KAJIAN METODE
SUPERVISI MANAJERIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lembaga
pendidikan di Indonesia bernaung dan dikendalikan oleh dua kementrian dimana
sekolah umum dikontrol oleh Kemendiknas sementra sekolah agama dalam hal ini
madrasah dikontrol oleh Kemenag. Namun lembaga pendidikan ini akan selalu
mendapat pengawasan dimana sekolah umum pengawasnya dari Diknas kecuali guru
PAI nya dan Madrasah pengawasnya dari Kemenag.
Berjalan secara
efektifnya suatu lembaga pendidikan baik itu pendidikan umum maupun pendidikan
agama atau Madrasah tidak terlepas dari peran aktifnya seoorang pengawas,
karena sesungguhnya pengawas akan selalu mengontrol jalannya pendidikan di
lembaga sekolah atau madrasah dengan sacara seksama.
Segala bentuk
kepengawasan yang dilakukan bertujuan agar suatu pendidikan yang berlangsung di
lembaga pendidiikak berjalan sesuai dengan arah dan tujuan kurikulum pendidikan
baik secara local maupun secara kurikulum nasional.
Segala aktivitas
supervisi yang dilakukan oleh seorang pengawas Sekolah diharapkan semuanya
menuju pada peningkatan mutu Sekolah dan pendidikan secara umum, dan secara
spesifik supervisi yang ditujukan bagi peningkatan mutu Sekolah dari segi
pengelolaan disebut dengan supervisi manajerial.
Hal ini tentu
tidak kalah penting dibandingkan dengan supervisi akademik yang sasarannya
adalah guru dan pembelajaran. Tanpa pengelolaan Sekolah yang baik, tentu tidak
akan tercipta iklim yang memungkinkan guru bekerja dengan baik. Oleh karena itu
makalah ini akan membahas dan mengenal beberapa metode supervise manajerial.
B. Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini ialah:
1. Apakah
supervise Manajerial itu?
2. Apa
saja metode supervise manajerila itu?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini
ialah:
1. Menjelaskan
pengertian supervise manajerial
2. Mengenal
beberapa metode supervise manajerial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Supervisi
Manajerial
1.
Pengertian
Supervisi Manajerial
Supervisi adalah
kegiatan professional yang dilakukan oleh pengawas Sekolah dalam rangka
membantu kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan
mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi
ditujukan pada dua aspek yakni:
manajerial dan akademik. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan
pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi Sekolah yang berfungsi sebagai
pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Dalam Panduan
Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan,
2009:20)[1]
dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan
aspek pengelolaan Sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi
dan efektivitas Sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan,
penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan
sumberdaya lainnya.
Setelah diuraikan pengertian supervisi secara umum, tentu perlu pula dipaparkan pengertian
supervisi manajerial dan supervisi akademik. Hal ini sesuai dengan dimensi
kompetensi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah.[2]
Dalam Peraturan tersebut, Pengawas satuan pendidikan
dituntut memiliki kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik, di
samping kompetensi kepribadian, sosial, dan penelitian dan pengembangan. Esensi
dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan
pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam
mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga
dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah
serta memenuhi standar pendidikan pendi- dikan nasional.
Dari
uraian di atas esensi supervisi manajerial adalah pemantauan dan
pembinaan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian fokus
supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang
antara lain meliputi:
a. manajemen
kurikulum dan pembelajaran,
b. kesiswaan,
c. sarana dan
prasarana,
d. ketenagaan,
e. keuangan,
f. hubungan
sekolah dengan masyarakat, dan
g. layanan khusus.
Dalam melakukan supervisi terhadap hal-hal di atas,
pengawas sekaligus juga dituntut melakukan pematauan terhadap pelaksanaan
standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu:
(a) standar isi,
(b) standar
kompetensi lulusan,
(c) standar
proses,
(d) tandar
pendidik dan tenaga kependidikan,
(e) standar
sarana dan prasarana,
(f) standar
pengelolaan,
(g) standar
pembiayaan, dan
(h) standar
penilaian.
Tujuan supervisi terhadap
kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi dengan baik dan
dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam supervisi
manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah berkaitan pengelolaan atau
manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa terakhir telah
dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai bentuk
paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberikan
otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat.[3]
Pengawas dituntut dapat menjelaskan sekaligus mengintroduksi model inovasi
manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya serta kondisi internal
masing-masing sekolah.
2.
Prinsip-Prinsip
Supervisi Manajerial
Prinsip-prinsip
supervisi manajerial pada hakikatnya tidak berbeda dengan supervisi akademik,
yaitu:
a. harus
menjauhkan diri dari sifat otoriter, seperti ia bertindak sebagai atasan dan
kepala Sekolah/guru sebagai bawahan.
b. Supervisi
harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan
kemanusiaan yang diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan
informal.
c. Supervisi
harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat
sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan.
d. Supervisi
harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi.
Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
e. Program
supervisi harus integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat
bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan.
f. Supervisi
harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek, karena
hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
g. Supervisi
harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari
kesalahan-kesalahan kepala Sekolah/ guru.
h. Supervisi
harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan
program supervisi harus obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan program berarti
bahwa program supervisi itu harus
disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi Sekolah.[4]
3.
Tugas
Pengawas
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahu 1998 tentang
Guru Pasal 54 ayat (8) dan (9) pengawas terdiri dari: (1) pengawas satuan
pendidikan, (2) pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran.
Ruang lingkup tugas pengawas adalah melakukan pembimbingan dan pelatihan
profesional guru dan pengawasan yang ekuivalensinya dengan 24 (dua puluh empat)
jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu yang ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional.[5]
1.
Tugas pokok pengawas satuan pendidikan
Tugas pokok pengawas satuan pendidikan adalah
melakukan pengawasan manajerial terdiri dari pembinaan, pemantauan (standar
pengelolaan, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana, standar pendidik
& tenaga kependidikan) dan penilaian kinerja sekolah pada satuan pendidikan
yang menjadi binaannya.
2.
Tugas pokok pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran
Tugas pokok pengawas mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran yaitu melaksanakan pengawasan akademik meliputi pembinaan,
pemantauan pelaksanaan Standar Nasional
Pendidikan (standar isi, standar proses, standar
penilaian, standar kompetensi lulusan) pada guru mata pelajaran di sejumlah
satuan pendidikan yang ditetapkan.
3.
Tugas pokok pengawas bimbingan dan konseling
Tugas pokok pengawas bimbingan dan
konseling meliputi pembinaan, pemantauan pelaksanaan bimbingan dan konseling
pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
4.
Tugas pokok pengawas SLB
Tugas pokok pengawas SLB adalah melaksanakan
pengawasan akademik meliputi pembinaan, pemantauan pelaksanaan Standar Nasional
Pendidikan pada sejumlah SLB kabupaten/kota.
Semua pengawas akan terlibat dalam penyusunan
program pengawasan satuan pendidikan yang meliputi program tahunan
kepengawasan, program semester kepengawasan, rencana kepengawasan manajerial,
rencana kepengawasan akademik, rencana kepengawasan bimbingan dan konseling,
melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru, dan tenaga
kependidikan serta menyusun laporan pelaksanaan program kepengawasan.
B. Mengenal
Beberapa Metode Supervisi Manajerial
Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah.[6] Diisyaratkan bahwa pengawas
sekolah dituntut untuk menguasai kompetensi supervisi manajerial. Esensi dari
supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan
pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam
mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah,
sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan
sekolah serta memenuhi standar pendidikan nasional.
Merujuk pada tulisan yang
dipublikasan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas (2008), di bawah
ini disajikan beberapa metode supervisi manajerial yang dapat dikembangkan oleh
para pengawas sekolah.
1. Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang dilakukan
oleh pengawas satuan pendidikan dalam supervisi manajerial yaitu monitoring dan
evaluasi. Monitoring adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan
rencana, program dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan
hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program. Monitoring
lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat
klinis.
Melalui monitoring, dapat
diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk
menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring
adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan
Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas harus
melengkapi diri de- ngan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh
indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
Secara tradisional
pelaksanaan pengawasan melibatkan tahapan: (a) menetapkan standar untuk
mengukur prestasi, (b) mengukur prestasi, (c) menganalisis apakah prestasi
memenuhi standar, dan (d) mengambil tindakan apabila prestasi kurang/tidak
memenuhi standar.[7]
Dalam perkembangan terakhir,
kecenderungan pengawasan dalam dunia pendidikan juga mengikuti apa yang
dilakukan pada industri, yaitu dengan menerapakan Total Quality Controll.
Pengawasan ini tentu saja terfokus pada pengendalian mutu dan lebih bersifat
internal. Oleh karena itu pada akhir-akhir ini setiap lembaga pendidikan
umumnya memiliki unit penjaminan mutu. Sedangkan evaluasi ditujukan untuk
mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau
sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan evaluasi utamanya
adalah untuk (a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui
keberhasilan program, (c) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun
berikutnya, dan (d) memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah.
2. Refleksi dan Focused Group Discussion (Diskusi kelompok terfokus)
Sesuai dengan paradigma baru
manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement
keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau
mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas sekolah. Hasil
monitoring yang dilakukan pengawas sekolah hendaknya disampaikan secara terbuka
kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite
sekolah dan guru.
Secara bersama-sama pihak
sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri
faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Forum
untuk ini dapat berbentuk Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan
unsur-unsur stakeholder sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan
dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan dari FGD adalah untuk
menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan
kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun
operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas sekolah
dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila
diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.[8]
3. Metode Delphi
Metode Delphi dapat
digunakan oleh pengawas sekolah dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi,
misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah, dalam
merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus memiliki
rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi
sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder.
Sejauh ini kebanyakan
sekolah merumuskan visidan misi dalam susunan kalimat “yang bagus”, tanpa
dilandasi oleh filosofi dan pendalaman terhadap potensi yang ada. Akibatnya
visi dan misi tersebut tidak realistis, dan tidak memberikan inspirasi kepada
warga sekolah untuk mencapainya.
Metode Delphi merupakan cara
yang efisien untuk melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang
faktor-faktor status yang sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi atau
musyawarah. Misalnya sekolah mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas
pendidikan, tokoh masyarakat, orang murid dan guru, maka biasanya pembicaraan
hanya didominasi oleh orang-orang tertentu yang percaya diri untuk berbicara
dalam forum. Selebihnya peserta hanya akan menjadi pendengar yang pasif.
Metode Delphi dapat
disampaikan oleh pengawas sekolah kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil
keputusan yang melibatkan banyak pihak. Ada beberapa Langkah-langkahnya menurut
metode Delphi yakni sebagai berikut:[9]
a.
Mengidentifikasi individu
atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai
pendapatnya mengenai pengembangan sekolah;
b.
Masing-masing pihak diminta
mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
c.
Mengumpulkan pendapat yang
masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat
sama.
d.
Menyampaikan kembali daftar
rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan
prioritasnya.
e.
Mengumpulkan kembali urutan
prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan
dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya.
4. Workshop
Workshop atau lokakarya
merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas sekolah dalam
melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat
melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan
komite sekolah.
Penyelenggaraan workshop ini
tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan
bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya.
Sebagai contoh, pengawas sekolah dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan
workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta
masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
Agar pelaksanaan workshop berjalan efektif, perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menentukan
materi atau substansi yang akan dibahas dalam workshop. Materi workshop
biasanya terkait dengan sesuatu yang bersifat praktis, walaupun tidak terlepas
dari kajian teori yang diperlukan sebagai acuannya.
b. Menentukan peserta. Peserta workshop hendaknya
mereka yang terkait dengan materi yang dibahas.
c. Menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja.
Kriteria penyaji workshop antara lain:
1) Seorang
praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas.
2)
Memiliki pemahaman dan libu/bapasan teori yang memadai.
3)
Memiliki kemampuan menulis kertas kerja, disertai contoh-contoh
praktisnya.
4)
Memiliki kemampuan presentasi yang baik.
5)
Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing peserta.
d. Mengalokasikan waktu yang cukup.
e. Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang
memadai.[10]
Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat
menerapkan teknik supervisi individual dan kelompok. Teknik supervisi
individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada kepala
Sekolah atau personil lainnya yang mempunyai masalah khusus dan bersifat
perorangan.
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara
melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih.
Kepala-kepala Sekolah yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki
masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan
menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi
sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Supervisi adalah kegiatan professional yang
dilakukan oleh pengawas Sekolah dalam rangka membantu kepala Sekolah, guru dan
tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua
aspek yakni: manajerial dan akademik.
Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek
pengelolaan dan administrasi Sekolah yang berfungsi sebagai pendukung
(supporting) terlaksananya pembelajaran.
Depdiknas (2008), di bawah ini disajikan
beberapa metode supervisi manajerial yang dapat dikembangkan oleh para pengawas
sekolah.
1. Monitoring
dan Evaluasi
2. Refleksi dan Focused Group Discussion (Diskusi kelompok terfokus)
3.
Metode Delphi, dan
4. Workshop
B.
Komentar
Sebagai pengawas hendaknya kita harus bekerja secara
professional dan penuh tanggung jawab karena apa yang kita kerjakan akan selalu
berdampak besar terhadap lembaga pendidikan yang diawasi. Terlebih jika kita
nantinya jadi pengawas di lembaga islam maka janganlah menghilangkan identitas
keislaman kita,. Haruslah memegang tegus dengan ajaran dan syariat islam agar
kita bias siddiq, amanah, tablig dan fatanah dalam mengemban tugas sebagai
seorang pengawas.
Daftar
Pustaka
_
Depdiknas. 2007. Pedoman Pelaksanaan
Tugas Guru dan Pengawas: Jakarta, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
_
Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah, Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2009
_
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah
_ PP Nomor 74 Tahun 2008
Al-amin
Muhammad, Manajemen Pengawas: Teori dan
kesaksian, (Jakarta: kalam Indonesia, 206),
Danim,
Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Bengkulu:
Rineka Cipta, 2004
Nanag
Fattah, Sistem Manajemen Mutu pendidikan, Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Rifa’i.
M., Pengantar administrasi dan supervise
pendidikan, Bandung: Baru, 1972
Tidak ada komentar:
Posting Komentar