Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH ANALISIS MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan merupakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana UU.RI.No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, Bab I Pasal I ayat 1 yang mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak masyarakat, bangsa, dan negara. Pada ayat 2 menjelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Berdasarkan dua ayat diatas menunjukkan bahwa sistem pendidikan nasional harus dapat mengembangkan kemampuan peserta didik secara komperhensif dan utuh, tidak hanya berkaitan pada kecerdasan (kognitif) tapi juga pada ketrampilan (psikomotor) dan kepribadian (afektif). Kemampuan tersebut harus berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia.
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan optimalisasi komponen-komponen pendidikan. Salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum merupakan komponen yang esensial dalam pendidikan. Berkaitan dengan pemenuhan kepentingan nasional dan daerah, maka perlunya untuk menerapkan muatan lokal dalam kurikulum. Sebenarnya penerapan muatan lokal di Indonesia sudah dirilis di sekolah dasar(SD) sejak tahun 1987 melalui Keputusan Mendikbud. Yang kemudian muatan lokal telah disempurnakan dan diperkuat memalui UU.No.20 tahun 2003 dan PP.No. 19 tahun 2005.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan muatan lokal?
2.      Apa landasan yang digunakan dalam pengembangan muatan lokal?
3.      Apakah tujuan, fungsi dan ruang lingkup, prinsip muatan lokal?
4.      Bagaimana pengembangan kurikulum muatan lokal ?

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian (Kurikulum Muatan Lokal)

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[1]
Muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya.[2]
Tirtaraharjda dan La Sula, mengungkapkan bahwa kurikulum muatan lokal adalah “suatu program pendidikan yang isi dan media dan strategi penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta  kebutuhan daerah.[3] Yang dimaksud dengan isi adalah materi pelajaran yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari oleh murid di bawah bimbingan guru guna mencapai tujuan muatan lokal. Media penyampaian ialah metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal. Jadi isi program dan media penyampaian muatan lokal diambil dan menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
Secara umum pengertian muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara khusus, muatan lokal adalah program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan social, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut. Berdasarkan pengertian muatan lokal diatas, ada beberapa hal penting yang perlu dikemukakan, yaitu sebagai berikut:[4]
1.        Muatan lokal merupakan suatu program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran. Implikasinya adalah muatan lokal harus disusun secara sistematis, logis, dan terencana yang terdiri atas berbagai komponen yang saling menunjang dan saling mempengarui. Komponen tersebut, antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, dan system penilaian. Penyusunan pelajaran muatan lokal harus melalui tahap-tahap tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut.
2.        Muatan lokal berisi materi atau bahan pelajaran yang bersifat lokal. Implikasinya adalah pengembangan materi atau bahan pelajaran tersebut harus dikaitkan dengan kondisi, potensi, karakteristik, keunggulan dan kebutuhan daerah serta limgkungan (alam, social, budaya) yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran dengan alokasi waktu tersendiri.
3.        Pengembangan materi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak terbatas pada mata pelajaran ketrampilan.
4.        Muatan lokal berorientasi pada kompetensi. Implikasinya adalah pengembangan muatan lokal harus mengacu pada standar isi, standar proses, dan standar penilaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Muatan lokal diorientasikan untuk menjembatani kebutuhan keluarga dan masyarakat dengan tujuan pendidikan nasional. Dapat pula dikemukakan, mata pelajaran ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali siswa dengan keterampilan dasar sebagai bekal dalam kehidupan (life skill).
Muatan pembelajaran terkait muatan lokal diintegrasikan antara lain dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya, dan/atau pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Jika dalam pengintegrasiannya tidak dapat dilakukan, muatan pembelajaran terkait muatan lokal dapat dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri.

B.     Landasan Yuridis-Formal Muatan Lokal

Pelaksanaan mata pelajaran muatan lokal berlandasan pada undang-undang di bawah ini[5] :
1.      Undang-undang Republik Indonesia Nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
2.      Undang-undang Republik Indonesia Nomer 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, bab X Pasal 36 ayat 2 dan ayat 3, pasal 37 ayat 1, dan Pasal 38 ayat 2.
3.      Undang-undang Republik Indonesia Nomer 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 13 ayat 1 huruf f.
4.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan.
5.      Peraturan Menteri pendidikan nasional Nomer 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       

C.    Tujuan, Fungsi, Ruang Lingkup dan Prinsip Muatan Lokal

1.      Tujuan Muatan Lokal

Muatan lokal diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk:[6]
a.       Mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya.
b.      Melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Depdiknas menjelaskan mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku kepada siswa agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.[7]
Secara umum tujuan program pendidikan muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungannya serta sikap dan perilaku bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional maupun pembangunan setempat. Tujuan penerapan muatan lokal pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok tujuan, yaitu tujuan langsung dan tujuan tidak langsung. Tujuan langsung adalah tujuan dapat segera dicapai. Sedangkan tujuan tidak langsung merupakan tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya. Tujuan tidak langsung pada dasarnya merupakan dampak dari tujuan langsung.
a.       Tujuan langsung
1.      Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid.
2.      Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
3.      Murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya.
4.      Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.[8]
b.      Tujuan tak langsung
1.      Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya.
2.      Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.      Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.[9]
Dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar maka besar kemungkinan murid dapat mengamati, melakukan percobaan atau kegiatan belajar sendiri. Belajar mencari, mengolah, menemukan informasi sendiri dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungannya merupakan pola dasar dari belajar. Belajar tentang lingkungan dan dalam lingkungan mempunyai daya tangkap tersendiri bagi seorang anak. Jean Piaget telah mengatakan bahwa makin banyak seorang anak melihat dan mendengar, makin ingin ia melihat dan mendengar. Lingkungan secara. keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap cara belajar seseorang. Benyamin S. Bloom menegaskan bahwa lingkungan sebagai kondisi, daya dan dorongan eksternal dapat memberikan suatu situasi kerja di sekitar murid. Karena itu, lingkungan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai daya untuk membentuk dan memberi kekuatan/dorongan eksternal untuk belajar pada seseorang.
Untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi pelaksanaan kurikulum muatan lokal, harus mempertimbangkan keanekaragaman adat istiadat, tata cara pergaulan, kesenian dan bahasa yang menunjukkan adanya ciri khas tradisional ditiap-tiap daerah. Secara oprasional, muatan lokal bertujuan untuk meningkatkan terjadinya,
a.       Mempermudah materi diserap murid
b.      Pemanfaatan sumber belajar di daerah
c.       Pengenalan murid terhadap kondisi daerah
d.      Peningkatan pengetahuan murid mengenai daerahnya
e.       Bantuan bagi murid dan orang tuanya
f.       Pemecahan masalah di sekitarnya
g.      Keakraban murid dengan lingkungannya

2.      Fungsi Muatan Lokal

Muatan lokal berfungsi sebagai:
a.       Fungsi penyesuaian, yaitu mengembangkan program-program yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah serta mempersiapkan peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dan akrab dengan lingkungannya.
b.      Fungsi integrasi, yaitu membentuk peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang terintegrasi dengan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kompetensi sosialnya sesuai dengan karakteristik lingkungannya.
c.       Fungsi perbedaan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih materi muatan lokal sesuai dengan apa yang diinginkannya, sesuai dengan bakat, minat, kemampuannya sebagai pengakuan atas perbedaan individual.[10]
Bagi pemerintah daerah, muatan lokal berfungsi untuk mengembangkan program-program pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan daerah.
Berdasarkan pada tujuan dan fungsi yang telah dipaparkan di atas, berarti muatan lokal mempunyai kedudukan yang penting dan strategis, yaitu sebagai penunjang tercapainya tujuan pendidikan Nasional.

3.      Ruang Lingkup Pengembangan Kurikulum

Adapun ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:[11]
1)      Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan social ekonomi, dan lingkungan social budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
a.       Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah.
b.      Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah.
c.       Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut(belajar sepanjang hayat).
d.      Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
2)      Lingkup isi/jenis muatan lokal. Dapat berupa: bahasa daerah, bahasa inggris, kesenian daerah, ketrampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.

4.      Prinsip Pengembangan Kurikulum

Pengembangan muatan lokal untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan sebagai berikut:[12]
1.      Kesesuaian dengan peserta didik. Menyesuaikan dengan tingkat perkembangan seserta didik pada setiap satuan pendidikan.
2.      Keutuhan Kompetensi. Mencakup kognitif, psikomotor, afektif.
3.      Fleksibel. Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan.
4.      Manfaat. Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya melestarikan dan mengembangkan budaya lokal dalam menghadapi tantangan global.

D.    Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal

1.      Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurikulum Nasional

Pendidikan harus berorientasi kepada lingkungan atau daerah, yaitu dengan cara melaksanakan program muatan lokal. Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, sosial budaya, dan wajib dipelajari peserta didik di daerah itu.
Muatan lokal diberikan secara terpadu dengan muatan inti atau nasional. Dalam mata pelajaran tertentu, seperti kesenian pendidikan olahraga dan kesehatan, serta pendidikan keterampilan, muatan lokal dapat diberikan sebagai bagian dari mata pelajaran itu dengan menggunakan waktu yang telah disediakan bagi mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, muatan lokal dipakai untuk menerjemahkan pokok bahasan agar lebih relevan dengan minat belajar dan lebih efektif dalam mencapai tujuan nasional.
Dalam kaitannya dengan komponen kurikulum, muatan lokal juga berposisi sebagai komponem kurikulum. Muatan lokal adalah bahan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar yang dianggap penting oleh pendidik atau masyarakat sekitar untuk dipelajari oleh anak didik sebagai komponem kurikulum. Muatan lokal merupakan media penyampaian bahan muatan lokal, itulah sebabnya, kedudukan muatan lokal dalam kurikulum berupa materi dan media penyampaiannya.[13]
Muatan lokal dalam kurikulum dapat menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu mata pelajaran yang ada sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan lokal mempunyai alokasi waktu tersendiri. Tetapi, sebagai bahan kajian mata pelajaran, muatan lokal bisa sebagai tambahan bahan kajian yang telah ada. Karena itu, muatan lokal bisa mempunyai alokasi waktu sendiri dan bisa juga tidak. Muatan lokal sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri tentu dapat diberikan alokasi jam pelajarannya.[14] Misalnya, mata pelajaran bahasa daerah, pendidikan kesenian, dan pendidikan keterampilan. Demikian pula, muatan lokal sebagai kajian tambahan dari bahan kajian yang telah ada atau sebagai satu pokok bahasan atau lebih yang dapat diberikan alokasi waktunya. Tetapi, muatan lokal sebagai bahan kajian yang merupakan penjabaran yang lebih mendalam dari pokok bahasan atau subpokok bahasan yang telah ada, sukar untuk diberikan alokasi jam pelajaran tersendiri. Bahkan muatan lokal berupa disiplin di sekolah, sopan santun berbuat, berbicara, kebersihan serta keindahan sangat sukar, bahkan tidak mungkin diberikan alokasi waktu.

2.      Strategi Pengembangan Muatan Lokal

Terdapat dua strategi dalam pengembangan muatan lokal, yaitu: [15]
1.      Dari bawah ke atas (bottom up)
Penyelenggaraan pendidikan muatan lokal dapat dibangun secara bertahap tumbuh di dan dari satuan-satuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menentukan jenis muatan lokal sesuai dengan hasil analisis konteks. Penentuan jenis muatan lokal kemudian diikuti dengan penyusunan kurikulum yang sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan/atau ketersediaan sumber daya pendukung. Jenis muatan lokal yang sudah diselenggarakan satuan pendidikan kemudian dianalisis untuk mencari dan menentukan bahan kajian umum/ besarannya.
2.      Dari atas ke bawah (top down)
Pada tahap ini pemerintah daerah sudah memiliki bahan kajian muatan lokal yang diidentifikasi dari jenis muatan lokal yang diselenggarakan satuan pendidikan di daerahnya. Tim pengembang muatan lokal dapat menganalisis core and content dari jenis muatan lokal secara keseluruhan. Setelah core and content umum ditemukan, maka tim pengembang kurikulum daerah dapat merumuskan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan tentang jenis muatan lokal yang akan diselenggarakan di daerahnya.

3.      Mekanisme Pengembangan Dan Pelaksanaan

1)   Tahapan Pengembangan Muatan Lokal
Muatan Lokal dikembangkan melalui tahapan sebagai berikut:
a)    Analisis konteks lingkungan alam, sosial, dan/atau budaya
b)   Identifikasi muatan lokal
c)    Perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal
d)   Penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar
e)    Pengintegrasian kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan
f)    Penetapan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri
g)   Penyusunan silabus
h)   Penyusunan buku teks pelajaran.[16]
2) Rambu-Rambu Pengembangan Muatan Lokal
Berikut ini rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan muatan lokal: [17]
a)    Satuan pendidikan yang mampu mengembangkan kompetensi dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila satuan pendidikan belum mampu mengembangkan kompetensi dasar beserta silabusnya, maka satuan pendidikan dapat melaksanakan muatan lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh satuan pendidikan, atau dapat meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat yang masih dalam satu daerahnya. Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah yang belum mampu mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang kurikulum daerah atau meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di propinsinya.
b)   Bahan kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan lokal dihindarkan dari penugasan pekerjaan rumah (PR).
c)    Program pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan peserta didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; dan (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
d)   Bahan kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun satuan pendidikan, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
e)    Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, atau dari kelas VII sampai dengan kelas IX, atau dari kelas X sampai dengan kelas XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran.
f)    Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.
3)   Langkah Pelaksanaan Muatan Lokal
Berikut adalah rambu-rambu pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan:
a)    Muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan, muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran.
b)   Muatan lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri.
c)    Alokasi waktu adalah 2 jam/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan lokal.
d)   Muatan lokal dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga tahun.
e)    Proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek (kognitif, afektif, psikomotor, dan action).
f)    Penilaian pembelajaran muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio.
g)   Satuan pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran muatan lokal.
h)   Penyelenggaraan muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik satuan pendidikan.
i)     Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain. [18]



4)   Daya Dukung Pelaksanaan Muatan Lokal
Daya dukung pelaksanaan muatan lokal meliputi segala hal yang dianggap perlu dan penting untuk mendukung keterlaksanaan muatan lokal di satuan pendidikan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah kebijakan mengenai muatan lokal, guru, sarana dan prasarana, dan manajemen sekolah.
a)    Kebijakan Muatan Lokal
Pelaksanaan muatan lokal harus didukung kebijakan, baik pada level pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Kebijakan diperlukan dalam hal:
-       Kerja sama dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta.
-       Pemenuhan kebutuhan sumber daya (ahli, peralatan, dana, sarana dan lain-lain), dan
-       Penentuan jenis muatan lokal pada level kabupaten / kota / provinsi sebagai muatan lokal wajib pada daerah tertentu. Yang dimaksud daerah tertentu adalah daerah yang memiliki kondisi khusus seperti: rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana, dan lain-lain.
-       Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.
b)   Guru
Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal adalah yang memiliki:
-       Kemampuan atau keahlian dan/atau lulusan pada bidang yang relevan;
-       Pengalaman melakukan bidang yang diampu; dan
-       Minat tinggi terhadap bidang yang diampu.
Guru muatan lokal dapat berasal dari luar satuan pendidikan, seperti: satuan pendidikan terdekat, tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya, dan lain-lain.
c)    Sarana dan Prasarana Sekolah
Kebutuhan sarana dan prasarana muatan lokal harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan belum mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, maka pemenuhannya dapat dibantu melalui kerja sama dengan pihak tertentu atau bantuan dari pihak lain.
d)   Manajemen Sekolah
Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala sekolah:
-          Menugaskan guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber daya secara khusus untuk muatan lokal.
-          Menjaga konsistensi pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran umum dan muatan lokal khususnya.
-          Mencantumkan kegiatan pameran atau sejenisnya dalam kalender akademik satuan pendidikan. [19]
5)   Pihak Yang Terlibat
Pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan muatan lokal, antara lain :
a)      Satuan pendidikan.
Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah/madrasah dapat mengajukan usulan muatan local berdasarkan hasil analisis konteks lingkungan alam, social, dan/ budaya dan mengidentifikasi muatan lokal kepada pemerintah kabupaten/kota. Setelah itu secara bersama-sama mengembangkan materi/ substansi/program muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi di sekitarnya.
b)      Pemerintah kabupaten/kota
-          Melakukan analisis dan identifikasi terhadap usulan satuan pendidikan sebagaimana yang dimaksud pada poin a.
-          Perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan local.
-          Penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar.
-          Menetapkan muatan local sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
-          Mengusulkan hasil penetapan muatan local kepada pemerintah wilayahnya.
c)      Pemerintah provinsi
Menetapkan muatan local yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk diberlakukan di wilayahnya. Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus dan penyusunan buku teks pelajaran muatan local.
Apabila satuan pendidikan tidak mengajukan usulan muatan lokal, pemerintah daerah dapat menetapkan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Berhasil atau tidaknya pengembangan di sekolah tergantung pada :
a.       Kekreatifan guru.
b.      Kesesuaian program
c.       Ketersediaan sarana dan prasarana
d.      Cara pengeloaan
e.       Kesiapan siswa
f.       Partisipasi masyarakat setempat
g.      Pendekatan kepala sekolah dengan nara sumber dan instansi terkait
Dibawah Ini Materi Muatan Lokal SD, SMP, SMA dengan membandingkan Struktrur Kurikulum 2006 dan 2013:

Materi Muatan SD
No
Komponen
Kurikulum KTSP
Kurikulum 2013
Kelas
Kelas
I
II
III
IV
V
VI
I
II
III
IV
V
VI
1
Pend. Agama
Pendekatan
TEMATIK
3
3
3
4
4
4
4
4
4
2
Pend. Kewarganegaraan
2
2
2
5
6
6
6
6
6
3
Bahasa Indonesia
5
5
5
8
8
10
10
10
10
4
Matematika
5
5
5
5
6
6
6
6
6
5
IPA
4
4
4
-
-
-
-
-
-
6
IPS
3
3
3
-
-
-
-
-
-
7
Seni Budaya & Keterampilan
4
4
4
4
4
4
6
6
6
8
Pend. Jasmani, OR, & Kes.
4
4
4
4
4
4
4
4
4
9
Muatan Lokal
2
2
2
-
-
-
-
-
-
10
Pengembangan Diri
2
2
2
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
26
27
28
32
32
30
32
34
36
36
36



Materi Muatan SMP
Struktur Kurikulum 2006
No
Komponen
Kelas
VII
VIII
XI
1
Pend. Agama
2
2
2
2
Pend. Kewarganegaraan
2
2
2
3
Bahasa Indonesia
4
4
4
4
Matematika
4
4
4
5
IPA
4
4
4
6
IPS
4
4
4
7
Bahasa Inggris
4
4
4
8
Seni Budaya
2
2
2

Pend. Jasmani, OR & Kesehatan
2
2
2
10
Keterampilan/TIK
2
2
2
11
Muata Lokal
2
2
2
12
Pengembangan Diri
2*
2*
2*

JUMLAH
34
34
34
Struktur Kurikulum 2013
No
Komponen
Kelas
VII
VIII
XI
1
Pend. Agama
3
3
3
2
Pend. Pancasila dan Kewarganegaraan
3
3
3
3
Bahasa Indonesia
6
6
6
4
Matematika
5
5
5
5
Ilmu Pengetahuan Alam
4
4
4
6
Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
7
Bahasa Inggris
4
4
4
8
Seni Budaya (Termasuk Mulok)
3
3
3
9
Pend. Jasmani, OR & Kesehatan (Termasuk Mulok)
3
3
3
10
Prakarya (Termasuk Mulok)
2
2
2

JUMLAH
38
38
38

Materi Muatan SMA
Struktur Kurikulum 2006
Kelas X
KOMPONEN
Alokasi Waktu
Semester I
Semester II
Mata Pelajaran


1. Pendidikan Agama
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
5. Matematika
4
4
6. Fisika
2
2
7. Biologi
2
2
8. Kimia
2
2
9. Sejarah
1
1
10. Geografi
1
1
11. Ekonomi
2
2
12. Sosiologi
2
2
13. Seni Budaya
2
2
14. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
16. Keterampilan / Bahasa Asing
2
2
B. Muata Lokal
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
Jumlah
42
42

Kelas XI dan XII Program IPA


KOMPONEN
Alokasi Waktu

Kelas XI
Kelas XII

Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
Mata Pelajaran




1. Pendidikan Agama
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
4
5. Matematika
4
4
4
4
6. Fisika
4
4
4
4
7. Biologi
4
4
4
4
8. Kimia
4
4
4
4
9. Sejarah
1
1
1
1
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. Keterampilan / Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muata Lokal
2
2
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
2*)
2*)
Jumlah
39
39
39
39







Kelas XI dan XII Program IPS

KOMPONEN
Alokasi Waktu

Kelas XI
Kelas XII

Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
Mata Pelajaran




1. Pendidikan Agama
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
4
5. Matematika
4
4
4
4
6. Geografi
3
3
3
3
7. Ekonomi
4
4
4
4
8. Sosiologi
3
3
3
3
9. Sejarah
3
3
3
3
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. Keterampilan / Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muata Lokal
2
2
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
2*)
2*)
Jumlah
39
39
39
39







Kelas XI dan XII Program Bahasa

KOMPONEN
Alokasi Waktu

Kelas XI
Kelas XII

Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
Mata Pelajaran




1. Pendidikan Agama
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
5
5
5
5
4. Bahasa Inggris
5
5
5
5
5. Matematika
3
3
3
3
6. Sastra Indonesia
4
4
4
4
7. Bahasa Asing
4
4
4
4
8. Antropologi
2
2
2
2
9. Sejarah
3
3
3
3
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. Keterampilan / Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muata Lokal
2
2
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
2*)
2*)
Jumlah
39
39
39
39







Materi Muatan SMA
Struktur Kurikulum 2013

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Belajar
X
XI
XII
Kelompok A (Wajib)



1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
3
3
3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4. Matematika
4
4
4
5. Sejarah Indonesia
2
2
2
6. Bahasa Inggris
2
2
2
Kelompok B (Wajib)



7. Seni Budaya (termasuk muata lokal)
2
2
2
8. Pendidikan Jasmani, OR dan Kesehatan (termasuk muata lokal)
3
3
3
9. Prakarya dan Kewirausahan (termasuk muata lokal)
2
2
2
Jumlah Kelompok A dan B perminggu
24
24
24
Kelompok C (peminatan)



Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA)
18
20
20
Jumlah Jam Pelajaran yang harus ditempuh perminggu



Keterangan:
*Muata Lokal dapat memuat Bahasa Daerah

Mata Pelajaran
Kelas
X
XI
XII
Kelompok A dan B (Wajib)
24
24
24
C. Kelompok Peminatan



Peminatan Matematika dan Sains



I
1
Matematika
3
4
4
2
Biologi
3
4
4
3
Fisika
3
4
4
4
Kimia
3
4
4
Peminatan Sosial



II
1
Geografi
3
4
4
2
Sejarah
3
4
4
3
Sosiologi & Antropologi
3
4
4
4
Ekonomi
3
4
4
Peminatan Bahasa



III
1
Bahasa dan Sastra Indonesia
3
4
4
2
Bahasa dan Sastra Inggris
3
4
4
3
Bahasa dan Sastra Asing Lainnya
3
4
4
4
Antropologi
3
4
4
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman




Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat
6
4
4
Jumlah Jam Pelajaran yang Tersedia per minggu
66
76
76
Jumlah Jam Pelajaran yang harus Ditem
42
44
4

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut. Kurikulum muatan lokal diberikan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sumber bahan muatan lokal dapat diperoleh dari banyak sumber antara lain dari nara sumber, pengalaman lingkungan, hasil diskusi dari para ahli yang relevan dan sebagainya. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai unsur atau komponen. Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai aspek, antara lain: sumber bahan ajar, pengajar, metode, media, dana dan evaluasi.
Pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal di setiap satuan pendidikan harus tetap sinergi dengan pengembangan dan pelaksanaan kurikulum setiap satuan pendidik. Dalam pengembangan muatan lokal perlu keterlibatan berbagai unsur, terutama di tingkat satuan pendidikan seperti: guru, kepala sekolah, serta komite sekolah/madrasah. Di sisi lain, pemerintah daerah beserta perangkat daerah yang melaksanakan pemerintahan daerah di bidang pendidikan perlu mendukung dalam bentuk supervisi serta koordinasi sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pada kekhususan jenis muatan lokal, seperti untuk SMK/MAK, berbagai unsur masyarakat baik dari dunia industri maupun asosiasi profesi dapat dilibatkan.
Sebagai salah satu kurikulum  dalam dunia pendidikan, Muatan Lokal dalam pembelajarannya banyak ditemukan kendala dan rintangan yang ditemukan antara lain dari segi : peserta didik, guru, administrasi, sarana dan prasarana, bahkan kurikulumnya sendiri. Tetapi kendala tersebut lambat laun dapat di minimalisir dengan berbagai metode antara lain dengan mengadakan pelatihan bagi para pengajar,lebih memantapkan kurikulum, dengan evaluasi yang berkesinambungan dan sebagainya.
Muatan lokal perlu untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta didik lebih mengetahui dan mencintai budaya daerahnya sendiri, berbudi pekerti luhur, mandiri, kreatif dan profesional yang pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa cinta kepada budaya tanah air.

DAFTAR RUJUKAN

Arifin. Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya
Asmani. Jamal Ma’mur. 2010. Tips Efektif Aplikasi KTSP di Sekolah. Jogjakarta: Bening
Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.
Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Yogyakarta: Yustisia
Usman Mulyadi, yatim Riyanto. 1995. Pengembangan Muatan Local Pada Program Pengajaran Pendidikan Dasar. Surabaya: SIC Surabaya.
Wasliman. Iim. 2007. Modul Problematika Pendidikan Dasar. Bandung: Pps Pendidikan Dasar UPI


LAMPIRAN

SALINAN     
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2014
TENTANG
MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 77N ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013; 
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
3.   Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014;
4.   Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014;
5.   Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2014;
6.   Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
7.   Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
8.   Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
9.   Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah;
10.  Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
11.  Peraturan Menteri Nomor  58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
12.  Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
13.  Peraturan Menteri Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan; 
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.      Muatan lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal.
2.      Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). 
Pasal 2
(1)   Muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya.
(2)   Muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk:
a.       mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya; dan
b.      melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Pasal 3
Muatan lokal dikembangkan atas prinsip:
a.       kesesuaian dengan perkembangan peserta didik;
b.      keutuhan kompetensi;
c.       fleksibilitas jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan; dan
d.      kebermanfaatan untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global. 
Pasal 4
(1)   Muatan lokal dapat berupa antara lain:
a.       seni budaya,
b.      prakarya,
c.       pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan,
d.      bahasa, dan/atau
e.       teknologi.
(2)   Muatan pembelajaran terkait muatan lokal berupa bahan kajian terhadap keunggulan dan kearifan daerah tempat tinggalnya.
(3)   Muatan pembelajaran terkait muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diintegrasikan antara lain dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya, dan/atau pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan.
(4)   Dalam hal pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan, muatan pembelajaran terkait muatan lokal dapat dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri. 
Pasal 5
Muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dirumuskan dalam bentuk dokumen yang terdiri atas:
a.       kompetensi dasar;
b.      silabus; dan
c.       buku teks pelajaran. 
Pasal 6
Muatan lokal dikembangkan dengan tahapan:
a.       analisis konteks lingkungan alam, sosial, dan/atau budaya;
b.      identifikasi muatan lokal;
c.       perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal;
d.      penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar;
e.       pengintegrasian kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan;
f.       penetapan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri;
g.      penyusunan silabus; dan
h.      penyusunan buku teks pelajaran. 
Pasal 7
(1)   Satuan pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil analisis konteks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan identifikasi muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b kepada pemerintah kabupaten/kota.
(2)   Pemerintah kabupaten/kota melakukan: a. analisis dan identifikasi terhadap usulan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. perumusan kompetensi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c; dan  c. penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d.
(3)   Pemerintah kabupaten/kota menetapkan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
(4)   Pemerintah kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemerintah provinsi.
(5)   Pemerintah provinsi menetapkan muatan lokal yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk diberlakukan di wilayahnya.
(6)   Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.
(7)   Dalam hal satuan pendidikan tidak mengajukan usulan muatan lokal pemerintah daerah dapat menetapkan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. 

Pasal 8
(1)   Muatan lokal diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan sumber daya pendidikan yang tersedia.
(2)   Dalam hal muatan lokal ditetapkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, satuan pendidikan dapat menambah beban belajar muatan lokal paling banyak 2 (dua) jam per minggu.
(3)   Kebutuhan sumber daya pendidikan sebagai implikasi penambahan beban belajar muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh pemerintah daerah yang menetapkan. 
Pasal 9
Pelaksanaan muatan lokal pada satuan pendidikan perlu didukung dengan:
a.       kebijakan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan sesuai kewenangannya; dan
b.      ketersediaan sumber daya pendidikan yang dibutuhkan.  
Pasal 10
(1)   Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengembang Kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite sekolah/madrasah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait.
(2)   Pengembangan muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum provinsi, Tim Pengembang Kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang Kurikulum di satuan pendidikan, dan dapat melibatkan nara sumber serta pihak lain yang terkait.
(3)   Pengembangan muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengacu pada tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(4)   Pengembangan muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, ketentuan dalam Peraturan Menteri Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum yang mengatur mengenai Muatan Lokal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Agustus 2014 
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
TTD. 
MOHAMMAD NUH 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Agustus 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 
TTD. 
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1172 
Salinan sesuai dengan aslinya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 
TTD. 
Ani Nurdiani Azizah 
NIP 195812011986032001




[1] Rusman. Menejemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press. 2009. Hlm 404
[2] Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013
[3]Iim Wasliman, Modul Problematika Pendidikan Dasar (Bandung: Pps Pendidikan Dasar UPI, 2007), h. 209.
[4] Zainal Arifin. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya 2011. Hlm 205-206
[5] Ibid. Zainul Arifin hlm 207
[6] Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013
[7] Ibid. Zainul Arifin hlm 208
[8] Usman Mulyadi, yatim Riyanto. Pengembangan Muatan Local Pada Program Pengajaran Pendidikan Dasar. Surabaya: SIC Surabaya. 1995
[9] Ibid. Usman Mulyadi, yatim Riyanto hlm. 10
[10] Zainal Arifin. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya 2011. Hlm 209
[11] Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press. Hlm 405
[12] Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013
[13] Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Bab XIA.
[14] Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013
[15] Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013
[16] Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014  Tentang  Muatan Lokal Kurikulum 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar