Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 09 November 2016

MAKALAH PENDEKATAN HERMENEUTIK ( TEKS ) DALAM STUDY ISLAM



A.    PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah salah satu obyek kajian filsafat ilmu, karena ilmu Islam itu ruang lingkupnya luas, materinya sangat luas dan padat.Al-Qur’an sebagai sumber utama yang berisi dasar-dasar ilmu pengetahuan. Banyak ayat al-Qur’an yang maknanya masih bersifat abstrak (makna tersirat) dan membutuhkan penjelasan dan penafsiran  agar dapat dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penndidikan Islam yaitu pendidikan yang dipelajari, dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber dasar agama Islam. Muhaimin, dalam bukunya Paradigma Pendidikan Islam mengemukakan bahwa, dalam realitasnya pendidikan yang dibangun dan dikembangkan dari kedua sumber dasar tersebut terdapat beberapa visi yaitu :
1.      Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya melepaskan diri dan/atau kurang mempertimbangkan situasi yang konkret dinamika pergumulan masyarakat muslim (era klasik dan kontemporer yang mengitarinya.
2.      Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan pengalaman  dankhazananah intelektual ulama klasik.
3.      Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan situasi sosio-historis dan kultural masyarakat kontemporer, dan melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman serta khazanah intelektual ulama klasik.
4.      Pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraannya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati situasi sosio- historis  dankultural masyarakat kontemporer.[1]

            Dari pendapat tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits, masih  banyak terdapat perbedaan penafsiran konsep dan praktik penyelenggaraannya. Setiap orang menafsirkan sebuah konsep sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing berdasarkan disiplin ilmu dan metode yang digunakannya.
Oleh karena Pendidikan Islam itu merupakan suatu obyek kajian filsafat, maka penulis mencoba mengkaji pendidikan Islam dengan metode pendekatan atau kajian Hermeneutika untuk mengetahui subyek dan obyek serta seberapa jauh manfaat pendekatan hermeneutika dalam pendidikan Islam.

2.      Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah penulis paparkan dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penulisan makalah ini, di antaranya :
1.      Apakah epistemology hermeneutika itu ?
2.      Apakah ruang lingkup kajian epistemology hermeneutika ?
3.      Apakah pendekatan hermeneutika dapat digunakan dalam pendidikan Islam ?
3.      Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apakah hermeneutika dan sejarah singkat  tentang hermeneutika.
2.      Untuk mengetahui ruang lingkup  kajian hermeneutika.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap metode pendekatan hermeneutika  danurgensinya  dalam pendidikan Islam.

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian dan sejarah singkat hermeneutika.
Secara etimologi, hermeneutika berasal dari kata “hermeneuin” yang berarti menafsirkan atau seni memberikan makna (the art of interpretation).[2]
Adapun istilah hermeneutika kerap dihubungkan dengan dengan kata hermes. Hermes dalam mitologi Yunani, adalah seorang dewa yang bertugas membawa pesan-pesan para dewa kepada manusia. Agar pesan itu dipahami manusia, maka hermes terlebih dahulu menafsirkan  lantas menyampaikannya ke dalam bahasa yang dapat dipahami atau dimengerti manusia.
Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika mulai dipakai (dalam konteks ilmu pengetahuan klasik) yaitu untuk menafsirkan makna yang terkandung kitab suci, dokumen, jurisprudensi dan juga teks-teks kuno. Adapun dalam focus analisis teks, maka penafsiran difokuskan  pada dua tingkat analisis, yakni :
1.      Pada tingkat pertama atau permukaan, yakni dengan mengemukakan komentar tentang  makna kata dan kalimat.
2.      Pada tingkat ke dua atau tingkat yang lebih dalam, yakni masuk pada analisis yang lebih dalam dengan mencari makna tersembunyi dalam teks (makna alegoris).[3]
Origins (185-254 M) adalah satu contoh tokoh yang mengembangkan model penafsiran  ini menjadi system penafsiran yang kompleks dalam teologi Kristen.
            Dalam perkembangan selanjutnya , hermeneutika tidak saja digunakan sebagai  metode menafsirkan teks kitab suci. Pada masa Renaisans metode hermeneutika digunakan dalam rangka mempelajari kembali kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Kini hermeneutika berkembang sebagai metode penafsiran teks dalam pengertian luas yakni melingkupi : tanda, symbol, ritual keagamaan, karya seni, sastra, sejarah, psikologi dan lain-lain. Jadi, hermeneutika adalah metode analisis tentang segala sesuatu yang mengandung makna.[4]
2.    Ruang Lingkup Kajian Epistemologi Hermeneutika
     Kajian filsafat pada masa sekarang telah banyak menyumbangkan pemikiran-pemikiran.Baik pemikiran-pemikiran tersebut dalam lingkup kajian-kajian lapangan ilmu-ilmu humaniora maupun ilmu-ilmu keislaman.Bahkan dalam Islam, telah banyak menggunakan metode-metode kajian filsafat yang dikembangkan oleh Barat.Metode-metode seperti Realisme, Empirisme dan Fenomenologi telah menjadi dasar berpikir dalam menemukan kebenaran.Begitu juga metode terbaru yang digunakan yakni metode hermeneutic. Suatu metode penafsiran dalam epistemologi yang menghadirkan cara baru dalam memahami ilmu pengetahuan.
Sejauh ini, metode hermeneutika telah banyak mempengaruhi daya pikir serta kebenaran yang ditemukan.Namun, metode ini masih menjadi kontroversi, sebab seperti yang telah diketahui bahwa metode hermeneutika merupakan suatu produk pemkiran Barat (Yunani).
Berdasarkan kontroversi dan pertentangan yang ada antara para pemikir yang mendukung penggunaan hermeneutika sebagai metode dalam menemukan dan mengembangkan ilmu, serta pemikir yang menolak kedudukan metode hermeneutika dalam kajian ilmu, terutama dalam kajian ilmu-ilmu Islam (khususnya ilmu Al-Quran), maka penulis merasa perlu untuk mengenalkan apa dan bagaimana pendekatan epistemologi hermeneutika tersebut, yang bertujuan sebagai perbandingan metode ini  dengan metode-metode lainnya dalam filsafat Islam.
                         Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat menghantar kita untuk mengetahui arah pemikiran hermeneutika dan dapat memahami bagaimana pendekatan hermeneutika dalam kajian-kajian keislaman.
                       
Menurut Khudhori Sholeh, ada tiga bentuk atau model hermeneutika yaitu :
1.      Hermeneutika obyektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh klasik, khususnya Fredrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti (1890-1968). Menurut model pertama ini, penafsiran berarti memahami teks sebagai mana yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks, menurut Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga seperti juga disebutkan dalam hokum Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita  melainkan diturunkan dan bersifat intruktif.
Untuk mencapai tingkatseperti  itu, menurut Schleiermacher ada dua cara yang dapat ditempuh, lewat bahasanya yang mengungkapkan hal-hal baru, atau lewat karakteristik bahasanya yang ditransfer kepada kita. Menurut Schleiermacher, setiap teks mempunyai dua sisi yaitu :
a.       Sisi linguistic yang menunjuk pada bahasa yang memungkinkan proses memahami menjadi mungkin.
b.      Sisi psikologis yang menunjuk pada isi pikiran si pengarang yang termanifestasikan pada style bahasa yang digunakan.
Dalam konteks keagamaan, teori hermeneutika subyektif ini berarti akan merekomendasikan bahwa teks-teks al-Qur’an harus ditafsirkan sesuai dengan konteks dan kebutuhan kekinian, lepas dari bagaimana realitas historis dan asba al-nuzulnya di masa lalu.
2.      Hermeneutika subyektif,yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern khususnya Hans-Geong Gadamer (1900-2002),  dan Jacques Darida (I. 1930). Menurut ke dua ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna obyektif, melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu sendiri. Stressing mereka adalah isi teks itu sendiri secara mandiri bukan pada ide awal si penulis.
Dalam konteks keagamaan, teori hermeneutika subyektif ini berarti akan merekomendasikan bahwa teks-teks al-Qur’an harus ditafsirkan sesuai dengan konteks dan kebutuhan kekinian, lepas dari bagaimana realitas historis dan asba al-nuzulnya di masa lalu.
3.       Hermeneutika Pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh muslim kontemporer khususnya Hasan Hanafi (I. 1935) dan Farid Esak (I. 1959). Hermeneutika ini didasarkan atas pemikiran hermeneutika subjektif, khusus dari Gadamer. Namun, menurut para tokoh hermeneutika pembebasan ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi.Menurut Hanafi, dalam kaitannya dengan al-Qur’an, hermeneutika adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos sampai praksis, dan juga transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada kehidupan manusia.[5]
                                    Ruang lingkup kajian hermeneutika  adalah:
a). Obyek, yaitu teks atau konsep.
Tiga hal pokok dalam Islam yang perlu pengkajian  mendalanadalah tentang Allah (Tuhan Yang Maha Esa), manusia dan alam. Ketiga hal tersebut mempunyai hubungan yang tak terpisahkan, dan teks atau konsep tentang eksistensi ketiga hal tersebut adalah terdapat dalam al-Qur’an sebagai sumber pokok agama Islam.
b). Subyek, yaitu pembuat teks atau konsep.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an adalah teks atau konsep berupa wahyu Allah yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup di dunia dan akhirat dan pembuat konsep atau teksnya  adalah Allah swt.
1.        Pembahasan terhadap teks atau konsep.
Berkaitan dengan teks atau konsep dalam tinjauan hermeneutika, Dr. W. Poespoprojo mengemukakan bahwa :                                                   
"Hermeneutika kini tidak hanya berkaitan dengan arti ganda, tetapi berhubungan dengan seluruh kenyataan bahasa dan dengan suatu teks.Dengan demikian fungsi simbolik dan interpretasi harus direinterpretasikan dalam konteks yang lebih pasti dari teks”.[6]
Pembahasan tentang eksistensi Allah, manusia dan alam adalah bermuara pada wahyu Allah, dan wujud dari teks atau konsep tersebut adalah al-Qur’an.
3.Pendekatan Hermeneutika dalam Pendidikan Islam.
Sebagaimana kita ketahui bahwahermeneutika adalah filsafat ilmu yang berasal dari Yunani. Kita juga ketahui bahwa ciri-ciri  filsafatatau berpikir filosofi adalah bersifat radikal, sistematik, konsisten dan bebas. Dari ciri berfikir filosofi ini, mungkinkah epistemology hermeneutika dapat digunakan dalam pendidikan Islam ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis mengemukakan beberapa pendapat sebagai rujukan untuk mengkaji lebih jauh tentang hermeneutika sebagai metode pendekatan dalam Islam.
1.       Menurut Ibnu Sina dengan teori kemungkinan (kontingensi) yang dikutip Toto Suharto,  dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam  bahwa : “ alam ini wujud yang boleh ada dan boleh tidak ada. Karena alam merupakan wujud yang boleh ada, maka alam bukan wujud niscaya. Namun, karena alam juga boleh tidak ada, ia dapat juga disebut  wujud mustahil. Akan tetapi nyatanya alam ini ada  maka ia dipastikan sebagai wujud yang mungkin. Terma “mungkin” menurut Ibnu sina adalah potensial, kebalikan dari actual. Dengan mangatakan bahwa alam ini mungkin pada dirinya, berarti sifat dasar alam adalah potensial, boleh ada dan tidak bias mengada dengan sendirinya. Karena alam itu potensial, ia tidak mungkin ada (mewujud) tanpa adanya sesuatu yang telah actual, yang telah mengubahnya dari potensial menjadi aktualitas. Sesuatu yang actual yang telah mengubah alam potensial menjadi aktualitas, itulah Tuhan yang Wujud Niscaya.[7]
2.       Prof. Dr. Amsal Bkhtiar, dalam bukunya Filsafat Ilmu, mengemukakan bahwa :“upaya rekonsiliasi (mendekatkan dan mempertemukan)filsafat Yunani dengan pandangan keagamaan dalam Islam (ilmu Islam) sering menimbulkan benturan-benturan. Para filosof muslim mulai dari Al-Kindi sampai Ibnu Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan cara mengemukakan pandangan-pandangan yang relative unik dan menarik. Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak diragukan lagi upaya rekonsiliasi oleh para filosof muslim ini menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat arab dan filsafat Yunani”.[8]
3.      Komarudin Hidayat dalam bukunya Memahami Bahasa Agama, sebuah kajian hermeneutic, berpendapat bahwa: “teks-teks keagamaan yang lahir sekian abad yang lalu di Timur Tengah ketika hadir di tengah masyarakat Indonesia kontemporer tentu saja merupakan sesuatu yang asing. “Keterasingan”  inilah yang menjadi perhatian utama hermeneutic. Tugas utama hermeneutic adalah bagaimana menafsirkan sebuah teks klasik  atau teks asing sehingga menjadi milik kita yang hidup di zaman  dan tempat serta suasana budaya yang berbeda”.[9]
4.       Menurut Komarudin Hidayat dalam Toto Suharto, Al-Qur’an dalam pengertiannya yang otentisitas sebagai firman Tuhan tidaklah menjadi persoalan bagi kaum muslim. Akan tetapi ketika Al-Qur’an diposisikan sebagai fakta atau dokumen historis, maka Al-Qur’an dapat dilihat sebagai produk sebuah wacana (discourse), yang sangat menekankan pentingnya tradisi lisan. Di sini Al-Qur’an tentunya diliputi berbagai variable yang melingkupionya sehingga tak jarang terjadi penyempitan dan pengeringan makna dan nuansa. Oleh karena itu, relevansi dan urgensi hermeneutic sebagai metode penafsiran  tidak dapat dielakkan lagi.[10]
Berpijak pada pendapat-pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan hermeneutic sangat tepat digunakan dalam pendidikan Islam, dalam menafsirkan konsep-konsep Islam, serta mengembangkan ilmu-ilmu islam yang terdapat dalam Al-Qur’an yang diterima kaum muslim sebagai sumber dasar-dasar ilmu pengetahuan dan sebagai pedoman hidup.
Wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah adalah surat Al -’Alaq ayat 1-5 sebagai berikut :
ù&tø%$#ÉOó$$Î/y7În/uÏ%©!$#t,n=y{ÇÊÈt,n=y{z`»|¡SM}$#ô`ÏB@,n=tãÇËÈù&tø%$#y7š/uurãPtø.F{$#ÇÌÈ
Ï%©!$#zO¯=tæÉOn=s)ø9$$Î/ÇÍÈzO¯=tæz`»|¡SM}$#$tBóOs9÷Ls>÷ètƒÇÎÈ
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[11]
Pembaca yang budiman, perhatikanlah makna yang terkandung dalam wahyu pertama ini, sesuai dengan terjemahannya kita ketahui akan makna yang tersurat di dalamnya, akan tetapi banyak makna yang tersembunyi atau tersirat pada wahyu pertama ini.  Misalnya mengapa sehingga wahyu pertama yang diturunkan adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5? Mengapa sehingga nabi diperintah membaca ? Apakah manusia diciptakan dari tanah atau dari setets air mani ataukah dari segumpal darah ?Mengapa sehingga perintah membaca diulangi lagi pada ayat ke 3 ? Bagaimana cara Allah mengajarkan manusia dan apakah yang dimaksudkan dengan kalam ?dan apa sajakah yang tidak diketahui manusia serta bagaimana cara untuk mengetahui sesuatu itu ?
Menurut penulis, pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dapat ditafsirkan dengan pendekatan hermeneutika dan pendekatan-pendekatan lainnya dengan tidak mengurangi esensi Allah sebagai Sang Pencipta.

PENUTUP
1.    Kesimpulan
Dari uraian tentang epistemology hermeneutika di atas dapat disimpulkan bahwa :
a.      Hermeneutika adalah suatu metode pendekatan yang digunakan untuk menafsirkan teks atau konsep, lambang, symbol, karya seni, sastra, psikologi dan lain-lain untuk medapatkan makna yang hakiki. Hermeneutika adalah suatu metodologi  pendekatan yang digunakan dalam mitologi yunani untuk menafsirkan teks atau konsep dari para dewa agar dapat dimengerti oleh manusia.
b.      Ruang lingkup kajian epistemology hermeneutika adalah teks atau konsep, tanda atau symbol, yang disebut sebagai obyek hermeneutika, subyeknya adalah pihak yang membuat teks atau konsep.
c.       Epistemology hermeneutika adalah metode pendekatan yang sangat tepat digunakan dalam pendidikan Islam, terutama pada konsep-konsep ilmu dalam Al-Qur’an yang masih banyak tersirat makna yang tersembunyi.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran filosof muslim yang telah dipaparkan di atas, maka tidak ada alasan lagi untuk menolak metode pendekatan hermeneutika untuk mengkaji ilmu-ilmu Islam.
2.      Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna, terdapat banyak kekurangan dan jauh dari yang diharapkan, karena penulis memiliki keterbatasan literature.Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik konstruktif serta saran dari pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi makalah ini.
Semoga kita memperoleh hasanah dari pengkajian makalah ini, serta memperoleh keridhaan dari Allah Swt. Amiin
                                                                                                                  

DAFTAR RUJUKAN

Amsal Bakhtiar, Asmal,  Filsafat Ilmu,( Jakarta : Rajagrafindo Persad ), 2012.
Departemen Agama RI, Syamil Al-Qur’an The Miracle 15 in 1,  ( Bandung: Sygma Examedia Arkanleema ), 2009
Lubis , Akhyar Yusuf, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajagrafindo Persada),2014.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,( Bandung: Remaja Rosdakarya), 2012.
Mulyono,Edi, Belajar Hermeneutika Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies,( Jogjakarta: IRCiSoD), 2013
Poespoprodjo,W, Hermeneutika,( Bandung:  Pustaka Setia), 2004.
Sholeh, A. Khudhori,  Filsafat Islam dari Klasik Hingga Temporer,( Yogyakarta : Ar-Ruzz Media ), 2014.
Suharto,Toto,Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2011.
.
jar, 2009), cet. ke 1, hlm. 20-39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar