KASUS KEJAHATAN SEKSUAL
PEMBAHASAN
A. Kronologi Kasus
Pekanbaru- Kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah
umur kembali terjadi di Riau. Kali ini korbannya berjenis kelamin prempuan dan
berusia 16 tahun. Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo mengungkapkan
hal itu kepada detik.com, Kamis (08/05/2014). Dia menjelaskan korban berasal
dari Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar Riau.
“Pelakunya S (45) warga Pekanbaru yang bekerja di Kampar.
Kini pelaku sudah ditanggap dan tengah dilakukan pemerikasaan”, kata Guntur.
Dia menjelaskan, kasus persetubuhan ini terjadi pada Minggu (27/04/2014) lalu. “Saat
itu korban tengah berada didalam rumahnya untuk menidurkan adiknya pada sore
hari. Korban dengan tersangka sama-sama tinggal dalam kawasan yang sama
disebuah komplek perumahan perusahaan. Tersangka merayu korbannya dengan
iming-iming diberikan uang Rp.100.000,-”, kata Guntur.
Selanjutnya, korbanpun akhirnya termakan bujuk rayu pelaku.
Dengan bermodalkan uang Rp.100.000,- tersangka akhirnya menyetubuhi korban
dirumah orangtua korban. Saat keadaan di rumah sepi. Usai melampiaskan nafsu
bejatnya, tersangka mengancam korban agar tidak melaporkan kejadian tersebut
kepada orang lain. Namun korban akhirnya buka suara dan melapor ke Polsek
Bangkinang Barat.
“Baru kemarin orangtua korban melaporkan kasus tersebut.
Saat ini tersangka telah diamankan di Polsek Bangkinang Barat untuk proses
hukum lebih lanjut”,tutup Guntur. Beberapa waktu sebelumnya, sejumlah bocah
menjadi korban kejahatan seksual 3 bersaudara. Saat ini, kasusnya ditangani
Polresta Pekanbaru Riau.
B. Tinjauan Hukum
1.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Berdasarkan
KUHP kejahatan terhadap kesusilaan kepada anak di bawah umur dapat dikelommpokkan
menjadi tiga jenis, yaitu: 1), pornografi, 2persetubuhan), dan 3) pencabulan
a.
Pornografi
Pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.[1]
Adapun
ketetapan hukum mengenai pelanggaran tersebut termuat dalam pasal 282 ayat 1 KUHP
yang berbunyi;
“Barang siapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang
telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud
untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin
tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun
barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa
diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda
paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.[2]
b.
Persetubuhan
Persetubuhan
atau hubungan seksual artinya secara prinsip adalah tindakan sanggama yang
dilakukan oleh manusia. Akan tetapi dalam arti yang lebih luas juga merujuk
pada tindakan-tindakan lain yang sehubungan atau menggantikan tindakan
sanggama, jadi lebih dari sekadar merujuk pada pertemuan antar alat kelamin
lelaki dan perempuan.[3]
Adapun
ketetapan hukum mengenai pelanggaran tersebut termuat dalam Pasal 287 ayat 1 KUHP
yang berbunyi;
“Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun”.[4]
Pasal
288 ayat 1 KUHP yang berbunyi;
“Barang siapa dalam perkawinan
bersetubuh dengan seormig wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus
didugunya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila
perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun”.[5]
c.
Pencabulan
Pencabulan
adalah proses, cara perbuatan cabul atau mencabuli, dalam hal ini perbuatan
yang dilakukan adalah perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar
kesopanan dan kesusilaan.[6]Menurut R. Soesilo yaitu
“Segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang
keji semua itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman
meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan lain sebagainya. Pada
umumnya yang menjadi pencabulan ini adalah anak-anak”.[7]
Adapun
ketetapan hukum mengenai pelanggaran tersebut termuat dalam Pasal 289 KUHP yang
berbunyi;
“Barang siapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.[8]
Pasal
290 ayat 2 dan 3KUHP yang berbunyi;
“Diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun:(2) barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan
seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya
belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin, (3) barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya
atau sepatutnya harusdiduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umumya tidak jelas yang bersangkutan atau kutan belum waktunya untuk dikawin,
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di
luar perkawinan dengan orang lain”.[9]
Pasal
292 KUHP yang berbunyi;
“Orang dewasa yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun”.
Pasal
293 ayat 1 KUHP yang berbunyi;
“Barang siapa dengan memberi
atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Pasal
294 ayat 1 KUHP yang berbunyi;
“Barang siapa melakukan
perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah
pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang
pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.[10]
2.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
a.
Persetubuhan
Adapun
ketetapan hukum mengenai pelanggaran tersebut termuat dalam Pasal 81 ayat 1 dan
2 UU No. 23 Tahun 2002 yang berbunyi;
“(1) setiap orang yang dengan
sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.[11]
b.
Pencabulan
Adapun
ketetapan hukum mengenai pelanggaran tersebut termuat dalam Pasal 82UU No. 23
Tahun 2002 yang berbunyi;
“Setiap orang yang
memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk
dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”.[12]
c.
Eksploitasi
Eksploitasi
berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan
terhadap sesuatu subyek eksploitasi untuk kepentingan pihak tertentu tanpa
mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan, dan kompensasi kesejahteraan.[13] Dalam pembahasan ini
adalah ekspoitasi terhadap anak terutama dalam masalah kesusilaan.
Adapun
ketetapan hukum mengenai pelanggaran tersebut termuat dalam Pasal 88UU No. 23
Tahun 2002 yang berbunyi;
“Setiap orang yang
mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah)”.[14]
[1]UU
Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Angka 1.
[2]Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bab XIV Kejahatan terhadap Kesusilaan, Pasal 282, Ayat 1.
[4]Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bab XIV Kejahatan terhadap Kesusilaan, Pasal 287, Ayat 1.
[5]Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bab XIV Kejahatan terhadap Kesusilaan, Pasal 288, Ayat 1.
[9]Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bab XIV Kejahatan terhadap Kesusilaan, Pasal 290, Ayat 2 dan 3.
[10]Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bab XIV Kejahatan terhadap Kesusilaan, Pasal 294, Ayat 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar