah satu produk dari ilmu pengetahuan.Bahkan pada abad-abad terakhir ini,
dalam peradaban dan kebudayaan Barat, ilmu pengetahuan telah berperan
sedemikian rupa sehingga telah menjadi tumpuan harapan banyak orang.
2.
Dalam kehidupan
sehari-hari
Meskipun filsafat itu abstrak, bukan
berarti ia sama sekali tidak bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari yang
konkret. Keabstrakan filsafat tidak berarti bahwa filsafat itu tak memiliki
hubungan apa pun dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dengan demikian, filsafat
mengiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Tak hanya
itu, ia pun menuntun manusia ke dalam tindakan dan perbuatan yang konkret
berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.
Kiranya beberapa hal berikut ini
dapat menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang menjadi lingkup pengertian
filsafat.[3]
a.
Filsafat
sebagai kebijaksanaan rasional dari segala sesuatu. Tidak dapat dipungkiri
bahwa dalam hidup dan berkehidupannya, manusia selalu saja berhadapan dengan
problematika, baik yang menyangkut problematika diri maupun problematika
sosial. Dalam menghadapi setiap problema itu, sudah barang tentu diperlukan
pemikiran dan sikap yang arif dan bijaksana (wisdom) sesuai dengan pandangan
hidup dan pengetahuan yang dimiliki sehingga problematika itu dapat
“diselsaikan” secara baik dan memuaskan.
b.
Filsafat
sebagai sikap dan pandangan hidup. Karena setiap problematika hidup itu harus
diselsaikan dengan cara yang arif dan bijaksana maka sudah barang tentu pula
manusia harus memiliki prinsip-prinsip tertentu agar tidak mudah goyah apalagi
terombang-ambing oleh gelombang peri kehidupan. Pemikiran yang kritis dan
mendalam serta sikap terbuka agaknya menjadi keniscayaan bagi upaya
pengendalian diri secara optimal serta bagi tumbuh kembang pribadi yang
seimbang dan selaras dengan cita-cita luhurnya yakni manusia paripurna.
c.
Filsafat
sebagai kelompok persoalan, yakni beragam persoalan yang mendasar
(fundamental), mendalam (radikal), dan hakiki (esensial).
d.
Filsafat
sebagai kelompok teori dan sistem pemikiran yang dihasilkan oleh para filsuf.
Jika memang demikian halnya, maka sudah barang tentu masing-masing teori dan
pemikiran itu pun akan beragam sesuai dengan ciri khas yang dimiliki dan metode
yang digunakan oleh masing-masing filsuf, bukan seragam melainkan mungkin
bertentangan.
Dari
berbagai lingkup pengertian filsafat sebagai mana tersebut di atas maka secara
sederhana filsafat dapat mengerti bahawa a) filsafat itu merupakan proses
berpikir yang sudah barang tentu bersifat dinamis. Namun demikian b) filsafat
itu merupakan produk pemikiran yang bersifat statis. Menurut The Liang Gie
memerikan pemahaman bahwa filsafat adalah proses refleksi dari budi manusia
yang mencakup enam macam aktivitas akal budi manusia, yaitu: analisis yang
mengarah pada kejelasan, lalu kemudian komprehensi yang mengarah pada kecerahan,
deskripsi yang mengarah pada keterangan, evaluasi yang mengarah pada upaya
pembenaran, interpretasi yang mengarah pada pengertian sejati, dan spekulasi
yang mengarah pada penyatu paduan. Enam aktivitas itu bukanlah sesuatu yang
berdiri sendiri-sendiri melainkan kesatuan yang secara integral berinteraksi
karena kesemuanya merupakan kemampuan dan perwujudan dari budi manusia yang
tunggal.Dengan demikian filsafat merupakan suatu sistem. Penelaahan terhadap
sistem pada umumnya menyimpulkan bahwa setiap sistem menerima input (bahan
masukan) dan memberi output (hasil) serta melakukan conversion (proses
pengubahan input menjadi output). Konsepsi filsafat dengan menggunakan kerangka
I-C-O seperti itu dilukiskan oleh The Liang Gie dengan model kerangka sistem
filsafat sebagaimana berikut.[4]
Kerangka Sistem Filsafat
Proses
reflektif
Dari budi
manusia
|
Pengetahuan
filsafat
|
Persoalan
|
perincian
|
PERSOALAN:AKTIVITA-AKTIVITA:MACAM-MACAM:
a.
Metafisika 1. Analisis i. kearifan hidup
b.
Epistemologis 2. Komprehensi ii. Pandangan
c.
Metodologis 3. Deskripsi iii. Sistem pemikiran
d.
Logis 4. Evaluasi iv. Keyakinan dasar
e.
Etis 5. Interpretasi v. kebenaran filsafati
f.
Estetis 6. Spekulasi
Konsep filsafat
dengan menggunakan kerangka I-C-O seperti itu, menurut The Liang Gie, dapat
digunakan untuk merumuskan siapa sesungguhnya filsuf, sang pelaku sejati
filsafat.
Pola dan sistem
berpikir filosofis dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan,
manusia, dan alam sekitar menjadi objek pemikiran filsafat pendidikan islam.
Oleh karena filsafat pendidikan islam mempunyai sasaran pembahasan tentang
hakikat permasalahan pendidikan yang bersumberkan ajaran islam maka pola dan
sistem berpikir serta ruang lingkup permasalahan yang dibahas pun harus
bertitik tolak dari pandangan islam. Pandangan islam adalah prinsip-prinsip
yang telah diletakkan oleh Allah dan Rasulnya dalam kitab suci Al-Qur’an dan
Al-Hadis yang dikembangkan oleh para mujtahid dari waktu ke waktu.
Ajaran yang
penuh motivasi untuk maju dalam ilmu pengetahuan seperti terkandung di dalam
sabda Nabi di bawah ini benar-benar menjadi daya penggerak para ahli pikir
muslim pada zamannya.[5]
a)
Agama itu
adalah akal, barang siapa tidak berakal, maka ia tidak bisa beragama
الدِّيْنُ هُوَ العَقْلُ لاَدِيْنَ لِمَنْ لاَعَقْلُ لَهُ
اُطْلُبُ العِلْمَ وَلَوء بِالصِّيْن
b)
Carilah ilmu
pengetahuan walaupun ke negeri Cina
Kata hikmah dari seorang sahabat Rasulullah SAW.di atas
bersumberkan dari firman Allah yang menyatakan:
يُؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَآءُ وَمَنْ يُؤْتِى الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوْتِيَ
خَيْرًا كَثِيْرًا
Allah memberi hikmah kepada orang yang dikehendakinya. Dan barang
siapa diberi hikmah oleh Allah, maka sungguh dia akan mendapatkan kebaikan yang
banyak.
3.
Sejarah Filsafat
Setiap pemikiran manusia selalu
memiliki sejarah sendiri-sendiri, dan biasanya selalu terkait dengan pola
kebudayaan yang melingkupinya.Sejarah awal munculnya khazanah pemikiran
filsafat tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan kebudayaan dan peradaban Yunani.
Pasalnya, di negeri itulah filsafat lahir dan berkembang hingga mencengangkan
peradaban dunia lain hingga abad ini. Karenanya, tak heran bila banyak pihak
mengkaji filsafat berawal dari sejarah peradaban Yunani Kuno, lalu abad
pertengahan, modern sampai abad kontemporer seperti saat ini.
Bertrand Russell (1946), dalam
bukunya History of Western Philosophy, menengarai munculnya filsafat di
Yunani tersebut akibat kemahiran bangsa Yunani dalam merajut dan menyempurnakan
peradaban besar lainnya pada saat itu seperti Mesir dan Mesopotamia.[6]
Jauh sebelum filsafat muncul,
masyarakat Yunani masih menggantungkan diri pada mitos, legenda, kepercayaan,
dan agama untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan
mereka. Tetapi, sekitar abad ke-7 SM, di Yunani mulai berkembang suatu
pendekatan yang sama sekali berlainan dibanding masa-masa sebelumnya, yaitu
pendekatan filsafat. Sejak saat itulah orang mulai mencari jawaban rasional
tentang berbagai problem yang dihadapi, termasuk beragam masalah mengenai alam
semesta.[7]
Dari sinilah peradaban Yunani
mengalami titik balik peradaban yang cukup menajubkan.Sebab, di zaman ini
orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan
lingkungan sekitar dengan tidak lagi menggantungkan diri pada mitos, legenda,
kepercayaan, dan agama.Tetapi, mereka mulai menggunakan rasio dan akal sehat
dalam rangka untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kehidupan.Hemat
kata, fungsi logos (akal budi, rasio) telah menggantikan peran mitos,
legenda, kepercayaan, dan agama.Begitulah singkat sejarah filsafat muncul dan
lahir kemudian berkembang sebagai sebuah khazanah ilmu pengetahuan.[8]
Dalam banyak literatur filsafat
mutakhir, klasifikasi tahap sejarah filsafat Barat dibagi menjadi empat tahap penting,
yaitu filsafat klasik, abad pertengahan, modern, dan kontemporer. Pembagian
tersebut sekaligus menyempurnakan karya agungnya Bertrand Russell, History of
western philosophy, yang menyatakan tiga tahap penting sejarah filsafat Barat,
yaitu: Tahap filsafat kuno, filsafat katolik, dan filsafat modern.[9]
BAB III
ANALISIS
Berpikir adalah
ciri khas manusia.Makhluk-makhluk lain tidak mempunyai kemampuan berpikir.
Kemampuan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Selain
ciri utama sebagai makhluk berpikir (kognisi), manusia juga masih
mempunyai potensi lain, yakni perasaan (afeksi), kehendak (konasi),
dan tindakan (aksi), atau sering disebut dengan daya cipta, rasa,
karsa, dan karya.Dengan potensi-potensi tersebut manusia mampu
mencipta, mengelola, dan mengubah lingkungan sekitarnya kea rah yang lebih
baik.Karena itu, dengan semua potensi yang dimilikinya, Tuhan memilih manusia
sebagai wakilnya di muka bumi (khalifatullah fi al-ardh).
Dengan beragam
potensi itulah manusia mempertanyakan, meragukan, dan
menjawabnya.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut makna dan kedudukan
Tuhan, manusia, dan alam semesta.Manusia tidak merasa puas hanya memperoleh
jawaban yang berasal dari adat-istiadat, tradisi, dongeng-dongeng, mitos-mitos,
dan legenda-legenda. Karena jawaban yang disediakan oleh tradisi, mitos, dan
legenda itu tidak sesuai dengan aturan berpikir atau bertentangan dengan akal
sehat/rasio manusia,
Lahirnya
filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas berpikir.Karena itu inti
berfilsafat adalah berpikir.Namun, tidak semua aktivtas berpikir dapat disebut
berfilsafat.Berpikir yang dapat disebut berfilsafat adalah berpikir yang
mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni berpikir yang bertujuan.Tujuannya adalah
memperoleh pengetahuan, yakni pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga
dengan berfilsafat manusia dapat sampai kepada kebenaran.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Beragamnya
definisi filsafat menunjukkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih
sudut pandang (point of view) dalam memikirkan filsafat. Bahkan,
perbedaan sudut pandangan ini diusahakan untuk dapat saling melengkapi. Karena
setiap sudut pandangan pasti memiliki kekurangan atau kelemahan. dapat ditarik
kesimpulan bahwa filsafat adalah proses berpikir secara radikal, sistematik,
dan universal terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Dengan kata lain,
berfilsafat berarti berpikir secara radikal (mendasar, mendalam, sampai ke
akar-akarnya), sistematik (teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan) untuk
mencapai kebenaran universal (umum, terintegral, dan tidak khusus serta tidak
persial).
2.
Setiap
pemikiran manusia selalu memiliki sejarah sendiri-sendiri, dan biasanya selalu
terkait dengan pola kebudayaan yang melingkupinya. Sejarah awal munculnya
khazanah pemikiran filsafat tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan kebudayaan
dan peradaban Yunani. Pasalnya, di negeri itulah filsafat lahir dan berkembang
hingga mencengangkan peradaban dunia lain hingga abad ini. Karenanya, tak heran
bila banyak pihak mengkaji filsafat berawal dari sejarah peradaban Yunani Kuno,
lalu abad pertengahan, modern sampai abad kontemporer seperti saat ini.
Jauh
sebelum filsafat muncul, masyarakat Yunani masih menggantungkan diri pada
mitos, legenda, kepercayaan, dan agama untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan mereka. Tetapi, sekitar abad ke-7 SM,
di Yunani mulai berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan
dibanding masa-masa sebelumnya, yaitu pendekatan filsafat. Sejak saat itulah
orang mulai mencari jawaban rasional tentang berbagai problem yang dihadapi,
termasuk beragam masalah mengenai alam semesta.
3.
Dari berbagai
lingkup pengertian filsafat sebagai mana tersebut di atas maka secara sederhana
filsafat dapat mengerti bahwa a) filsafat itu merupakan proses berpikir yang
sudah barang tentu bersifat dinamis. Namun demikian b) filsafat itu merupakan
produk pemikiran yang bersifat statis. Beberapa hal lagi yang menjadi lingkup
filsafat.
a.
Filsafat
sebagai kebijaksanaan rasional dari segala sesuatu
b.
Filsafat
sebagai sikap dan pandangan hidup
c.
Filsafat
sebagai kelompok persoalan
d.
Filsafat
sebagai kelompok teori dan sistem pemikiran yang dihasilkan oleh para filsuf.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Bernadien, U, Win. 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Jember:
STAIN Jember Press.
Gie, Liang, T. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta:
Liberty.
Maksum, Ali. 2008. Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Rapar, Hendrik, J. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius
Russel, Bertrand. 1946. History Of Western Philosophy.
London: George Allen And Unwin Ltd.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
[1]Ali Maksum.Dari
Masa Klasik Hingga Postmodernisme, (2008, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media). Hlm.
15
[2]Jan Hendrik
Rapar, Pengantar Filsafat. (1996, Yogyakarta: Kanisius). Hlm. 12
[3]Win Usuluddin
Bernadien,Membuka Gerbang Filsafat. (2011, Jember: STAIN Jember Press).
Hlm. 29
[4]The Liang Gie.Pengantar
Filsafat Ilmu.(2000, Yogyakarta:Liberty). Hlm. 32
[5]Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. (2009, Jakarta: Bumi Aksara). hlm.
8-10
[6]Bertrand
Russel, History Of Western Philosophy. (1946, London: George Allen and
Unwin Ltd). Hlm. 3
[7]Ahmad Tafsir, Filsafat
Umum. (1990, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya). Hlm 5-18
[8]Surajiyo, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. (2005, Jakarta: PT Bumi Aksara). hlm. 153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar