Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 09 November 2016

MAKALAH SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM



KAJIAN METODE SUPERVISI MANAJERIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lembaga pendidikan di Indonesia bernaung dan dikendalikan oleh dua kementrian dimana sekolah umum dikontrol oleh Kemendiknas sementra sekolah agama dalam hal ini madrasah dikontrol oleh Kemenag. Namun lembaga pendidikan ini akan selalu mendapat pengawasan dimana sekolah umum pengawasnya dari Diknas kecuali guru PAI nya dan Madrasah pengawasnya dari Kemenag.
Berjalan secara efektifnya suatu lembaga pendidikan baik itu pendidikan umum maupun pendidikan agama atau Madrasah tidak terlepas dari peran aktifnya seoorang pengawas, karena sesungguhnya pengawas akan selalu mengontrol jalannya pendidikan di lembaga sekolah atau madrasah dengan sacara seksama.
Segala bentuk kepengawasan yang dilakukan bertujuan agar suatu pendidikan yang berlangsung di lembaga pendidiikak berjalan sesuai dengan arah dan tujuan kurikulum pendidikan baik secara local maupun secara kurikulum nasional.
Segala aktivitas supervisi yang dilakukan oleh seorang pengawas Sekolah diharapkan semuanya menuju pada peningkatan mutu Sekolah dan pendidikan secara umum, dan secara spesifik supervisi yang ditujukan bagi peningkatan mutu Sekolah dari segi pengelolaan disebut dengan supervisi manajerial.
Hal ini tentu tidak kalah penting dibandingkan dengan supervisi akademik yang sasarannya adalah guru dan pembelajaran. Tanpa pengelolaan Sekolah yang baik, tentu tidak akan tercipta iklim yang memungkinkan guru bekerja dengan baik. Oleh karena itu makalah ini akan membahas dan mengenal beberapa metode supervise manajerial.
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini ialah:
1.      Apakah supervise Manajerial itu?
2.      Apa saja metode supervise manajerila itu?
C.     Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini ialah:
1.      Menjelaskan pengertian supervise manajerial
2.      Mengenal beberapa metode supervise manajerial.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Supervisi Manajerial
1.       Pengertian Supervisi Manajerial
Supervisi adalah kegiatan professional yang dilakukan oleh pengawas Sekolah dalam rangka membantu kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua aspek  yakni: manajerial dan akademik. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi Sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009:20)[1] dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan Sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas Sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya lainnya.
            Setelah diuraikan pengertian supervisi secara umum,  tentu perlu pula dipaparkan pengertian supervisi manajerial dan supervisi akademik. Hal ini sesuai dengan dimensi kompetensi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.[2]
Dalam Peraturan tersebut, Pengawas satuan pendidikan dituntut memiliki kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik, di samping kompetensi kepribadian, sosial, dan penelitian dan pengembangan. Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan pendi- dikan nasional.
Dari uraian di atas esensi supervisi manajerial adalah pemantauan dan pembinaan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi:
a.       manajemen kurikulum dan pembelajaran,
b.      kesiswaan,
c.       sarana dan prasarana,
d.      ketenagaan,
e.       keuangan,
f.       hubungan sekolah dengan masyarakat, dan
g.      layanan khusus.
Dalam melakukan supervisi terhadap hal-hal di atas, pengawas sekaligus juga dituntut melakukan pematauan terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu:
(a) standar isi,
(b) standar kompetensi lulusan,
(c) standar proses,
(d) tandar pendidik dan tenaga kependidikan,
(e) standar sarana dan prasarana,
(f) standar pengelolaan,
(g) standar pembiayaan, dan
(h) standar penilaian.
Tujuan supervisi terhadap kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi dengan baik dan dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam supervisi manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah berkaitan pengelolaan atau manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa terakhir telah dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai bentuk paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberikan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat.[3] Pengawas dituntut dapat menjelaskan sekaligus mengintroduksi model inovasi manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya serta kondisi internal masing-masing sekolah.
2.       Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Prinsip-prinsip supervisi manajerial pada hakikatnya tidak berbeda dengan supervisi akademik, yaitu:
a.       harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, seperti ia bertindak sebagai atasan dan kepala Sekolah/guru sebagai bawahan.
b.      Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal.
c.       Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan.
d.      Supervisi harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
e.       Program supervisi harus integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan.
f.       Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek, karena hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
g.      Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan kepala Sekolah/ guru.
h.      Supervisi harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi harus obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi  itu harus disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi Sekolah.[4]
3.    Tugas Pengawas
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahu 1998 tentang Guru Pasal 54 ayat (8) dan (9) pengawas terdiri dari: (1) pengawas satuan pendidikan, (2) pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran. Ruang lingkup tugas pengawas adalah melakukan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalensinya dengan 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.[5]
1. Tugas pokok pengawas satuan pendidikan
Tugas pokok pengawas satuan pendidikan adalah melakukan pengawasan manajerial terdiri dari pembinaan, pemantauan (standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana, standar pendidik & tenaga kependidikan) dan penilaian kinerja sekolah pada satuan pendidikan yang menjadi binaannya.
2. Tugas pokok pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran
Tugas pokok pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yaitu melaksanakan pengawasan akademik meliputi pembinaan, pemantauan pelaksanaan Standar Nasional
Pendidikan (standar isi, standar proses, standar penilaian, standar kompetensi lulusan) pada guru mata pelajaran di sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
3. Tugas pokok pengawas bimbingan dan konseling
Tugas pokok pengawas bimbingan dan konseling meliputi pembinaan, pemantauan pelaksanaan bimbingan dan konseling pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
4. Tugas pokok pengawas SLB
Tugas pokok pengawas SLB adalah melaksanakan pengawasan akademik meliputi pembinaan, pemantauan pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan pada sejumlah SLB kabupaten/kota.
Semua pengawas akan terlibat dalam penyusunan program pengawasan satuan pendidikan yang meliputi program tahunan kepengawasan, program semester kepengawasan, rencana kepengawasan manajerial, rencana kepengawasan akademik, rencana kepengawasan bimbingan dan konseling, melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru, dan tenaga kependidikan serta menyusun laporan pelaksanaan program kepengawasan.

B.  Mengenal Beberapa Metode Supervisi Manajerial
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.[6] Diisyaratkan bahwa pengawas sekolah dituntut untuk menguasai kompetensi supervisi manajerial. Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan nasional.
Merujuk pada tulisan yang dipublikasan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas (2008), di bawah ini disajikan beberapa metode supervisi manajerial yang dapat dikembangkan oleh para pengawas sekolah.
1. Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam supervisi manajerial yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program. Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis.
Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas harus melengkapi diri de- ngan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
Secara tradisional pelaksanaan pengawasan melibatkan tahapan: (a) menetapkan standar untuk mengukur prestasi, (b) mengukur prestasi, (c) menganalisis apakah prestasi memenuhi standar, dan (d) mengambil tindakan apabila prestasi kurang/tidak memenuhi standar.[7]
Dalam perkembangan terakhir, kecenderungan pengawasan dalam dunia pendidikan juga mengikuti apa yang dilakukan pada industri, yaitu dengan menerapakan Total Quality Controll. Pengawasan ini tentu saja terfokus pada pengendalian mutu dan lebih bersifat internal. Oleh karena itu pada akhir-akhir ini setiap lembaga pendidikan umumnya memiliki unit penjaminan mutu. Sedangkan evaluasi ditujukan untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk (a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui keberhasilan program, (c) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (d) memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah.
2. Refleksi dan Focused Group Discussion (Diskusi kelompok terfokus)
Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas sekolah. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas sekolah hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah dan guru.
Secara bersama-sama pihak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Forum untuk ini dapat berbentuk Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur stakeholder sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan dari FGD adalah untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas sekolah dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.[8]
3. Metode Delphi
Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas sekolah dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah, dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder.
Sejauh ini kebanyakan sekolah merumuskan visidan misi dalam susunan kalimat “yang bagus”, tanpa dilandasi oleh filosofi dan pendalaman terhadap potensi yang ada. Akibatnya visi dan misi tersebut tidak realistis, dan tidak memberikan inspirasi kepada warga sekolah untuk mencapainya.
Metode Delphi merupakan cara yang efisien untuk melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang faktor-faktor status yang sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi atau musyawarah. Misalnya sekolah mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas pendidikan, tokoh masyarakat, orang murid dan guru, maka biasanya pembicaraan hanya didominasi oleh orang-orang tertentu yang percaya diri untuk berbicara dalam forum. Selebihnya peserta hanya akan menjadi pendengar yang pasif.
Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas sekolah kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Ada beberapa Langkah-langkahnya menurut metode Delphi yakni sebagai berikut:[9]
a.         Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah;
b.        Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
c.         Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.
d.        Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
e.         Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya.
4. Workshop
Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas sekolah dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.
Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas sekolah dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
Agar pelaksanaan workshop berjalan efektif, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a.  Menentukan materi atau substansi yang akan dibahas dalam workshop. Materi workshop biasanya terkait dengan sesuatu yang bersifat praktis, walaupun tidak terlepas dari kajian teori yang diperlukan sebagai acuannya.
b. Menentukan peserta. Peserta workshop hendaknya mereka yang terkait dengan materi yang dibahas.
c. Menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja. Kriteria penyaji workshop antara lain:
1)     Seorang praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas.
2)     Memiliki pemahaman dan libu/bapasan teori yang memadai.
3)     Memiliki kemampuan menulis kertas kerja, disertai contoh-contoh praktisnya.
4)     Memiliki kemampuan presentasi yang baik.
5)     Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing peserta.

d.  Mengalokasikan waktu yang cukup.
e.   Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai.[10]
Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual dan kelompok. Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada kepala Sekolah atau personil lainnya yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan.
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala Sekolah yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Supervisi adalah kegiatan professional yang dilakukan oleh pengawas Sekolah dalam rangka membantu kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua aspek  yakni: manajerial dan akademik. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi Sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Depdiknas (2008), di bawah ini disajikan beberapa metode supervisi manajerial yang dapat dikembangkan oleh para pengawas sekolah.
1.      Monitoring dan Evaluasi
2.      Refleksi dan Focused Group Discussion (Diskusi kelompok terfokus)
3.      Metode Delphi, dan
4.      Workshop

B.       Komentar
Sebagai pengawas hendaknya kita harus bekerja secara professional dan penuh tanggung jawab karena apa yang kita kerjakan akan selalu berdampak besar terhadap lembaga pendidikan yang diawasi. Terlebih jika kita nantinya jadi pengawas di lembaga islam maka janganlah menghilangkan identitas keislaman kita,. Haruslah memegang tegus dengan ajaran dan syariat islam agar kita bias siddiq, amanah, tablig dan fatanah dalam mengemban tugas sebagai seorang pengawas.

                                        Daftar Pustaka

_ Depdiknas. 2007.  Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas: Jakarta, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

_ Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009

_ Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah

_ PP Nomor 74 Tahun 2008

Al-amin Muhammad, Manajemen Pengawas: Teori dan kesaksian, (Jakarta: kalam Indonesia, 206),

Danim, Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Bengkulu: Rineka Cipta, 2004

Nanag Fattah, Sistem Manajemen Mutu pendidikan,  Jakarta: Balai Pustaka, 1996

Rifa’i. M., Pengantar administrasi dan supervise pendidikan, Bandung: Baru, 1972


Tidak ada komentar:

Posting Komentar