Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 26 Maret 2016

MAKALAH MENGANALIS UU GURU DAN DOSEN




GURU DAN DOSEN

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Guru, adalah unsur penting yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Jika guru berkualitas baik, maka pendidikanpun akan baik. jikalau tindakan para guru dari hari ke hari bertambah baik, maka akan menjadi lebih baik pulalah keadaan dunia pendidikan kita. Sebaliknya, kalau tindakan dari hari ke hari makin memburuk, maka makin parahlah dunia pendidikan kita. Guru-guru kita dapat disamakan dengan pasukan tempur yang menentukan kemenangan atau kekalahan dalam perang.
Dari berbagai studi yang telah dilakukan, tingkat kesejahteraan merupakan penentu yang amat penting bagi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya. Dilaporkan bahwa negara-negara yang memberikan perhatian khusus pada gaji guru, lebih baik mutu pendidikannya. Dan langkah-langkah ke arah lebih meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan telah banyak dilakukan oleh banyak negara.
Tema-tema kesejahteraan guru dalam arti luas meliputi gaji, tunjangan, dan rasa aman dalam menjalankan tugasnya perlu dikedepankan mengingat kesejahteraan guru di Indonesia masih memprihatinkan. Lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 merupakan legalitas formal yang menjamin perlindungan hukum bagi para guru untuk dapat bekerja secara aman, kreatif, profesional, dan menyenangkan.
Implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 telah menuntut guru untuk memenuhi kualifikasi akademik yaitu S1 atau D/Akta IV, memiliki seperangkat kompetensi secara integral holistik yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kualifikasi akademik dan seperangkat kompetensi tersebutlah yang akan mengantarkan guru untuk mengikuti sertifikasi guna memperoleh tunjangan profesi dari pemerintah.[1]
Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan sejak dulu. Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain menata sarana dan prasarana, melakukan perubahan kurikulum, meningkatkan kualitas guru baik melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru, memberikan berbagai diklat atau penataran, maupun peningakatan tunjangan profesi guru dalam arti meningkatkan kesejahteraan guru. Semua ini dilakukan guna tercapainya tujuan pendidikan nasional yang bermutu secara merata.
Disebutkan dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menata kembali sistem pendidikan nasional. Undang-undang Sisdiknas merupakan pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yang dianggap tidak mengusung prinsip reformasi yang mulai digembor-gemborkan pada tahun 1998. Sedangkan Undang-undang Guru dan Dosen memuat berbagai pasal yang mengatur berbagai hal tentang tenaga pendidik.
Melihat fakta bahwa banyaknya undang-undang yang dilahirkan di Indonesia ternyata tidak membawa perubahan yang diharapkan, sebut saja UU Lalu Lintas yang belum mampu mewujudkan disiplin berlalu lintas sehingga kemacetan dan kecelakaan masih banyak terjadi, atau UU Perlindungan Anak yang belum mampu menjamin berkurangnya kekerasan pada anak, maka akankah UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, baik substansi maupun pelaksanaannya nantinya dapat menyelesaikan masalah pendidikan Indonesia, berdasarkan latar belakang permasalahan ini maka perlu dilakukan analisa melalui makalah dengan judul “Analisis Kebijakan Tentang Undang Undang Guru Dan Dosen ”

B.  Rumusan Masalah

1.    Bagaimanakah Latar Belakang Munculnya UU tentang Guru dan Dosen?
2.    Undang Undang Apa Sajakah yang Mengatur tentang Guru dan Dosen?
3.    Bagaimanakah hasil analisa UU tentang Guru dan Dosen?

C.  Tujuan Penulisan Makalah

a.       Menjelaskan Latar Belakang Munculnya UU tentang Guru dan Dosen.
b.      Memaparkan Undang Undang yang Mengatur tentang Guru dan Dosen.
c.       Menjelaskan Hasil Analisa UU tentang Guru dan Dosen. 

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Latar Belakang Munculnya UU tentang Guru dan Dosen.

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1998. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut merupakan perwujudan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.
Perubahan mendasar yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah diusungnya prinsip demokratisasi, desentralisasi pendidikan, kesetaraan, keseimbangan, serta adanya keterlibatan dan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.
Dalam Bab XI pasal 39 sampai pasal 44 dijelaskan bahwa tugas pendidik pada intinya adalah melaksanakan pembelajaran dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan administrasi. Selanjutnya dijelaskan pula mengenai hak dan kewajiban dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan disini ditempatkan berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal melihat dari kebutuhan daerah dimana disini pemerintah memfasilitasi segala keperluan dari pendidik dan tenaga kependidikan. Selain itu dalam hal ini dipaparkan juga mengenai ketentuan kualifikasi, promosi, penghargaan, dan sertifikasi bagi pendidik (Guru).[2] Maka hal ini menimbulkan Peraturan Pemerintah berupa Undang-Undang bagi Guru dan Dosen (Tenaga pendidik).
Berbicara kita mengenai pendanaan dengan jelas diterangkan dalam Bab XIII pasal 46 sampai pasal 49 dijelaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan. Dan ini luar dari gaji Guru/Dosen PNS dan tunjangan fungsional maupun tunjangan sertifikasi.
Ketika mutu pendidikan di Indonesia dipertanyakan, guru dianggap menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, karena merekalah yang berada di garda depan dalam dunia pendidikan. Kualitas guru-guru Indonesia dianggap rendah. Hal ini didasarkan pada realitas, bahwa banyak guru yang tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.
Kondisi ini juga sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan guru yang sangat rendah. Bagaimana guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sementara mereka masih bingung harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin tidak dapat dicukupi dengan penghasilan atau gaji yang diterimanya? Berdasarkan realitas itu, kualitas dan kesejahteraan guru menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Dalam hubungan dengan hal tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia memang telah dilakukan, namun hal itu tampaknya belum memberikan hasil yang signifikan dengan yang diharapkan. Ketika MPR mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, hal ini memberikan secercah harapan bagi dunia pendidikan Indonesia.
Dengan pendanaan yang memadai, diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Untuk  merealisasikan hal itu kemudian disahkan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005  yang diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2007 yang antara lain tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Nomor 16), dan Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan (Nomor 18). Selain itu, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi:
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," dan ayat (5) yang berbunyi: "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[3]
Undang-undang Guru dan Dosen juga lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud meliputi, Sistem Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen, Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.
Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:
1.      Kompetensi Pedagogik;
2.      Kompetensi Kepribadian;
3.      Kompetensi Profesional; dan
4.      Kompetensi Sosial.[4]
Selain mengatur hal-hal penting diatas, Undang Undang Guru dan Dosen juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan kesejahteraan para guru. Ada lima implikasi yang sekaligus menjadi latar belakang diundangkannya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, antara lain :
a.    Pemerintah menganggap pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam rangka pembangunan sumber daya manusia;
b.    Penerbitan legalitas formal Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 merupakan upaya untuk mengakui dan mengembangkan guru sebagai profesi;
c.    Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dalam dataran realitas apabila diimplementasikan akan meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru;
d.   Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 juga akan memberikan arah pengembangan profesi guru agar mampu menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global yang perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana, terarah dan berkesinambungan;
e.    Aturan formal yang rinci di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 juga akan meningkatkan komitmen guru untuk meningkatkan diri sendiri, pemerintah untuk memfasilitasi, dan masyarakat untuk mendukung profesionalitas guru.[5]

B.  Undang Undang yang Mengatur tentang Guru dan Dosen.

Peran guru maupun dosen mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan, hal ini dikarenakan guru/dosen merupakan salah satu komponen dari sitem pendidikan yang bersentuhan dan berinteraksi secara langsung dengan peserta didik. Sejalan dengan hal ini Mulyasa mengatakan bahwa “guru sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Sehingga guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas”.[7]
Guru memiliki peranan yang amat besar dalam pendidikan, sehingga keberadaan guru menjadi suatu pertimbangan yang amat dipertimbangkan, guru hendaklah seseorang yang memiliki kecakapan yang memadai, dan tidak boleh asal-asalan agar tidak terjadi malpraktek dalam pendidikan.
Sejalan dengan hal ini, Uzer mengatakan bahwa “Peran guru yang demikian penting memang menuntut kecakapan yang memadai. Sehingga tidak berlebihan jika para ahli pendidikan, pada umumnya memasukkan guru sebagai pekerja professional, yaitu pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu, serta memiliki sejumlah kompetensi tertentu, bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain”.[8]
Profesionalitas seorang guru menjadi hal yang sangat penting, namun masih banyak kasus di masyarakat bahwa belum seluruh guru memiliki profesionalitas yang memadai, banyak diantaranya belum pahaman terhadap strategy pengajaran, metode maupun teknik dalam pengajaran.
Mulyasa mengatakan dalam bukunya bahwa “Selama ini, kualitas guru di Indonesia memang masih dianggap rendah. Indikasi yang bisa dijumpai berkaitan dengan hal tersebut diantaranya adalah rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran, kurangnya kemahiran dalam pengelolaan kelas, pemanfaatan alat dan sumber pembelajaran, kurang disiplin, rendahnya komitmen profesi sehingga masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh, rendahnya motivasi untuk meningkatkan kualitas diri”.[9]
Untuk itulah perlu disusun UU Guru dan Dosen sebagai bentuk perhatian khusus yang ditujukan bagi guru guna mendongkrak kinerja dan profesionalitas guru. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memuat berbagai aspek yang berkenaan dengan guru, mulai dari syarat yang harus dipenuhi untuk menunjang profesi guru meliputi kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi, sampai pada berbagai kemaslahatan yang berhak diterima guru dan kode etik yang harus dijaga. Berbagai syarat harus dimiliki oleh seorang guru professional. Hal inilah yang pertama kali menentukan keberhasilan proses pendidikan.
Undang – undang yang mengatur tentang guru dan dosen ini diantaranya adalah :
1.              UU No.2 Thn 1989 - Sistem Pendidikan Nasional
2.              UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3.              Peraturan Presiden No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen
4.             Peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009Tentang Tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru Dan dosen, serta tunjangan kehormatan professor.
Dari sekian peraturan dan perundang-undangan yang menjadi acuan utama dalam perundang-undangan guru dan dosen adalah UU no 14 tahun 2005, sehingga dalam bahasan dilakukan batasan analisa pada UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Secara keseluruhan Undang Undang no 14 tahun 2005 ini dapat disimpulkan bahwa UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam beberapa bagian :[10]
1.        Pasal - pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:
(a)           Ketentuan Umum,
(b)           Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan
(c)           Prinsip Profesionalitas.
2.         Pasal - pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari
(a)           Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi,
(b)           Hak dan Kewajiban,
(c)           Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d)          Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e)           Pembinaan dan Pengembangan,
(f)            Penghargaan,
(g)           Perlindungan,
(h)           Cuti, dan
(i)             Organisasi Profesi.
3.         Pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari
(j)             Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,
(k)           Hak dan Kewajiban Dosen,
(l)             Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(m)         Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(n)           Pembinaan dan Pengembangan,
(o)           Penghargaan,
(p)           Perlindungan, dan
(q)           Cuti.
4.         Pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal).
5.        Bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).
Dari seluruh pasal tersebut diatas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.
Dalam pasal 8 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-undang ini juga disebutkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh guru mencakup empat hal, yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Sejalan dengan pasal Undang Undang ini, Oemar Hamalik mengatakan bahwa guru professional harus memiliki persyaratan yang meliputi :memiliki bakat sebagai guru, memiliki keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental yang sehat, berban dan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa pancasila, dan seorang warga Negara yang baik.[11]
Pasa l9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasa l8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10: (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasa l8 meliputi kompetensi pedagogic ,kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kemudian dalam tugas ke profesionalannya, guru mempunyai tugas:
a.    Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.    Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.    Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.   Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.    Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[12]
Penjelasan pasal 28 ayat 3 dikemukakan bahwa kompetensi pedagogic adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.Secara pedagogis, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius.Hal ini penting, karena pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat. Proses pembelajaran di sekolah nampak sebagai proses mekanis yang kering aspek pedagogis atau yang biasa disebut sebagai pendidikan gaya bank.[13]
Dengan model pendidikan tersebut, peserta didik menjadi kerdil, pasif, dan tidak dapat berkembang secara optimal karena pilihan-pilihannya cenderung dipaksakan oleh guru (berpusat pada guru). Padahal sebagai agen pembelajaran, guru tidak hanya bertugas dalam transformasi ilmu pengetahuan saja, tetapi ia juga harus berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan inspirator bagi peserta didik.
Karena sedemikian banyak kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sehingga pemerintah menetapkan diwajibkannya guru mengikuti proses sertifikasi dan uji kompetensi. Pasal 8 menyebutkan : ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.[14]
Untuk menjamin dilaksanakannya sertifikasi maka pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik bagi semua guru, baik guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat (Pasal 13).
Guru yang telah memenuhi syarat tersebut maka ia akan lebih mudah menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagaimana tertera dalam pasal 20 yaitu berkenaan dengan perencanaan sampai evaluasi pembelajaran, meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya seiring perkembangan zaman, dan menjaga obyektivitasnya terhadap peserta didik.
Jika seluruh syarat dan kewajiban telah terpenuhi maka guru berhak mendapatkan berbagai fasilitas gaji, tunjangan, dan bentuk kemaslahatan lainnya.Hal ini secara panjang lebar dimuat dalam 11 item sebagai bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap guru (pasal 14-19).Di samping itu guru juga diberi jaminan perlindungan ketika menjalankan tugasnya, serta kesempatan membina dan mengembangkan kompetensinya dengan anggaran dari pemerintah

C.  Analisa UU tentang Guru dan Dosen.

Seakan menjadi sebuah tradisi bahwa pro dan kontra selalu mengiringi lahirnya UU di Indonesia. Optimisme versus pesimisme akan beradu ketika sebuah palu telah diketok sebagai tanda dimulainya pengujian terhadap undang-undang baru. Demikian halnya yang terjadi pada UU Guru dan Dosen dianggap sebagai payung hukum bagi pendidik yang menjadi salah satu penentu keberhasilan pendidikan agar mereka termotivasi dan mampu meningkatkan kinerjanya sesuai yang diharapkan. Meskipun demikian dengan diberlakukannya UU tentang Guru dan Dosen ini belum sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan yang ada[15].
Setelah beberapa tahun diluncurkan, sudah layak kiranya jika dilakukan kajian terhadap pelaksanaan UU Guru dan Dosen. Tersurat jelas dalam UU tersebut bahwa pemerintah menjamin pemarataan kesempatan pendidikan bagi Guru dan dosen dalam kondisi apapun, terutama pada jenjang pendidikan Guru yang masih belum sarjana. Hal ini mengandung arti bahwa pemerintah harus menjamin terlaksananya kualifikasi pendidikan bagi seluruh Guru dan Dosen ke jenjang yang lebih tinggi.
Dengan adanya aturan yang demikian, bias dibayangkan betapa mudahnya memperoleh pendidikan yang bermutu. Di berbagai daerah, pendidikan masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Mulai dari kekurangan tenaga pendidik, minimnya fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat memperoleh pendidikan karena masalah ekonomi dan kebutuhan hidup.[16] Oleh karena itu sangat dianggap perlu mendidik pendidik ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi agar wawasan dia dan warga di daerah sekitarnya melek akan pentingnya pendidikan.
Belum lagi UU Guru dan Dosen yang di dalamnya juga memuat dana yang sangat besar untuk berbagai macam tunjangan dan kemaslahatan bagi guru, serta pelaksanaan sertifikasi, dan upaya pembinaan kompetensi guru. Sebenarnya dana tersebut memang pantas dianggarkan mengingat masih banyaknya sekolah yang minim sarana prasarana, juga sebagai upaya penghargaan terhadap pengabdian guru. Namun masalahnya adalah bahwa tidak semua daerah di Indonesia memiliki kemampuan dana seperti yang ditetapkan pemerintah. Sehingga munculnya ketentuan tersebut akan sulit dilaksanakan secara menyeluruh.
Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan.
Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan yang tidak layak, karena sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di indonesia.[17] Artinya, dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri maupun swasta.
Permasalahan lain yang mengundang kontroversi dalam UU Guru dan Dosen adalah diwajibkannya guru mengikuti sertifikasi dan uji kompetensi. Hal ini tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik. Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa.
Sedangkan semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.
Berbagai keraguan memang bisa saja muncul dari kebijakan pelaksanaan sertifikasi. Apakah proses sertifikasi ini satu-satunya solusi bagi peningkatan kualitas pendidik. Jika diamati lebih mendalam mengenai keadaan tenaga pendidik di Indonesia maka akan ditemukan berbagai permasalahan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan.[18]
Jadi, dari segi kuantitas, kekurang tenaga pengajar didaerah tertentu saat ini masih menjadi permasalahan, Di samping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah maupun sekolah. Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis, baik itu menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan.
Di samping kualifikasi akademik yang tidak sesuai, guru juga sangat jarang diikutkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuannya.Menengok berbagai permasalahan tersebut, maka apakah sesuai jika solusi utama yang ditawarkan adalah sertifikasi? Karena kenyataannya, sertifikasi hanya dianggap sebagai sebuah proses yang harus dilalui untuk mengejar tunjangan yang dijanjikan, bukan sebagai upaya meningkatkan kualifikasi dan kompetensi guru.
Meskipun Undang-Undang Guru dan Dosen tersebut banyak disebut orang sebagai terobosan jitu dalam rangka menciptakan tenaga pendidik yang berkualitas, namun ternyata ada beberapa hal yang tidak terlepas dari kekurangan dan kiranya perlu segera dibenahi baik dari segi konsep maupun pelaksanaan. Berikut diharapkan dapat membantu mengidentifikasi sejauhmana penerapan Undang Undang Guru dan Dosen tersebut berikut penerimaannya di masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya ke depan diharapkan akan dapat lebih memuaskan semua pihak terkait. Berikut akan disajikan penjabarannya:[19]
1.         Kekuatan (Strength)
a.         Adanya kebijakan yang menopang kesejahteraan guru antara lain: tunjangan profesi dan tunjangan khusus serta lainnya. Sehingga ini akan sangat membantu meningkatkan taraf hidup seorang Guru.
b.         Adanya pasal yang mengatur tentang perlindungan bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya. Sehingga dalam melaksanakan fungsinya guru diharapkan tidak ragu lagi dalam berbuat dan mengambil keputusan/tindakan yang dianggap perlu dilakukan selama hal tersebut tidak keluar dari jalur hukum.
c.         UU Guru & Dosen memberikan stimulus dan motivasi kepada guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, serta kemampuan dan hal lain yang dipersyaratkan dalam rangka menjadi Guru Profesional.
d.        Dengan lahirnya UU ini maka profesi Guru dan dan Dosen tidak bisa dipandang sebelah mata lagi, karena profesi ini sama derajat, harkat dan martabatnya dengan profesi lain.
2.         Kelemahan (Weakness)
a.    Minimnya anggaran dana untuk pelaksanaan sertifikasi menyebabkan proses sertifikasi sering mengalami masalah teknis, seperti terbatasnya dana bagi assessor atau penundaan pelaksanaan sertifikasi.
b.    Dalam rangka sertifikasi pendidik, masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dalam segi teknis pelaksanaan baik bagi guru maupun pelaksana sertifikasi sendiri. Antara lain:
1)   Para guru saat ini banyak kesulitan mengumpulkan bukti-bukti Dokumen Portofolio yang dipersyaratkan, ini dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah banyak yang tidak disiplin menyimpan arsip-arsip SK, pengalaman organisasi termasuk piagam-piagam penghargaan (sertifikat).
2)   Penilaian yang bersifat subjektif, yang hanya disandarkan pada penilaian portfolio bukan pada keadaan sebenarnya.
c.    Tidak dimuatnya pasal yang mengatur eksistensi Guru swasta sehingga UU ini seperti memperlihatkan perbedaan kedudukan dan hak mendapatkan kesejahteraan antara Guru swasta dan Guru PNS, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) yang berbunyi:[20]
"Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini."

3.         Peluang (Opportunity)
a.    UU ini memberikan peluang bagi setiap guru untuk meningkatkan kompetensi serta kualifikasi yang dipersyaratkan sehingga dapat memenuhi standar kualifikasi seorang guru.
b.    Dengan adanya UU ini maka membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan mutu guru dengan mengadakan berbagai diklat Guru. Hal ini dilakukan demi membantu percepatan pencapaian kualifikasi dan kompetensi Guru.
c.    Undang-undang ini memberikan motivasi bagi Perguruan Tinggi/Universitas untuk meningkatkan kualitas SDM dan pengajaran pada peserta didik yang sedang menempuh kuliah pada Fakultas Pendidikan dan berminat menjadi Guru.
d.   Undang-undang ini dapat melahirkan Guru yang professional, berkualitas dan kompeten dalam bidangnya, jadi profesi guru bukanlah dijadikan hanya sekedar batu loncatan yang sesaat saja.
4.         Tantangan/Ancaman (Threatment)
a.    Tantangan yang utama bagi semua pihak adalah bagaimana sama-sama memberikan kepada masyarkat luas tentang arti pentingnya pendidikan sebagai investasi kemajuan bangsa.
b.    Tantangan lainnya adalah pembenahan mental korup di setiap institusi agar apa yang akan dilakukan sesuai dengan jalurnya dan memenuhi rasa keadilan. Apalagi pada awal tahun depan pemerintah teklah memprogramkan anggaran 20% bagi pendidikan.
c.    Seperti yang disebutkan dalam UU Guru dan Dosen (pasal 82 ayat 2) mewajibkan guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik untuk memenuhinya paling lama 10 tahun sejak berlakunya undang-undang ini. Maka tantangan selanjutnya adalah apakah setiap guru yang kini belum memenuhi kualifikasi akademik mampu untuk membiayai pendidikannya ke jenjang minimal (S1) sementara taraf kesejahtereaannya sendiri belum terpenuhi.
d.   Dalam hal sertifikasi tenaga pendidik, mungkin akan muncul persoalan dengan pelaksanaan Program Akta IV yang dilaksanakan dalam rangka mendapatkan sertifikat guru. Jika Program Akta IV tidak disamakan dengan Sertifikat Pendidik maka tantangan terbesar adalah bagaimana nasib guru yang sudah memiliki sertifikat Akta 4. Apakah diharuskan mengikuti program baru atau diadakan penyetaraan.
e.    Tantangan bagi Guru untuk dapat aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan di sekolah, kepanitiaan, seminar dan lingkungan masyarakat demi memenuhi persyaratan portfolio bagi Guru untuk dapat lulus dalam sertifikasi.
f.     Tantangan bagi pemerintah untuk dapat mengangkat guru honorer, kontrak dan guru bantu yang telah mengabdi bertahun-tahun untuk dapat diangkat menjadi PNS.
g.    Tantangan lainnya bagi pemerintah adalah membuat UU/PP dalam rangka mengatur hak, kedudukan, kewajiban, kesejahteraan, keikutsertaaan Guru swasta dalam sertifikasi.

BAB III

PENUTUP


A.     Kesimpulan
Perubahan paradigma pendidikan Negara Indonesia dalam bidang pendidikan bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi atau memberikan otoritas tiap penyelenggara pendidikan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan masing-masing dengan acuan yang telah ditentukan. Perubahan yang signifikan juga terdapat pada perundang-undangan tentang guru dan dosen, yang ditandai dengan di berlakukannya UU tentang guru dan dosen.
Guru dan Dosen merupakan ujung tombak utama dalam pendidikan, karena Guru maupun dosen merupakan komponen utama dalam pendidikan yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan peserta didik yang nantinya akan menjadi penerus bangsa.
 Hadirnya UU tentang Guru dan Dosen ini diharapkan mampu menghadirkan suatu payung hukum tersendiri yang memberikan perlindungan hukum dan hak Guru dan agar dapat lebih bersungguh-sungguh dan meningkatkan kinerja nya untuk mencapai tujuan pendidikan bangsa. Terutama dengan diakuinya status guru sebagai profesi diharapkan mampu memotivasi guru untuk meningkatkan kinerjanya dalam pendidikan dan memotivasi guru untuk terus mengembangkan diri.
Berdasarkan analisa secara keseluruhan pada Undang Undang Guru dan Dosen dapat disimpulkan bahwa peningkatan kesejahteraan profesi guru, diakuinya guru dan Dosen sebagai profesi yang sejajar dengan profesi lain, dan memotivasi guru untuk meningkatkan profesionalitas. Disamping itu kelemahan dari UU ini masih minimnya anggaran untuk sertifikasi yang menyebabkan proses sertifikasi mengalami permasalahan teknis.
Sebagai tenaga profesional guru dituntut mampu melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif. Peningkatan kualifikasi guru disamping untuk meningkatkan kompetensinya, sehingga layak untuk menjadi guru yang profesional.
Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen, kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi oleh karena itu guru jangan hanya disibukkan dengan mengajar saja agar profesional harus dituntut mengembangkan profesinya dengan penelitian (research).

B.     Saran
Pemerintah mensosialisasikan tentang Undang-Undang No. 14 Bagi Guru Dan Dosen keseluruh daerah agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. Sehingga dapat diminimalisilir beberapa kekurangan yang telah dipaparkan di atas, diantaranya adalah UU Guru dan Dosen lemah implementasiannya, masih banyak Guru-Dosen tak tahu esensi UU No 14 2005, terjadinya diskriminatif, banyak aturan yang menyebabkan sebagian guru tidak memperoleh haknya karena aturan tersebut hanya mengatur guru-guru dalam jabatan struktural dan UU No 14 2005 hanya sebagai pepesan kosong belaka.
Mudah-mudahanapa yang di cita-cita UU giru dan Dosen tersebut tercapai dengan maksimal sehingga pendidikan di Indonesia mampu bersaing di kancang global. Sebagai seorang Guru maka kita harusnya merealisasikan apa yang dikehendaki oleh Undang-Undang tersebut sehingga kita bias menjalankan tufoksi dan kewajiban kita dengan baik sesuai dengan apa yang di kehendaki oleh Undang-Undang Guru dan Dosen tersebut. Akhirnya moga dan semoga apa yang saya kritisi dan apa yang saya sarankan bias berguna bagi saya peribadi dan hal layak yang membaca makalah ini. 

DAFTAR PUSTAKA


_ Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal

_  Undang-Undang Dasar Tahun 1945
_ Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

_  Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen No.14 tahun 2005
Fatah, Nanang., Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda karaya, 2012

Hamalik, Oemar., Proses BelajarMengajar. Jakarta: BumiAksara, 2001
Kunandar, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: rajawali Press. 2007.

Mulyasa, E., Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007.

Musbikin, Imam., Guru yang Menakjubkan. Yogyakarta: Buku Biru, 2010.
Tilaar, H. dan Nugroho, R., Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1997.

Yamin, M., Menggugat Pendidian Indonesia, Yogjakarta: Ar-ruz media, 2009.




[2] Kunandar, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. (Jakarta: rajawali Press. 2007), 
[20] Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen No.14 tahun 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar