KONSEP DAN PENERAPAN PENGUKURAN, PENILAIAN, TES DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A.
Membedakan
Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
1.
Pengukuran
Pengukuran dalam bahasa
Inggris dikenal dengan kata measurement yang diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur sesuatu, yakni membandingkan sesuatu dengan kriteria/ukuran tertentu atau proses
pemasangan faktafakta suatu obyek ukur dengan satuan-satuan ukuran tertentu.
Pemberian angka dilakukan kepada suatu atribut atau karakter tertentu yang
dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi
yang jelas. Pemberian angka menunjukan pemberian makna secara kuantitatif kepada objek ukur. Dengan
demikian, dapat dikatakan pengukuran
adalah suatu proses untuk menentukan kuantitas dari suatu obyek.
Di dalam pengukuran ada
proses pensekoran. Pensekoran adalah suatu proses mengubah jawaban instrumen
mejadi angka-angka yang merupakan data kuantitatif dari suatu jawaban terhadap
item (butir) dalam instrumen. Jadi pensekoran merupakan kuantifikasi terhadap
jawaban instrumen. Dan sekor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka)
yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir (item) yang oleh siswa telah dijawab
betul.
Pengukuran dalam bidang
pendidikan atau proses belajar mengajar adalah kegiatan pengukuran yang
diarahkan untuk melihat potensi atau kemampuan, baik kemampuan dasar maupun
kemampuan sebagai hasil belajar (achievement) yang dimiliki oleh siswa. Dalam
proses pengukuran, guru menggunakan alat ukur
atau instrumen tes atau non-tes. Sebagai contoh siswa bernama Andri dari 50 soal multiple choice pada mata pelajaran
Fiqih, ia dapat menjawab betul 40 soal, maka skor yang diperoleh Andri adalah
40.
Kegiatan dengan
memberikan angka pada kemampuan kognitif siswa disebut pengukuran, yaitu dengan
cara mengubah jawaban siswa menjadi angka-angka disebut pensekoran, dan sekor siswa bernama Andri
adalah 40 yang diperoleh dari hasil pekerjaan menyekor yaitu dengan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir (intem) tes multiple choice yang
dijawab betul.
2.
Penilaian
Penilaian dalam bahasa
Inggris dikenal dengan kata assessment yang diartikan menilai sesuatu atau
dapat diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Dan untuk
menentukan nilai suatu objek dibutuhkan
adanya kriteria. Dengan demikian penilaian adalah proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Nilai pada dasarnya juga melambangkan penghargaan yang diberikan guru
atas kemampuan siswa atau atas jawaban betul yang diberikan guru kepada siswa
dalam tes hasil belajar. Artinya makin tinggi kemampuan siswa atau makin banyak
jumlah butir soal yang dijawab betul oleh siswa maka makin tinggi penghargaan
atau nilai yang diberikan kepada siswa, begitupula sebaliknya jika kemampuan
siswa atau jawaban betul hanya sedikit maka penghargaan yang diberikan kepada
siswa juga kecil atau rendah.
Dan nilai itu dapat
berbentuk angka atau huruf yang merupakan hasil ubahan dari sekor yang sudah
dijadikan satu dengan skor-skor lainnya serta disesuaikan dengan standar
tertentu. Sebagai contoh penilaian tes hasil belajar mata pelajaran Fiqih dengan
menggunakan acuan kriterium (PAP), siswa Andri mendapat nilai 80 yang di
deperoleh dari hasil perhitungan:
Nilai = Sekor Mentah x
100
Sekor Maksimum Ideal
= 40 x 100
50
= 80
3.
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi berasal dari
bahasa Inggris yaitu evaluation yang diartikan suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu yang berakhir dengan mengambil suatu
keputusan atau dapat dikatakan pula evaluasi terhadap data yang dikumpulkan
dari hasil penilaian (assessment). Terjadinya pengambilan keputusan dalam
evaluasi dengan berdasarkan data yang didapat dari pengukuran dan penilaian
hasil belajar yang menggunakan instrumen tes dan non tes yang mengukur dan menilai
pada ranah kognitif, afektik dan psikomotorik.
Evaluasi pembelajaran
adalah kegiatan atau proses untuk menentukan sampai sejauh mana kegiatan
pembelajaran telah mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan atau dapat
diartikan pula sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari hal-hal yang berkaiatan dengan kegiatan pembelajaran, dan yang berakhir
dengan pengambilan keputusan. Dalam evaluai pembelajaran ada evalausi hasil
belajar yang didalamnya berusaha untuk mengukur dan menilai hasil belajar
selanjutnya di evaluasi untuk diputuskan apakah siswa tersebut lulus atau tidak
lulus. Sebagai contoh siswa Andri yang mendapat nilai 80 (A), maka diputuskan
adalah lulus.
B.
Tujuan
Evaluasi
1. Untuk
menghimpun bahan-bahan keterangan, sebagai bukti mengenai taraf perkembangan
atau kemajuan yang dialami siswa setelah
mengikuti pembelajaran dalam waktu tertentu.
2. Untuk
mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
3. Memotivasi
siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya.
4. Untuk
mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidak
berhasilan peserta didik.
C.
Fungsi
Evaluasi
1. Memenuhi
kebutuhan psikologis dimaksud ditinjau dari pendidik dan peserta didik. Bagi
peserta didik hasil evaluasi dapat menjadi pedoman untuk mengetahui kapasitas
dan status dirinya ditengah kelompoknya. Bagi
pendidik hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik selain dapat mengetahui sampai sejauhmana keberhasilannya
dalam pembelajaran, juga sebagai perbaikan untuk perencanaan pembelajaran
berikutnya.
2. Memenuhi
kebutuhan didaktik dimaksud berdasarkan hasil evaluasi dapat menilai hasil
usaha yang telah dilakukan oleh peserta didiknya dan mengetahui posisi peserta
didiknya ditengah kelompoknya, serta menemukan jalan keluar bagi peserta didik
yang memerlukannya. Selain itu memberikan petunjuk tentang sejauh mana program
pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
3. Memenuhi
kebutuhan administratif dimaksud yaitu sebagai bahan laporan mengenai
perkembangan dan kemajuan peserta didik dalam bentuk rapor yang disampaikan
kepada orang tua, dan nilai-nilai hasil evaluasi sangat penting pula sebagai
bagian dalam mengambil suatu keputusan dalam pendidikan. Selain itu dapat mengetahui gambaran
keberhasilan proses pembelajaran berdasarkan hasil-hasil belajar peserta
didik.
D.
Prinsip
Prinsip Evaluasi
Evaluasi hasil belajar
dalam pendidikan dilaksanaan atas dasar prinsip-prinsip yang digunakan sebagai
rambu-rambu atau pedoman yang perlu dipegangi dalam melaksanakan kegiatan
evaluasi hasil belajar. Untuk itu, dalam pelaksanaan evaluasi harus memperhatikan prinsip-prinsip
berikut:
1. Objektif,
berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai. objekativitas dapat mempengaruhi penilaian pada saat
pelaksanaan. Penskoran, dan pengambilan keputusan hasil belajar siswa, hallo
effect, carry over effect, serta mechanic effect dapat menjadi penyebab
tingginya unsur subjektivitas hasil penskoran dan penilaian.
2. Terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan
3. Holistik
dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
4. Ekonomis,
berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporannya.
5. Transparan,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak.
6. Valid,
berarti penilaian harus mampu mengukur kompetensi hasil belajar sesuai dengan
indikator yang sudah ditetapkan sehingga penilaian tersebut tepat sasaran
7. Beracuan
kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan
8. Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
9. Edukatif,
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
E.
Obyek
Evaluasi Hasil Belajar
Sesuai dengan prinsip
menyeluruh (holistik) dalam evaluasi, maka obyek hasil belajar meliputi ranah :
kognitif, afektif dan psikomotorik.
1. Ranah
Kognitif :
Ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak).Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak, berupa
:
a. Pengetahuan/hafalan/ingatan
(knowledge) adalah yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah
tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan diantaranya : mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi
nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar,
menyatakan, dan memilih.
b. Pemahaman
(comprehension), yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi
pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi, yakni
menterjemahkan, dan menafsirkan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan
diantaranya: mengubah, mempertahankan, membedakan, memperkirakan, menjelaskan,
menyimpulkan, memberi contoh, meramalkan, dan meningkatkan.
c. Penerapan
(application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan
ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip dan teoriteori dalam situasi
baru dan konkrit. Kata kerja
operasional diantaranya : mengubah, menghitung, mendemonstrasikan,
mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan,
menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
d. Analisis
(analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau
komponen pembentuknya. Kemampuan
analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan,
dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan diantaranya : mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan,
menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci,
menunjukan hubungan antara, membagi, membuat diagram skema, menerima,
membandingkan.
e. Evaluasi/penghargaan/evaluasi
(evaluation) adalah kemampuan untuk menilai ketepatan: teori, prinsip, metoda,
prosedur untuk menyelesaikan masalah tertentu. Kata operasional yang
menunjukkan kemampuan pada tingkat analisis ini antara lain adalah mendebat,
menilai, mengkritik, membandingkan,
mempertahankan, membuktikan, memprediksi, memperjelas, memutuskan,
memproyeksikan, menafsirkan, mempertimbangkan, meramalkan, memilih, dan
menyokong.
f.
Kreatif adalah kemampuan mengambil
informasi yang telah dipelajari dan melakukan sesuatu atau membuat sesuatu yang
berbeda dengan informasi itu. Kata kerja operasional adalah membangun,
mengkompilasi, menciptakan, mengabstraksi, mengarang, mengkategorikan,
merekonstruksi, memproduksi, memadukan, mereparasi, menanggulangi, menganimasi,
mengoreksi, memfasilitasi, menampilkan, menyiapkan, mengatur, merencanakan,
meningkatkan, merubah, mendesain, menyusun, memodifikasi, menguraikan,
menggabungkan, mengembangkan, menemukan, dan membuat.
2. Ranah
Afektif
Internalisasi sikap yang
menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi
sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi
bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain
afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu :
a. Kemauan
menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini
diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata
kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menanyakan, memilih,
menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh, menjawab,
menggunakan.
b. Menanggapi/menjawab(responding),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada
suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada
kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menjawab, membantu,
memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan,
membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu, mendiskusikan.
c. Menilai
(valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai
suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten. Kata kerja operasional yang digunakan
diantaranya: melaksanakan, menyatakan
pendapat,mengambil prakasa, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil
bagian, memilih, ikut serta, menuntun, menolak, membenarkan.
d. Organisasi
(organization) adalah jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem
nilai. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan diantaranya mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan,
mempertahankan, menggeneralisasikan, memodifikasi.
e. Menghayati
(characterization) adalah kemampuan seseorang untuk memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya dalam waktu yang cukup lama dan menjadi suatu
pilosofi hidup yang mapan. Kata kerja operasional adalah mengubah perilaku,
barakhlak mulia, mempengaruhi, mendengarkan, mengkualifikasi, melayani,
menunjukkan, membuktikan, memecahkan
3. Ranah
Psikomotorik
a. Persepsi
(perception) mencakup kemampuan mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua
atau lebih perangsang menurut ciri-ciri fisiknya. Kata kerja operasional adalah
mengidentifikasi, mempersiapkan, menunjukkan, memilih, membedakan, menyisihkan,
dan menghubungkan.
b. Kesiapan
(set) yakni menempatkan diri dalam keadaan akan memulai suatu gerakan. Kerja
opersional antara lain menunjukkan, menafsirkan, menerjemahkan, memberi contoh,
mengklasifikasikan, merangkum, memetakan menginterpolasikan,
mengekstrapolasikan, membandingkan, dan mengkontraskan, Gerakan terbimbing
(guided response) yaitu kemampuan untuk melakukan serangkaian gerak sesuai
contoh. Kata kerja operasional antara adalah mendemonstrasikan, melengkapi,
menunjukkan, menerapkan, dan mengimplementasikan.
c. Gerakan
terbiasa (mechanical response) berupa kemampuan melakukan gerakan dengan lancar
karena latihan cukup. Kata kerja operasional antara lain menguraikan,
menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, membuat pola, dan menyusun.
d. Gerakan
kompleks (complex response) mencakup kemampuan melaksanakan keterampilan yang
meliputi beberapa komponen dengan lancar, tepat, urut, dan efisien. Kata kerja
operasional antara lain membuat hipotesis, merencanakan, mendesain,
menghasilkan, mengkonstruksi, menciptakan, dan mengarang.
e. Penyesuaian
polagerakan (adjusment) yaitu kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian
pola gerakan sesuai kondisi yang dihadapi.Kata kerja operasional adalah
mengubah, mengadaptasikan, mengatur kembali, dan membuat variasi.
f.
Kreativitas(creativity) berupa kemampuan untuk menciptakan pola
gerakan baru berdasarkan inisiatif dan prakarsa sendiri. Contoh kata kerja
operasional adalah merancang, menyusun, menciptakan, mengkombinasikan, dan merencanakan.
Kratwo
F.
Skala
Pengukuran
Skala pengukuran
merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantifikasi data
pengukuran. Dilihat dari bentuk data yang diperoleh melalui pengukuran, maka
skala pengukuran dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Skala
nominal Skala nominal adalah skala yang bersifat kategorikal, jenis datanya
hanya menunjukkan perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya,
misalnya, jenis kelamin, golongan, organisasi, dan sebagainya. Sebagai contoh
skala nominal adalah pemberian label 1 dan 2 untuk jenis kelamin. Laki-laki
diberi label 1 dan perempuan diberi label
2. Dalam
hal ini operasi hitung tidak dapat dilakukan dalam arti 1+2 tidak sama dengan
3, dan tidak dapat dikatakan pula bahwa 1 lebih baik dari 2 atau 2 lebih besar
dari 1. 2. Skala ordinal Skala ordinal
merupakan hasil pengelompokan data dalam bentuk urutan atau jenjang, dimana
jarak antara satu data dengan data yang lain tidak sama. Sebagai contoh adalah
rangking siswa dalam kelas berdasarkan hasil tes mereka, yaitu skor siswa dapat
diurut mulai yang pertama, ke-dua, ke-tiga, ke-empat dan seterusnya sampai pada
skala atau tingkatan yang paling rendah. Jelasnya skala ordinal skala yang
memberikan perbedaan antara satu jenis data dengan jenis data yang lain
berdasarkan besarkecilnya, tinggi-rendahnya, baik-buruknya dan lain sebagainya.
3. Skala
interval Skala interval adalah skala yang mempunyai jarak yang sama antara satu
data dengan data yang lain, oleh karena itu data interval dapat dioperasikan
dengan operasi hitungan, namun tidak memiliki angka 0 mutlak. Sebagai contoh
ukuran panjang suatu benda dalam satuan meter. Selisih jarak antara 1 meter dan
2 meter adalah sama dengan selisih jarak antara 3 meter dan 4 meter, dan
seterusnya.
4. Skala
rasio Skala rasio, sebagaimana skala
ordinal menunjukan adanya tingkatan atribut dan sebagaimana skala interval
mempunyai jarak yang sama antara satu angka dengan angka yang lainnya, hanya
untuk skala rasio memiliki harga 0 mutlak. Contoh skala rasio antara lain yaitu
pengukuran panjang benda, berat benda dan lain-lain. Sebagai contoh panjang 0
meter berarti tidak panjang, berat nol
kg berarti tidak ada berat.
G.
Acuan
Penilaian
Dilihat dari kegiatan
penilaian pembelajaran dapat merujuk pada dua macam acuan yakni penilaian acuan
norma (norm reference test) dan penilaian acuan kriteria/patokan (criterion
reference test). Artinya, setelah memperoleh skor mentah dari setiap peserta
didik, maka langkah selanjutnya adalah mengubah skor mentah menjadi nilai
dengan menggunakan acuan:
1. Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan
dalam penentuan nilai menggunakan standar mutlak atau standar absolut atau
mengacu pada kriterium atau patokan, berarti jika menggunakan acuan tersebut
maka anda harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah
patokan atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh
guru. Contoh Diketahui : Skor mentah 60 dan skor maksimum ideal adalah 120
Nilai =Skor Mentah X 100
Skor Max Ideal Nilai
= 60 x 100
120
= 50
2. Penialaian
Acuan Norma (PAN)
Penilaian acuan norma
atau dikenal dengan penilaian beracuan kelompok
dalam penentuan nilai menggunakan standar relatif. Dikatakan demikian,
sebab dalam penentuan nilai hasil tes, skor mentah hasil tes peserta didik
dibandingkan dengan sekor mentah yang dicapai oleh peserta didik lainnya dalam
satu kelompok. Berati kualitas peserta tes sangat tergantung kepada atau sangat
ditentukan oleh kualitas kelompoknya, maka akan dapat terjadi testee (peserta
tes) yang sebenarnya pada kelompok 1 tergolong “hebat” (karena berhasil meraih
sekor tes yang tinggi sehingga ia tergolong dalam kategori testee yang pandai),
jika dimasukan dalam kelompok 2 ternyata hanya termasuk kelompok sedang atau
cukup kualitasnya. Jadi kedudukan testee dimaksud bersifat relatif.
a. Langkah-langkah
pengubahan sekor mentah menjadi nilai:
1) Diketahui
skor mentah siswa
2) Hitung
mean
3) Hitung
SD
4) Mengubah
skor mentah menjadi nilai
b. Berbagai
Jenis Nilai Standar, dapat dipilih sesuai kebutuhan:
1) Nilai
standar berskala 5
2) Nilai
standar berskala 9
3) Nilai
standar berskala 11
4) Nilai
standar Z; Dipergunakan untuk mengubah skor-skor mentah yang diperoleh dari
berbagai jenis pengukuran yang berbeda-beda
5) Nilai
standar T
Angka skala yang menggunakan mean sebesar
50 (M=50) dan deviasi standar sebesar 10 (SD=10). T score dapat diperoleh
dengan jalan memperkalikan z score dengan angka 10, kemudian ditambah dengan T
score = 10 z + 50 atau T score = 50 + 10z
CONTOH:
a)
Diketahui skor mahasiswa sebagai berikut
: 17 25 30 34 37 42 50 17 27 31 34 37 42
50 20 27 31 35 37 43 50 21 27 31 35 38
43 50 21 28 32 36 38 44 22 29 32 36 38
46 22 29 32 36 39 47 24 30 33 36 40 50
b)
Diketahui :
Mean = 34.25, SD = 8.79
c)
Selanjutnya mengubah skor mentah menjadi
nilai standar:
(1)
Berskala 5
X + 1,5 ( S) = 34,25 + 1,5 (8,79) = 47,438
X + 0,5 ( S) = 34,25 + 0,5 (8,79) = 38,646
X – 0,5
(S) = 34, 25 – 0,5 (8,79) =
29,853
X – 0,5
(S) = 34,25 – 1,5 (8,79) =
21,061
(2)
Mengkonversi skor mentah
Rentangan Skor :
A 48 keatas
B 39 - 47
C 30 - 38
D 22 - 29
E 21 kebawah
Contoh interpretasi : Skor 17 berada pada
nilai E, skor 25 berada pada nilai D, skor 30 berada pada nilai C dan skor 39
berada pada nilai B, skor 50 berada pada nilai A
H.
Tes
Tes adalah alat ukur yang disusun secara sistematis, digunakan
dalam rangka kegiatan pengukuran yaitu untuk mengukur karakteristik orang atau
obyek tertentu dengan ketentuan atau cara yang sudah ditentukan. Tes didalamnya
berisi sejumlah pertanyaan dan pernyataan atau serangkaian tugas yang harus
dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik. Tes digunakan untuk mendapatkan
informasi atau data-data dari subjek
yang diukur dan dinilai, dan hasil tes peserta didik tersebut diberi sekor dan
nilai. Adapun tes ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara
memberikan jawabannya, adalah sebagai berikut :
1. Tes
Tertulis
Tes tertulis atau sering
disebut paper and pencil test adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta
didik dalam bentuk tertulis. Tes tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian
(essay) dan bentuk objektif (objective).
Tes uraian (essay test) sering
disebut bentuk tes subyektif (subjective
test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memerlukan jawaban yang
bersifat uraian kata-kata atau pembahasan. Untuk memahami lebih komperhensif
tentang tes uraian maka akan dijelaskan tentang karakteristik tes uraian,
ketepatan penggunaan tes uraian, keunggulannya dan kelemahannya, petunjuk
operasional penyusunannya dan penggolongannya.
a. Tes
uraian (essay test) atau tes subyektif, memiliki karakteristik: 1) Berbentuk
pertanyaan atau perintah yg menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan
kalimat yg umumnya cukup panjang. 2) Menuntut testee utk memberikan penjelasan,
komentar, penafsiran, dsb 3) Jumlah butir terbatas berkisar lima sampai dgn
sepuluh 4) Umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan
kata-kata jelaskan, mengapa, bagaimana
atau kata-kata lain yg serupa dengan itu
b. Ketepatan
penggunaan tes uraian : 1) Digunakan
untuk mengungkap daya ingat atau pemahaman testee terhadap materi pelajaran,
juga untuk mengungkap kemampuan dlm memahami
berbagai macam konsep berikut aplikasinya 2) Jumlah testee terbatas
c. Keunggulan
dan kelemahan tes uraian : 1) Keunggulannya : Tes uraian dalam penyusunannya
dan pelaksanaan dapat dilakukan mudah dan cepat, dan dapat dicegah spekulasi
dalam menjawab soal, dapat mengetahui tingkat kedalaman dan penguasaan materi
tsetee, dan testee termotivasi untuk berani mengungkapkan pendapatnya. 2)
Kelemahannya: Kurang mencakup dan
mewakili isi materi, pengoreksian cukup sulit dan memerlukan waktu lebih
panjang, kecenderungan subyektif dalam penskoran, pengkoreksian menjadi sulit
diserahkan kepada orang lain, validitas dan reliabilitas tes umumnya rendah
d. Petunjuk
operasional dlm penyusunan tes uraian 1)
Butir-butir soal mencakup ide-ide pokok
2) Susunan kalimat soal berlainan dengan yang terdapat dalam buku 3) Dibuat kunci jawabannya dan pedoman
penilaiannya. 4) Pertanyaan-pertanyaan dibuat variasi 5) Kalimat soal disusun
secara ringkas, padat dan jelas 6) Ada pedoman cara mengerjakan dan menjawab
butir-butir soal
e. Penggolan
tes uraian dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu 1) Tes Uraian Terbatas. Dalam
menjawab tes uraian terbatas ini, testee mengemukakan jawaban yang sifatnya
sudah terarah ( dibatasi ). Walaupun jawaban testee bermacam-macam, tetap harus
ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai
dengan batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya. Uraian
terbatas menghendakti jawaban yang
jelas, pasti atau obyektif.
Digunakan untuk mengungkap kemampuan berfikir pada jenjang pengetahuan,
pemahaman dan penerapan dalam ranah kognitif.
Hal lain yang menjadi karakteristik penyusunan insrtumensikap yang perlu
diperhatikan. Contoh tes uraian terbatas: (1) Sebutkan lima salat wajib yang
dikerjakan sehari semalam ! (2) Sebutkan enam Rukun Iman ! (3) Apa yang dimaksud zikir dan doa !
2. Uraian
Bebas
Pada tes uraian terbuka
testee (peserta tes) bebas dalam mengemukakan jawaban atau pendapatnya yang
luas dan menyeluruh. Tes uraian terbuka pada umumnya digunakan pada
jenjang kemampuan berfikir pada tingkat
tinggi dari pengelompokan ranah kognitif. Contoh: (1) Mengapa sebelum salat
harus niat ? (2) Mengapa umat Islam
harus salat? (3) Bagaimana cara mengingatkan imam yang salah atau lupa, bagi
jamaah laki-laki dan perempuan ? (4)
Mengapa kita harus mendoakan orang tua ?
Tes obyektif adalah tes hasil belajar yg terdiri dari butir-butir
soal yg dapat dijawab testee (peserta tes) dgn jalan memilih salah satu (atau
lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yg dipasangkan pada masing-masing
items atau dengan jalan menuliskan jawabannya berupa kata-kata/ simbol tertentu
pd tempat yg telah disediakan. Untuk memahami lebih komperhensif tentang tes
obtektif maka akan dijelaskan tentang ketepatan penggunaannya, keunggulannya
dan kelemahannya, petunjuk operasional penyusunannya dan penggolongannya.
a.
Ketepatan penggunaan tes obyektif:
Dapat dipergunakan pada peserta tes yang
cukup banyak, testeer (pendidik)
memiliki kemampuan menyusun tes obyektif, memiliki waktu yang cukup longgar,
testeer merencanakan bahwa butir-butir soal tidak akan dipergunakan dalam satu
kali tes saja, keyakinan dapat dilakukan penganalisaan untuk mengetahui
kualitas butir, prinsip obyektifitas akan lebih banyak diwujudkan
b.
Keunggulan dan kelemahan tes obyektif:
1) Keunggulanya:
Tes obyektif lebih representatif mewakili
materi, memungkinkan menjadi lebih obyektif, dalam mengoreksi menjadi lebih
mudah, pengoreksian dapat dibantu orang atau dengan jasa komputer, dan
butir-butir soal lebih mudah dianalisis.
2) Kelemahannya:
Menyusunnya tes obyektif lebih sulit,
kurang dapat mengukur proses berfikir yg tinggi, dan testee (peserta tes) terbuka untuk
spekulasi dalam menjawab soal, dan mebuka kesempatan testee bekerja sama.
c.
Petunjuk operasional penyusunan tes
obyektif 1) Testeer (pendidik) harus
sering berlatih dalam menyusun tes obyektif,
2) Sebelum diujikan dilakukan analisa item (butir) pada butir soal. 3) Menggunakan tabel spesifikasi
soal/kisi-kisi soal, menyusun kalimatnya sederhana ringkas dan jelas, soal disusun
agar tidak menimbulkan penafsiran ganda, dan dalam merumuskan kalimat hendaknya
menggunakan tanda-tanfa baca dan ditulis secara benar, serta adanya pedoman
atau kunci jawaban.
d.
Penggolongan tes obyektif, dibedakan
menjadi, bentuk: tes benar salah (true false), tes pilihan ganda (multiple
choice), tes menjodohkan (matching), tes
melengkapi (completion), dan tes jawaban
singkat.
1)
Benar Salah (B – S)
Tes benar salah adalah pernyataan yang
mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Salah satu fungsi
bentuk soal benar-salah adalah untuk membedakan antara fakta dengan pendapat.
Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan
mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana. Contoh : (1) B-
S Bersuci ialah membersihkan diri dari hadas dan najis (2) B- S Berwudhu salah satu syarat sah salat
2)
Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda adalah suatu bentuk tes
yang itemnya terdiri atas suatu pernyataan yang belum lengkap. Untuk
melengkapinya, siswa siswi diberikan beberapa jawaban dan diantara jawaban
tersebut terdapat satu jawaban yang benar, Soal tes terdiri atas pembawa pokok
persoalan dan pilihan jawaban. Persoalan
dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan dan dapat pula dalam bentuk
pernyataan yang belum sempurna. Contoh : (1)
Sebelum salat kita harus.... a.mandi b.Tidur c.wudu (2) Ibadah yang pertama kali akan dimintai
pertanggungjawaban dihadapan
Allah adalah.... a.salat b.puasa c.zakat
d.haji
3)
Menjodohkan
Tes menjodohkan adalah suatu bentuk tes
yang terdiri dari dua kolom yang pararel, yang satu kolom terdiri atas
keterangan atau pernyataan, sedangkan kolom yang satunya terdiri atas jawaban
terhadap pernyataan yang terdapat pada kolom yang lainnya. Contoh :
(1)
Sebelum salat kita wajib
(2)
Orang laki-laki diwajibkan
salat
(3)
Dalam salat jumat ada
|
a. a.khotbah
b. b.wudhu
c. c.jumat
d. d.tayamum
|
4)
Melengkapi
Tes melengkapi adalah suatu pernyataan
yang belum lengkap yang meminta siswa siswi untuk melengkapinya dengan satu
atau dua kata yang benar. Jawaban dapat berbentuk kata, bilangan, kalimat,
simbol dan jawaban hanya dapat dinilai benar atau salah. Contoh : (1) Salat tarawih adalah
salat...pada bulan ... yang dikerjakan sesudah
salat.... (2) Jumlah rakaat salat tarawih...rakaat dan boleh...rakaat
(3) Salat...dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit (4) Surah...wajib
dibaca dalam setiap salat.... e) Jawaban Singkat Tes jawaban singkat adalah tes
isian tertulis yang menuntut siswa untuk mengisikan perkataan, ungkapan atau
kalimat pendek sebagai jawaban terhadap kalimat yang tidak lengkap, atau
jawaban atas suatu pernyataan atau jawaban atas asosiasi yang harus dilakukan.
Contoh : (1) Apakah hukumnya mandi
sebelum pergi salat jumat? (2) Kapan salat jumat dikerjakan !
3. Tes
Lisan
Tes lisan digunakan untuk
mengukur aspek yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi (communication
skill), yang digunakan untuk menguji peserta didik, baik secara individual
maupun secara kelompok. Melalui tes lisan guru mengetahui kemampuan testee
(peserta didik/peserta tes) dalam menyampaikan pendapatnya secara langsung, dan
dapat dihindari jawaban yang spekulatif, dan secara cepat dapat diketahui penguasaan
testee (peserta didik). Untuk menghindari terjadinya subyektifitas maka perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan tes lisan tersebut yaitu :
a.
Persiapkan instrumen (tes) tersebut
beserta kunci jawabannya.
b.
Segera laksanakan scoring pada setiap
jawaban testee, dengan memperhatikan kelengkapan jawaban, kelancaran dalam mengemukakan jawaban dan kebenaran
jawaban serta kemampuan dalam mempertahankan pendapat atau jawabannya
c.
Selanjutnya diukur berapa persen (%),
pertanyaan-pertanyaan yang sudah dijawab dengan benar oleh testee. d. Guru
tetap fokus untuk mempertahankan situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan
dari awal pelaksanaan sampai akhir pelaksanaan tes tersebut.
4. Tes
Perbuatan
Tes perbuatan atau tes
praktik adalah tes yang menuntut respon atau jawaban peserta didik dalam bentuk
perilaku, tindakan, atau perbuatan dan
testee (peserta didik) diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah
pengawasan testeer (pendidik /penguji) yang mengobservasi atau mengamati
penampilan atau kemampuan testee dalam mempraktikannya. Dan testeer
(pendidik/penguji) melakukan proses pengukuran dan penilaian serta memutuskan
dari kualitas kemampuan siswa dari hasil belajarnya.
Dalam hal ini dapat dicontohkan
testee diminta mempraktikan bagaimana melaksanakan sholat dengan baik dan benar, contoh lain
dari tes perbuatan yaitu seperti : tayamum, berwudhu, membaca alQur’an Hanya dengan melaksanakan tes perbuatan
membutuhkan waktu yang lama, energi (tenaga) dan biaya yang lebih besar /
banyak, serta sarana-prasarana yang memadai, jika semua tersebut tidak dipenuhi
maka pelaksanaan tes perbuatan tidak dapat berjalan dengan baik.
I.
Pendekatan
Penilaian
Penilaian dilaksanakan
melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir
pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan
assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran).
a.
Assessment
of learning; merupakan penilaian yang dilaksanakan
setelah proses pembelajaran selesai. Assessment of learning merupakan penilaian
yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Penilaian ini
dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian hasil belajar setelah peserta didik
selesai mengikuti proses pembelajaran, sebagai contoh adalah berbagai bentuk
penilaian sumatif seperti ulangan akhir semester, ujian sekolah, dan ujian
nasional.
b.
Assessment
for learning;
dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan proses belajar mengajar, sehingga guru dapat memberikan umpan balik
terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan
kemajuan belajarnya, dan bagi guru
Assessment for learning dapat digunakan sebagai umpan balik untuk meningkatkan kinerjanya, sebagai contoh
penilaian formatif, misalnya tugas-tugas di kelas, presentasi, dan kuis.
c.
Assessment
as learning; mempunyai fungsi yang hampir sama dengan
assessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan dilaksanakan
selama proses pembelajaran berlangsung. Perbedaannya, assessment as learning
melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut,
sebagai contoh penilaian terhadap
dirinya sendiri (self assessment) dan penilaian antar teman. Dalam assessment
as learning peserta didik juga dapat dilibatkan dalam merumuskan prosedur
penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui
dengan pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang
maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar