1.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah suatu keseluruhan usaha mentransformasikan ilmu pengetahuan, ide,
gagasan, norma hukum dan nilai-nilai kepada orang lain dengan cara tertentu,
baik structural formal, serta informal dan non formal dalam suatu sistem
pendidikan nasional.
Madrasah adalah
tempat proses belajar mengajar yang terkait dengan ajaran Islam dengan
dipadukan oleh kurikulum pendidikan umum yang mengacu kepada UU nomor 20 tahun
2003 tentang Pendidikan Nasional. Madrasah juga adalah merupaksn lembaga
pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin
banyak kebutuhannya, orang tua tidak mampu memenuhi semua kebutuhan anak
tersebut. Oleh karena itu orang tua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya
kepada sekolah. Masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk
belajar. Namun disadari bahwa merupakan tempat dan saat strategis bagi
pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi
kehidupan masa depan.
Tugas guru dan
pimpinan sekolah disamping memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan,
juga memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan
keagamaan di sekolah haruslah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya jangan
bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.[1]
Sepanjang sejarah madrasah merupakan lembaga pendidikan keagamaan
yang tetap konsisten dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang beriman,
bertakwa, dan cerdas, karena nilai-nilai keagamaan sangat subur dalam sistem
pendidikan yang juga media perjuangan untuk mempertahankan ajaran-ajaran Islam
secara fundamental (mendasar). Seharusnya proses pembelajaran dan pendidikan
yang dianut sistem madrasah perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan
memberikan porsi perhatian yang seimbang mengingat peranannya yang sangat
krusial.
Madrasah merupakan lembaga / organisasi yang kompleks dan
unik. Kompleks, karena dalam
operasionalnya madrasah dibangun oleh berbagai unsur yang satu sama lain saling
berhubungan dan saling menentukan. Unik, karena madrasah merupakan organisasi
yang khas, menyelenggarakan proses perubahan perilaku dan proses pembudayaan
manusia, yang tidak dimiliki oleh lembaga manapun.
Saat ini
kebudayaan masyarakat telah berubah drastis, wacana, demokrasi, keadilan,
kesetaraan merupakan consensus sosial sebagai terapi untuk memposisikan manusia
pada pijakan nilai-nilai kebutuhan dan kemanusiaan. Maka agar madrasah tetap
langgeng (survival) mampu bertahan dan dinamis dalam sirkulasi kebutuhan
masyarakat global, diperlukan manajemen yang demokratis, serta perlunya
kearifan dalam pengambilan kebijakan. Konsekuensinya Kepala Madrasah hendaknya
menjadi tokoh “visionaire” yaitu memanage lembaga pendidikan yang dapat
membumikan budaya; pertama semua staf memiliki kesamaan komitmen, visi misi dan
nilai, kedua perlunya pengkajian terhadap sejumlah kebijakan secara
bersama-sama, yang ketiga adanya kerjasama team, bukan hanya siswa dan guru
yang belajar akan tetapi kepala madrasah hendaknya belajar kepada bawahan,
keempat yakni berorientasi pada tindakan nyata, kelima yakni melakukan
perbaikan secara terus menerus sebagai upaya untuk memanfaatkan sumber daya
yang ada berdasarkan prinsip kesetaraan agar madrasah dapat berdiri tegak
membawa visi idealnya yaitu mempersiapkan out put yang cakap berkompetisi
dengan zaman.[2]
Dari penjelasan
di atas maka pemakalah mencoba membahas tentang “Imlementasi Strategi
Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam pada Madrasah Formal”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana Madrasah
sebagai Sub-sistem Pendidikan Nasional ?
b.
Apa saja
masalah Pendidikan Madrasah saat ini ?
c.
Bagaimana strategi pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
pada Madrasah formal
C.
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan makalah ini adalah:
a.
Untuk
mengetahui Madrasah sebagai Sub-sistem Pendidikan Nasional.
b.
Untuk
mengetahui masalah Pendidikan Madrasah saat ini.
c.
Untuk mengetahui strategi pengembangan Lembaga
pendidikan Islam pada Madrasah
formal.
I.
PEMBAHASAN
A.
Madrasah sebagai Sub-sistem Pendidikan Nasional
Sejarah
membuktikan bahwa peran dan sumbangan madrasah tidaklah kecil terhadap hajat
“mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sumbangan itu lebih Nampak besar lagi bila
kita saksikan betapa madrasah yang berdiri secara tradisional atas prakarsa dan
partisipasi masyarakat melalui semangat lillahi ta’ala. Sekarangpun masih
sangat banyak kita saksikan betapa madrasah mampu melayani kebutuhan pendidikan
warga masyarakat, dimana menjangkau seluruh wilayah RI yang belum berhasil
dijangkau oleh sekolah umum melalui sistem sekolah konvensional atau sekolah
inpres. Pengalaman juga membuktikan bahwa tidak selamanya reputasi madrasah
“kalah” bersaing dengan sekolah umum.
Kini bisa kita
saksikan adanya madrasah yang memiliki prestasi dan reputasi lebih dari sekolah
umum.[3]
Sebagai komponen perubahan sosial, lembaga pendidikan madrasah sebaiknya dapat
mewarnai perjalanan zaman itu dengan aspirasi, pemikiran dan amal perbuatan.
Demikianlah seyogyanya yang mesti diperjuangkan untuk menjaga keberadaan dan
aktualisasi peran madrasah dalam sistem pendidikan nasional.
Sudah saatnya
pengelolaan madrasah dilakukan dengan pendekatan manajemen modern, melalui
perhitungan-perhitungan yang rasional, dan prakiraan ke masa depan yang jelas.
Ciri-ciri komponen muatan belajar yang merupakan kelebihan institusi madrasah
yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan yang lain, ialah muatan
pendidikan agama dan pendidikan perilaku sosial yang dikembangkan berdasarkan
nilai-nilai yang islami. Ini berarti kekuatan yang harus dipupuk dan
diperbesar. Ditengah arus kecendrungan hidup masyarakat yang materialistic,
hedonistic, liberalistic, dan individualistic, agama memiliki penyelesaian yang
mendasar ketidaktentraman dan ketidakpuasan batin akan hidup dan kehidupan
manusia.
Semakin “
sempit “ nya peran pendidikan keluarga, menjadikan pendidikan untuk keyakinan
agama nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan, yang seharusnya tugas
lembaga keluarga sebagai lembaga pendidikan berdasarkan ketentuan UUSPN pasal
10 ayat 4 menjadikan “kelebihan” madrasah semakin memiliki daya tarik bagi
keluarga-keluarga yang kurang sempat memberikan keyakinan agama dan pendidikan
nilai kepada putra-putrinya.[4]
Meskipun madrasah sebagai sub-sistem pendidikan nasional, namun madrasah harus
tetap menunjukkan cirinya sebagai lembaga pendidkan yang berciri khas agama
Islam, yaitu :[5]
1.
Suasana kehidupan madrasah yang agamis
2.
Adanya sarana ibadah
3.
Penggunaan metode dan pendekatan yang agamis
4.
Kualiifikasi guru yang harus beragama islam dan
berakhlak mulia
Hal ini juga
harus diletakkan dalam spektrum yang lebih luas. Maksudnya madrasah harus mampu
:
1.
Menjadi wahana pembinaan ruh dan praktik hidup
islami
2.
Mempekokoh sistem kelembagaan madrasah agar
dapat sejajar bahkan lebih dengan sekolah umum
3.
Merespon tantangan masa depan dengan
memanfaatkan kemajuan IPTEK.
B.
Masalah Pendidikan Madrasah saat ini
Masalah
pendidikan madrasah secara umum dapat dilihat dari dua segi, yaitu yang
bersifat internal dan eksternal. Masalah yang bersifat eksternal seperti
persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Ancaman
diseintegrasi bangsa, keterpurukan ekonom, sifat kedaerahan yang berlebihan,
tidak adanya kepastian hukum, dan kurang terjaminnya rasa aman bagi setiap
warga Negara berpengaruh pada proses pendidikan madrasah.
Demikian
juga mulai terjadi hilangnya identitas (budaya) daerah akibat modernisasi yang
sedemikian keras dan cendrung tanpa
kendali adalah persoalan yang serius. Pendidikan yang selama ini telah gagal
menjadi filter pengaruh budaya asing yang negatif. Kemajuan ilmu, tehnologi,
dan seni tidak diimbangi dengan kebudayaan dan peradaban yang pantas dan
berkualitas, sehingga ilmu dan tehnologi telah melahirkan manusia-manusia yang
kurang beradab. Hal ini dapat kita rasakan dengan adanya krisis moral yang
sedang melanda bangsa ini.
Krisis
ekonomi yang tidak kunjung selesai, telah memukul sendi-sendi kehidupan,
termasuk pendidikan madrasah. Banyak anak usia sekolah terpaksa tidak dapat
menikmati pendidikan yang seharusnya menjadi haknya. Masalah sosial seperti
pencurian, perkorsaan, penyalah gunaan narkoba dan obat terlarang dan sebagainya
membawa dampak buruk pada dunia pendidikan.
Selain
masalah yang bersifat ekstern tersebut, pendidikan juga dihadapkan kepada
masalah internal, seperti manajemen kelembagaan, tenaga kependidikan,
kurikulum, strategi pembelajaran, kualitas lulusan dan dana. Relevan dengan
kajian tersebut, dapat dikemukakan beberapa pokok permasalahan baik pada
tingkat pengelolaan maupun kebijakan
sebagai berikut :
1.
Pengembangan madrasah masih bersifat tambal
sulam.
Hal ini misalnya terlihat dengan diadakannya
program “keterampilan” yang ditempelkan pada program regular, sebagai respon
terhadap tingginya lulusan Madrasah Aliyah ( MA )yang tidak bisa melanjutkan
pada jenjang Pendidikan Tinggi.
2.
Kurikulum yang belum “fokus”. Hal ini terlihat misalnya banyaknya
materi yang diajarkan sementara waktu tidak memadai atau bahkan “overload” pada
tingkat Aliyah, misalnya siswa yang ingin mendalami ilmu-ilmu keagamaan masih
juga dibebani mata pelajaran lain yang tidak relevan dalam jumlah yang cukup banyak.
3.
Implikasi kurikulum yang belum “fokus” ( bahan
terlalu berat dan tumpang tindih), maka proses pendidikan yang terjadi di
madrasah tidak sesuai dengan visi dan misi pendidikan madrasah.
4.
Tidak adanya cetak biru (blue print) dalam
pengembangan madrasah.
Dari
uraian di atas muncullah madrasah unggulan berangkat dari keinginan untuk
menciptakan madrasah yang menjadi pusat keunggulan untuk menyiapkan sumber daya
manusia (SDM) yang siap pakai untuk masa depan. Adanya madrasah unggulan dapat
membekali mereka dengan pengalaman belajar yang berkualitas, dengan sendidrinya
mereka mempunyai peluang yang lebih besar untuk memasuki jendela pendidikan
yang lebih tinggi sesuai dengan pilihannya.
C.
Strategi Pengembangan Lembaga Pendidikan Madrasah)
1.
Mendirikan Madrasah Unggulan
a.
Pengertian Madrasah Unggulan
Madrasah unggulan adalah madrasah program
unggulan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu
berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
tehnologi ditunjang oleh akhlakul karimah.[6]
Madrasah unggul perlu ditunjang oleh berbagai
aspek seperti input yang unggul, guru yang professional, sarana yang memadai,
kurikulum yang inovatif, ruang kelas atau pembelajaran yang representative,
yang dapat mendorong terciptanya pembelajaran yang efektif dan efesien akhirnya
dapat menghasilkan out put yang unggul dan berkualitas.
b.
Visi, Misi dan
Tujuan Madrasah Unggulan
Madrasah unggulan memiliki dua lingkup visi,
yaitu visi makro dan mikro. Visi Makro pendidikan madrasah unggulan
adalah terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki sikap
agamis, berkemampuan ilmiah, terampil dan professional. Visi Mikro
pendidikan madrasah unggulan adalah terwujudnya individu yang bersifat
agamis, berkemampuan ilmiah-diniah, terampil dan profesiona, sesuai dengan
tatanan kehidupan.
Misi
pendidikan madrasah unggulan adalah :
1.
Menciptakan calon agamawan yang berilmu.
2.
Menciptakan calon ilmuan yang beragama.
3.
Menciptakan calon tenaga terampil yang
professional dan agamis.
Sedang
tujuan umum madrasah unggulan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Secara
khusus madrasah unggulan bertujuan untuk menghasilkan pendidikan yang memiliki
keunggulan dalam hal :[7]
a.
Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha
Esa
b.
Keagungan akhlak dan keluhuran budi
c.
Wawasan Iptek yang mendalam dan luas
d.
Motivasi dan komitmen yang tinggi untuk
mencapai prestasi dan keunggulan
e.
Kepekaan sosial dan kepemimpinan
f.
Disiplin tinggi ditunjang dengan kondisi fisik
yang prima.
c. Karakteristik
Madrasah Unggulan.[8]
1. Dari aspek Output :
a.
prestasi Akademik ditunjukkan dengan NUN
b.
prestasi nonakademik ditunjukkan dengan
keingintahuan yangtinggi, kerja sama yang baik, rasa kasih saying yang tinggi,
olah raga dan kesenian, kepramukaaan.
2. Dari asspek
Proses :
a.
proses belajar pembelajaran efektif;
b.
kepemimpinan kepala Sekolah/madrasah yang kuat;
c.
lingkungan sekolah/madrasah yang aman dan
tertib;
d.
pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
e.
memiliki budaya mutu;
f.
memiliki team work kompak, cerdas, dinamis;
g.
memiliki kemandirian;
h.
adanya partisipasi yang tinggi dalam
masyarakat;
i.
mempunyai keterbukaan.
3. Dari aspek
Input;
a.
memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu
yang jelas;
b.
adanya sumber daya yang tersedia dan siap;
c.
staf kompeten dan berdedikai tinggi;
d.
memiliki harapan prestasi tinggi;
e.
fokus pada pelanggan (khususnya siswa);
f.
adanya input manajemen yang ditandai dengan
tugas yang jelas.
2.
Pengembangan Manajemen Berbasis Sekolah
(Madrasah)
Munculnya
gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan
pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk
dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para Kepala
Madrasah merasa tidak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan
berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai
pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang
menumpulkan kreativitas berinovasi. Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah pada
hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang
terkait dengan madrasah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu madrasah atau untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.[9]
MBS adalah upaya serius yang rumit, yang
memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam
pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi
keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu
memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan
yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.
MBS
sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung
warga madrasah ( Guru, siswa, Kepala Madrasah, karyawan, orang tua, dan
masyarakat ) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakna pemerintah
nasional. Dengan demikian Manajemen Berbasis Madrasah merupakan proses
pengintegrasian, pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara
menyeluruh elemen-elemen yang ada pada madrasah untuk mencapai tujuan (mutu
pendidikan) yang diharapkan secara efisien. Atau dapat diartikan bahwa MBM
adalah model manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan) yang lebih besar
kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan yang partisipatif yaitu
melibatkan semua warga madrasah berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan adanya
otonomi (kewenangan) yang lebih besar diharapkan madrasah dapat menggunakan dan
mengembangkan kewenangan secara mandiri dalam mengelola madrasah dan memilih
strategi dalam meningkatkan mutu pendidikan serta dapat memilih pengembangan
program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan madrasah.
3. Karakteristik dan Aspek-aspek Manajemen
Berbasis Madrasah
a. Karakteristik
MBM
Karakterisitk
Manajemen Barbasis Sekolah tentunya tidak terlepas dari pendekatan Input,
Proses, Output Pendidikan.
1)
Input Pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang
harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang
dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai
pemandu bagi berlangsunnya proses.
2).
Input
sumber daya
Meliputi
sumberdaya manusia (Kepala Madrasah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa)
dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan). Input
perangkat lunak meliputi struktur organisasi madrasah, peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan
berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh
sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung
dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur
dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input,
makin tinggi pula mutu input tersebut.
b.Output yang
diharapkan
Pada dasarnya
output yang diharapkan merupakan tujuan utama dari penyelenggaraan pendidikan
secara umum. Output pendidikan adalah merupakan kinerja madrasah. Kinerja
madrasah adalah prestasi madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku
madrasah. Kinerja madrasah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan
moral kerjanya.[10]
Khusus yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan
bahwa output madrasah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi
madrasah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi
dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya
ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ,
kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan
kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak
tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan.
2. Aspek-aspek
MBM
Berdasarkan
otonomi pengelolaan pendidikan di lingkungan madrasahmaka peran pemerintah
bergeser dari ‘regulator’ menjadi ‘fasilitator’. Keterlibatan pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan ini hanya mencakup dua aspek, yaitu mutu dan
pemerataan. Pemerintah menetapkan standar mutu pendidikan, dan berupaya agar
semua siswa dapat berprestasi setinggi mungkin. Juga berupaya agar semua
sekolah/madrasah dapat mencapai standar minimal mutu pendidikan, dengan
keragaman prestasi antara sekolah/madrasah dalam suatu lokasi sekecil mungkin.
Pemeritah juga menjamin pemerataan kesempatan bagi seluruh siswa dari semua
lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Peran ini dilakukan melalui
perumusan kebijaksanaan umum, pelayanan teknis, dan monitoring program secara
reguler. Praktek diskriminasi terhadap siswa perempuan, siswa normal, anak
berkelainan dan sekolah/madrasah swasta baik dilakukan secara langsung maupun
tidak, baik terjadi pada level kebijaksanaan maupun implementasi harus
dihapuskan. Demikian juga alokasi dan distribusi anggaran pendidikan harus
menjujung tinggi asas keadilan dan transparansi. Adanya otonomi yang diberikan
pemerintah kepada madrasah telah memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan
warga madrasah untuk mengembangkan lembaga pendidikannya berdasarkan kemampuan
manajerialnya. Di bawah ini dijelaskan beberapa aspek yang menyangkut manajemen
berbasis madrasah:
a. Aspek
Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Proses
belajar merupakan kegiatan utama madrasah. Madrasah diberi kebebasan memilih strategi,
metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif,
sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata
sumberdaya yang tersedia di madrasah. Secara umum, strategi/metode/teknik
pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student centered)
lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar
siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena itu kepala madrasah
perlu menerapkan cara-cara belajar siswa aktif seperti active learning,
cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
b. Perencanaan
dan Evaluasi
c.
Pengelolaan Kurikulum
d.
Pengelolaan Ketenagaan
e. Pengelolan
Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
e.
Pengelolaan Keuangan
g.
Pelayanan Siswa
h.
Hubungan Madrasah Masyarakat
i. Pengelolaan
Iklim Madrasah
d. Tujuan dan Fungsi Manajemen Berbasis
Madrasah
1. Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah
Adapun tujuan
dan maksud implementasi MBM adalah untuk
1.
Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
khususnya kepada masyarakat.
2. Memperoleh
masukan agar konsep ini dapat diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan
kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman cultural, sosio ekonomi
masyarakat dan kompleksitas geografinya.
3. Menambah
wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat madrasah dan individu yang
peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
4. Memotivasi
masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/
pada madrasah masing-masing.
5. Menggalang
kesadaran masyarakat madrasah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam
mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
6. Memotivasi
timbulnya pemikira-pemikiran baru dalam mensukseskan pembanguan pendidikan dari
individu dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan khususnya masyarakat
madrasah yang berada di gars paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
7. Menggalang
kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen
masyarakat, dengan focus peningkatan mutu yang berkelanjutan pada tataran
madrasah.
8. Mempertajam
wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas
dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun, 5 tahun dan seterusnya
sehingga tercapai misi madrasah ke depan.
2. Manfaat Manejemen Berbasis Madrasah
MBM
dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama
ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBM adalah strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan
penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah.
II.
PENUTUP
Kesimpulan
a.
Madrasah sebagai sub-sisitem pendidikan
nasional dimana madrasah mempunyai andil yang besar dalam mencerdaskan anak
bangsa baik dagi segi pengetahuannya maupun pengetahuan agamanya, dengan
memasukkan muatan pendidikaan dan pendidikan prilaku sosial yang berdasarkan
nilai-nilai islami.
b.
Masalah pendidikan madrasah secara umum dapat
dilihat dari dua segi, yaitu yang bersifat internal dan eksternal. Masalah yang
bersifat eksternal seperti persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan.. Selain masalah yang bersifat ekstern tersebut,
pendidikan juga dihadapkan kepada masalah internal, seperti manajemen
kelembagaan, tenaga kependidikan, kurikulum, strategi pembelajaran, kualitas
lulusan dan dana.
c.
Stategi pengembangan pendidikan formal melalui
mendirikan madrasah unggulan dan pengembangan manajemen berbasis madrasah
/sekolah.
Daftar Rujukan
Bukhari
Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Amzah, 2010
Muhaimin,“Peran
Kepala Madrasah dalam Pengembangan Masyarakat Belajar yang Profesional:
Menyambut Otonomi Daerah”, Mimbar Pembangunan Agama, ( No. 174),
Surabaya: DEPAG Jawa Timur, 2001.
Soedomo,
M.1995,Peningkatan Kualitas Sistem Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional
(antisipasi Kecendrungan Peran Serta Masyarakat). Dalam Vicratina Nomor 2,
Vol II, 1995
Dr.H.Agus Maimun, M. Pd,Dr. Agus Zaenul Fitri,
M.Pd, Madrasah Unggulan UIN Maliki Press, 2010
Departemen
Agama RI. Desain Pengembangan Madrasah Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan
agama Islam, 2004
Agus Dharma, Manajemen Berbasis Sekolah,
Jakarta: Pendidikan Network, http://researchengines.com/adharma2.html, 2003,
Direktorat Pembinaaan Taman Kanak-kanan dan
Sekolah Dasar, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: TP, 2009
Suyanto, Perumusan Manajemen Berbasis
Sekolah, (Wonosobo: Makalah SMK 2 Wonosobo,
2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar