REALITA
KISYWAH DI MASYARAKAT
Risywah merupakan fenomena yang tidak
asing dalam masyarakat kita. Banyak istilah yang digunakan untuk hal ini, seperti
pemberian parsel, money politik, uang pelicin, pungli dan lain sebagainya. Dari sudut pandang Hukum Islam, wawasan masyarakat yang sangat
terbatas mengenai masalah risywah sehingga sebagian besar masyarakat
beranggapan bahwa risywah bukan sebuah kejahatan tetapi hanya kesalahan
kecil dan sebagian yang lain walaupun mengetahui bahwa risywah adalah terlarang
namun mereka tidak peduli dengan larangan tersebut. Apalagi karena terpengaruh
dengan keuntungan yang didapatkan.
Di pihak lain masayarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Malah ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan.
Di pihak lain masayarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Malah ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan.
Risywah berasal dari kata rasya yang
berarti al-ja’lu artinya menyuap atau menyogok. Ibn al-Atsir mengatakan risywah
adalah sesuatu yang menyampaikan pada keperluan dengan jalan menyogok .
Ar-rasyi adalah orang yang memberikan risywah secara batil, al-murtasyi adalah
orang yang mengambil risywah dan ar-ra`isy adalah orang yang bekerja sebagai
perantara risywah yang minta tambah atau minta kurang. Dalam Hasyiyah Ibn Abidin yang dikutip dari
kitab al Misbah, risywah didefinisikan sebagai berikut yang artinya:
Sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada yang lainnya agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak kepadanya atau membawa kepada yang diinginkannya. Dalam hal ini bisa saja pemberian itu ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram), inilah yang kemudian disebut risywah. Hadis riwayat Tirmidzi Artinya: Hadis diterima dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum (HR. At-Turmuzi) sesungguhnya apabila riswah merajalela di sebuah kaum maka mereka akan binasa dan akan menjadikan setiap dari mereka tidak mengatakan kebenaran, tidak menghukumi dengan kebenaran dan tidak menegakkan keadilan kecuali jika diberi risywah, kita berlindung kepada Allah. Dan risywah terlaknat yang mengambilnya dan terlaknat pula yang memberi kecuali apabila dalam keadaan yang mengambil risywah menghalangi hak-hak manusia dan tidak akan memberikannya kecuali dengan risywah maka dalam keadaan seperti ini laknat jatuh terhadap yang mengambil dan tidak atas yang memberi karena sesungguhnya pemberi hanya menginginkan mengambil haknya, dan tidak ada jalan bagi dia untuk itu kecuali dengan membayar riswah maka yang seperti ini mendapatkan udzur. Sebagaimana ditemukan sekarang (kita berlindung kepada Allah) di sebagian pejabat di Negara-negara Islam yang tidak menunaikan hak-hak manusia kecuali dengan risywah ini (kita belindung kepada Allah) maka dia telah memakan harta dengan batil, dia telah menimpakan kepada dirinya sendiri dengan laknat. Kita memohon kepada Allah ampunan, dan wajib bagi orang-orang Allah telah mempercayakan kepadanya pekerjaan untuk melaksanakannya dengan keadilan dan menegakkannya dengan perkara-perkara yang wajib ditegakkan di dalamnya sesuai kemampuannya. Kemudian dikemukkan bahwa tiga komponen yang mendapat kecaman dari Rasulullah sehubungan dengan perlakuan risywah. Pertama, orang yang menyogok disebut dengan rasyi; kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan murtasyi; dan ketiga, orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang disebut dengan ra`isy. Ketiga komponen ini dikecam oleh rasul dengan kata laknat, baik laknat itu datang dari Rasul SAW maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua bentuk laknat ini ditemukan dalam lafaz hadis. Berdasarkan dalil-dalil yang ada dan ulama sepakat melarang risywah. Malah Ibn Ruslan mengatakan sogok itu haram dengan ijma’ ulama. Demikian juga pendapat Imam al-Mahdi dalam kitabnya al-Bahr. Dengan arti kata tidak ada ulama yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia peradilan maupun dalam bidang yang lain. Dalam Alqur’an tidak ditemukan kata risywah. Dalam pelarangan risywah ini ulama mengambil dalil pelarangan memakan harta secara batil, karena risywah salah satu bentuk penggunaan harta secara batil.
Sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada yang lainnya agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak kepadanya atau membawa kepada yang diinginkannya. Dalam hal ini bisa saja pemberian itu ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram), inilah yang kemudian disebut risywah. Hadis riwayat Tirmidzi Artinya: Hadis diterima dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum (HR. At-Turmuzi) sesungguhnya apabila riswah merajalela di sebuah kaum maka mereka akan binasa dan akan menjadikan setiap dari mereka tidak mengatakan kebenaran, tidak menghukumi dengan kebenaran dan tidak menegakkan keadilan kecuali jika diberi risywah, kita berlindung kepada Allah. Dan risywah terlaknat yang mengambilnya dan terlaknat pula yang memberi kecuali apabila dalam keadaan yang mengambil risywah menghalangi hak-hak manusia dan tidak akan memberikannya kecuali dengan risywah maka dalam keadaan seperti ini laknat jatuh terhadap yang mengambil dan tidak atas yang memberi karena sesungguhnya pemberi hanya menginginkan mengambil haknya, dan tidak ada jalan bagi dia untuk itu kecuali dengan membayar riswah maka yang seperti ini mendapatkan udzur. Sebagaimana ditemukan sekarang (kita berlindung kepada Allah) di sebagian pejabat di Negara-negara Islam yang tidak menunaikan hak-hak manusia kecuali dengan risywah ini (kita belindung kepada Allah) maka dia telah memakan harta dengan batil, dia telah menimpakan kepada dirinya sendiri dengan laknat. Kita memohon kepada Allah ampunan, dan wajib bagi orang-orang Allah telah mempercayakan kepadanya pekerjaan untuk melaksanakannya dengan keadilan dan menegakkannya dengan perkara-perkara yang wajib ditegakkan di dalamnya sesuai kemampuannya. Kemudian dikemukkan bahwa tiga komponen yang mendapat kecaman dari Rasulullah sehubungan dengan perlakuan risywah. Pertama, orang yang menyogok disebut dengan rasyi; kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan murtasyi; dan ketiga, orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang disebut dengan ra`isy. Ketiga komponen ini dikecam oleh rasul dengan kata laknat, baik laknat itu datang dari Rasul SAW maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua bentuk laknat ini ditemukan dalam lafaz hadis. Berdasarkan dalil-dalil yang ada dan ulama sepakat melarang risywah. Malah Ibn Ruslan mengatakan sogok itu haram dengan ijma’ ulama. Demikian juga pendapat Imam al-Mahdi dalam kitabnya al-Bahr. Dengan arti kata tidak ada ulama yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia peradilan maupun dalam bidang yang lain. Dalam Alqur’an tidak ditemukan kata risywah. Dalam pelarangan risywah ini ulama mengambil dalil pelarangan memakan harta secara batil, karena risywah salah satu bentuk penggunaan harta secara batil.
Ada pendapat yang membolehkan sogok apabila berakaitan dengan penetapan hak.
Pendapat ini dikemukkan oleh al-Mansur Billah, Abu Ja’far dan sebagian pengikut
asy-Syafi’i. Namun asy-Syaukani membantahnya karena menurut keumuman hadis yang
ada sogok dilarang. Kalaupun ada perbedaan pendapat dalam hal ini dianggap
tidak sah, karena tidak mempengaruhi hukum yang telah ditetapkan. Mengkhususkan
kebolehan sogok terhadap penetapan hak tidak ada dalil. Oleh karena itu harus
berlaku keumuman hadis yang melarang sogok dalam bentuk apapun. Selanjutnya asy-Syaukani mengemukakan argumen
bahwa pada dasarnya harta seorang muslim itu haram sebagaimana terdapat dalam
al-Quran: Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui. (QS 2:188)
Mudah-mudahan tulisan singkat ini menginspirasi kita agar selalu menjaga terhadap apa yang kita terima dan kita makan akhirnya mudahan hidup kita diberkaki Tuhan sang pemilik alam semesta amin.
Mudah-mudahan tulisan singkat ini menginspirasi kita agar selalu menjaga terhadap apa yang kita terima dan kita makan akhirnya mudahan hidup kita diberkaki Tuhan sang pemilik alam semesta amin.
Penulis :
Nama :
Mansur,S.Pd.I
Alamat : Ponggong,
Kopang, LOMBOK Tengah
Pekerjaan : Guru PAI di
SMPN 1 Praya Timur
Facebook :
ansourlombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar