Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 10 Desember 2013

PROBLEMATIKA SYARI’AT ISLAM DENGAN TRADISI


PROBLEMATIKA SYARI’AT ISLAM DENGAN TRADISI

Salah satu dari beberapa agama di muka bumi ini ialah islam. Agama ini diyakini oleh penganutnya sebagai satu-satunya agama yang diakui dan diridhai oleh Tuhan semesta alam, Allah rabbul itzzaty. Hal ini sesuai dengan yang telah tersurat dalam firman Tuhan yang artinya Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu. Dan telah Aku sempurnakan nikmatKu untukmu dan Aku telah ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3). Seorang muslim sejatipun hanya mengakui satu-satunya agama yang haq adalah dinul-islam.
Islam secara harfiah berarti selamat, artinya bahwa setiap penganut agama ini dijamin keselamatan kehidupannya di dunia terlebih untuk keselamatan di akherat kelak dengan catatan selalu ta’at dan tunduk atas perintah-perintahNya.
Tidak sedikit dari ummat agama ini yang hanya mencari makna keselamatan dunia secara spesifik saja dengan artian hanya mengejar harta, jabatan dan kedudukan dengan berbagai cara baik halal maupun haram, namun lupa akan makna islam (selamat) yang haqiqi, yakni bekerja untuk dunia serta akherat sesuai dengan aturan islam. seharusnya orang yang islam itu harus lebih memprioritaskan makna selamat untuk akheratnya atau setidaknya menyeimbangkan keduanya.
Berbicara mengenai urusan akherat artinya berbicara mengenai ibadah yakni penghambaan diri kepada Tuhan, bahkan dalam ajaran islam berintraksi dengan sesama makhlukpun bisa dikategorikan ibadah tergantung amalan tersebut apakah memiliki landasan hukum yang telah di syariatkan oleh agama atau tidak, karena islam itu memiliki aturan-aturan yang telah ditetapkan yang disebut dengan syariat islam.
Syariat Islam adalah hukum dan aturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat islam. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah bagi seluruh kehidupan di muka bumi ini. Maka oleh penganut agama ini, syariat Islam merupakan panduan secara menyeluruh (kaaffah) dan sempurna (kamiil) untuk seluruh permasalahan hidup manusia dalam kehidupan dunia ini. Artinya segenap perbuatan orang islam di dunia ini telah diatur di dalam agamanya yang tersirat pada beberapa sumber hukum islam sebagaai landasa untuk berpijak dan berbuat.
Sumber Hukum Islam merupakan landasan hukum bagi setiap muslim untuk melaksanakan segenap aktifitasnya baik ibadah maupun kegiatan yang sifatnya duniawi. Berikut ini penulis memaparkan secara singkat beberapa sumber hukum islam yang dikutip dari kitab ushul fiqh, yakni:
Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (QS. Saba 34:28). Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al Qur'an disebut juga sebagai sumber pertama atau asas awwalus syar'i.
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan dalam penafsiran para mufassirin. al-qur'an, merupakan kitab suci yang berisikan kebenaran, hukum hukum dan firman Allah Subhana hu Wa ta'ala. yang kemudian atas izin Allah pula diturunkan dalam bentuk fisik bagi seluruh umat semesta alam.

Al-Hadist

Hadist merupakan Kumpulan yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al Qur'an berisikan aturan pelaksanaan, tata cara akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Rasulullah. Walaupun ada beberapa pertentangan di dalamnya tapi merupakan kebenaran yang hanya orang orang yang diberikan izin oleh Allah untuk bisa memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.
Hadits terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, diantaranya adalah: Shaheh, Hasan, Dhaif (lemah), Maudu' (palsu). Adapun Hadits yang dapat dijadikan acuan hanyalah hadits dengan derajat shaheh dan hasan, kemudian hadits dhaif dan maudu wajib ditinggalkan oleh ummat islam.
Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum. Namun, ada beberapa hal-hal ibadah yang tidak bisa dan tidak boleh di ijtihadkan.
Berikut ini ada Beberapa macam ijtihad yang penulis paparkan berdasarkan kitab ushul fiqh, antara lain : Ijma' yakni kesepakatan para-para ulama, Qiyas ialah diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya, Maslahah Mursalah artinya untuk kemaslahatan umat dan 'Urf yaitu kebiasaan atau tradisi yang baik (umpamanya perayaan maulid Nabi Muhammad SAW). Al Qur'an dalam Surat Al Maidah ayat 101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah. Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' yakni perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau Al Hadits (nash),  dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'( ijtihadiyah).
Dari uraian yang telah dibahas maka seharunya setiap ibadah baik mahdhoh atau gairi mahdhoh maupun perkerjaan yang sifatnya duniawi haruslah belandaskan sumber hukum islam agar mendapatkan makna islam pada dunia dan akherat dan jangan sekali-kali melakukan suatu ibadah secara ikut-ikutan.
Terkait dengan pekerjaan yang sifatnya duniawi, mayoritas manusia pada medio sekarang ini melaksanakan aktifitas kesehariannya dengan tradisi (kebiasaan) yang sifatnya ikut-ikutan. Bahkan menjalankan ibadahpun tidak sedikit orang yang melaksanakan ta’abbudnya dengan cara ikut-ikutan yang mentradisi.
Tradisi berasal dari bahasa Latin yakni traditio yang artinya diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun yang paling dominan secara lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Dalam pengertian lain tradisi adalah kebiasaan yang bersifat turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Sehingga dalam suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara-cara yang sudah ada merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Namu, jika dikaitkan dengan syariat islam maka tentu bisa menjadi problematika yang serius karena berkaitan dengan ideologi maupun keyakinan yang membutuhkan landasan hukum atau dalil di dalam bertindak dan berbuat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa problematika ialah sesuatu yang masih menimbulkan masalah serta masih belum dapat dipecahkan. Artinya bahwa terdapat suatu masalah yang substantif yang membutuhkan solusi atau jalan keluarnya. Dalam hal ini banyak sekali tradisi ataupun kebiasaan ummat muslim yang dianggapnya sebagai ibadah sehingga menjalankannya dengan cara ikut-ikutan karena sudah tradisi (kebiasaan). Hal ini sangatlah tidak dibenarkan dalam islam karena melaksanakan ibadah tanpa dasar atau dalil yang jelas (kath’i), sehingga keautentikan atau kemurnian syariat islam menjadi kabur dan tidak terang karena tertutupi oleh tradisi yang tidak bersumber.
Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain atau sebelum ada penjelasan secara mendalam kearah yang lebih baik. Misalnya dalam acara tertentu yang sering dilaksanakan masyarakat disekitar kita yakni melakukan suatu ritual agama yang dilaksanakannya berdasarkan tradisi tampa dalil nash (al-Qur’an, Hadis dan ijma’), bahkan pada masyarakat yang super awam menilai suatu amalan itu antara wajib atau sunah. contohnya yang penulis temukan ialah tradisi orang (“sasak”) mengangkat kaki sebelah kanan serta duduk diatas telapak kaki kiri saat melakukan ijab kabul waktu dikawinkan dan membacakan batu nisan al-Qur’an juga puji-pujian pada malam kesembilan serta masih banyak yang belum tergali juga butuh penelitian. Terkait dengan beberapa sampel tersebut penulis menanyakan kepada beberapa responden, dengan bunyi pertanyaan sebagai berikut: Apakah anda mengetahui landasan hukum (dalil) dengan apa yang anda lakukan ini? Dan Apakah anda pernah mendengar atau menanyakan penjelasan Tuan Guru atau Kiyai tentang apa yang anda laksanakan ini?. Dengan pertanyaan tersebut maka rata-rata jawaban yang penulis peroleh ialah: TIDAK TAHU dan TIDAK PERNAH, bahkan mereka ada yang menjawab “warisan papuq baloq te”. Oleh karena itu, maka perlu mencari landasan hukum yang kath’i di dalam menjalankan sebuah tradisi yang bersifat agamis. Problematika semacam ini seharusnya bisa ditanggulangi dan dipecahkan oleh para muballig yang tulus ikhlas memberikan syi’ar islam tanpa “iming-iming”. Karena para juru da’wah yang semakin hari semakin menjamur yang tentunya masing-masing mereka memiliki kwalitas yang berbeda-bada namun saling melengkapi haruslah sedapat mungkin menyentuh masyarakat super awam dalam mensyi’arkan agama Allah. Maka, sekelas Tuan Guru atau Kiyai haruslah berperan aktif, tujuannya agar segenap aktifitas ibadah umat islam mendapat nilai dari Tuhan yang maha kuasa dan tidak sia-sia karena sesungguhnya orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya ditolak tidak diterima. wallohu a’lamu bissawab. Silahkan anda baca artikel menarik yang cukup penting ini : Cara Membuat Blog Gratis

Penulis dan pemilik blog :
Nama                                      : MANSUR, S.Pd.I
Alamat Kerja                          : GURU SMPN 1 PRAYA TIMUR
Alamat Rumah                       : Ponggong, Kopang, Lombok Tengah
No. HP / FB                           : 087865910783 / FB: AnsourLombok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar