PENGEMBANGAN
DAN PENGOLAHAN TES HASIL BELAJAR
A.
Pengembangan Tes
Hasil Belajar
1.
Penyusunan
Tes Hasil Belajar
Langkah-langkah
yang perlu ditempuh dalam pengembangan tes hasil atau prestasi belajar siswa
adalah sebagai berikut:
a.
Menyusun
spesifikasi tes Spesifikasi tes mencakup : menentukan tujuan tes, menyusun
kisi-kisi tes, memilih bentuk tes, menentukan panjang tes. Dan kisi-kisi tes memenuhi persyaratan berikut:
a) mewakili isi kurikulum yang akan diujikan, b) komponen-komponennya rinci,
jelas, dan mudah dipahami, c) indikator soal harus jelas dan dapat dibuat
soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan. Bentuk tes, ada dua
yaitu tes obyektik dan tes uraian. Panjang tes ditentukan
berdasarkan cakup atau keluasan materi.
b.
Menulis
soal Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pertanyaan
butirbutir soal. Menulis soal sesuai dengan indikator kisi-kisi, indikator
sesuai dengan kompetensi dasar.
c.
Menelaah
soal tes, Setelah soal disusun perlu dilakukan telaah atas soal-soal tersebut.
Diperlukan untuk memperbaiki soal-soal
yang diamati terdapat kekurangan. Butir-butir yang disusun diamati
dari segi konstruksi, content (isi) dan bahasanya.
d.
Melakukan
ujicoba tes Setelah dinilai baik secara konstruksi, isi dan bahasa, maka
selanjutnya dilakukan proses uji coba ke lapangan, dengan tujuan agar
mendapatkan data empirik tentang kualitas butir soal yang disusun.
e.
Melakukan
analisis butir soal Berdasarkan hasi uji coba instrumen, maka dapat diketahui
kualitas butir soal yang ada dan selanjutnya dapat dilakukan proses klasifikasi
butir untuk ditindaklanjuti.
f.
Memperbaiki
tes Berdasarkan hasil dari analisis butir soal maka dapat diketahui butir-butir soal yang sudah baik, yang belum
baik atau harus diperbaiki dan
butir-butir yang wajib dikeluarkan dari instrumen. Dan butir-butir yang belum
baik dapat diperbaiki untuk dimasukan
kembali menjadi seperangkat instrumen.
g.
Merakit
tes Setelah dilakukan analisis butir soal
dan memperbaikinya, langkah selanjutnya adalah merakit butir-butir soal
tersebut menjadi satu kesatuan, sehingga menjadi satu alat ukur instrumen
final.
h.
Pelaksanakan
tes Setelah mendapatkan instrumen tes
yang berkualitas maka selanjutnya diberikan kepada testee (siswa) .
i.
Menafsirkan
hasil tes Hasil tes yang didapatkan dari siswa dalam bentuk data kuantitatif
yaitu dalam bentuk sekor, dan kemudian sekor ditafsirkan menjadi nilai.
2.
Analisis
Butir Soal
Analisis
butir soal yaitu menganalisis butir dari
taraf sukar, daya beda, fungsi distractor. Taraf sukar menganalisis bagaimana
tingkat kesukaran soal apakah terlalu sukar atau sebaliknya dan daya beda
menganalisis apakah butir soal tersebut mempunyai kemampuan untuk membedakan
antara siswa yang rajin belajar dan yang malas belajar, sedangkan fungsi
distractor mempunyai fungsi sebagai pengecoh terhadap siswa yang malas belajar.
Bila dilakukan analisis butir soal maka akan menghasilkan butir-butir soal yang
berkualitas sehingga dapat dihindari ketidakwajaran sekor yaitu apabila sekor
testee (siswa) berbeda dengan sekor wajar baginya. Testee yang seharusnya
memperoleh sekor yang tinggi ternyata memperoleh sekor yang rendah. Dan
sebaliknya testee yang seharusnya memperoleh sekor rendah ternyata memperoleh
sekor tinggi.
a.
Analisis
butir soal secara kualitatif Sebelum
dilakukan analisis butir soal secara empririk atau uji coba instrumen ke
lapangan maka dilakukan analisis butir soal secara teoretik atau rasional yaitu
meliputi analisis secara konstruksi, content (isi) dan bahasa. Apakah butir
yang disusun mewakili indikator, dan indikator mewakili kompetensi dasar (KD),
dan KD jabaran dari kompetensi inti (KI), kemudian jika secara konstruksi,
content dan bahasa sudah baik, maka dapat dilanjutkan kepada uji coba ke
lapangan. Dan analisis butir soal secara rasional atau secara kualitatif dapat
dilakukan oleh para panel dan pakar yang ahli di bidangnya.
b.
Analisis
butir soal secara empirik Setelah
dilakukan analisis butir soal secara kualitatif selanjutnya dilakukan proses
uji coba instrumen ke lapangan, yang kemudian dianalisis taraf sukar, daya beda
dan fungsi distraktor. Untuk lebih jelasnya akan di jelaskan sebagai berikut.
1)
Bentuk
Soal Obyektif
a)
Tingkat
kesukaran
Proposi testee yang menjawab benar disebut
tingkat kesukaran atau taraf sukar. Tingkat kesukaran soal berkisar antara 0,00
sampai dengan 1,00, artinya tingkat kesukaran soal paling rendah adalah 0,00
dan paling tinggi adalah 1,00. Tingkat kesukaran 0,00 menunjukan bahwa butir
soal tersebut termasuk sukar, artinya tidak ada seorang testeepun yang menjawab
betul dari butir soal tersebut. Sedangkan tingkat kesukaran 1,00 menunjukan
bahwa butir soal tesrsebut terlalu mudah artinya seluruh testee dapat menjawab
betul dari butir soal tersebut. Tingkat kesukaran soal dapat diperoleh melalui
perhitungan dengan rumus:
P = R
T
Keterangan
:
P
= tingkat kesukaran butir soal
R = jumlah
yang menjawab benar
T = Jumlah
seluruh peserta tes
Kriteria tingkat
kesukaran
|
Klasifikasi
|
0,00 - 0,30
|
Sukar
|
0,31 - 0,70
|
Sedang
|
0,71 - 1,00
|
Mudah
|
TESTE
|
BUTIR
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Xt
|
|
A
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
4
|
B
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
4
|
C
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
4
|
D
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
4
|
E
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
4
|
F
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
7
|
G
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
4
|
H
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
I
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3
|
J
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
N=10
|
7
|
9
|
5
|
6
|
5
|
3
|
1
|
36
|
P
|
0,7
|
0,9
|
0,5
|
0,6
|
0,5
|
0,3
|
0,1
|
|
Q
|
0,3
|
0,1
|
0,5
|
0,4
|
0,5
|
0,7
|
0,9
|
|
TKT KESUKARAN
|
SEDANG
|
MUDAH
|
SEDANG
|
SEDANG
|
SEDANG
|
SUKAR
|
SUKAR
|
Dalam kaitannya
dengan hasil analisis butir soal dari tingkat kesukaran, ada pendapat
menyatakan bahwa soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal yang mempunyai
tingkat kesukaran yang sedang. Adapun soal-soal yang sangat sukar ada tiga
kemungkinan tindak lanjut yaitu: (1)
Butir soal tersebut didrop (dikeluarkan) dan tidak digunakan lagi dalam
tes- tes hasil belajar yang akan datang. (2) Diteliti ulang, dianalisis
sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan butir soal tersebut
terlalu sukar untuk dijawab oleh testee. Kemudian setelah dilakukan perbaikan
kembali, butir-butir soal tersebut dapat digunakan kembali dalam tes hasil
belajar yang akan datang. (3) Butir soal yang sangat sukar dapat diambil
manfaatnya yaitu dapat digunakan pada tujuan penyelenggaraan tes yang sifatnya
sangat ketat.
b)
Daya
Pembeda
Daya pembeda soal
yang baik adalah butir soal yang dapat membedakan antara kelompok atas yaitu
kelompok testee yang berkemampuan tinggi (rajin belajar) dan kelompok bawah
yaitu kelompok testee yang berkemampuan rendah (malas belajar). Daya pembeda
soal dapat diukur melalui selisih proporsi jawaban betul pada testee kelompok
atas dan kelompok bawah. Indeks daya pembeda soal berkisar antara -1 sampai
dengan +1.
Indeks daya
pembeda bertanda plus ( positif ) hal ini merupakan petunjuk bahwa butir soal
tersebut sudah memiliki daya pembeda, dalam arti testee yang berada pada
kategori kemampuan tinggi (kelompok atas) lebih banyak dapat menjawab betul
terhadap butir sol tersebut, sedangkan testee yang berada pada kategori
kemampuan rendah (kelompok bawah) lebih banyak menjawab salah. Jika indeks daya
pembeda 0,00, keadaan ini menunjukkan bahwa butir soal tidak memiliki daya
pembeda sama sekali. Adapun jika indeks daya pembeda bertanda minus ( negatif
), keadaan ini menunjukkan bahwa butir soal tersebut lebih banyak dijawab betul
oleh testee kelompok bawah dari pada kelompok atas. Daya pembeda soal obyektif
diperoleh melalui perhitungan dengan menggunkan rumus:
Rumus : D = FT1 (X=1)
- FR1 ( X=1)
MT MR
Keterangan:
D = Daya Beda
FTI = Kelompok
Tinggi
FRI = Kelompok
Rendah
MT = Jumlah
responden kelompok tinggi
MR = Jumlah
responden kelompok rendah
Indeks
|
Daya pembeda
|
Interpertasi
|
Kurang dari 0,20
|
Poor
|
Daya pembeda
lemah
|
0,20-0,39
|
Satisfactory
|
Daya pembeda
yang cukup/ sedang
|
0,40-0,69
|
Good
|
Daya pembeda
yang baik
|
0,70-1,00
|
Excelen
|
Daya pembeda
yang cukup baik
|
Bertanda negatif
|
Daya pembeda
negatif/ jelek
|
Klasifikasi indeks
daya pembeda soal di atas sebagai acuan bagi tester pada saat menentukan status
butir soal sehingga dapat diputuskan langkah selanjutnya untuk hasil analisis
butir soal (daya pembeda soal). Contoh perhitungan daya pembeda soal obyektif:
TESTE
|
BUTIR
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Xt
|
|
A
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
4
|
B
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
4
|
C
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
4
|
D
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
4
|
E
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
4
|
F
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
7
|
G
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
4
|
H
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
I
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3
|
J
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
N=10
|
7
|
9
|
5
|
6
|
5
|
3
|
1
|
36
|
No Butir
|
FTI
|
FRI
|
MT
|
MR
|
DAYA BEDA
|
1
|
5
|
2
|
5
|
5
|
5/5-2/5=0,6 BAIK
|
2
|
5
|
4
|
5
|
5
|
5/5-4/5=0,2
CUKUP
|
3
|
4
|
1
|
5
|
5
|
4/5-1/5=0,6 BAIK
|
4
|
5
|
1
|
5
|
5
|
5/5-1/5= 0,8
BAIK SEKALI
|
5
|
4
|
1
|
5
|
5
|
4/5-1/5= BAIK
|
6
|
3
|
0
|
5
|
5
|
3/5-0/5= BAIK
|
7
|
1
|
0
|
5
|
5
|
1/5-0/5=0,2
CUKUP
|
Dalam kaitannya
dengan hasil analisis butir soal yaitu daya beda soal, ada pendapat menyatakan
bahwa soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal yang mempunyai klasifikasi
sedang, baik dan baik sekali. Sedangkan jika hasil hitung daya beda soal
menghasilkan butir soal pada klasifikasi lemah, ada dua kemungkinan tindak
lanjut yaitu ditelusuri untuk kemudian diperbaiki atau di keluarkan
(dibuang). Dengan menghitung tingkat
kesukaran dan daya beda soal tester dapat mengetahui kualitas butir soal yang
disusun, sehingga dapat dihindari ketimpangan sekor dalam bentuk ketidakwajaran
sekor. Selain dari ketidakwajaran sekor dalam ketimpangan sekor terdapat bias
butir. Dua hal tersebut yaitu ketidakwajaran sekor dan bias butir dapat
dihindari jika didalam proses penyusunan instrumen dilakukan analisis butir
soal secara kualitatif dan analisis butir soal secara kuantitatif. Serta
dilakukan analisis perangkat soal yaitu uji validitas dan uji reliabilitas.
Karena instrumen yang valid akan mengukur apa yang hendak diukur sesuai
dengan materi atau kisi-kisi instrumen,
sehingga dapat diketahui apakah instrumen atau alat ukur tersebut sudah
melakukan fungsi ukurnya dengan baik, sedangkan instrumen yang reliabel akan
mengukur sesuai dengan keadaan sebenarnya dari testee dalam arti tester dapat memperoleh data atau informasi
yang tepat tentang kemampuan atau keadaan sebenarnya dari testee tersebut.
c)
Fungsi
Distraktor
Fungsi pengecoh
terdapat pada tes objektif dalam bentuk alternatif pilihan jawaban (option).
Pilihan jawaban dalam tes obyektif berkisar antara 3 sampai 5buah, dan dari
kemungkinan jawaban yang terpasang pada setiap butir item itu salah satunya
adalah jawaban betul dan sisanya adalah jawaban salah, jawaban salah dikenal
dengan istilah pengecoh atau distractor. Butir soal yang baik, pengecohnya akan
dipilih secara merata oleh peserta didik (testee) yang menjawan salah.
Distraktor berfungsi jika : (1) Sekurang kurangnya dipilih oleh 5% peserta tes
atau siswa (2) Lebih banyak dipilih oleh kelompok bawah Contoh :
OPTION
|
||||||
NO
|
KUNCI
|
A
|
B
|
C
|
D
|
XT
|
1
|
B
|
2
|
7
|
1
|
0
|
10
|
2
|
C
|
0
|
0
|
9
|
1
|
10
|
3
|
A
|
5
|
2
|
1
|
2
|
10
|
4
|
D
|
2
|
2
|
0
|
6
|
10
|
5
|
B
|
1
|
5
|
4
|
0
|
10
|
6
|
C
|
2
|
2
|
3
|
3
|
10
|
7
|
A
|
1
|
3
|
3
|
3
|
10
|
NO
|
KUNCI
|
OPTION
|
|||
JAWABAN
|
A
|
B
|
C
|
D
|
|
1
|
B
|
20%
|
jawaban
|
10%
|
0%
|
2
|
C
|
0%
|
0%
|
jawaban
|
10%
|
3
|
A
|
jawaban
|
20%
|
10%
|
20%
|
4
|
D
|
20%
|
20%
|
0%
|
jawaban
|
5
|
B
|
10%
|
jawaban
|
40%
|
0%
|
6
|
C
|
20%
|
20%
|
jawaban
|
30%
|
7
|
A
|
jawaban
|
30%
|
30%
|
30%
|
Rumus
Distraktor = Jumlah Jawaban X 100%
Jumlah Siswa
Contoh :
2 x 100
= 20 %
10
2)
Bentuk
soal Uraian
a)
Tingkat
Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal dipergunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat kesukaran suatu soal. Tingkat kesukaran
berkisar antara 0 sampai dengan 1. Makin besar tingkat kesukaran maka makin
mudah soal begitu pula sebaliknya. Tingkat kesukaran soal dapat diperoleh
melalui perhitungan dengan rumus:
TK = Mean
Skor
Maksimum
TK =
tingkat kesukaran soal uraian
Mean = rata-rata sekor testee
Sekor Maksimum =
sekor maksimum yang ada pada pedoman
pensekoran
Kriteria tingkat
kesukaran
|
Klasifikasi
|
0,00 – 0,30
|
Sukar
|
0,31 – 0,70
|
Sedang
|
0,71 – 1,00
|
Mudah
|
Contoh perhitungan tingkat kesukaran
soal:
Ada
enam orang siswa mengerjakan lima soal tes bentuk uraian. Sekor yang
diperoleh enam orang siswa tersebut adalah:
Nama
|
Butir soal
|
Skor total
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
Andri
|
9
|
10
|
12
|
10
|
41
|
Maryam
|
10
|
15
|
15
|
13
|
53
|
Fatimah
|
5
|
6
|
7
|
5
|
23
|
Arief
|
7
|
8
|
6
|
4
|
25
|
Gozali
|
4
|
5
|
6
|
3
|
18
|
Kiren
|
8
|
12
|
14
|
7
|
41
|
Skor maksimal
|
10
|
15
|
20
|
25
|
|
Mean
|
7,17
|
9,33
|
10
|
7
|
|
Tingkat
kesukaran
|
0,72
|
0,62
|
0,50
|
0,28
|
Dengan melalui perhitungan di atas, diperoleh hasil perhitungan tingkat
kesukaran soal sebagai berikut:
Nomor Butir Soal
|
Tingkat
Kesukaran
|
Status Butir
|
1
|
0, 72
|
Mudah
|
2
|
0, 62
|
Sedang
|
3
|
0, 50
|
Sedang
|
4
|
0, 28
|
Sukar
|
b)
Daya
Beda
Indeks yang
menunjukan tingkat kemampuan butir soal yang membedakan kelompok yang
berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi rendah
(kelompok bawah) diantara para peserta tes. Daya pembeda soal dapat diukur
melalui selisih proporsi jawaban betul pada testee kelompok atas dan kelompok
bawah. Indeks daya pembeda soal berkisar antara -1 sampai dengan +1. Daya
pembeda soal uraian diperoleh melalui perhitungan dengan menggunkan rumus:
DP = Mean A (kel.
Atas) – Mean B (Kel. Bawah) Sekor
Maksimum
DP =
daya pembeda soal uraian
Mean A = rata-rata sekor testee kelompok atas
Mean B = rata-rata
sekor testee kelompok bawah
Sekor maksimum
= sekor maksimum yang ada pada pedoman
pensekoran.
Berikut ini indeks daya pembeda soal :
Indeks Daya
Pembeda
|
Klasifikasi
|
Interpertasi
|
Kurang dari 0,
20
|
Poor
|
Daya pembeda
lemah
|
0, 20 – 0, 39
|
Satisfactory
|
Daya pembeda
yang cukup (sedang)
|
0, 40 – 0, 69
|
Good
|
Daya pembeda
yang baik
|
0, 70 – 1,00
|
Excellent
|
Daya pembeda
yang baik sekali
|
Bertanda negatif
|
Daya pembeda
negatif (jelek sekali)
|
Klasifikasi indeks
daya pembeda soal di atas sebagai acuan bagi tester pada saat menentukan status
butir soal. Contoh perhitungan daya pembeda soal :
Nama
|
Butir Soal
|
Skor Total
|
Kelompok
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
Maryam
|
10
|
15
|
15
|
13
|
53
|
Atas
|
Arief
|
9
|
10
|
12
|
10
|
41
|
Atas
|
Andri
|
8
|
12
|
14
|
7
|
41
|
Atas
|
Fatimah
|
7
|
8
|
6
|
4
|
25
|
Bawah
|
Kiren
|
5
|
6
|
7
|
5
|
23
|
bawah
|
Gozali
|
4
|
5
|
6
|
3
|
18
|
Bawah
|
Skor maksimal
|
10
|
15
|
20
|
25
|
||
Mean Kel Atas
|
9
|
12,33
|
13,67
|
10
|
||
Mean Kel Bawah
|
5
|
6
|
6,33
|
4
|
||
Daya Pembeda
|
0,37
|
0,40
|
0,37
|
0,24
|
Dengan melalui
perhitungan daya pembeda soal di atas, diperoleh hasil hitung sebagai berikut:
Nomor Butir Soal
|
Daya Pembeda
|
Status Butir
|
1
|
0, 37
|
Sedang
|
2
|
0, 40
|
Baik
|
3
|
0, 37
|
Sedang
|
4
|
0, 24
|
Sedang
|
3)
Analisis
Perangkat Soal
Analisis perangkat
soal dimaksud yaitu validitas dan reliabilitas instrumen. Instrumen yang
berkualitas adalah instrumen yang valid dan reliabel. Instrumen yang valid
yaitu sahih, yang mampu mengukur sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Sedangkan reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya yang memiliki daya keajegan yang
tinggi.
a)
Pengujian
Validitas Tes Hasil Belajar
Validitas suatu
instrumen didalamnya mempermasalahkan apakah tes atau instrumen tersebut
benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Penganalisisan tes hasil belajar
dapat dilakukan melalui validitas rasional dan validitas emprik.
b)
Pengujian
Tes Secara Rasional
Validitas rasional diperoleh atas dasar hasil
pemikiran, atau berdasarkan hasil pemikiran yang logis. Apabila secara rasional
setelah dianalisis bahwa tes hasil belajar tersebut secara rasional memang
benar-benar telah dapat mengukur apa yang hendak diukur. Untuk dapat mengetahui
bahwa instrumen alat ukur tersebut sudah memiliki validitas rasional atau belum
maka dapat dilakukan melalui validitas isi dan validitas konstruk (susunan)
(1)
Validitas
Isi; Validitas isi untuk mengetahui
sejauh mana suatu tes mampu mengukur tingkat penguasaan terhadap isi atau
materi tertentu sesuai dengan tujuan pengajaran atau sejauh mana pertanyaan,
tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan
dan proposional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut, maksudnya tes dapat
representatif mewakili keseluruhan materi yang diujikan atau materi yang
seharusnya dikuasai secara proposioanal.
(2)
Validitas
Konstruk; Validitas Konstruk adalah untuk
mengetahui sejauh mana butir-butir
instrumen mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan
konsep khusus atau definisi konseptual. Validitas konstruk didalamnya mengukur
variabel-variabel konsep dan perumusan konstruk
dimulai berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel
yang hendak diukur melalui proses analisis.
B.
Pengolahan Hasil
Penilaian Tes Hasil Belajar
1.
Pengolahan
hasil penilaian tes tertulis
Hasil penilaian
tes tertulis adalah skor yang diperoleh peserta didik dari hasil tes yang
diikuti peserta didik, apakah itu pilihan ganda, benar salah, menjodohkan,
jawaban singkat, uraian. Teknik
pemberian skor untuk tes tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Tes
Bentuk Pilihan Ganda Cara menskor tes bentuk pilihan ganda ada dua, yaitu:
pertama tanpa menerapkan sistem denda, dan yang kedua adalah dengan menerapkan
sistem denda.
1)
Tanpa menerapkan sistem denda
S
= R
Diketahui :
S : Sekor yang sedang dicari
R : Right (jumlah jawaban betul)
Contoh:
Tes dengan jumlah soal sebanyak 50 butir
dan banyaknya jawaban yang benar ada
30. Maka sekor yang didapat adalah 30.
2)
Penskoran
dengan menerapkan denda
W
S =
R - -----------
O -
1
S : Sekor yang sedang
dicari
R : Right (jumlah jawaban betul)
W : Wrong (jumlah
jawaban salah)
O : Banyaknya option
(pilihan) yang terdapat pada soal
1 : Bilangan konstan (tetap)
Contoh : Soal dengan bentuk pilihan
ganda terdiri dari 40 butir. Jumlah pilihan (option) jawaban sebanyak 4
pilihan, jumlah jawaban yang benar 30,
jumlah jawaban salah 12, dan tidak dijawab 8, maka skor yang diperoleh adalah:
12
S = 30
- -----------
4 -
1
= 30 – 4
=
26
Dapat pula dengan menggunakan rumus :
S = T – 2W
T
= Jumlah soal dalam tes.
W = Jumlah jawaban salah
S = 50 – 2 (12) = 26
b.
Tes
bentuk jawaban singkat dan menjodohkan
Pemberian skor untuk kedua bentuk tes ini
umumnya tidak memperhitungkan sangsi berupa denda, rumus yang digunakan adalah
:
S =
R
Contoh: Tes bentuk jawaban singkat dengan jumlah
soal sebanyak 50 butir. Banyaknya jawaban yang benar ada 28. Maka skor yang dicapai adalah 28.
c.
Tes
obyektif bentuk matching, fill in, dan completion, perhitungan skor akhirnya
pada umumnya tidak memperhitungkan sistem denda
Dalam tes obyektif
soal ada yang menggunakan bobot
sebagaimana contoh soal obyektif dengan bobot dapat diamati dalam tabel berikut ini :
No Urut
|
Bentuk Tes
Obyektif
|
Jumlah Butir
Soal
|
Bobot
|
Jumlah
|
01-10
|
Benar – Salah
|
10
|
1
|
10
|
11-30
|
Pilihan Ganda
|
20
|
1 ½
|
30
|
31-45
|
Menjodohkan
|
15
|
2
|
30
|
46-55
|
Isian (Fill In)
|
10
|
3
|
30
|
TOTAL
|
55
|
100
|
d.
Tes
Uraian
Pada umumnya tes
uraian menggunakan sistem bobot (
weight) yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar taraf kesukarannya,
atau atas dasar banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban.
Contoh:
Tes uraian yang mempunyai lima butir
soal, dan penyusun soal menetapkan bahwa kelima butir soal tersebut mempunyai
taraf kesukaran yang sama dan unsur-unsur yang terdapat pada setiap butir soal
dibuat sama banyaknya. Setiap butir soal diberi skor 10, dan apabila ada siswa
(testee) menjawab secara lengkap dengan
betul masing-masing butir diberi skor 10, jika betul separoh diberi skor
5, dan seterusnya. Total skor yang dicapai siswa adalah jumlah dari skor pada
tiap-tiap butir soal. Misalnya Ghozali,
soal nomor 1 memperoleh skor 7, soal nomor 2 memperoleh 5, soal nomor 3
memperoleh 4, soal nomor 4 memperoleh 10, dan soal nomor 5 memperoleh 4. Maka
skor yang dicapai Ghozali adalah 7 + 5 + 4 + 10 + 4 = 30. Maka Nilai yang diperoleh peserta didik
jika betul semua, adalah :
Nilai = Sekor Sesungguhnya X
100
Sekor Maksimum Ideal
= 30
x 100
50
=
60
Selanjutnya contoh
soal obyektif dan uraian yang menggunakan bobot adalah sebagaimana dalam tabel
berikut ini:
No Urut
|
Bentuk Tes
Obyektif
|
Jumlah Butir
Soal
|
Bobot
|
Jumlah
|
01-10
|
Benar – Salah
|
10
|
1
|
10
|
11-30
|
Pilihan Ganda
|
20
|
2
|
40
|
31-32
|
Uraian Tertutup
|
2
|
5
|
10
|
33-34
|
Uraian Tertutup
|
2
|
10
|
20
|
35
|
Uraian Terbuka
|
1
|
20
|
20
|
TOTAL
|
55
|
100
|
2.
Pengolahan
hasil penilaian unjuk kerja
Berdasarkan hasil
penilaian unjuk kerja siswa maka diperoleh data atau sekor yang menunjukan
kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi yang menunutut peserta didik
melakukan tugas tertentu seperti praktik sholat, praktik membaca alQur’an,
praktik berwudhu, dan lain-lain. Dapat dicontohkan tentang kemampuan membaca
al-Qur’an :
Skala Kemampuan
Membaca al-Qur’an
No
|
Nama
|
Aspek Yang
Diamati
|
Jumlah
|
|||
A
|
B
|
C
|
D
|
|||
1
|
Maryam
|
5
|
4
|
4
|
3
|
16
|
2
|
Kiren
|
5
|
5
|
4
|
3
|
17
|
3
|
Mansur
|
4
|
5
|
4
|
5
|
18
|
Dst
|
Keterangan:
Aspek yang
diamati:
A.
= Kemampuan melafalkan bacaan hukum nun mati
atau tanwin (bacaan idhar, idghom
bighunnah, idghom bilaghunnah, ikhfa’ dan iqlab)
B.
= Kemampuan melafalkan suatu bacaan sesuai
dengan makharijul huruf
C.
= Kemampuan melafalkan bacaan mad
(panjang-pendek)
D.
= Kemampuan melafalkan bacaan qolqolah
Pedoman Penskoran:
Sangat baik : 5
Baik
: 4
Cukup
: 3
Kurang
: 2
Sangat kurang : 1
Selanjutnya
menentukan nilai yang dicapai peserta didik adalah sebagai berikut :
Nilai = Sekor Sesungguhnya X
100
Sekor Maksimum Ideal
Keterangan :
Sekor sesuangguhnya : Sekor yang dicapai siswa Sekor
Maksimum
Ideal : Sekor yang dicapai jika
dijawab semua dengan benar
100 : Skala yang dipakai, yakni
skala dari rentangan mulai dari 0 sampai dengan 100
Contoh nilai yang
didapat oleh Maryam adalah:
Jawab:
N =
16 x
100
20
=
80
Berati nilai yang
didapat Maryam adalah 80.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar