A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah salah satu obyek kajian filsafat ilmu,
karena ilmu Islam itu ruang lingkupnya luas, materinya sangat luas dan
padat.Al-Qur’an sebagai sumber utama yang berisi dasar-dasar ilmu pengetahuan.
Banyak ayat al-Qur’an yang maknanya masih bersifat abstrak (makna tersirat) dan
membutuhkan penjelasan dan penafsiran
agar dapat dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penndidikan Islam yaitu pendidikan yang dipelajari, dipahami dan
dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam
al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber dasar agama Islam. Muhaimin, dalam bukunya
Paradigma Pendidikan Islam mengemukakan bahwa, dalam realitasnya pendidikan
yang dibangun dan dikembangkan dari kedua sumber dasar tersebut terdapat
beberapa visi yaitu :
1.
Pemikiran,
teori dan praktik penyelenggaraannya melepaskan diri dan/atau kurang
mempertimbangkan situasi yang konkret dinamika pergumulan masyarakat muslim
(era klasik dan kontemporer yang mengitarinya.
2.
Pemikiran,
teori dan praktik penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan pengalaman dankhazananah intelektual ulama klasik.
3.
Pemikiran,
teori dan praktik penyelenggaraannya hanya mempertimbangkan situasi
sosio-historis dan kultural masyarakat kontemporer, dan melepaskan diri dari
pengalaman-pengalaman serta khazanah intelektual ulama klasik.
4.
Pemikiran,
teori dan praktik penyelenggaraannya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah
intelektual muslim klasik serta mencermati situasi sosio- historis dankultural masyarakat kontemporer.[1]
Dari pendapat
tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan
Hadits, masih banyak terdapat perbedaan
penafsiran konsep dan praktik penyelenggaraannya. Setiap orang menafsirkan
sebuah konsep sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing berdasarkan disiplin
ilmu dan metode yang digunakannya.
Oleh karena Pendidikan Islam itu
merupakan suatu obyek kajian filsafat, maka penulis mencoba mengkaji pendidikan
Islam dengan metode pendekatan atau kajian Hermeneutika untuk mengetahui subyek
dan obyek serta seberapa jauh manfaat pendekatan hermeneutika dalam pendidikan
Islam.
2.
Rumusan Masalah
Sebagaimana
yang telah penulis paparkan dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah dalam penulisan makalah ini, di antaranya :
1.
Apakah epistemology
hermeneutika itu ?
2.
Apakah ruang
lingkup kajian epistemology hermeneutika ?
3.
Apakah pendekatan
hermeneutika dapat digunakan dalam pendidikan Islam ?
3.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui apakah hermeneutika dan sejarah singkat tentang hermeneutika.
2.
Untuk
mengetahui ruang lingkup kajian
hermeneutika.
3.
Untuk mengetahui
bagaimana pandangan Islam terhadap metode pendekatan hermeneutika danurgensinya dalam pendidikan Islam.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian dan
sejarah singkat hermeneutika.
Secara etimologi, hermeneutika berasal dari kata “hermeneuin” yang
berarti menafsirkan atau seni memberikan makna (the art of interpretation).[2]
Adapun istilah hermeneutika kerap dihubungkan dengan dengan kata
hermes. Hermes dalam mitologi Yunani, adalah seorang dewa yang bertugas membawa
pesan-pesan para dewa kepada manusia. Agar pesan itu dipahami manusia, maka
hermes terlebih dahulu menafsirkan
lantas menyampaikannya ke dalam bahasa yang dapat dipahami atau
dimengerti manusia.
Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika mulai dipakai (dalam
konteks ilmu pengetahuan klasik) yaitu untuk menafsirkan makna yang terkandung
kitab suci, dokumen, jurisprudensi dan juga teks-teks kuno. Adapun dalam focus
analisis teks, maka penafsiran difokuskan
pada dua tingkat analisis, yakni :
1.
Pada tingkat pertama
atau permukaan, yakni dengan mengemukakan komentar tentang makna kata dan kalimat.
2.
Pada tingkat ke
dua atau tingkat yang lebih dalam, yakni masuk pada analisis yang lebih dalam dengan
mencari makna tersembunyi dalam teks (makna alegoris).[3]
Origins (185-254 M) adalah satu
contoh tokoh yang mengembangkan model penafsiran ini menjadi system penafsiran yang kompleks
dalam teologi Kristen.
Dalam
perkembangan selanjutnya , hermeneutika tidak saja digunakan sebagai metode menafsirkan teks kitab suci. Pada masa
Renaisans metode hermeneutika digunakan dalam rangka mempelajari kembali
kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Kini hermeneutika berkembang sebagai
metode penafsiran teks dalam pengertian luas yakni melingkupi : tanda, symbol,
ritual keagamaan, karya seni, sastra, sejarah, psikologi dan lain-lain. Jadi,
hermeneutika adalah metode analisis tentang segala sesuatu yang mengandung
makna.[4]
2.
Ruang Lingkup
Kajian Epistemologi Hermeneutika
Kajian
filsafat pada masa sekarang telah banyak menyumbangkan pemikiran-pemikiran.Baik
pemikiran-pemikiran tersebut dalam lingkup kajian-kajian lapangan ilmu-ilmu
humaniora maupun ilmu-ilmu keislaman.Bahkan dalam Islam, telah banyak
menggunakan metode-metode kajian filsafat yang dikembangkan oleh
Barat.Metode-metode seperti Realisme, Empirisme dan Fenomenologi telah menjadi
dasar berpikir dalam menemukan kebenaran.Begitu juga metode terbaru yang
digunakan yakni metode hermeneutic. Suatu metode penafsiran dalam epistemologi
yang menghadirkan cara baru dalam memahami ilmu pengetahuan.
Sejauh ini, metode hermeneutika
telah banyak mempengaruhi daya pikir serta kebenaran yang ditemukan.Namun,
metode ini masih menjadi kontroversi, sebab seperti yang telah diketahui bahwa
metode hermeneutika merupakan suatu produk pemkiran Barat (Yunani).
Berdasarkan kontroversi dan
pertentangan yang ada antara para pemikir yang mendukung penggunaan
hermeneutika sebagai metode dalam menemukan dan mengembangkan ilmu, serta
pemikir yang menolak kedudukan metode hermeneutika dalam kajian ilmu, terutama
dalam kajian ilmu-ilmu Islam (khususnya ilmu Al-Quran), maka penulis merasa
perlu untuk mengenalkan apa dan bagaimana pendekatan epistemologi hermeneutika
tersebut, yang bertujuan sebagai perbandingan metode ini dengan metode-metode lainnya dalam filsafat
Islam.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat
menghantar kita untuk mengetahui arah pemikiran hermeneutika dan dapat memahami
bagaimana pendekatan hermeneutika dalam kajian-kajian keislaman.
Menurut Khudhori Sholeh, ada tiga bentuk atau model hermeneutika
yaitu :
1.
Hermeneutika
obyektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh klasik, khususnya Fredrick
Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti
(1890-1968). Menurut model pertama ini, penafsiran berarti memahami teks
sebagai mana yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks, menurut
Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga seperti juga
disebutkan dalam hokum Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya
tidak didasarkan atas kesimpulan kita
melainkan diturunkan dan bersifat intruktif.
Untuk mencapai
tingkatseperti itu, menurut
Schleiermacher ada dua cara yang dapat ditempuh, lewat bahasanya yang
mengungkapkan hal-hal baru, atau lewat karakteristik bahasanya yang ditransfer
kepada kita. Menurut Schleiermacher, setiap teks mempunyai dua sisi yaitu :
a.
Sisi linguistic
yang menunjuk pada bahasa yang memungkinkan proses memahami menjadi mungkin.
b.
Sisi psikologis
yang menunjuk pada isi pikiran si pengarang yang termanifestasikan pada style
bahasa yang digunakan.
Dalam konteks keagamaan, teori hermeneutika subyektif ini berarti
akan merekomendasikan bahwa teks-teks al-Qur’an harus ditafsirkan sesuai dengan
konteks dan kebutuhan kekinian, lepas dari bagaimana realitas historis dan asba
al-nuzulnya di masa lalu.
2.
Hermeneutika
subyektif,yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern khususnya Hans-Geong
Gadamer (1900-2002), dan Jacques Darida
(I. 1930). Menurut ke dua ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna
obyektif, melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu sendiri. Stressing
mereka adalah isi teks itu sendiri secara mandiri bukan pada ide awal si
penulis.
Dalam konteks
keagamaan, teori hermeneutika subyektif ini berarti akan merekomendasikan bahwa
teks-teks al-Qur’an harus ditafsirkan sesuai dengan konteks dan kebutuhan
kekinian, lepas dari bagaimana realitas historis dan asba al-nuzulnya di masa
lalu.
3.
Hermeneutika
Pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh muslim kontemporer khususnya Hasan
Hanafi (I. 1935) dan Farid Esak (I. 1959). Hermeneutika ini didasarkan atas
pemikiran hermeneutika subjektif, khusus dari Gadamer. Namun, menurut para
tokoh hermeneutika pembebasan ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu
interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi.Menurut
Hanafi, dalam kaitannya dengan al-Qur’an, hermeneutika adalah ilmu tentang
proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos sampai praksis, dan juga
transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada kehidupan manusia.[5]
Ruang
lingkup kajian hermeneutika adalah:
a). Obyek, yaitu teks atau konsep.
Tiga hal pokok dalam Islam yang
perlu pengkajian mendalanadalah tentang
Allah (Tuhan Yang Maha Esa), manusia dan alam. Ketiga hal tersebut mempunyai hubungan
yang tak terpisahkan, dan teks atau konsep tentang eksistensi ketiga hal
tersebut adalah terdapat dalam al-Qur’an sebagai sumber pokok agama Islam.
b). Subyek, yaitu pembuat teks atau konsep.
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an adalah teks atau konsep berupa wahyu Allah
yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup di dunia dan akhirat dan pembuat
konsep atau teksnya adalah Allah swt.
1.
Pembahasan
terhadap teks atau konsep.
Berkaitan dengan teks atau konsep dalam tinjauan hermeneutika, Dr.
W. Poespoprojo mengemukakan bahwa :
"Hermeneutika kini tidak hanya berkaitan dengan arti ganda,
tetapi berhubungan dengan seluruh kenyataan bahasa dan dengan suatu teks.Dengan
demikian fungsi simbolik dan interpretasi harus direinterpretasikan dalam konteks
yang lebih pasti dari teks”.[6]
Pembahasan tentang
eksistensi Allah, manusia dan alam adalah bermuara pada wahyu Allah, dan wujud
dari teks atau konsep tersebut adalah al-Qur’an.
3.Pendekatan
Hermeneutika dalam Pendidikan Islam.
Sebagaimana kita ketahui
bahwahermeneutika adalah filsafat ilmu yang berasal dari Yunani. Kita juga
ketahui bahwa ciri-ciri filsafatatau
berpikir filosofi adalah bersifat radikal, sistematik, konsisten dan bebas. Dari
ciri berfikir filosofi ini, mungkinkah epistemology hermeneutika dapat
digunakan dalam pendidikan Islam ?
Untuk menjawab pertanyaan ini,
penulis mengemukakan beberapa pendapat sebagai rujukan untuk mengkaji lebih
jauh tentang hermeneutika sebagai metode pendekatan dalam Islam.
1.
Menurut Ibnu
Sina dengan teori kemungkinan (kontingensi) yang dikutip Toto Suharto, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa : “ alam ini wujud yang boleh ada dan
boleh tidak ada. Karena alam merupakan wujud yang boleh ada, maka alam bukan
wujud niscaya. Namun, karena alam juga boleh tidak ada, ia dapat juga
disebut wujud mustahil. Akan tetapi
nyatanya alam ini ada maka ia dipastikan
sebagai wujud yang mungkin. Terma “mungkin” menurut Ibnu sina adalah potensial,
kebalikan dari actual. Dengan mangatakan bahwa alam ini mungkin pada dirinya,
berarti sifat dasar alam adalah potensial, boleh ada dan tidak bias mengada
dengan sendirinya. Karena alam itu potensial, ia tidak mungkin ada (mewujud)
tanpa adanya sesuatu yang telah actual, yang telah mengubahnya dari potensial
menjadi aktualitas. Sesuatu yang actual yang telah mengubah alam potensial
menjadi aktualitas, itulah Tuhan yang Wujud Niscaya”.[7]
2.
Prof. Dr. Amsal
Bkhtiar, dalam bukunya Filsafat Ilmu, mengemukakan bahwa :“upaya rekonsiliasi
(mendekatkan dan mempertemukan)filsafat Yunani dengan pandangan keagamaan dalam
Islam (ilmu Islam) sering menimbulkan benturan-benturan. Para filosof muslim
mulai dari Al-Kindi sampai Ibnu Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi
tersebut, dengan cara mengemukakan pandangan-pandangan yang relative unik dan
menarik. Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran
filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak
diragukan lagi upaya rekonsiliasi oleh para filosof muslim ini menghasilkan
afinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat arab dan filsafat Yunani”.[8]
3.
Komarudin
Hidayat dalam bukunya Memahami Bahasa Agama, sebuah kajian hermeneutic,
berpendapat bahwa: “teks-teks keagamaan yang lahir sekian abad yang lalu di
Timur Tengah ketika hadir di tengah masyarakat Indonesia kontemporer tentu saja
merupakan sesuatu yang asing. “Keterasingan” inilah yang menjadi perhatian utama
hermeneutic. Tugas utama hermeneutic adalah bagaimana menafsirkan sebuah teks
klasik atau teks asing sehingga menjadi
milik kita yang hidup di zaman dan
tempat serta suasana budaya yang berbeda”.[9]
4.
Menurut
Komarudin Hidayat dalam Toto Suharto, Al-Qur’an dalam pengertiannya yang
otentisitas sebagai firman Tuhan tidaklah menjadi persoalan bagi kaum muslim.
Akan tetapi ketika Al-Qur’an diposisikan sebagai fakta atau dokumen historis,
maka Al-Qur’an dapat dilihat sebagai produk sebuah wacana (discourse), yang
sangat menekankan pentingnya tradisi lisan. Di sini Al-Qur’an tentunya diliputi
berbagai variable yang melingkupionya sehingga tak jarang terjadi penyempitan
dan pengeringan makna dan nuansa. Oleh karena itu, relevansi dan urgensi
hermeneutic sebagai metode penafsiran
tidak dapat dielakkan lagi.[10]
Berpijak
pada pendapat-pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pendekatan hermeneutic sangat tepat digunakan dalam pendidikan Islam, dalam
menafsirkan konsep-konsep Islam, serta mengembangkan ilmu-ilmu islam yang
terdapat dalam Al-Qur’an yang diterima kaum muslim sebagai sumber dasar-dasar
ilmu pengetahuan dan sebagai pedoman hidup.
Wahyu
yang pertama diturunkan oleh Allah adalah surat Al -’Alaq ayat 1-5 sebagai
berikut :
ù&tø%$#ÉOó$$Î/y7În/uÏ%©!$#t,n=y{ÇÊÈt,n=y{z`»|¡SM}$#ô`ÏB@,n=tãÇËÈù&tø%$#y7/uurãPtø.F{$#ÇÌÈ
Ï%©!$#zO¯=tæÉOn=s)ø9$$Î/ÇÍÈzO¯=tæz`»|¡SM}$#$tBóOs9÷Ls>÷ètÇÎÈ
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[11]
Pembaca yang budiman, perhatikanlah makna yang terkandung dalam
wahyu pertama ini, sesuai dengan terjemahannya kita ketahui akan makna yang
tersurat di dalamnya, akan tetapi banyak makna yang tersembunyi atau tersirat
pada wahyu pertama ini. Misalnya mengapa
sehingga wahyu pertama yang diturunkan adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5? Mengapa
sehingga nabi diperintah membaca ? Apakah manusia diciptakan dari tanah atau
dari setets air mani ataukah dari segumpal darah ?Mengapa sehingga perintah
membaca diulangi lagi pada ayat ke 3 ? Bagaimana cara Allah mengajarkan manusia
dan apakah yang dimaksudkan dengan kalam ?dan apa sajakah yang tidak diketahui
manusia serta bagaimana cara untuk mengetahui sesuatu itu ?
Menurut
penulis, pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dapat ditafsirkan dengan
pendekatan hermeneutika dan pendekatan-pendekatan lainnya dengan tidak
mengurangi esensi Allah sebagai Sang Pencipta.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari uraian tentang epistemology hermeneutika di atas dapat
disimpulkan bahwa :
a. Hermeneutika adalah suatu metode pendekatan yang digunakan untuk
menafsirkan teks atau konsep, lambang, symbol, karya seni, sastra, psikologi
dan lain-lain untuk medapatkan makna yang hakiki. Hermeneutika adalah suatu
metodologi pendekatan yang digunakan
dalam mitologi yunani untuk menafsirkan teks atau konsep dari para dewa agar
dapat dimengerti oleh manusia.
b. Ruang lingkup kajian epistemology hermeneutika adalah teks atau
konsep, tanda atau symbol, yang disebut sebagai obyek hermeneutika, subyeknya
adalah pihak yang membuat teks atau konsep.
c. Epistemology hermeneutika adalah metode pendekatan yang sangat
tepat digunakan dalam pendidikan Islam, terutama pada konsep-konsep ilmu dalam
Al-Qur’an yang masih banyak tersirat makna yang tersembunyi.
Berdasarkan
pemikiran-pemikiran filosof muslim yang telah dipaparkan di atas, maka tidak
ada alasan lagi untuk menolak metode pendekatan hermeneutika untuk mengkaji
ilmu-ilmu Islam.
2.
Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna, terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari yang diharapkan, karena penulis memiliki keterbatasan literature.Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik konstruktif serta saran dari
pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi makalah ini.
Semoga kita
memperoleh hasanah dari pengkajian makalah ini, serta memperoleh keridhaan dari
Allah Swt. Amiin
DAFTAR
RUJUKAN
Amsal Bakhtiar, Asmal,
Filsafat Ilmu,( Jakarta : Rajagrafindo Persad ), 2012.
Departemen Agama RI, Syamil
Al-Qur’an The Miracle 15 in 1, (
Bandung: Sygma Examedia Arkanleema ), 2009
Lubis
, Akhyar Yusuf, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada),2014.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam
Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,( Bandung: Remaja
Rosdakarya), 2012.
Mulyono,Edi, Belajar Hermeneutika
Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies,( Jogjakarta:
IRCiSoD), 2013
Poespoprodjo,W, Hermeneutika,( Bandung: Pustaka Setia), 2004.
Sholeh, A. Khudhori, Filsafat Islam dari Klasik Hingga Temporer,(
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media ), 2014.
Suharto,Toto,Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media), 2011.
.
jar, 2009), cet. ke 1, hlm. 20-39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar