BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 menyatakan
bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Seseorang bisa mendapatkan pekerjan dan penghidupan yang layak tentunya
membutuhkan sebuah proses. Manusia perlu mengenal/memahami dan mengembangkan
diri sehingga nantinya mampu merencanakan pekerjaan/karir seperti apa yang
nantinya akan dia pilih.
Karir adalah pekerjaan. Karir adalah rangkaian sikap
dan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama rentang
waktu kehidupan seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus
berkelanjutan.[1]
Seseorang akan bekerja dengan senang hati dan penuh
kegembiraan apabila apa yang dikerjakan itu memang sesuai dengan keadaan
dirinya, kemampuannya, dan minatnya. Agar seseorang dapat bekerja dengan baik,
senang dan tekun, diperlukan adanya kesesuaian tuntutan dari pekerjaan atau
jabatan itu dengan apa yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Oleh
karena itu perlu adanya perencanaan yang matang sebelum seseorang betul betul
memilih sebuah karir dalam kehidupannya.
Karir seseorang dapat direncanakan sampai tingkat
tertentu, baik oleh pribadinya sendiri, maupun dengan bantuan pihak lain. Perencanaan karir selalu berhubungan dengan mencocokan tujuan karir
individu dengan melihat peluang organisasi yang tepat.
Rencana yang baik ketika dilaksanakan dengan sungguh sungguh maka akan
memberikan hasil yang baik pula. Begitu juga dengan perencanaan karir. Namun
tak jarang seseorang masih kesulitan
dalam memahami potensi diri dan membaca peluang pekerjaan, sehingga
terkadang ada ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan /jabatan dengan potensi
yang dimiliki seseorang. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan
bimbingan karir secara baik. Disinilah
peran seorang pembimbing/konselor sangat dibutuhkan untuk mengarahkan seseorang
agar dapat memilih secara tepat jenis pekerja/karir yang sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis menyusun makalah dengan
judul “ Perencanaan Karir dan Konseling Karir” dengan harapan agar pembaca
dapat mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana merencanakan
karir dengan tepat dan bentuk bimbingan karir sebagai fasilitas dalam
merealisasikan perencanaan karir.
A.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan Perencanaan Karir dan Konseling Karir ?
2. Apakah tujuan
Perencanaan Karir dan Konseling Karir ?
3. Metode apa yang
digunakan dalam Konseling karir?
4. Bagaimana program Konseling
Karir di sekolah ?
5. Apa saja langkah-langkah
Perencanaan Karir dan Pelaksanaan Konseling Karir ?
B.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui
pengertian Perencanaan Karir dan Konseling Karir
2. Untuk mengetahui
tujuan Perencanaan Karir dan Konseling Karir
3. Untuk mengetahui
program Konseling Karir di Sekolah
4. Untuk mengetahui
metode Konseling Karir
5. Untuk mengetahui
langkah-langkah Perencanaan Karir dan pelaksanaan Konseling Karir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perencanaan
Karir dan Konseling Karir
1. Pengertian Karir.
Menurut Gibson dkk. (1995: 305) Karir merupakan rangkaian sikap dan
perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama rentang
waktu kehidupan seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus
berkelanjutan. Dengan demikian karir seorang individu melibatkan rangkaian
pilihan dari berbagai macam kesempatan. Jika ditinjau dari sudut pandang
organisasi, karir melibatkan proses dimana organisasi memperbaharui dirinya
sendiri untuk menuju efektivitas karir yang merupakan batas dimana rangkaian
dari sikap karir dan perilaku dapat memuaskan seorang individu.
Menurut Irianto (2001 : 94) Karir meliputi elemen-elemen
obyektif dan subyektif. Elemen obyektif berkenaan dengan kebijakan-kebijakan
pekerjaan atau posisi jabatan yang ditentukan organisasi, sedangkan elemen
subyektif menunjuk pada kemampuan seseorang dalam mengelola karir dengan mengubah
lingkungan obyektif (misalnya dengan mengubah pekerjaan/jabatan) atau
memodifikasi persepsi subyektif tentang suatu situasi (misalnya dengan mengubah
harapan).
Simamora (2001 : 504) berpendapat bahwa karir dapat
dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antara lain dari perspektif
yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir
merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya,
sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan
nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua.
Kedua perspektif tersebut terfokus pada individu dan
menganggap bahwa setiap individu memiliki beberapa tingkat pengendalian
terhadap nasibnya sehingga individu tersebut dapat memanipulasi peluang untuk
memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karirnya. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas
yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan
aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.
Sedangkan menurut Soetjipto, dkk (2002 : 276) karir
merupakan bagian dari perjalanan hidup seseorang, bahkan bagi sebagian orang
merupakan suatu tujuan hidup. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk
sukses mencapai karir yang baik. Karir sebagai sarana untuk membentuk seseorang
menemukan secara jelas keahlian, nilai,
tujuan karir dan kebutuhan untuk pengembangan, merencanakan tujuan karir,
secara kontinyu mengevaluasi, merevisi dan meningkatkan rancangannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa karir adalah suatu rangkaian perubahan nilai, sikap dan
perilaku serta motivasi yang terjadi pada setiap individu selama rentang waktu
kehidupannya untuk menemukan secara jelas keahlian, tujuan karir dan kebutuhan
untuk pengembangan, merencanakan tujuan karir, dan secara kontinyu mengevaluasi,
merevisi dan meningkatkan rancangannya.
2. Pengertian
Perencanaan Karir (Career Planning)
Perencanaan Karir (career planning) terdiri atas dua suku kata, yaitu perencanaan dan
karir. Perencanaan didefinisikan sebagai proses penentuan rencana atau kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan pada masa yang akan datang. Sedangkan karir adalah semua
pekerjaan yang dilakukan seseorang selama masa kerjanya yang memberikan
kelangsungan, keteraturan dan nilai bagi kehidupan seseorang.
Melalui perencanaan karir (career planning) setiap individu mengevaluasi kemampuan dan
minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternative, menyusun
tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis.
Perencanaan
karir adalah suatu perencanaan tentang kemungkinan seorang karyawan
suatu organisasi atau perusahaan sebagai individu meniti proses kenaikan
pangkat atau jabatan sesuai persyaratan dan kemampuannya. Perencanaan karier
juga bisa diartikan sebagai suatu perencanaan tentang kemungkinan-kemungkinan
seorang karyawan/anggota organisasi sebagai individu meniti proses kenaikan
pangkat/jabatan sesuai persyaratan dan kemampuannya”[2]
Sebelum merencanakan sebuah karir, maka
seseorang terlebih dahulu harus memahami tipe tipe kepribadian diri. Dengan
memahami tipe kepribadian diri, maka akan mempermudah untuk menentukan jenis
karir/pekerjaan yang cocok dengan dirinya. Ada beberapa tipe kepribadian yang
diungkapkan oleh Dewa Ketut Sukardi, diantaranya:[3]
a.
Realistis
Seseorang dengan tipe ini memiliki
kecendenrungan untuk memilih lapangan pekerjaan yang berorientasi pada
penerapan, misalnya: operator mesin, sopir truk, petani, penerbang, pengawas
bangunan, ahli listrik, dan pekerjaan lain yang sejenis. Tipe model ini
mempunyai cirri-ciri diantaranya: kekuatan otot, ketrampilan fisik, mempunyai
kecakapan dan koordinasi motorik yang kuat, kurang memiliki kecakapan verbal,
bekerja praktis, kurang memiliki ketrampilan social, serta kurang peka dalam
hubungan dengan orang lain.
b.
Intelektual
Model orientasi ini memiliki kecenderungan
untuk memilih lapangan kerja seperti: ahli fisika, ahli biologi, matematika,
peneliti, penulis karya ilmiah, editor penerbitan ilmiah, dan pekerjaan lain
yang sejenis. Model intelektual mempunyai cirri-ciri khas, diantaranya:
memiliki kecenderungan untuk merenungkan daripada mengatasinya dalam memecahkan
suatu masalah, berorientasi padda tugas, tidak social, dan membutuhkan
pemahaman.
c.
Social
Orientasi tipe model ini memiliki kecenderungan
untuk memilih lapangan pekerjaan seperti: guru, pekerja social, konselor,
psikolog klinik, terapis, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sejenis. Ciri-
cirri dari tipe model ini diantaranya: pandai bergaul dan berbicara, bersifat
responsive, bertanggung jawab, kemanusiaan, bersifat religious, membutuhkan
perhatian, memiliki kecakapan verbal, hubungan antar pribadi, kegiatankegiatan
rapid an teratur, menjauhkan bentuk pemecahan masalah secara intelektual, lebih
berorientasi pada perasaan.
d.
Konvensional
Model orientasi ini pada umumnya memiliki
kecenderungan terhadap kegiatan verbal, ia menyenangi bahasa yang tersusun
baik, numerical (angka) yang teratur, senang mengabdi, mencapai tujuan dengan
mengadaptasikan dirinya ketergantungan pada atasan. Model tipe ini cenderung
untuk memilih jenis pekerjaan seperti: kasir, sekretaris, pemegang buku,
pegawai arsip, pengawas bank, ahli statistic, analisa keuangan, ahli
perpajakan, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sejenis.
e.
Usaha
Tipe orientasi ini memiliki cirri-ciri khas
diantaranya: menggunakan ketrampilan-ketrampilan berbicara dalam situasi dimana
ada kesempatan untuk menguasai orang lain atau mempengaruhi orang lain, mudah
untuk beradaptasi dengan orang lain, perhatian yang besar terhadap kekuasaan, agresif
dalam kegiatan lisan. Pekerjaan yang cenderung dipilih oleh tipe ini
diantaranya: pedagang, politikus, manajer eksekutif perusahaan, promotor
pertandingan olah raga, pengusaha, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sejenis.
f.
Artistik
Model orientasi artistic memiliki kecenderungan
berhubungan dengan orang lain secara tidak langsung, bersifat tidak social,
sukar menyesuaikan diri. Lebih menyukai menghadapi keadaan sekitar dengan
melalui ekspresi diri. Jenis pekerjaan yang cenderung dipilih oleh tipe ini antara
lain: ahli music, ahli kartun, pencipta lagu, penyiar, seniman/artis, serta
pekerjaan-pekerjaan lain yang sejenis.
3. Pengertian Konseling
Karir
Donal D Super dalam Anas Salahudin mengatakan
bahwa bimbingan karir adalah proses membantu pribadi untuk mengembangkan
penerimaan kesatuan dan gambaran diri serta peranannya dalam dunia kerja.
Menurut batasan ini ada 2 hal penting dalam konseling karir. Pertama, proses
membantu individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua, memahami
dan menyesuaikan diri dalam dunia kerja.[4]
Pengertian yang lain juga disampaikan oleh
beberapa tokoh diantaranya:[5]
a.
Konseling karir merupakan salah satu jenis
bimbingan yang berusaha membantu individu dalam memecahkan masalah karir
(pekerjaan) untuk memperoleh penyesuaian diri yang sebaik-baiknya dengan masa
depannya.
b.
Menurut Rochman Natawidjaja, Konseling karir
ialah proses Membantu seseorang untuk mengerti dan menerima gambaran tentang
diri pribadinya dan gambaran tentang diri tersebut dengan dunia kerja itu,
untuk pada akhirnya dapat memilih bidang pekerjaan, menyiapkan diri untuk
bidang pekerjaan, memasukinya, dan membina karir dalam bidang tersebut.
c.
Menurut P. M. Hatari, Konseling karir membantu
siswa dalam proses mengambil keputusan mengenai karir atau pekerjaan utama yang
mempengaruhi kehidupannya di masa depan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa bimbingan karir adalah proses bantuan, layanan dan pendekatan
terhadap individu (Siswa/remaja), agar individu yang bersangkutan dapat
mengenal dirinya, memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja,merencanakan masa
depannya, dengan bentuk kehiupan yang diharapkannya, untuk menentukan
pilihannya dan mengambil keputusan sesuai dengan keadaan dirinya dengan
memperhatikan persyaratan-persyaratan /tuntutan karir yang dipilihnya.
B.
Tujuan Perencanaan
Karir dan Konseling Karir
1.
Tujuan Perencanaan Karir
Tujuan perencanaan karir menurut Dilard antara
lain:[6]
a.
Memperoleh kesadaran dan pemahaman diri
(acquiring self awreness)
Penilaian kekuatan dan kelemahan individu
merupakan langkah penting dalam perencanaan karir. Salah satu penilaian
memungkinkan individu untuk lebih memahami diri sendiri yang berhubungan dengan
tujuan dan rencana karir. Pengetahuan untuk perencanaan karir dapat menghindari
dari ketidakpuasan, kekecewaan, dan ketidakbahagiaan melalui kesadaran diri
yang akurat.
b.
Mencapai kepuasan pribadi
Individu mungkin lebih suka dalam kegiatan
karir yang mirip dengan minat individu atau yang memberikan perasaan emosional
dan atau kesenangan fisik. Untuk memperoleh kepuasan dari pekerjaan, individu
harus memahami persyaratan karir dan mengenali minat beserta keinginannya.
c.
Mempersiapkan diri untuk memperoleh penempatan
dan penghasilan yangsesuai (preparing for adequate placement).
Individu yang akan mencari pekerjaan harus
dirancang secara khusus selama perencanaan karir. Individu mungkin ingin
menghindari daerah daerah yang memberikan peluang terbatas atau tidak sesuai
dengan minatnya. Pendekatan seperti ini akan membantu individu menemukan karir,
jenis karir dan menerima karir.
d.
Efisien usaha dan penggunaan waktu (
efficiently using time and affort )
Tujuan lain perencanaan karir adalah untuk
memungkinkan individu untuk secara sistematis memilih karir. Perencanaan sistematis
akan membantu menghindari metode uji coba ( trial and error ) an membantu
menghabiskan ebih banyak waktu bekerja kearah lain. individu dapat menggunakan
waktu secara efisien untuk mempelajari diri senderiri dalam kaitanya dengan
berbagai pilihan karir. Umumnya orang orang yang telah berpartisipasi dalam
perencanaan karir lebih puas dengan karir mereka dan tetap aktif bekerja lebih
lama dari pada mereka yang tidak melakukan perencanaan karir.
Adapun Manfaat dari Perencanaan
karir adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan karier memberikan
petunjuk tentang siapa diantara para pekerja yang wajar dan pantas untuk
dipromosikan di masa depan dan dengan demikian suplai intenal melalui karyawan
dari dalam perusahaan dapat lebih tejamun. Berarti organisasi tidak selalu
harus mencari tenaga kerja dari luar organisasi untuk mengisi lowongan yang
terjadi karena berbagai hal seperti adanya pekerja yang berhenti, diberhentikan
memasuki usia pensiun atau meninggal dunia.
2. Perhatian yang lebih besar dari
bagian kepegawaian terhadap pengembangan karier para anggota organisasi
meumbuhkan loyalitas yang lebih tinggi dan komitmen organisasional yang lebih
besar di kalangan pegawai. Sika demikian pada umumnya mengakibatkan keinginan
pindah ke organisasi berusaha memelihara kepentingan dan memuaskan kebutuhan
para anggotanya.
3. Telah umum dimaklumi bahwa dalam
diri setiap orang masih terdapat kemampuan yang belum digunakan secara optimal
sehingga perlu dikembangkan agar berubah sifatnya dari optimal sehingga perlu
dikembangkan agar berubah sifatnya dari potensi menjadi kekuatan nyata. Dengan
adanya sasaran karier yang jelas para pegawai terdorong untuk mengembangkan potensi
tersebut untuk kemudian dibuktikan dalam pelaksanaan pekerjaan dengan lebih
efektif dan produktif dibarengi oleh perilaku positif sehingga organisasi
semakin mapu mencapai berbagai tujuan dan sasarannya, dan para pegawai pun
mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi
4. Perencanaan karier mendorong para
pekerja untuk bertumbuh dan berkembang, tidak hanya secara mental intelektual,
akan tetapi juga dalam arti profesional.
2.
Tujuan Konseling Karir
Setiap perilaku mempunyai tujuan tertentu.
Perilaku dalam hal ini yaitu layanan mengenai bimbingan karir. Dalam layanan
bimbingan karir yang harus ditekankan adalah bahwa para siswalah yang paling
aktif mengenali dirinya, memahami dan menemukan dirinya, memahami gambaran
dunia kerja, dan para siswa itu sendiri yang akan memilih dan memutuskan
pilihannya. Sedangkan para guru/konselor hanya memberikan bantuan, pengarahan,
dan bimbingan.
Secara umum, tujuan Konseling karir adalah
sebagai berikut:[7]
a.
Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat, dan
kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
b.
Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan
informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi kerja.
c.
Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja.
Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri,
asalkan bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norms agama.
d.
Memahami relevansi kompetensi belajar
(kemampuan menguasai pekerjaa) dengan persyaratan keahlian atau ketrampilan
bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
e.
Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas
karir, dengan cara mengenali cirri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang
dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan
kesejahteraan kerja.
f.
Memiliki kemampuan merencanakan masa depan,
yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang
sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan social ekonomi.
g.
Mengenak ketrampilan, minat, dan bakt.
Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh minat dan
bakat yang dimiliki. Oleh karena itu, setiap orang harus memahami kemampuan dan
minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat
terhadap pekerjaan tersebut.
h.
Memiliki kemampuan atau kematangan untuk
mengambil keputusan karir.
i.
Memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana
hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat.
Secara spesifik
tujuan dari bimbingan karir adalah membantu para siswa agar: [8]
a.
Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri,
terutama yang berkaitan dengan potensi yang ada dalam diriny mengenai
kemampuan, minat, bakat, sikap, dan cita-citanya.
b.
Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada
dalam dirinya dan yang ada dalam masyarakat.
c.
Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis
pendidikan dan latihah yang diperlukan bagi suatu bidang tertentu, serta
memahami hubungan usaha dirinya yang sekarang dengan masa depannya.
d.
Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin
timbul, yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta
mencari jalan untuk dapat mengatasi hambata-hambatan tersebut.
e.
Para siswa dapat merencanakan masa depannya, serta
menemukan karir dan kehidupannya serasi atau sesuai.
Dari uraian
tersebut di atas, tampak bahwa konseling karir merupakan usaha untuk mengetahui
dan memahami diri, memahami apa yang ada dalam diri sendiri dengan baik, serta
untuk mengetahui dengan baik pekerjaan apa saja yang ada dan persyaratan apa
yang dituntut untuk pekerjaan itu.
Selanjutnya,
siswa dapat memadukan apa yang dituntut oleh suatu pekerjaan atau karir dengan
kemampuan atau potensi yang ada dalam dirinya. Apabila terdapat
hambatan-hambatan maka hambatan apa yang sekiranya ada dan bagaimana cara
mengatasinya. Dengan mengatasi hambatan yang mungkin ada, berarti salah satu
masalah telah dapat diatasinya.
C.
Metode Penyampaian Konseling Karir
Sebelum
membahas tentang metode dalam konseling karir, maka terlebih dahulu akan dikemukakan
teori-teori yang mendasari bimbingan konseling.
Ada sejumlah pakar dari Barat yang
mengemukakan teorinya tentang karier. Dari sejumlah pakar yang menaruhkan
perhatiannya pada soal karier dan pilihan karier ini akan disajikan enam yang
dipandang teorinya. Teori-teori itu adalah teori perkembangan karier Super,
teori perkembangan karier Ginzberg, Teori pemilihan jabatan Hoppock, teori
Pilihan Jabatan Holland, teori pengambilan keputusan karier Krumbortz, dan
teori trait-and-factor.
1.
Teori Perkembangan Jabatan Donald Super
Teori lain yang memandang pilihan karier
sebagai bentuk perkembangan adalah dari Donald Super. Teori ini dasarnya adalah
bahwa kerja itu penwujudan konsep diri. Artinya orang mempunyai konsep diri dan
dia berusaha menerapkan konsep diri itu dengan memilih pekerjaan, hal yang
menurut orang tersebut paling memungkinkannya berekspresi diri. Menurut paham
ini, pilihan karier adalah soal mencocokkan (matching). Di dalam irama hidup
orang, terjadi perubahan-perubahan dan ini berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan
konsep diri itu. Teori perkembangan menerima teori matching (teori konsep
diri), tetapi memandang bahwa pilihan kerja itu bukan peristiwa yang sekali
terjadi dalam hidup seseorang (misalnya waktu tamat pendidikan dan mau
meninggalkan sekolah). Orang dan situasi lingkungannya itu berkembang, dan
keputusan karier itu merupakan rangkaian yang tersusun atas keputusan yang
kecil-kecil.
Pilihan kerja merupakan fungsi tahap
perkembangan orang dan prosesnya berlangsung dalam rangka penunaian
kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang dinamakan Super tugas-tugas
perkembangan pekerjaan. Tugas-tugas perkembangan itu adalah preferensi
pekerjaan (14-18 tahun), spesifikasi preferensi (18-21 tahun), implementasi
preferensi (21-25 tahun), stabilisasi di dalam suatu pekerjaan (25 – 35 tahun),
dan konsolidasi status dan kemajuan (masa akhir usia 30-an dan pertengahan usia
40-an).
Teori Super dinyatakan dalam bentuk proposisi.
Pada mulanya, yaitu pada 1953, Super mengenali sepuluh proposisi, kemudian,
1957, bersama Bachrach, itu dikembangkan menjadi dua belas. Proposisi-proposisi
itu adalah (Super, 1984):
1.
Orang itu berbeda-beda kemampuan, minat dan
kepribadiannya.
2. Karena
sifat-sifat tersebut, orang itu mempunyai kesenangan untuk melakukan sejumlah
pkerjaan.
3. Setiap
pekerjaan menghendaki pola kemampuan, minat dan sifat kepribadian yang cukup
luas, sehingga bagi setiap orang tersedia beragam pekerjaan dan setiap
pekerjaan terbuka bagi bermacam-macam orang.
4. Preferensi dan
kemampuan vokasional, dan konsep diri orang itu berubah-ubah. Pilihan dan
penyesuaian merupakan proses yang berkelanjutan.
5. Orang mengalami
proses perubahan melalui tahap-tahap pertumbuhan (Growth), eksplorasi,
kemapanan (establishment), pemeliharaan (maintenance), dan
kemunduran (decline).
1)
Growth (sejak lahir hingga 14 atau 15 tahun),
ditandai dengan perkembangan kapasitas, sikap, minat, dan kebutuhan yang
terkait dengan konsep diri;
2)
Exploratory (usia 15-24), ditandai dengan fase tentative
di mana kisaran pilihan dipersempit tetapi belum final. Tahap eksplorasi selanjutnya
terbagi atas fase-fase fantasi, tentatif dan realistik.
3)
Establishment (usia 25-44), ditandai dengan trial dan
stabilisasi melalui pengalaman kerja; tahap kemapanan terbagi atas fase-fase
uji coba (trial) dan keadaan mantap (stable)
4)
Maintenance (usia 45—64), ditandai dengan proses
penyesuaian berkelanjutan untuk memperbaiki posisi dan situasi kerja; dan
5)
Decline (usia 65+), ditandai dengan
pertimbangan-pertimbangan pra-pensiun, output kerja, dan akhirnya pensiun.
Tahap-tahap
kehidupan tersebut disebut “daur besar” (maxycycle). Orang mengalami
juga daur yang lebih kecil ketika dalam peralihan dari satu tahap, ke tahap
berikutnya, yaitu waktu terjadi ketakmantapan karier. Keadaan ini menimbulkan
pertumbuhan baru, eksplorasi baru, dan perlembagaan baru.
1.
Pola karier orang ditentukan oleh taraf
sosioekonomi orangtua, kemampuan mental, ciri kepribadian dan oleh tersedianya
kesempatan. Yang dimaksud dengan keadaan pola karier ialah tingkat pekerjaan
ya-rg dicapai dan bagaimana sekuensi (runtunan), frekuensi (keseringan), dan
durasi (lama kelangsungan) pekerjaan-pekerjaan yang masih bersifat uji coba dan
yang sudah mantap.
2.
Perkembangan orang dalam melewati tahap-tahap
dapat dipandu dengan bantuan untuk pematangan kemampuan dan minat dan dengan
bantuan untuk melakukan uji realitas (reality testing) serta untuk
mengembangkan konsep diri.
3.
Perkembangan karier adalah proses mensintesis
dan berbuat kompromi dan pada dasarnya ini adalah soal konsep diri. Kosep diri
merupakan hasil interaksi kemampuan bawaan keadaan fisik, kesempatan berperan,
dan evaluasi apakah peranan yang dimainkan itu memperoleh persetujuan orang
yang lebih tua atau atasan dan teman-teman.
4.
Proses mensintesis atau kompromi antara
faktor-faktor individu dan sosial, antara konsep diri dan realitas, adalah
proses permainan peranan dalam berbagai latar dan keadaan (pribadi, kelompok,
pergaulan, hubungan, kerja).
5.
Penyaluran kemampuan, minat, sifat kepribadian,
dan nilai menentukan diperolehnya kepuasan kerja dan kepuasan hidup. Kepuasan
juga bergantung pada kemapanan dalam pekerjaan, situasi pekerjaan, dan cara
hidup yang memungkinkan orang memainkan peranan yang dinilai cocok dan patut.
6.
Kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu
selaras dengan penerapan konsep diri.
7.
Bekerja dan pekerjaan merupakan titik pusat
organisasi kepribadian bagi kebanyakan orang, sedangkan bagi segolongan orang
lagi yang menjadi titik pusat adalah hal lain, misalnya pengisian waktu
senggang dan kerumahtanggaan.
Dalam
perkembangan selanjutnya, melalui studi-studi dan kajian-kajian, dan memperoleh
balikan dan kecaman atas teorinya dari sejumlah pakar, Super menyempurnakan
teorinya.
2.
Teori Perkembangan Jabatan Ginzberg
Menurut
Ginzberg, Ginzburg, Axelrad, dan Herma (1951) perkembangan dalam proses pilihan
pekerjaan mencakup tiga tahapan,yang utama, yaitu fantasi, tentatif dan
rearistik Dua masa dari padanya, yaitu tentatif dan rearistik, masing-masing
dibagi atas beberapa tahap. Masa tentatif mencakup usia lebih kurang 11 sampai
18 tahun (masa anak bersekolah di SMP dan SMA) dan meliputi empat tahap, yaitu
minat, kapasitas, nilai, dan transisi. Masa realistik adalah masa usia anak
mengikuti kuliah, atau mulai bekerja. Masa ini pun bertahap, yaitu eksplorasi,
kristalisasi, dan spesifikasi.
Mengenai masa
fantasi (yang mencakup usia sampai kira-kira sepuluh atau dua beias tahun), hal
ini tidak seberapa diketahui, tidak seperti halnya kedua masa lainnya. Ciri
utamanya adalah dalam memilih pekerjaan anak bersifat sembarangan, artinya asal
pilih saja. Pilihannya tidak didasarkan pada pertimbangan yang masak mengenai
kenyataan yang ada, tetapi pada kesan atau khayalannya belaka. Umpamnya anak
umur lima tahun ingin menjadi tentara karena kegagahannya atau menjadi dokter
karena dokter itu umumnya bermobil mewah dan penghasilannya besar dari praktik swasta.
Anak seperti percaya bahwa ia, bisa menjadi apa saja dan ini berdasarkan kesan
yang diperolehnya mengenai orang-orang yang bekerja atau keadaan lingkungan
kerjanya.
Dalam masa
tentatif pun, pilihan karier orang mengalami perkembangan. Mula-mula pertimbangan
karier itu hanya berdasarkan kesenangan, ketertarikan atau minat, sedangkan
faktor-faktor lain tidak dipertimbangkan. Menyadari bahwa minatnya berubah-ubah
maka anak mulai menanyakan kepada diri sendiri apakah dia memiliki kemampuan
atau kapasitas melakukan suatu pekerjaan, dan apakah kapasitas itu cocok dengan
minatnya. Tahap berikutnya, waktu anak bertambah besar, anak menyadari bahwa di
dalam pekerjaan yang dilakukan orang ada kandungan nilai, yaitu nilai pribadi
dan/atau nilai kemasyarakatan- bahwa kegiatan yang satu lebih mempunyai nilai
daripada lainnya.
Masa transisi
adalah masa peralihan sebelum orang memasuki masa pilihan realistik. Dalam masa
ini anak memadukan orientasi-orientasi pilihan yang dimiliiki sebelumnya, yaitu
orientasi minat, orientasi kapasitas, dan orientasi nilai.
Pada tahap
realistik anak melakukan eksplorasi dengan memberikan penilaian atas
pengalaman-pengalaman kerjanya dalam kaitan dengan tuntutan sebenarnya, sebagai
syarat untuk bisa memasuki lapangan pekerjaan, atau kalau tidak bekerja, untuk
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. lni disebut masa eksplorasi.
Penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
kerja ini mengental dalam bentuk pola-pola vokasional yang jelas. Dalam
kegiatan-kegiatan selama tahap eksplorasi, anak mungkin mencapai keberhasilan
tetapi mungkin juga kegagalan. Pengalaman-pengalaman berhasil dan gagal ini
ikut membentuk pola itu. Inilah tahap kristalisasi ketika anak mengambil
keputusan pokok dengan mengawinkan faktor-faktor yang ada, baik yang dari dalam
diri (internal) maupun yang dari luar diri (eksternal). Adanya tekanan keadaan
ini, misalnya tekanan waktu, ikut memaksa anak untuk pada akhirnya harus
mengambil keputusan. Jika tahap ini sudah dilalui maka sampailah anak ke tahap
akhir, yaitu tahap spesifikasi.
Pada tahap
spesifikasi anak memilih pekerjaan spesifik, maksudnya pekerjaan tertentu yang
khusus. Misalnya, kalau anak memilih pekerjaan bidang pendidikan, ia akan
mengkhususkan pilihannya itu pada pekerjaan guru dan bukan pekerjaan lain di
bidang pendidikan, seperti konselor, ahli media pembelajaran, pengembang
kurikulum, atau pustakawan sekolah.
Di bidang
keguruan, ia akan lebih khusus lagi pilihannya dengan rnenyebutkan guru bidang
studi apa (e.g. Matematika, atau Bahasa Indonesia, atau Olah raga), di jenis
dan jenjang sekolah apa (e.g. SD atau TK, atau SMK, atau perguruan tinggi),
sekolah negeri atau swasta, dimana (di kota atau luar kota atau daerah
tertentu), dan sebagainya.
Teori Ginzberg
dikembangkan pada l951 berdasarkan hasil studi melalui pengamatan dan wawancara
dengan sampel yang terdiri atas jenis laki-laki, dari keluarga yang
pendapatannya di atas rerata, banyak dari ayahnya adalah tenaga profesional dan
ibunya berpendidikan tinggi. Jadi sampelnya terbatas adanya, yang mencakup sub
kelompok tertentu dari seluruh populasi, dan menilik latar belakang sampelnya,
peluang mereka untuk memilih luas. Demikianlah, teori Ginzberg tiaat
menjelaskan pilihan karier keseluruhan populasi. Dalam hal ini mereka yang
berasal dari kalangan yang penghasilannya rendah. Di kalangan mereka ini,
anak-anaknya mungkin sudah bekerja pada umur delapan belas tahun, atau bahkan
mungkin lebih awal, karena tekanan keadaan. Dalam sampel yang menjadi dasar
teori juga tidak ada orang perempuan pada umumnya.
Teori Ginzberg
mempunyai tiga unsur, yaitu proses (bahwa pilihan pekerjaan itu suatu proses),
irreversibilitas (bahwa pilihan pekerjaan itu tidak bisa diubah atau di balik),
dan kompromi (bahwa pilhan pekerjaan itu kompromi antara faktor-faktor yang
main, yaitu minat, kemampuan, dan nilai). Teori ini kemudian pada tahun 1970,
direvisi. Proses yang semula berakhir pada awal masa dewasa atau akhir masa
remaja, kemudian dirumuskan bahwa itu tidak demikian halnya tetapi berlangsung
terus. Mengenai irreversibilitas, adanya pembatasan pilihan tidak mesti berarti
bahwa pilihan itu bersifat menentukan. Apa yang terjadi sebelum orang berumur
dua puluh tahun mempengaruhi kariemya. Tersedianya kesempatan bisa saja
menyebabkan orang berubah dalam pilihan pekerjaannya.
Konsep kompromi
juga mengalami revisi sebagai hasil temuan-temuan risetnya. Konsep dasar
tentang kompromi tetap, yaitu bahwa dalam pemilihan pekerjaan ada unsur
kompromi. Hanya saja, hal itu bukan peristiwa sekali saja. Konsep optimisasi
yang merupakan penyempurnaan teorinya berarti bahwa setiap orang berusaha
mencari kecocokan paling baik antara minatnya yang terus mengalami perubahan,
tujuan-tujuannya , dan keadaar yang juga terus berubah. Kompromo bersifat
dinamis dan berlangsung seumur hidup. Revisi-revisi yang didasarkan pada hasil
penelitian memberikan rumusan baru mengenai pilihan karier.
Rumusan
terakhir mengatakan bahwa pilihan pekerjaan (pilihan okupasional) itu
“merupakan proses pengambilan keputusan yang berlangsung sepanjang hayat, di
mana individu terus-menerus berusaha mencari kecocokan optimal antara tujuan
karier dan kenyataan dunia kerja”.
Rumusan yang
baru dikemukakan tersebut, selanjutnya dimodifikasi dengan diperolehnya
temuan-temuan riset tambahan selama sepuluh tahun. Rumusan terbaru berbunyi:
“Pekerjaan
merupakan proses pengambilan yang berlangsung sepanjang hayat bagi mereka yang
mercari banyak kepuasan dari pekerjaannya. Ini mengharuskan mereka
berulang-ulang melakukan penilaian kembali, dengan maksud mereka dapat
mencocokkan tujuan-tujuan karier yang terus berubah-ubah dengan kenyataan dunia
kerja”
3.
Teori Pemilihan Jabatan Hoppock
Agar seseorang
mempunyai pilihan yang tepat terhadap suatu pekerjaan, jabatan atau kariernya,
Hoppock mengemukakan 10 pokok pikiran yang kemudian dijadikan tulang punggung
teorinya. Butir-butir dari teori pemilihan jabatan tersebut diantanya:
1.
Pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan
atau untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan fisik
dan psikologis. Setiap individu akan menghadapi kebutuhan fisik maupun
psikologis yang memiliki pengaruh kepada individu bersangkutan yang satu dengan
yang lainnya berbeda-beda. Oleh karena itu Hoppock menyimpulkan bahwa reaksi
individu terhadap kebutuhan fisik dan psikologis memiliki pengaruh terhadap
arah pilih jabatan.
2.
Pekerjaan, jabatan atau karier yang dipilih
adalah jabatan yang diyakini bahwa jabatan itu paling baik untuk memenuhi
kebutuhannya. Individu memilih pekerjaan, jabatan atau karier adalah jabatan
yang paling memenuhi kebutuhan yang paling diinginkan
3.
Pekerjaan, jabatan atau karier tertentu dipilih
seseorang apabila untuk pertama kali dia menyadari bahwa jabatan itu dapat
membantunya dalam memenuhi kebutuhannya. Orang menyadari tentang berbagai jenis
pekerjaan dengan berbagai jenis situasinya, dan secara langsung dia akan
menyadari bahwa pekerjaan itu dapat memberikan pengalaman yang memuaskan dan
ada pula yang memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan atau mengecewakan,
yang mengakibatkan seseorang akan tertarik atau menghindari pekerjaan tertentu.
Menurut Hoppock pada saat inilah pemilihan jabatan baru dimulai.
4.
Kebutuhan yang timbul mungkin bisa diterima
secara intelektual yang diarahkan untuk tujuan tertentu.
5.
Pemilihan pekerjaan, jabatan atau karier akan
menjadi lebih baik apabila seseorang lebih mampu memperkirakan bagaimana
sebaiknya jabatan yang akan datang itu akan memenuhi kebutuhannya.
6.
Informasi mengenai diri sendiri mempengaruhi
pilihan pekerjaan, jabatan atau karier karena dengan demikian seseorang akan
mengetahui apa yang diinginkannya, dan ia mengetahui pekerjaan yang tepat bagi
potensi dirinya.
7.
Informasi mengenai jabatan akan membantu dalam
pemilihan jabatan karena informasi tersebut membantunya didalam menemukan
apakah pekerjaan-pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhannya, dan membantunya
untuk mengantisipasi seberapa jauh kepuasan yang dapat diharapkan dalam suatu
pekerjaan bila dibandingkan dengan pekerjaan lain.
8.
Kepuasan dalam pekerjaan tergantung pada
tercapai atau tidaknya kebutuhan seseorang. Jadi, tingkat kepuasan ditentukan
oleh perbandingan antara apa yang diperoleh dan apa yang diinginkan.
9.
Kepuasan kerja dapat diperoleh dari suatu
pekerjaan yang memenuhi kebutuhan sekarang atau dari suatu pekerjaan yang
menyajikan terpenuhinya kebutuhan di masa mendatang.
10.
Pilihan pekerjaan selalu dapat berubah apabila
seseorang yakin bahwa perubahan tersebut lebih baik untuk pemenuhan
kebutuhannya.
4.
Teori Pilihan Jabatan John Holland
Menurut John
Holland (1973), individu tertarik pada suatu karier tertentu karena
kepribadiannya dan berbagai variabel yang melatarbelakanginya. Pada dasarnya,
pilihan karier merupakan ekspresi atau perluasan kepribadian ke dalam dunia
kerja yang diikuti dengan pengidentifikasian terhadap stereotipe okupasional
tertentu.
Perbandingan
antara self dengan persepsi tentang suatu okupasi dan penerimaan atau
penolakannya merupakan faktor penentu utama dalam pilihan karier. Harmoni
antara pandangan seseorang terhadap dirinya dengan okupasi yang disukainya
membentuk “modal personal style”.
Dalam proses pembuatan keputusan karier, Holland berasumsi bahwa
tingkat pencapaian dalam sebuah karier ditentukan terutama oleh individual
self-evaluations. Intelegensi dipandang sebagai kurang penting dibanding
kepribadian dan minat. Lebih jauh, faktor inteligensi sudah tercakup di dalam
klasifikasi tipe-tipe kepribadian; misalnya, individu yang investigatif pada
umumnya cerdas dan secara alami memiliki keterampilan penalaran analitik dan
abstrak. Menurut Holland, stabilitas pilihan karier sangat tergantung pada
dominansi orientasi personal individu, yang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Teori Holland memberikan penekanan pada ketepatan self-knowledge
dan informasi karier yang diperlukan untuk pembuatan keputusan karier.
Dampaknya sangat besar pada prosedur asesmen minat dan prosedur konseling
karier. Implikasinya untuk konseling adalah bahwa tujuan utama konseling adalah
mengembangkan strategi untuk meningkatkan pengetahuan tentang diri, berbagai
persyaratan okupasional dan berbagai macam lingkungan kerja
5.
Teori
Pengambilan Keputusan Karier Krumboltz
Penggunaan pendekatan teori
social-learning dalam pemilihan karier telah dipelopori oleh Krumboltz,
Mitchell, dan Gelatt (1975). Teori ini merupakan upaya untuk menyederhanakan
proses pemilihan karier, terutama didasarkan atas peristiwa-peristiwa kehidupan
yang berpengaruh terhadap penentuan pilihan karier. Dalam teori ini, proses
perkembangan karier melibatkan empat faktor yaitu: (1) warisan genetic dan
kemampuan khusus, (2) kondisi dan peristiwa lingkungan, (3) pengalaman belajar,
dan (4) keterampilan pendekatan tugas.
Warisan genetik dan kemampuan khusus
mencakup sejumlah kualitas bawaan yang dapat membatasi kesempatan karier
individu.
Kondisi dan peristiwa lingkungan
dipandang sebagai faktor yang berpengaruh yang sering kali berada di luar
control individu. Peristiwa-peristiwa dan keadaan tertentu di dalam lingkungan
individu mempengaruhi perkembangan keterampilan, kegiatan, dan pilihan karier.
Faktor ketiga, pengalaman belajar,
mencakup pengalaman belajar instrumental dan asosiatif. Pengalaman belajar
instrumental adalah yang dipelajari individu melalui reaksi terhadap
konsekuensi, tindakan yang hasilnya dapat langsung teramati, dan melalui reaksi
orang lain. Konsekuensi kegiatan belajar dan pengaruhnya terhadap perencanaan
dan perkembangan karier ditentukan terutama oleh reinforcement atau
nonreinforcement kegiatan tersebut, warisan genetic individu, kemampuan dan
keterampilan khususnya, dan tugas pekerjaan itu sendiri. Pengalaman belajar
asosiatif mencakup reaksi negative dan positif terhadap pasangan situasi yang
sebelumnya bersifat netral. Misalnya, pernyataan”semua politisi tidak jujur”
dan “semua banker kaya” berpengaruh terhadap persepsi individu tentang okupasi
ini. Asosiasi seperti ini dapat juga dipelajari melalui observasi, bacaan, dan
film.
Faktor keempat, keterampilan
pendekatan tugas (tasks approach skills), mencakup keterampilan-keterampilan
yang sudah dikembangkan oleh individu, seperti keterampilan problem-solving,
kebiasaan kerja, mental sets, respon emosional, dan respon kognitif.
Keterampilan-keterampilan ini menentukan hasil masalah dan tugas yang dihadapi
oleh individu. Tasks approach skills sering kali termodifikasi akibat
pengalaman yang bagus maupun jelek.
Krumboltz et al. menekankan bahwa
pengalaman belajar yang unik dari masing-masing individu selama hidupnya
menyebabkan berkembangnya pengaruh-pengaruh primer yang mengarahkan pilihan
kariernya. Pengaruh tersebut mencakup:
(1) Penggeneralisasian self berdasarkan
pengalaman dan kinerja yang terkait dengan standar yang dipelajari,
(2)
Keterampilan
yang dipergunakan dalam menghadapi lingkungan, dan
(3)
Perilaku
memasuki karier seperti melamar pekerjaan atau memilih lembaga pendidikan atau
pelatihan.
Pembentukan keyakinan dan
generalisasi individu merupakan hal yang sangat penting dalam model
social-learning. Peranan konselor adalah menelusuri asumsi-asumsi dan keyakinan
individu dan mengeksplorasi alternative keyakinan dan tindakan yang perlu
dilakukan. Membantu individu memahami sepenuhnya validitas keyakinan individu
merupakan komponen utama model social-learning. Secara spesifik, konselor
sebaiknya berusaha mengatasi masalah-masalah berikut:
1.
Individu
mungkin tidak dapat mengakui bahwa masalah yang dihadapinya dapat diatasi
(mereka berasumsi bahwa sebagian besar masalah merupakan bagian dari kehidupan
yang normal dan tidak dapat diatasi).
2.
Individu
mungkin tidak dapat melakukan upaya yang dibutuhkan untuk membuat keputusan
atau memecahkan masalah (mereka tidak banyak berusaha mengeksplorasi alternatif).
3.
Individu
mungkin tidak menyadari adanya alternative yang memuaskan (mereka melakukan
overgeneralisasi asumsi yang salah).
4.
Individu
mungkin memilih alternative yang buruk atau alas an yang tidak tepat (individu
tidak mampu mengevaluasi karier secara realistic karena keyakinan yang salah
dan ekspektasi yang tidak relistik).
5.
Individu
mungkin mengalami kekecewaan dan kecemasan akibat persepsi bahwa mereka tidak
dapat mencapai tujuan yang diinginkannya (tujuannya mungkin tidak realistik
atau konflik dengan tujuan lain).
Krumboltz
et al. juga memberikan beberapa observasi untuk konseling karier sebagai
berikut:
1. Pembuatan keputusan karier merupakan
keterampilan yang dipelajari.
2. Individu yang mengaku telah
melakukan pilihan karier memerlukan bantuan juga (pilihan kariernya mungkin
telah dilakukan berdasarkan informasi yang tidak akurat dan alternative yang
keliru).
3. Keberhasilan diukur berdasarkan
keterampilan yang telah ditunjukkan mahasiswa dalam membuat keputusan
(diperlukan evaluasi terhadap keterampilan membuat keputusan).
4. Klien berasal dari berbagai macam
kelompok.
5. Klien tidak usah merasa bersalah
jika mereka tidak yakin tentang karier apa yang harus dimasukinya.
6. Tidak ada satu okupasi yang dapat
dipandang tepat untuk semua orang.
6. Teori Trait & Factor
Di kalangan para pelopor teori
konseling vokasional, Parsons (1909) berpendapat bahwa bimbingan vokasional
dilakukan pertama dengan mempelajari individu, kemudian dengan menelaah
berbagai okupasi, dan akhirnya dengan mencocokkan individu dengan okupasi.
Proses ini, yang disebut teori trait-and-factor, secara sederhana dapat
diartikan sebagai mencocokkan karakter individu dengan tuntutan suatu okupasi
tertentu, yang pada gilirannya akan memecahkan masalah penelusuran kariernya.
Teori trait-and-faktor ini berkembang dari studi tentang perbedaan-perbedaan
individu dan perkembangan selanjutnya terkait erat dengan gerakan testing atau
psikometri. Teori ini berpengaruh besar terhadap studi tentang deskripsi
pekerjaan dan persyaratan pekerjaan dalam upaya memprediksi keberhasilan
pekerjaan di masa depan berdasarkan pengukuran traits yang terkait dengan
pekerjaan. Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi bahwa individu
mempunyai pola kemampuan unik atau traits yang dapat diukur secara objektif dan
berkorelasi dengan tuntutan berbagai jenis pekerjaan.
Pengembangan instrumen asesmen dan
penyempurnaan informasi tentang okupasi terkait erat dengan teori
trait-and-faktor. Perkembangan nilai-nilai individu dalam proses pembuatan
keputusan karier juga merupakan faktor yang signifikan. Beberapa ahli
berpendapat bahwa teori trait-and-factor mungkin lebih tepat disebut psikologi
diferensial terapan.
Williamson merupakan seorang
pendukung kuat konseling berdasarkan teori trait-and-factor. Penggunaan
prosedur konseling Williamson menggunakan pendekatan trait-and-factor yang
dikembangkan dari karya Parsons. Bahkan ketika diintegrasikan ke dalam
teori-teori bimbingan karier lain, pendekatan trait-and-faktor memainkan
peranan yang sangat vital. Dampak dan pengaruhnya terhadap perkembangan
teknik-teknik asesmen dan penggunaan informasi tentang karier sangat besar.
Namun demikian, selama tiga dekade
terakhir ini asumsi dasar pendekatan trait-and-factor telah mendapat tantangan
yang sangat kuat. Keterbatasan testing telah dibuktikan dalam dua proyek
penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Thorndike dan Hagen (1959), yang
mengikuti pola karier 10.000 laki-laki yang telah diberi tes dalam angkatan
bersenjata pada masa Perang Dunia II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tes yang diberikan 12 tahun sebelumnya tidak akurat memprediksi keberhasilan
karier karena berbagai alas an. Banyak individu yang menjabat pekerjaan yang
tidak berhubungan dengan hasil pengukuran kemampuannya. Penelitian lain oleh
Ghiselli (1966) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan prediksi keberhasilan
dalam program pelatihan kerja berdasarkan hasil tes hanya moderat saja. Pada
umumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes saja tidak memberikan
cukup informasi untuk dapat memprediksi secara akurat keberhasilan karier di
masa depan.
Pada tahun 1984, Brown
berargumentasi bahwa teori trait-and-faktor tidak pernah sepenuhnya difahami.
Dia mengemukakan bahwa para pendukung pendekatan trait-and-faktor tidak pernah
menyetujui penggunaan testing secara berlebihan dalam konseling karier.
Misalnya, Williamson (1939) mengemukakan bahwa hasil tes hanya salah satu cara
saja untuk mengevaluasi perbedaan individu. Data lain, seperti pengalaman kerja
dan latar belakang individu pada umumnya, merupakan faktor yang sama pentingnya
dalam proses konseling karier.
Asumsi-asumsi berikut ini dari
pendekatan trait-and-factor juga menimbulkan keprihatinan tentang teori ini:
(1) hanya terdapat satu tujuan karier untuk setiap orang dan (2) keputusan
karier terutama didasarkan atas kemampuan yang terukur. Asumsi-asumsi tersebut
sangat membatasi jumlah faktor yang dapat dipertimbangkan dalam proses
pengembangan karier. Pada intinya, pendekatan trait-and-faktor itu terlalu
sempit cakupannya untuk dipandang sebagai teori utama perkembangan karier.
Namun demikian, kita harus mengakui bahwa prosedur analisis okupasional dan
asesmen baku yang menekankan pendekatan trait-and-faktor itu tetap bermanfaat
dalam konseling karier.
Metode yang
dimaksudkan disini, yaitu bagaiman cara penyampaian dan cara penyajian
bimbingan karir tersebut, selain metode yang sudah dikenal seperti ceramah,
tanya jawab, tugas, demonstrasi dan sebagainya.
Khusus dalam
penyajian bimbingan karir bagi para siswa, dalam teknik layanan bimbingan
dikenal dengan istilah bimbingan kelompok, yang mengandung arti sebagai proses
bantuan yang diberikan kepada individu/siswa dengan melalui situasi kelompok.
Penyajian ini dipilih atas dasar bahwa:
1.
Masalah karir, adalah merupakan masalah umum
bagi para siswa. Dengan penyelenggaraan bimbingan kelompok ini memberikan
kemungkinan kesempatan pada siswa untuk memperoleh self direction, dan self
understanding, serta pengembangan rencana di masa datang.
2.
Dalam bimbingan kelompok ini dapat memilih
diantara 3 bentuk, yaitu bimbingan kelompok yang bersifat informative,
aktivitas kelompok, dan penyembuhan.
3.
Hasil bimbingan kelompok ini, merupakan bahan
dalam bimbingan individual atau penyuluhan, khususnya penyuluhan karir.
Yang dimaksud dengan kelompok di sini perlu
dibedakan dari massa, kerumunan orang, atau kolektif, yang terikat oleh
kesamaan waktu dan tempat. Bahwa yang dimaksud dengan kelompok di sini adalah
ditandai dengan adanya tujuan bersama, kebutuhan bersama, dan saling
berinteraksi.
D.
Program Konseling Karir di Sekolah
Setiap kegiatan perlu didahului dengan
pembuatan suatu program, hal ini agar apa yang menjadi tujuan semula, dapat
tercapai, atau sekurang kurangnya membatasipenyimpangan yang terlalu jauh.
Sebab dengan pembuatan suatu program telah dipertimbangkan dengan kondisi
tempat, sekolah, kemampuan yang ada, fasilitas, kesempatan, sasaran didik,
personalia dan sebagainya.
Program konseling karir meliputi:
1.
Asas Pelaksanaan
a.
Pelaksanaan konseling karir di sekolah harus
didasarkan kepada hasil penelusuran yang cermat terhadap kemampuan dan minat
siswa serta pola dan jenis karir dalam masyarakat.
b.
Pemilihan dan penentuan jenis bidang karir
didasarkan kepada keputusan siswa sendiri melalui penelusuran kemampuan dan
minat serta pengenalan karir dalam masyarakat, baik karir yang telah berkembang
maupun yang mungkin dapat dikembangkan dalam masyarakat.
c.
Pelaksanaan konseling karir harus merupakan
suatu proses yang berjalan terus mengikuti pelaksanaan program pendidikan di
sekolah, dan sebaiknya juga setelah tamat sekolah.
d.
Pelaksanaan konseling harus merupakan perpaduan
pendayagunaan setinggi-tingginya potensi siswa dan potensi lingkungannya.
e.
Pelaksanaan konseling karir jangan sampai
menimbulkan tambahan beban pembiayaan yang berlebihan
f.
Pelaksanaan konseling karir harus menjalin
hubungan kerja sama antara sekolah, dengan unsur-unsur di luar sekolah, dan
bersifat saling menunjang fungsi masing-masing, serta mengarah kepada
pencapaian tujuan pembinaan generasi muda yang diharapakan.
2.
Jadwal Kegiatan
Kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan dalam konseling karir sebaiknya tertuangkan di dalam
jadwal kegiatan. Di dalamnya mencakup langkah-langkah: Persiapan, meliputi
pemberian informasi kepada (siswa, guru bidang studi, wali kelas, orang tua
siswa, instansi yang diperlukan, atau masyarakat).
·
Menentukan waktu pelaksanaan konseling karir
·
Mengatur jadwal kegiatan siswa
·
Menentukan sumber-sumber informasi (orang
sumber atau instansi-instansi yang akan dikunjungi)
Kedua,
evaluasi/tindak lanjut, bahwa keberhasilan suatu kegiatan perlu diukur hasilnya
atas kegiatan tersebut. Hasil kegiatan konseling karir ini akan diperoleh dari
para siswa yang telah mendapat layanan konseling karir tersebut mengenai:
kognitif, afektif, dan psikomotor dari siswa yang bersangkutan.
E.
Pelaksanaan Perencaan Karir dan Konseling Karir
di Sekolah
1.
Tahapan Perencanaan Karir
Proses atau langkah-langkah yang akan ditempuh
untuk menyusun rencana karir terdiri atas hal-hal berikut ini :
a.
Menilai Diri Sendiri
Hal utama dalam memulai perencanaan karir
adalah bertanya atau memahami diri sendiri. Mengenali peluang-peluang,
kesempatan-kesempatan, kendala-kendala, pilihan-pilihan,
konsekuensi-konsekuensi, keterampilan, bakat dan nilai berhubungan pada
kesempatan karir.
b.
Menetapkan Tujuan Karir
Setelah orang dapat menilai kekuatan,
kelemahan, dan setelah mendapat pengetahuan tentang arah dari kesempatan kerja,
maka tujuan karir dapat diidentifikasi dan kemudian dibentuk.
c.
Menyiapkan
Rencana-Rencana
Rencana tersebut mungkin dibuat dari berbagai
macam desain kegiatan untuk mencapai tujuan karir.
d.
Melaksanakan Rencana-
Rencana
Untuk
mengimplementasika satu rencana kebanyakan diperlukan iklim
organisasi yang mendukung. Artinya bahwa manajemen tingkat atas harus mengajak
semua tingkatan dari manajemen untuk membantu bawahan mereka dalam meningkatkan
karir mereka.
2.
Pelaksanaan Konseling Karir
Pada penjelasan sebelumnya telah dikemukakan
mengenai tujuan dari bimbingan karir. Tujuan Konseling karir dapat dicapai
dengan berbagai cara, antara lain:[9]
a.
Konseling karir dilaksanakan dengan cara yang
disusun dalam suatu paket tertentu, yaitu paket bimbingan karir.
Setiap paket merupakan modul utuh yang terdiri
dari beberapa macam topic bimbingan. Sehubungan dengan itu, pihak yang
berwenang (Departemen pendidikan dan Kebudayaan) telah mengeluarkan 5 paket
paket yang dikenal dengan istilah paket bimbingan karir. Paket I mengenai
pemahaman diri, paket II mengenai nilai nilai, paket III mengenai pemahaman
lingkungan, paket IV mengenai hambatan dan cara mengatasi hambatan, serta paket
V mengenai merencanakan masa depan.
b.
Kegiatan konseling karir dilaksanakan secara
instruksional
Konseling karir tidak dilaksanakan secara
khusus, tetapi dipadukan dengan kegiatan belajar mengajar. Sehubungan dengan
itu, setiap guru dapat memberikan bimbingan karir pada saat menyampaikan
pelajaran yang berhubungan dengan karir tertentu.
c.
Konseling karir dilaksanakan dalam bentuk
pengajaran unit
Dalam hal ini kegiatan konseling karir
direncanakan dan diprogramkan oleh sekolah. Untuk beban kerja tidak diberikan
kepada guru-guru lain karena petugas konseling yang akan memberikan bimbingan
karir tersebut.
d.
Kegiatan konseling karir dilaksanakan pada
hari-hari tertentu yang disebut “hari karir” atau career day
Pada hari tersebut, semua kegiatan bimbingan
karir dilaksanakan berdasarkan program bimbingan karir yang telah dietapkan
oleh sekolah setiap tahun. Kegiatan ini diisi dengan ceramah-ceramah dari orang
orang yang competen, misalnya pemimpin perusahaan, orang orang yang dipandang
berhasil dalam dunia kerjanya, dan lain lain. Oleh karena itu, pembimbing harus
cukup jeli dan bijaksana dalam hal mencari orang-orang yang berkompeten untuk
dimintai bantuannya.
e.
Karyawisata karir yang diprogramkan oleh
sekolah
Dalam hal ini objek karyawisata ini harus
berkaitan dengan pengembangan karir siswa. Dengan karyawisata karir ini, siswa
dapat mengetahui dengan tepat apa yang ada dalam kenyataanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perencanaan karir adalah
suatu perencanaan tentang kemungkinan seorang karyawan suatu organisasi atau
perusahaan sebagai individu meniti proses kenaikan pangkat atau jabatan sesuai
persyaratan dan kemampuannya.
Sedangkan bimbingan karir
adalah proses bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu (Siswa/remaja),
agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, dan
mengenal dunia kerja,merencanakan masa depannya, dengan bentuk kehiupan yang
diharapkannya, untuk menentukan pilihannya dan mengambil keputusan sesuai
dengan keadaan dirinya dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan /tuntutan
karir yang dipilihnya.
Untuk
mencapai karir yang diinginkan, ada 2 hal penting yang harus diperhatikan yaitu
memahami dan menerima diri sendiri, memahami dan menyesuaikan diri dengan dunia
kerja.
Tujuan perencanaan karir antara lain:
a.
Memperoleh kesadaran dan pemahaman diri
(acquiring self awreness)
b.
Mencapai kepuasan pribadi
c.
Mempersiapkan diri untuk memperoleh penempatan
dan penghasilan yangsesuai (preparing for adequate placement).
d.
Efisien usaha dan penggunaan waktu
Tujuan
Konseling karir :
a.
Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri
b.
Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada
dalam dirinya dan yang ada dalam masyarakat.
c.
Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan potensi yang ada dalam dirinya
d.
Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul
e.
Merencanakan masa depannya
DAFTAR RUJUKAN
A.Ganitia, Ruslan. Bimbingan Karir. Cet.
2. Bandung: Angkasa. 1987
Dillard,
John Milton. Long Life Career Planning. New York: Mc. Milan Publishing.
1987
Salahudin, Anas. Bimbingan & Konseling.
Bandung: CV. Pustaka Setia. 2012
Sukardi, Dewa
Ketut. Bimbingan Karir di Sekolah-Sekolah. Cet.1. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 1987
Walgito, Bimo. Bimbingan
+ Konseling (Studi & Karier).Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar