Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 15 Juni 2023

Yang Haram Bagi Wanita Yang Haid Dan Nipas Kitab Kasyifatussaja'


 ثامنها: (الطلاق) وهو من الكبائر إلا في سبع صور: فلا يحرم طلاقها فيها الأول إذا قال: أنت طالق في آخر جزء من حيضك أو مع آخره أو عنده، ومثل ذلك ما لو تم لفظ الطلاق في آخر الحيض لاستعقاب ذلك الطلاق الشروع في العدة.

الثاني: أن تكون المطلقة في ذلك غير مدخول بها لعدم العدة بخلاف المتوفى عنها زوجها قبل الدخول فتجب عليها العدة. الثالث: أن تكون حاملاً منه لاستعقاب ذلك الطلاق الشروع في العدة. الرابع: أن يكون الطلاق يعوض منها إذا كانت حائلاً لأن إعطاءها المال يشعر بالحاجة إلى الطلاق، وخرج بالعوض منها ما لو طلقها بسؤالها بلا عوض أو بعوض من غيرها فيحرم. والخامس: أن يكون الطلاق في إيلاء بمطالبتها الطلاق في حال الحيض بعد مطالبتها بالوطء من الزوج في حال الطهر فيمتنع منه لأن حاجتها شديدة إلى الطلاق. السادس: ما إذا طلقها الحكم في شقاق وقع بينها وبين زوجها لحاجتها الشديدة إليه. السابع: ما لو قال السيد لأمته. إن طلقك الزوج اليوم فأنت حرة فعلم الزوج ذلك التعليق وعدم رجوع السيد فطلقها أو سألته ذلك فلا يحرم طلاقها للخلاص من الرق إذ دوامه أضر بها من تطويل العدة وقد لا يسمح به السيد بعد ذلك أو يموت فيدوم أسرها، 

8) Thalak. Yaitu merupakan dosa besar kecuali 7 contoh maka tidak haram:

1) Ketika suami berkata, “Kamu tertalak di saat akhir sebagian waktu dari masa haidmu,” atau, “Kamu tertalak di saat yang bersamaan dengan akhir haidmu,” atau,” Kamu tertalak di saat akhir haidmu.” Begitu juga, apabila kata tertalak selesai diucapkan di akhir haid maka tidak diharamkan menjatuhkan talak kepada istri pada saat haid sebab pentalakan tersebut bersambung langsung dengan memasuki masa iddah.


2) Istri yang ditalak pada saat haid bukanlah istri yang pernah dijimak karena tidak berlaku masa iddah baginya sehingga tidak diharamkan mentalaknya pada saat haid. Berbeda dengan istri yang ditinggal mati suaminya sebelum dijimak maka wajib atasnya berlaku masa iddah.


3) Istri yang ditalak saat haid sedang mengandung anak dari suami yang mentalaknya sehingga hukum mentalaknya tidak diharamkan karena masa tertalak bersambung langsung dengan memasuki masa iddah.


4) Talak yang dijatuhkan berbanding dengan ‘iwadh atau gantian dari istri ketika istri tersebut tidak hamil karena sikap dimana ia memberikan harta kepada suaminya menunjukkan bahwa ia benar-benar butuh untuk ditalak.

Dikecualikan dengan kata ‘iwadh dari istri adalah masalah apabila suami mentalak istrinya atas dasar permintaan istri sendiri tanpa adanya ‘iwadh atau dengan adanya ‘iwadh tetapi dari orang lain selain istri, maka diharamkan mentalak istri pada saat haid dalam dua masalah ini.


5) Talak terjadi di dalam masa sumpah ilak atas dasar istri sendiri meminta di talak pada saat haid setelah istri meminta suami untuk menjimaknya pada saat suci, tetapi suami enggan menjimaknya, maka menjatuhkan talak kepada istri tersebut pada saat haid tidak diharamkan karena istri sangat butuh sekali untuk ditalak.


6) Ketika istri yang tengah haid ditalak oleh hakim di tengahtengah terjadinya perselisihan antara istri tersebut dan suaminya. Maka talak yang dijatuhkan oleh hakim tersebut tidak diharamkan sebab istri sangat membutuhkan untuk ditalak.


7) Apabila tuan berkata kepada perempuan amatnya, “Jika suamimu mentalakmu hari ini maka kamu merdeka.” Ternyata, suami amat tersebut tahu atau mendengar perkataan tuan dan tuan sendiri tidak mencabut perkataannya itu. Kemudian suami mentalak amat atau amat meminta suaminya untuk mentalak. Maka talak yang dijatuhkan kepada amat yang sedang haid itu tidak diharamkan sebab menyelamatkan diri dari status budak. Lagi pula, bagi amat sendiri, menyandang status sebagai budak adalah lebih berat daripada menunggu lamanya masa iddah. Selain itu, jarangjarang tuan mau memerdekakannya dengan cara demikian atau dikuatirkan tuan keburu mati sehingga menyebabkan amat tetap dalam statusnya sebagai budak.


والحكمة في تحريم الطلاق بالحيض تضررها بطول مدة التربص لأن بقية الحيض لا تحسب من العدة قال الله تعالى: إذا طلقتم النساء فطلقوهن لعدتهن (( ٦٥) الطلاق:١) أي إذا أردتم طلاق الأزواج الموطوآت اللاتي يعتددن بالأقراء فطلقوهن في أول الوقت الذي يشرعن فيه في العدة بأن يكون الطلاق في طهر لم تجامع فيه، والمراد بوقت شروعهن ما يشمل وقت تلبسهن بها، فلو طلقت في عدة طلاق رجعي فلا حرمة لتلبسها بالعدة.

Hikmah mengapa menjatuhkan talak kepada istri yang sedang haid diharamkan adalah karena menyakiti istri dengan memperpanjang masa tarobbus-nya karena sisa masa haid tidak terhitung termasuk iddah. Allah berfirman, “Ketika kamu mentalak para perempuan maka talaklah mereka karena iddah mereka,” maksudnya, ketika kamu hendak menjatuhkan talak kepada para istri yang pernah dijimak yang mengalami masa iddah selama beberapa masa suci maka talaklah mereka di awal waktu yang mana mereka mulai memasuki masa iddah di waktu tersebut, sekiranya talak dijatuhkan pada masa suci yang mana istri belum dijimak di masa suci tersebut. Yang dimaksud dengan waktu yang mana istri mulai memasuki masa iddah di waktu tersebut adalah waktu yang mencakup waktu-waktu iddahnya sehingga apabila ada seorang perempuan ditalak di tengah-tengah masa iddah talak roj’i maka menjatuhkan talak kepadanya itu tidak diharamkan sebab perempuan tersebut tengah menjalani masa iddahnya.


(و) تاسعها: (المرور) أي مجرد العبور (في المسجد) لغلظ حدثها وبهذا فارقت الجنب حيث لم يحرم في حقه مجرد العبور (إن خافت تلويثه) بالثاء المثلثة أي تلطيخه بالدم صيانة للمسجد فإن أمنته كان لها العبور لكن مع الكراهة عند انتفاء حاجة عبورها بخلاف الجنب فإن العبور في حقه بلا حاجة خلاف الأولى، فإن كان لها غرض صحيح كقرب طريق فلا كراهة ولا خلاف الأولى،

9) Melewati Masjid. Karena beratnya hadas yang ditanggungnya. Oleh karena alasan ini, maka dapat dibedakan dari orang junub yang tidak diharamkan atasnya sekedar lewat di dalam masjid. Keharaman lewat di dalam masjid atas perempuan haid atau nifas adalah dengan catatan jika ia kuatir mengotori masjid dengan darahnya. Apabila ia merasa aman tidak akan mengotorinya maka diperbolehkan baginya kalau hanya sekedar lewat di dalam masjid, tetapi dimakruhkan jika memang ia tidak punya hajat melewatinya. Berbeda dengan orang junub, karena hukum melewati masjid tanpa didasari hajat adalah khilaf al-aula. Sedangkan apabila perempuan haid atau nifas memiliki hajat yang dibenarkan, seperti; mencari jalan pintas, maka melewati masjid baginya tidak dimakruhkan dan juga tidak khilaf al-aula.


وخرج بالمسجد المدرسة والربط، بضم الراء والباء جمع رباط ككتب جمع كتاب ومصلى العيد وملك الغير فلا يحرم عبورها إلا عند تحقق التلويث أو ظنه لا عند توهمه، والفرق أن حرمة المسجد ذاتية وحرمة هذه عرضية. 

Dikecualikan dengan masjid adalah madrasah, pondokan, tempat sholat hari raya (bukan masjid), dan tempat yang milik orang lain, maka tidak diharamkan atas perempuan haid atau nifas melewati tempat-tempat tersebut kecuali ketika benar-benar yakin atau menyangka akan mengotorinya dengan darah, bukan ketika salah sangka. Perbedaannya adalah bahwa keharaman dalam melewati masjid bersifat dzatiah sedangkan keharaman dalam melewati tempat-tempat tersebut adalah ‘ardhiah.


وكالحائض فيما ذكر من له حدث دائم كمستحاضة وسلس بول أو مذي ومن به جراحة نضاحة بالدم، فإذا خيف التلويث بشيء من ذلك حرم العبور وإلا كره إلا لحاجة، وكذا سائر النجاسات الملوثة ولو في نعل أو ثوب فلا يجوز إدخال النجاسة على نحو النعل إلا بشرطين أن يأمن التلويث وأن يكون لحاجة كخوف الضياع

Sama seperti perempuan haid dalam boleh tidaknya melewati masjid adalah daim al-hadas (orang yang langgeng menanggung hadas) seperti; perempuan istihadhoh, orang beser air kencing atau madzi, orang yang memiliki luka yang ternodai darah, maka jika dikuatirkan akan mengotori masjid dengan darah, air kencing, madzi, maka diharamkan melewatinya, jika tidak dikhawatirkan maka dimakruhkan kecuali ada hajat. Begitu juga najisnajis lain yang dapat mengotori sekalipun menempel di sandal atau baju, oleh karena itu, tidak diperbolehkan membawa masuk najis yang menempel, misal, di sandal ke dalam masjid, kecuali dengan dua syarat, yaitu aman tidak akan mengotori dan ada hajat seperti; takut kehilangan sandal, dll.


(و) عاشرها: (الاستمتاع) أي المباشرة سواء كان بشهوة أم لا (بما بين السرة والركبة) بوطء سواء كانت بحائل أم لا وبغيره حيث لا حائل، ولا بد أن تكون المباشرة بما ينقض مسه الوضوء ليخرج السن والشعر فلا تحرم المباشرة به،

10) Istimtaa' (bersenang-senang) Maksudnya Mubasyarah (bersentuhan secara langsung) baik disertai dengan syahwat atau tidak, pada bagian antara pusar dan lutut dengan cara jimak, baik bersentuhan yang disertai adanya penghalang atau tidak, atau dengan cara selain jimak sekiranya tidak ada penghalang. Dalam mubasyaroh, bagian yang saling bersentuhan harus bagian yang jika disentuh dapat membatalkan wudhu agar mengecualikan gigi dan rambut karena tidak diharamkan atas perempuan haid saling mubasyaroh dengan suaminya dalam rambut atau gigi.


والحاصل أن بدن المرأة حال الحيض بالنسبة إلى الاستمتاع والمباشرة على قسمين: أحدهما ما بين السرة والركبة فيحرم على الرجل المباشرة فيه مطلقاً سواء كانت بوطء أو بلمس إذا كانت تحت الثياب بخلاف الاستمتاع بغيرهما كنظر بشهوة فإنه لا يحرم، وأما المباشرة فوقهما إن كانت بوطء فيحرم أيضاً وأما بغيره فلا وثانيهما ما عدا ما بين السرة والركبة فلا يحرم مطلقاً ويحرم على المرأة وهي حائض أن تباشر الرجل بما بين سرتها وركبتها في أي جزء من بدنه ولو غير ما بين سرته وركبته لأن ما منع من مسه يمنعها أن تمسه به، 

Kesimpulannya adalah bahwa tubuh perempuan yang sedang haid dengan dinisbatkan pada Istimtaa' dan Mubasyarah dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Bagian antara pusar dan lutut; maka diharamkan atas laki-laki bermubasyaroh dengan perempuan pada bagian tersebut secara mutlak, artinya, baik dengan jimak atau dengan menyentuh ketika perempuan mengenakan baju. Berbeda dengan istimtak dengan cara selain Jima' dan menyentuh pada bagian tubuh antara pusar dan lutut, seperti; melihatnya dengan syahwat, maka tidak diharamkan. Adapun mubasyaroh pada bagian di luar antara pusar dan lutut, maka apabila dilakukan dengan cara jimak maka diharamkan, sebaliknya, apabila dilakukan dengan cara selain Jima' maka tidak diharamkan.

2) Bagian tubuh selain bagian antara pusar dan lutut; maka tidak diharamkan Istimtaa' padanya secara mutlak. Diharamkan atas perempuan haid menyentuhkan bagian antara pusar dan lututnya dengan bagian manapun dari tubuh laki-laki sekalipun selain antara pusar dan lutut laki-laki tersebut, karena bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh oleh laki-laki maka dilarang pula atas perempuan untuk menyentuh laki-laki dengan bagian tubuh tersebut.


ومما يحرم على الحائض الطهارة للحدث بقصد التعبد مع علمها بالحرمة لتلاعبها فإن كان المقصود النظافة كأغسال الحج لم يمتنع 

Termasuk perkara yang diharamkan atas perempuan haid adalah bersuci karena hadas dengan maksud beribadah yang disertai tahu akan keharamannya sebab talaub (bercanda). Apabila yang dimaksudkan adalah nadzofah (bersih-bersih), seperti; mandi-mandi dalam haji, maka tidak dilarang. 


ولا يحرم على الحائض والنفساء حضور المحتضر على المعتمد خلافاً لما في العباب والروض، وعلله بتضرره بامتناع ملائكة الرحمة من الحضور عنده بسببهما، كذا ذكره السويفي نقلاً عن الرملي. 

Tidak diharamkan atas perempuan haid dan nifas untuk menghadiri muhtadhir (orang yang sekarat mati). Ini adalah menurut pendapat Mu'tamad. Berbeda dengan pendapat yang tertulis dalam kitab al-Ubab dan ar-Roudh yang menyebutkan bahwa diharamkan atas perempuan haid atau nifas menghadiri muhtadhir karena mereka hanya akan menyakitinya sebab keberadaan mereka mencegah hadirnya malaikat rahmat di sampingnya. Demikian ini disebutkan oleh Suwaifi dengan mengutip dari Romli.

Sumber 

[Kaasyifah as Sajaa Fii Syarh Safiinah an Najaa Halaman 34-35, Cet. Al Haromain]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar