BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Sebagaimana UU.RI.No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, Bab I Pasal I ayat 1 yang mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak masyarakat, bangsa, dan negara. Pada ayat 2 menjelaskan bahwa pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Berdasarkan dua ayat diatas menunjukkan bahwa sistem pendidikan
nasional harus dapat mengembangkan kemampuan peserta didik secara komperhensif
dan utuh, tidak hanya berkaitan pada kecerdasan (kognitif) tapi juga pada ketrampilan
(psikomotor) dan kepribadian (afektif). Kemampuan tersebut harus berakar pada
nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia.
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan optimalisasi
komponen-komponen pendidikan. Salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum
merupakan komponen yang esensial dalam pendidikan. Berkaitan dengan pemenuhan
kepentingan nasional dan daerah, maka perlunya untuk menerapkan muatan lokal
dalam kurikulum. Sebenarnya penerapan muatan lokal di Indonesia sudah dirilis
di sekolah dasar(SD) sejak tahun 1987 melalui Keputusan Mendikbud. Yang
kemudian muatan lokal telah disempurnakan dan diperkuat memalui UU.No.20 tahun
2003 dan PP.No. 19 tahun 2005.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan muatan lokal?
2.
Apa landasan
yang digunakan dalam pengembangan muatan lokal?
3.
Apakah tujuan,
fungsi dan ruang lingkup, prinsip muatan lokal?
4.
Bagaimana
pengembangan kurikulum muatan lokal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian (Kurikulum Muatan Lokal)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.[1]
Muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan
pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan
keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik
terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya.[2]
Tirtaraharjda dan La Sula, mengungkapkan bahwa
kurikulum muatan lokal adalah “suatu program pendidikan yang isi dan media dan
strategi penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial,
dan lingkungan budaya serta kebutuhan
daerah.” [3]
Yang dimaksud dengan isi adalah materi pelajaran yang dipilih dari lingkungan
dan dijadikan program untuk dipelajari oleh murid di bawah bimbingan guru guna
mencapai tujuan muatan lokal. Media penyampaian ialah metode dan berbagai alat
bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal. Jadi isi program dan media penyampaian muatan lokal diambil dan menggunakan
sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
Secara umum pengertian muatan lokal adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan
pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah,
keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara khusus, muatan lokal adalah program pendidikan dalam bentuk
mata pelajaran yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan
alam, lingkungan social, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang
wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut. Berdasarkan pengertian
muatan lokal diatas, ada beberapa hal penting yang perlu dikemukakan, yaitu
sebagai berikut:[4]
1.
Muatan lokal
merupakan suatu program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran. Implikasinya
adalah muatan lokal harus disusun secara sistematis, logis, dan terencana yang
terdiri atas berbagai komponen yang saling menunjang dan saling mempengarui.
Komponen tersebut, antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar,
dan system penilaian. Penyusunan pelajaran muatan lokal harus melalui
tahap-tahap tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
evaluasi, dan tindak lanjut.
2.
Muatan lokal
berisi materi atau bahan pelajaran yang bersifat lokal. Implikasinya adalah
pengembangan materi atau bahan pelajaran tersebut harus dikaitkan dengan
kondisi, potensi, karakteristik, keunggulan dan kebutuhan daerah serta
limgkungan (alam, social, budaya) yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran
dengan alokasi waktu tersendiri.
3.
Pengembangan
materi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak terbatas pada
mata pelajaran ketrampilan.
4.
Muatan lokal
berorientasi pada kompetensi. Implikasinya adalah pengembangan muatan lokal
harus mengacu pada standar isi, standar proses, dan standar penilaian yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Muatan lokal diorientasikan untuk menjembatani kebutuhan keluarga dan
masyarakat dengan tujuan pendidikan nasional. Dapat pula dikemukakan, mata
pelajaran ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya
yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, mata
pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan,
nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan
lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali siswa dengan keterampilan dasar
sebagai bekal dalam kehidupan (life skill).
Muatan pembelajaran terkait muatan lokal diintegrasikan antara lain dalam
mata pelajaran seni budaya, prakarya, dan/atau pendidikan jasmani, olahraga,
dan kesehatan. Jika dalam pengintegrasiannya tidak dapat dilakukan,
muatan pembelajaran terkait muatan lokal dapat dijadikan mata pelajaran yang
berdiri sendiri.
B. Landasan Yuridis-Formal Muatan Lokal
Pelaksanaan mata pelajaran muatan lokal berlandasan pada
undang-undang di bawah ini[5]
:
1.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
2.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomer 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, bab
X Pasal 36 ayat 2 dan ayat 3, pasal 37 ayat 1, dan Pasal 38 ayat 2.
3.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomer 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 13 ayat
1 huruf f.
4.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomer 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional
Pendidikan.
5.
Peraturan
Menteri pendidikan nasional Nomer 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
C. Tujuan, Fungsi, Ruang Lingkup dan Prinsip Muatan Lokal
1. Tujuan Muatan Lokal
Muatan lokal
diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang diperlukan untuk:[6]
a.
Mengenal dan
mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya.
b.
Melestarikan
dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan
lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Depdiknas
menjelaskan mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku kepada siswa agar mereka memiliki
wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan
pembangunan daerah serta pembangunan nasional.[7]
Secara
umum tujuan program pendidikan muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar
mereka memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungannya serta sikap dan
perilaku bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas
sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional maupun pembangunan
setempat. Tujuan penerapan muatan lokal pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kelompok tujuan, yaitu tujuan langsung dan tujuan tidak langsung. Tujuan
langsung adalah tujuan dapat segera dicapai. Sedangkan tujuan tidak langsung
merupakan tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya.
Tujuan tidak langsung pada dasarnya merupakan dampak dari tujuan langsung.
a.
Tujuan langsung
1.
Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh
murid.
2.
Sumber belajar di daerah dapat lebih
dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
3.
Murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya.
4.
Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan
sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.[8]
b.
Tujuan tak langsung
1.
Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
daerahnya.
2.
Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya
dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.
Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan
terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.[9]
Dengan
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar maka besar kemungkinan murid
dapat mengamati, melakukan percobaan atau kegiatan belajar sendiri. Belajar
mencari, mengolah, menemukan informasi sendiri dan menggunakan informasi untuk
memecahkan masalah yang ada di lingkungannya merupakan pola dasar dari belajar.
Belajar tentang lingkungan dan dalam lingkungan mempunyai daya tangkap
tersendiri bagi seorang anak. Jean Piaget telah mengatakan bahwa makin banyak
seorang anak melihat dan mendengar, makin ingin ia melihat dan mendengar.
Lingkungan secara. keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap cara belajar
seseorang. Benyamin S. Bloom menegaskan bahwa lingkungan sebagai kondisi, daya
dan dorongan eksternal dapat memberikan suatu situasi kerja di sekitar murid.
Karena itu, lingkungan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai daya untuk
membentuk dan memberi kekuatan/dorongan eksternal untuk belajar pada seseorang.
Untuk
mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi pelaksanaan kurikulum muatan lokal,
harus mempertimbangkan keanekaragaman adat istiadat, tata cara pergaulan,
kesenian dan bahasa yang menunjukkan adanya ciri khas tradisional ditiap-tiap
daerah. Secara oprasional, muatan lokal bertujuan untuk meningkatkan
terjadinya,
a.
Mempermudah
materi diserap murid
b.
Pemanfaatan
sumber belajar di daerah
c.
Pengenalan
murid terhadap kondisi daerah
d.
Peningkatan
pengetahuan murid mengenai daerahnya
e.
Bantuan bagi
murid dan orang tuanya
f.
Pemecahan
masalah di sekitarnya
g.
Keakraban murid
dengan lingkungannya
2. Fungsi Muatan Lokal
Muatan lokal
berfungsi sebagai:
a.
Fungsi
penyesuaian, yaitu mengembangkan program-program yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan daerah serta mempersiapkan peserta didik agar dapat
menyesuaikan diri dan akrab dengan lingkungannya.
b.
Fungsi
integrasi, yaitu membentuk peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang
terintegrasi dengan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kompetensi sosialnya
sesuai dengan karakteristik lingkungannya.
c.
Fungsi
perbedaan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih materi
muatan lokal sesuai dengan apa yang diinginkannya, sesuai dengan bakat, minat,
kemampuannya sebagai pengakuan atas perbedaan individual.[10]
Bagi pemerintah
daerah, muatan lokal berfungsi untuk mengembangkan program-program pendidikan
yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan daerah.
Berdasarkan
pada tujuan dan fungsi yang telah dipaparkan di atas, berarti muatan lokal
mempunyai kedudukan yang penting dan strategis, yaitu sebagai penunjang
tercapainya tujuan pendidikan Nasional.
3. Ruang Lingkup Pengembangan Kurikulum
Adapun ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:[11]
1)
Lingkup keadaan
dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di
daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan
social ekonomi, dan lingkungan social budaya. Kebutuhan daerah adalah segala
sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk
kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang
disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang
bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
a.
Melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan daerah.
b.
Meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan
perekonomian daerah.
c.
Meningkatkan
penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari, dan menunjang
pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut(belajar sepanjang
hayat).
d.
Meningkatkan
kemampuan berwirausaha.
2)
Lingkup
isi/jenis muatan lokal. Dapat berupa: bahasa daerah, bahasa inggris, kesenian
daerah, ketrampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan
tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap
perlu oleh daerah yang bersangkutan.
4. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan muatan lokal untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan sebagai berikut:[12]
1.
Kesesuaian
dengan peserta didik. Menyesuaikan dengan tingkat perkembangan seserta didik
pada setiap satuan pendidikan.
2.
Keutuhan
Kompetensi. Mencakup kognitif, psikomotor, afektif.
3.
Fleksibel.
Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya
bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan.
4.
Manfaat.
Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya melestarikan dan mengembangkan
budaya lokal dalam menghadapi tantangan global.
D. Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
1. Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurikulum Nasional
Pendidikan harus berorientasi kepada lingkungan atau daerah, yaitu
dengan cara melaksanakan program muatan lokal. Muatan lokal adalah program
pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam,
sosial budaya, dan wajib dipelajari peserta didik di daerah itu.
Muatan lokal diberikan secara terpadu dengan muatan inti atau
nasional. Dalam mata pelajaran tertentu, seperti kesenian pendidikan olahraga
dan kesehatan, serta pendidikan keterampilan, muatan lokal dapat diberikan
sebagai bagian dari mata pelajaran itu dengan menggunakan waktu yang telah
disediakan bagi mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, muatan lokal
dipakai untuk menerjemahkan pokok bahasan agar lebih relevan dengan minat belajar
dan lebih efektif dalam mencapai tujuan nasional.
Dalam kaitannya dengan komponen kurikulum, muatan lokal juga
berposisi sebagai komponem kurikulum. Muatan lokal adalah bahan yang berkaitan
dengan lingkungan sekitar yang dianggap penting oleh pendidik atau masyarakat
sekitar untuk dipelajari oleh anak didik sebagai komponem kurikulum. Muatan
lokal merupakan media penyampaian bahan muatan lokal, itulah sebabnya,
kedudukan muatan lokal dalam kurikulum berupa materi dan media penyampaiannya.[13]
Muatan lokal dalam kurikulum dapat menjadi mata pelajaran yang
berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu mata pelajaran yang ada
sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan lokal mempunyai alokasi
waktu tersendiri. Tetapi, sebagai bahan kajian mata pelajaran, muatan lokal
bisa sebagai tambahan bahan kajian yang telah ada. Karena itu, muatan lokal
bisa mempunyai alokasi waktu sendiri dan bisa juga tidak. Muatan lokal sebagai
mata pelajaran yang berdiri sendiri tentu dapat diberikan alokasi jam
pelajarannya.[14]
Misalnya, mata pelajaran bahasa daerah, pendidikan kesenian, dan pendidikan
keterampilan. Demikian pula, muatan lokal sebagai kajian tambahan dari bahan
kajian yang telah ada atau sebagai satu pokok bahasan atau lebih yang dapat
diberikan alokasi waktunya. Tetapi, muatan lokal sebagai bahan kajian yang
merupakan penjabaran yang lebih mendalam dari pokok bahasan atau subpokok
bahasan yang telah ada, sukar untuk diberikan alokasi jam pelajaran tersendiri.
Bahkan muatan lokal berupa disiplin di sekolah, sopan santun berbuat, berbicara,
kebersihan serta keindahan sangat sukar, bahkan tidak mungkin diberikan alokasi
waktu.
2. Strategi Pengembangan Muatan Lokal
Terdapat dua strategi dalam pengembangan muatan lokal, yaitu: [15]
1.
Dari bawah ke
atas (bottom up)
Penyelenggaraan pendidikan muatan lokal dapat dibangun secara
bertahap tumbuh di dan dari satuan-satuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa
satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menentukan jenis muatan lokal sesuai
dengan hasil analisis konteks. Penentuan jenis muatan lokal kemudian diikuti
dengan penyusunan kurikulum yang sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan/atau
ketersediaan sumber daya pendukung. Jenis muatan lokal yang sudah diselenggarakan
satuan pendidikan kemudian dianalisis untuk mencari dan menentukan bahan kajian
umum/ besarannya.
2.
Dari atas ke
bawah (top down)
Pada tahap ini pemerintah daerah sudah memiliki bahan kajian muatan
lokal yang diidentifikasi dari jenis muatan lokal yang diselenggarakan satuan
pendidikan di daerahnya. Tim pengembang muatan lokal dapat menganalisis core
and content dari jenis muatan lokal secara keseluruhan. Setelah core and
content umum ditemukan, maka tim pengembang kurikulum daerah dapat
merumuskan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan tentang
jenis muatan lokal yang akan diselenggarakan di daerahnya.
3. Mekanisme Pengembangan Dan Pelaksanaan
1)
Tahapan
Pengembangan Muatan Lokal
Muatan Lokal dikembangkan melalui
tahapan sebagai berikut:
a)
Analisis
konteks lingkungan alam, sosial, dan/atau budaya
b)
Identifikasi
muatan lokal
c)
Perumusan
kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal
d)
Penentuan
tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar
e)
Pengintegrasian
kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan
f)
Penetapan
muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran
yang berdiri sendiri
g)
Penyusunan
silabus
h)
Penyusunan buku
teks pelajaran.[16]
2) Rambu-Rambu Pengembangan Muatan Lokal
Berikut ini rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
muatan lokal: [17]
a)
Satuan
pendidikan yang mampu mengembangkan kompetensi dasar beserta silabusnya dapat
melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila satuan pendidikan belum mampu
mengembangkan kompetensi dasar beserta silabusnya, maka satuan pendidikan dapat
melaksanakan muatan lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh
satuan pendidikan, atau dapat meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat
yang masih dalam satu daerahnya. Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah
yang belum mampu mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang
kurikulum daerah atau meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) di propinsinya.
b)
Bahan kajian
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup
perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta
didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak
mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan
lokal dihindarkan dari penugasan pekerjaan rumah (PR).
c)
Program
pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan peserta didik yang
meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti
bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik,
sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah
dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia
peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip
belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2)
dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman
lama ke pengalaman baru; dan (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih
sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi
peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
d)
Bahan
kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih
metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan
dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang
sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya
dengan memanfaatkan tanah/kebun satuan pendidikan, meminta bantuan dari
instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh
masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara
mental, fisik, maupun sosial.
e)
Bahan kajian
muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu
tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun
demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus
diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, atau dari kelas VII sampai
dengan kelas IX, atau dari kelas X sampai dengan kelas XII. Bahan kajian muatan
lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester,
dua semester, atau satu tahun ajaran.
f)
Alokasi waktu
untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah
hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap
semester.
3)
Langkah
Pelaksanaan Muatan Lokal
Berikut adalah rambu-rambu pelaksanaan pendidikan muatan lokal di
satuan pendidikan:
a)
Muatan lokal
diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan
hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan,
muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran.
b)
Muatan lokal
dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang
dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri.
c)
Alokasi waktu
adalah 2 jam/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan
lokal.
d)
Muatan lokal
dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga
tahun.
e)
Proses
pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek (kognitif, afektif, psikomotor,
dan action).
f)
Penilaian
pembelajaran muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio.
g)
Satuan
pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran
muatan lokal.
h)
Penyelenggaraan
muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik satuan pendidikan.
i)
Satuan
pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja
sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain. [18]
4)
Daya Dukung
Pelaksanaan Muatan Lokal
Daya dukung pelaksanaan muatan lokal meliputi segala hal yang
dianggap perlu dan penting untuk mendukung keterlaksanaan muatan lokal di
satuan pendidikan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah
kebijakan mengenai muatan lokal, guru, sarana dan prasarana, dan manajemen
sekolah.
a)
Kebijakan
Muatan Lokal
Pelaksanaan muatan lokal harus didukung kebijakan, baik pada level
pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Kebijakan diperlukan
dalam hal:
-
Kerja sama
dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta.
-
Pemenuhan
kebutuhan sumber daya (ahli, peralatan, dana, sarana dan lain-lain), dan
-
Penentuan jenis
muatan lokal pada level kabupaten / kota / provinsi sebagai muatan lokal wajib
pada daerah tertentu. Yang dimaksud daerah tertentu adalah daerah yang memiliki
kondisi khusus seperti: rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana, dan
lain-lain.
-
Pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan
kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan
lokal.
b)
Guru
Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal adalah yang
memiliki:
-
Kemampuan atau
keahlian dan/atau lulusan pada bidang yang relevan;
-
Pengalaman
melakukan bidang yang diampu; dan
-
Minat tinggi
terhadap bidang yang diampu.
Guru muatan lokal dapat berasal dari luar satuan pendidikan,
seperti: satuan pendidikan terdekat, tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya,
dan lain-lain.
c)
Sarana dan
Prasarana Sekolah
Kebutuhan
sarana dan prasarana muatan lokal harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Jika
satuan pendidikan belum mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, maka
pemenuhannya dapat dibantu melalui kerja sama dengan pihak tertentu atau
bantuan dari pihak lain.
d)
Manajemen
Sekolah
Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala sekolah:
-
Menugaskan
guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber daya secara khusus untuk muatan lokal.
-
Menjaga
konsistensi pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran umum dan
muatan lokal khususnya.
-
Mencantumkan
kegiatan pameran atau sejenisnya dalam kalender akademik satuan pendidikan. [19]
5)
Pihak Yang
Terlibat
Pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan muatan
lokal, antara lain :
a)
Satuan
pendidikan.
Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah/madrasah dapat mengajukan
usulan muatan local berdasarkan hasil analisis konteks lingkungan alam, social,
dan/ budaya dan mengidentifikasi muatan lokal kepada pemerintah kabupaten/kota.
Setelah itu secara bersama-sama mengembangkan materi/ substansi/program muatan
lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi di sekitarnya.
b)
Pemerintah
kabupaten/kota
-
Melakukan
analisis dan identifikasi terhadap usulan satuan pendidikan sebagaimana yang
dimaksud pada poin a.
-
Perumusan
kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan local.
-
Penentuan
tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar.
-
Menetapkan
muatan local sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata
pelajaran yang berdiri sendiri.
-
Mengusulkan
hasil penetapan muatan local kepada pemerintah wilayahnya.
c)
Pemerintah
provinsi
Menetapkan muatan local yang diusulkan oleh pemerintah
kabupaten/kota untuk diberlakukan di wilayahnya. Pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi
dasar, penyusunan silabus dan penyusunan buku teks pelajaran muatan local.
Apabila satuan pendidikan tidak mengajukan usulan muatan lokal,
pemerintah daerah dapat menetapkan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Berhasil atau tidaknya pengembangan di sekolah
tergantung pada :
a.
Kekreatifan guru.
b.
Kesesuaian program
c.
Ketersediaan sarana dan
prasarana
d.
Cara pengeloaan
e.
Kesiapan siswa
f.
Partisipasi masyarakat
setempat
g.
Pendekatan kepala sekolah
dengan nara sumber dan instansi terkait
Dibawah Ini Materi Muatan Lokal SD, SMP, SMA dengan membandingkan
Struktrur Kurikulum 2006 dan 2013:
Materi Muatan SD
No
|
Komponen
|
Kurikulum KTSP
|
Kurikulum 2013
|
||||||||||
Kelas
|
Kelas
|
||||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
1
|
Pend. Agama
|
Pendekatan
TEMATIK
|
3
|
3
|
3
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
||
2
|
Pend. Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
|||
3
|
Bahasa Indonesia
|
5
|
5
|
5
|
8
|
8
|
10
|
10
|
10
|
10
|
|||
4
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
|||
5
|
IPA
|
4
|
4
|
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
6
|
IPS
|
3
|
3
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
7
|
Seni Budaya & Keterampilan
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
|||
8
|
Pend. Jasmani, OR, & Kes.
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||
9
|
Muatan
Lokal
|
2
|
2
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
10
|
Pengembangan Diri
|
2
|
2
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
JUMLAH
|
26
|
27
|
28
|
32
|
32
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
Materi Muatan SMP
Struktur Kurikulum 2006
|
Struktur Kurikulum 2013
|
Materi Muatan SMA
Struktur Kurikulum 2006
Kelas X
KOMPONEN
|
Alokasi Waktu
|
|
Semester
I
|
Semester
II
|
|
Mata
Pelajaran
|
||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
3.
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4.
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
5.
Matematika
|
4
|
4
|
6.
Fisika
|
2
|
2
|
7.
Biologi
|
2
|
2
|
8.
Kimia
|
2
|
2
|
9.
Sejarah
|
1
|
1
|
10.
Geografi
|
1
|
1
|
11.
Ekonomi
|
2
|
2
|
12.
Sosiologi
|
2
|
2
|
13.
Seni Budaya
|
2
|
2
|
14.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
2
|
2
|
15.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
|
2
|
2
|
16.
Keterampilan / Bahasa Asing
|
2
|
2
|
B. Muata Lokal
|
2
|
2
|
C.
Pengembangan Diri
|
2*)
|
2*)
|
Jumlah
|
42
|
42
|
Kelas XI dan XII Program IPA
KOMPONEN
|
Alokasi
Waktu
|
||||
Kelas
XI
|
Kelas
XII
|
||||
Smt
1
|
Smt
2
|
Smt
1
|
Smt
2
|
||
Mata
Pelajaran
|
|||||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
3.
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
4.
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
5.
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
6.
Fisika
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
7.
Biologi
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
8.
Kimia
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
9.
Sejarah
|
1
|
1
|
1
|
1
|
|
10.
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
11.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
12.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
13.
Keterampilan / Bahasa Asing
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
B. Muata Lokal
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
C.
Pengembangan Diri
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
|
Jumlah
|
39
|
39
|
39
|
39
|
|
Kelas XI dan XII Program IPS
KOMPONEN
|
Alokasi
Waktu
|
||||
Kelas
XI
|
Kelas
XII
|
||||
Smt
1
|
Smt
2
|
Smt
1
|
Smt
2
|
||
Mata
Pelajaran
|
|||||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
3.
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
4.
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
5.
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
6.
Geografi
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|
7.
Ekonomi
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
8.
Sosiologi
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|
9.
Sejarah
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|
10.
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
11.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
12.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
13.
Keterampilan / Bahasa Asing
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
B. Muata Lokal
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
C.
Pengembangan Diri
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
|
Jumlah
|
39
|
39
|
39
|
39
|
|
Kelas XI dan XII Program Bahasa
KOMPONEN
|
Alokasi
Waktu
|
||||
Kelas
XI
|
Kelas
XII
|
||||
Smt
1
|
Smt
2
|
Smt
1
|
Smt
2
|
||
Mata
Pelajaran
|
|||||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
3.
Bahasa Indonesia
|
5
|
5
|
5
|
5
|
|
4.
Bahasa Inggris
|
5
|
5
|
5
|
5
|
|
5.
Matematika
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|
6.
Sastra Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
7.
Bahasa Asing
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|
8.
Antropologi
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
9.
Sejarah
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|
10.
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
11.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
12.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
13.
Keterampilan / Bahasa Asing
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
B. Muata Lokal
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
C.
Pengembangan Diri
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
|
Jumlah
|
39
|
39
|
39
|
39
|
|
Materi Muatan SMA
Struktur Kurikulum 2013
Mata
Pelajaran
|
Alokasi
Waktu Belajar
|
||
X
|
XI
|
XII
|
|
Kelompok
A (Wajib)
|
|||
1.
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
|
3
|
3
|
3
|
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3.
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4.
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
5.
Sejarah Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
6.
Bahasa Inggris
|
2
|
2
|
2
|
Kelompok
B (Wajib)
|
|||
7. Seni Budaya (termasuk muata lokal)
|
2
|
2
|
2
|
8. Pendidikan Jasmani, OR dan
Kesehatan (termasuk muata lokal)
|
3
|
3
|
3
|
9. Prakarya dan Kewirausahan
(termasuk muata lokal)
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
Kelompok A dan B perminggu
|
24
|
24
|
24
|
Kelompok
C (peminatan)
|
|||
Mata
Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA)
|
18
|
20
|
20
|
Jumlah
Jam Pelajaran yang harus ditempuh perminggu
|
|||
Keterangan:
*Muata
Lokal dapat memuat Bahasa Daerah
|
Mata
Pelajaran
|
Kelas
|
||||
X
|
XI
|
XII
|
|||
Kelompok
A dan B (Wajib)
|
24
|
24
|
24
|
||
C.
Kelompok Peminatan
|
|||||
Peminatan
Matematika dan Sains
|
|||||
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan
Sosial
|
|||||
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Sosiologi
& Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan
Bahasa
|
|||||
III
|
1
|
Bahasa
dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa
dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Bahasa
dan Sastra Asing Lainnya
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
Mata
Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
|
|||||
Pilihan
Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat
|
6
|
4
|
4
|
||
Jumlah
Jam Pelajaran yang Tersedia per minggu
|
66
|
76
|
76
|
||
Jumlah
Jam Pelajaran yang harus Ditem
|
42
|
44
|
4
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum
muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya
dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah
dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut. Kurikulum muatan
lokal diberikan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sumber
bahan muatan lokal dapat diperoleh dari banyak sumber antara lain dari nara
sumber, pengalaman lingkungan, hasil diskusi dari para ahli yang relevan dan
sebagainya. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai
unsur atau komponen. Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut
berbagai aspek, antara lain: sumber bahan ajar, pengajar, metode, media, dana
dan evaluasi.
Pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal di setiap satuan
pendidikan harus tetap sinergi dengan pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
setiap satuan pendidik. Dalam pengembangan muatan lokal perlu keterlibatan
berbagai unsur, terutama di tingkat satuan pendidikan seperti: guru, kepala
sekolah, serta komite sekolah/madrasah. Di sisi lain, pemerintah daerah beserta
perangkat daerah yang melaksanakan pemerintahan daerah di bidang pendidikan
perlu mendukung dalam bentuk supervisi serta koordinasi sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Pada kekhususan jenis muatan lokal, seperti untuk
SMK/MAK, berbagai unsur masyarakat baik dari dunia industri maupun asosiasi
profesi dapat dilibatkan.
Sebagai
salah satu kurikulum dalam dunia pendidikan, Muatan Lokal dalam pembelajarannya
banyak ditemukan kendala dan rintangan yang ditemukan antara lain dari segi :
peserta didik, guru, administrasi, sarana dan prasarana, bahkan kurikulumnya
sendiri. Tetapi kendala tersebut lambat laun dapat di minimalisir dengan
berbagai metode antara lain dengan mengadakan pelatihan bagi para pengajar,lebih
memantapkan kurikulum, dengan evaluasi yang berkesinambungan dan sebagainya.
Muatan
lokal perlu untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta didik lebih
mengetahui dan mencintai budaya daerahnya sendiri, berbudi pekerti luhur,
mandiri, kreatif dan profesional yang pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa
cinta kepada budaya tanah air.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin. Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Rosdakarya
Asmani. Jamal Ma’mur. 2010. Tips Efektif Aplikasi KTSP di
Sekolah. Jogjakarta: Bening
Permendikbud. Nomor 79 Tahun 2014
Tentang Muatan Lokal Kurikulum
2013
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.
Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Yogyakarta:
Yustisia
Usman Mulyadi, yatim Riyanto. 1995. Pengembangan Muatan Local
Pada Program Pengajaran Pendidikan Dasar. Surabaya: SIC Surabaya.
Wasliman.
Iim. 2007. Modul Problematika Pendidikan
Dasar. Bandung: Pps
Pendidikan Dasar UPI
LAMPIRAN
SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2014
TENTANG
MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 77N ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Muatan Lokal Kurikulum
2013;
Mengingat : 1. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
2.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
3.
Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014;
4.
Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun
2014;
5.
Keputusan
Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 54/P Tahun 2014;
6.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
7.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah;
8.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan
Dasar dan Menengah;
9.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
Dasar dan Menengah;
10. Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
11.
Peraturan
Menteri Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
12. Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
13. Peraturan Menteri Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG
MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Muatan lokal
adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi
muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal.
2.
Satuan
pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK).
Pasal 2
(1)
Muatan lokal
merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi
muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang
dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan
kearifan di daerah tempat tinggalnya.
(2)
Muatan lokal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajarkan dengan tujuan membekali peserta
didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk:
a.
mengenal dan
mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya; dan
b.
melestarikan
dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan
lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Pasal 3
Muatan lokal dikembangkan atas prinsip:
a.
kesesuaian
dengan perkembangan peserta didik;
b.
keutuhan
kompetensi;
c.
fleksibilitas
jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan; dan
d.
kebermanfaatan
untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global.
Pasal 4
(1)
Muatan lokal
dapat berupa antara lain:
a.
seni budaya,
b.
prakarya,
c.
pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan,
d.
bahasa,
dan/atau
e.
teknologi.
(2)
Muatan
pembelajaran terkait muatan lokal berupa bahan kajian terhadap keunggulan dan
kearifan daerah tempat tinggalnya.
(3)
Muatan
pembelajaran terkait muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diintegrasikan antara lain dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya, dan/atau
pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan.
(4)
Dalam hal
pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan,
muatan pembelajaran terkait muatan lokal dapat dijadikan mata pelajaran yang
berdiri sendiri.
Pasal 5
Muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dirumuskan dalam
bentuk dokumen yang terdiri atas:
a.
kompetensi
dasar;
b.
silabus; dan
c.
buku teks
pelajaran.
Pasal 6
Muatan lokal dikembangkan dengan tahapan:
a.
analisis
konteks lingkungan alam, sosial, dan/atau budaya;
b.
identifikasi
muatan lokal;
c.
perumusan
kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal;
d.
penentuan
tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar;
e.
pengintegrasian
kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan;
f.
penetapan
muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran
yang berdiri sendiri;
g.
penyusunan
silabus; dan
h.
penyusunan buku
teks pelajaran.
Pasal 7
(1)
Satuan
pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil analisis
konteks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan identifikasi muatan
lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b kepada pemerintah
kabupaten/kota.
(2)
Pemerintah kabupaten/kota
melakukan: a. analisis dan identifikasi terhadap usulan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. perumusan kompetensi dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c; dan c.
penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d.
(3)
Pemerintah
kabupaten/kota menetapkan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran
atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
(4)
Pemerintah
kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan muatan lokal sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada pemerintah provinsi.
(5)
Pemerintah
provinsi menetapkan muatan lokal yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota
untuk diberlakukan di wilayahnya.
(6)
Pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan
kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan
lokal.
(7)
Dalam hal
satuan pendidikan tidak mengajukan usulan muatan lokal pemerintah daerah dapat
menetapkan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Pasal 8
(1)
Muatan lokal
diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan sumber daya
pendidikan yang tersedia.
(2)
Dalam hal
muatan lokal ditetapkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, satuan
pendidikan dapat menambah beban belajar muatan lokal paling banyak 2 (dua) jam
per minggu.
(3)
Kebutuhan
sumber daya pendidikan sebagai implikasi penambahan beban belajar muatan lokal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh pemerintah daerah yang
menetapkan.
Pasal 9
Pelaksanaan muatan lokal pada satuan pendidikan perlu didukung
dengan:
a.
kebijakan
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan
sesuai kewenangannya; dan
b.
ketersediaan
sumber daya pendidikan yang dibutuhkan.
Pasal 10
(1)
Pengembangan
muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengembang Kurikulum di
satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite sekolah/madrasah, dan nara
sumber, serta pihak lain yang terkait.
(2)
Pengembangan
muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum provinsi, Tim
Pengembang Kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang Kurikulum di satuan
pendidikan, dan dapat melibatkan nara sumber serta pihak lain yang terkait.
(3)
Pengembangan
muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengacu pada
tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(4)
Pengembangan
muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor
kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, ketentuan dalam Peraturan
Menteri Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum yang mengatur
mengenai Muatan Lokal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 14 Agustus 2014
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
MOHAMMAD NUH
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 20
Agustus 2014
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
AMIR
SYAMSUDIN
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1172
Salinan sesuai
dengan aslinya.
Kepala Biro
Hukum dan Organisasi
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Ani
Nurdiani Azizah
NIP
195812011986032001
[1]
Rusman. Menejemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press. 2009. Hlm 404
[3]Iim
Wasliman, Modul Problematika Pendidikan Dasar (Bandung: Pps Pendidikan Dasar UPI, 2007), h. 209.
[4]
Zainal Arifin. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Rosdakarya 2011. Hlm 205-206
[5]
Ibid. Zainul Arifin hlm 207
[7]
Ibid. Zainul Arifin hlm 208
[8]
Usman Mulyadi, yatim Riyanto. Pengembangan Muatan Local Pada Program
Pengajaran Pendidikan Dasar. Surabaya: SIC Surabaya. 1995
[9]
Ibid. Usman Mulyadi, yatim Riyanto hlm. 10
[10]
Zainal Arifin. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Rosdakarya 2011. Hlm 209
[11]
Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press. Hlm 405
[13]
Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 Bab XIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar