PROBLEMATIKA SYARI’AT ISLAM DENGAN
TRADISI
Salah satu dari beberapa agama di muka
bumi ini ialah islam. Agama ini diyakini oleh penganutnya sebagai satu-satunya
agama yang diakui dan diridhai oleh Tuhan semesta alam, Allah rabbul itzzaty.
Hal ini sesuai dengan yang telah tersurat dalam firman Tuhan yang artinya “Hari ini telah Aku sempurnakan
untukmu agamamu. Dan telah Aku sempurnakan nikmatKu untukmu dan Aku telah
ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3). Seorang muslim sejatipun hanya
mengakui satu-satunya agama yang haq adalah dinul-islam.
Islam secara harfiah berarti selamat,
artinya bahwa setiap penganut agama ini dijamin keselamatan kehidupannya di
dunia terlebih untuk keselamatan di akherat kelak dengan catatan selalu ta’at
dan tunduk atas perintah-perintahNya.
Tidak sedikit dari ummat agama ini yang
hanya mencari makna keselamatan dunia secara spesifik saja dengan artian hanya
mengejar harta, jabatan dan kedudukan dengan berbagai cara baik halal maupun
haram, namun lupa akan makna islam (selamat) yang haqiqi, yakni bekerja untuk
dunia serta akherat sesuai dengan aturan islam. seharusnya orang yang islam itu
harus lebih memprioritaskan makna selamat untuk akheratnya atau setidaknya
menyeimbangkan keduanya.
Berbicara mengenai urusan akherat artinya
berbicara mengenai ibadah yakni penghambaan diri kepada Tuhan, bahkan dalam
ajaran islam berintraksi dengan sesama makhlukpun bisa dikategorikan ibadah
tergantung amalan tersebut apakah memiliki landasan hukum yang telah di
syariatkan oleh agama atau tidak, karena islam itu memiliki aturan-aturan yang
telah ditetapkan yang disebut dengan syariat islam.
Syariat Islam
adalah hukum dan aturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat islam.
Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah
bagi seluruh kehidupan di muka bumi ini. Maka oleh penganut agama ini, syariat
Islam merupakan panduan secara menyeluruh (kaaffah)
dan sempurna (kamiil) untuk seluruh
permasalahan hidup manusia dalam kehidupan dunia ini. Artinya segenap perbuatan
orang islam di dunia ini telah diatur di dalam agamanya yang tersirat pada
beberapa sumber hukum islam sebagaai landasa untuk berpijak dan berbuat.
Sumber Hukum
Islam merupakan landasan hukum bagi setiap muslim untuk melaksanakan segenap
aktifitasnya baik ibadah maupun kegiatan yang sifatnya duniawi. Berikut ini
penulis memaparkan secara singkat beberapa sumber hukum islam yang dikutip dari
kitab ushul fiqh, yakni:
Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab
suci
umat Islam adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia
hingga akhir zaman (QS. Saba 34:28). Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al
Qur'an disebut juga sebagai sumber pertama atau asas awwalus syar'i.
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir
yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia.
Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang
isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling
bertentangan dalam penafsiran para mufassirin. al-qur'an, merupakan kitab suci
yang berisikan kebenaran, hukum hukum dan firman Allah Subhana hu Wa ta'ala.
yang kemudian atas izin Allah pula diturunkan dalam bentuk fisik bagi seluruh
umat semesta alam.
Al-Hadist
Hadist merupakan Kumpulan yang khusus
memuat sumber hukum Islam setelah al Qur'an berisikan aturan pelaksanaan, tata
cara akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Rasulullah. Walaupun ada beberapa
pertentangan di dalamnya tapi merupakan kebenaran yang hanya orang orang yang
diberikan izin oleh Allah untuk bisa memahaminya dan semua ini atas kehendak
Allah.
Hadits
terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, diantaranya adalah: Shaheh,
Hasan, Dhaif (lemah), Maudu' (palsu). Adapun Hadits yang dapat
dijadikan acuan hanyalah hadits dengan derajat shaheh dan hasan,
kemudian hadits dhaif dan maudu wajib ditinggalkan oleh ummat
islam.
Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha
untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist. Ijtihad
dilakukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat sehingga tidak bisa langsung
menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum. Namun, ada beberapa hal-hal ibadah
yang tidak bisa dan tidak boleh di ijtihadkan.
Berikut ini ada Beberapa macam ijtihad
yang penulis paparkan berdasarkan kitab ushul fiqh, antara lain : Ijma'
yakni kesepakatan para-para ulama, Qiyas
ialah diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya, Maslahah
Mursalah artinya untuk kemaslahatan umat dan 'Urf
yaitu kebiasaan atau tradisi yang baik (umpamanya perayaan maulid Nabi Muhammad
SAW). Al Qur'an dalam Surat Al Maidah ayat 101 yang menyatakan bahwa hal-hal
yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah. Dengan demikian,
perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya
kepada Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang
disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' yakni perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya
dalam Al Qur'an atau Al Hadits (nash), dan
perkara yang masuk dalam kategori Furu'
Syara'( ijtihadiyah).
Dari uraian yang telah dibahas maka
seharunya setiap ibadah baik mahdhoh
atau gairi mahdhoh maupun perkerjaan
yang sifatnya duniawi haruslah belandaskan sumber hukum islam agar mendapatkan
makna islam pada dunia dan akherat dan jangan sekali-kali melakukan suatu
ibadah secara ikut-ikutan.
Terkait dengan pekerjaan yang sifatnya
duniawi, mayoritas manusia pada medio sekarang ini melaksanakan aktifitas
kesehariannya dengan tradisi (kebiasaan) yang sifatnya ikut-ikutan. Bahkan
menjalankan ibadahpun tidak sedikit orang yang melaksanakan ta’abbudnya dengan
cara ikut-ikutan yang mentradisi.
Tradisi berasal dari bahasa Latin yakni traditio yang artinya diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang
telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat.
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun yang paling dominan
secara lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Dalam pengertian lain tradisi adalah kebiasaan yang
bersifat turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Sehingga dalam
suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara-cara yang sudah ada
merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Namu, jika dikaitkan
dengan syariat islam maka tentu bisa menjadi problematika yang serius karena
berkaitan dengan ideologi maupun keyakinan yang membutuhkan landasan hukum atau
dalil di dalam bertindak dan berbuat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa problematika ialah
sesuatu yang masih menimbulkan masalah serta masih belum dapat dipecahkan.
Artinya bahwa terdapat suatu masalah yang substantif yang membutuhkan solusi
atau jalan keluarnya. Dalam hal ini banyak sekali tradisi ataupun kebiasaan ummat
muslim yang dianggapnya sebagai ibadah sehingga menjalankannya dengan cara
ikut-ikutan karena sudah tradisi (kebiasaan). Hal ini sangatlah tidak
dibenarkan dalam islam karena melaksanakan ibadah tanpa dasar atau dalil yang
jelas (kath’i), sehingga keautentikan atau kemurnian syariat islam menjadi
kabur dan tidak terang karena tertutupi oleh tradisi yang tidak bersumber.
Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai
cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain atau sebelum ada
penjelasan secara mendalam kearah yang lebih baik. Misalnya dalam acara
tertentu yang sering dilaksanakan masyarakat disekitar kita yakni melakukan
suatu ritual agama yang dilaksanakannya berdasarkan tradisi tampa dalil nash
(al-Qur’an, Hadis dan ijma’), bahkan pada masyarakat yang super awam menilai
suatu amalan itu antara wajib atau sunah. contohnya yang penulis temukan ialah
tradisi orang (“sasak”) mengangkat kaki sebelah kanan serta duduk diatas
telapak kaki kiri saat melakukan ijab kabul waktu dikawinkan dan membacakan
batu nisan al-Qur’an juga puji-pujian pada malam kesembilan serta masih banyak
yang belum tergali juga butuh penelitian. Terkait dengan beberapa sampel
tersebut penulis menanyakan kepada beberapa responden, dengan bunyi pertanyaan
sebagai berikut: Apakah anda mengetahui landasan hukum (dalil) dengan apa yang
anda lakukan ini? Dan Apakah anda pernah mendengar atau menanyakan penjelasan
Tuan Guru atau Kiyai tentang apa yang anda laksanakan ini?. Dengan pertanyaan
tersebut maka rata-rata jawaban yang penulis peroleh ialah: TIDAK TAHU dan
TIDAK PERNAH, bahkan mereka ada yang menjawab “warisan papuq baloq te”. Oleh karena itu, maka perlu mencari
landasan hukum yang kath’i di dalam
menjalankan sebuah tradisi yang bersifat agamis. Problematika semacam ini
seharusnya bisa ditanggulangi dan dipecahkan oleh para muballig yang tulus ikhlas memberikan syi’ar islam tanpa
“iming-iming”. Karena para juru da’wah yang semakin hari semakin menjamur yang
tentunya masing-masing mereka memiliki kwalitas yang berbeda-bada namun saling melengkapi
haruslah sedapat mungkin menyentuh masyarakat super awam dalam mensyi’arkan
agama Allah. Maka, sekelas Tuan Guru atau Kiyai haruslah berperan aktif,
tujuannya agar segenap aktifitas ibadah umat islam mendapat nilai dari Tuhan
yang maha kuasa dan tidak sia-sia karena sesungguhnya
orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya ditolak tidak diterima. wallohu
a’lamu bissawab. Silahkan anda baca artikel menarik yang cukup penting ini : Cara Membuat Blog Gratis
Penulis dan pemilik blog :
Nama : MANSUR, S.Pd.I
Alamat
Kerja : GURU SMPN 1 PRAYA TIMUR
Alamat
Rumah : Ponggong, Kopang, Lombok Tengah
No.
HP / FB : 087865910783 / FB: AnsourLombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar