PERKEMBANGAN PROSES DAN KETERAMPILAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
A.
Definisi Perkembangan Proses dan Keterampilan Kognitif
Peserta Didik Salah satu tujuan pendidikan Islam berupa pendidikan akal
(al-ahdaf al-aqliyah) yang mengarah pada perkembangan inteligensi yang berguna
mengarahkan manusia sebagai individu untuk dapat menemukan kebenaran yang
sebenar-benarnya. Dalam pendidikan Islam, bukan hanya memberikan titik tekan
pada hafalan tapi lebih pada proses intelektualitas dan proses pemahaman.
(Arief, 2002). Oleh karena itu, dalam modul kali ini, akan dibahas mengenai proses
intelegensi atau proses kognitif yang dialami peserta didik. Termasuk penekanan
pada pemikiran tingkat tinggi.
Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif seorang anak
terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan
pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung
dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan
akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan
sekolah.
Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif menjadi
empat, yaitu:
1.
Tahap sensorimotorik (0-2 tahun). Tahap ini juga disebut
masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada
gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja;
2.
Tahap praoperasional (2-4 tahun). Pada tahap
praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif,
anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan
bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak,
dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas;
3.
Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini juga
disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu
menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan,
melipat, dan membagi; dan
4.
Tahap operasonal formal (11-15 tahun) Tahap ini juga
disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir
tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis,
mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu
memecahkan berbagai masalah.
…………………….Tambahkan Gambar
perkembangan kognitif piaget……………
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut
Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep
sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam
proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi
saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi
saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah
namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan
dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh
ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau
semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan
lingkungannya. Perkembangan proses kognitif dapat dikaji dengan menggunakan
pendekatan sistem pemrosesan informasi sebagai alternatif terhadap teori
kognitif piaget.
Para pakar psikologi pemrosesan informasi lebih
menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis perkembangan
keterampilan kognitif, seperti perhatian, memori, metakognisi dan strategi
kognitif.
Teori pemrosesan informasi ini setidaknya didasarkan atas
tiga asumsi umum:
a.
Pikiran dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan
pengembalian informasi.
b.
Individu-individu memproses informasi dari lingkungan
c.
Terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses
informasi dari seorang individu.
Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, dapat dipahami
bahwa teori pemrosesan informasi lebih menekankan bagaimana individu memproses
informasi tentang dunia mereka, bagaimana informasi masuk kedalam pikiran,
bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, dan bagaimana informasi diambil
kembali untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks, seperti
memecahkan masalah dan berpikir.
Salah satu aspek perkembangan kognitif yang sangat
penting bagi proses belajar peserta didik di sekolah yaitu keterampilan
kognitif, yakni suatu kemampuan menata dan menggunakan pikiran dalam mengolah
informasi, baik dalam belajar maupun tidak. Peserta didik tidak pernah lepas
dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga, maupun lingkungan
masyarakat. Kemampuan keterampilan kognitif sangat diperlukan peserta didik.
Perkembangan keterampilan kognitif merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa
peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses
pembelajaran, sehingga perkembangan keterampilan kognitif sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Perkembangan keterampilan kognitif meliputi kemampuan metakognitif,
strategi kognitf, gaya kognitif, dan pemikiran kritis.
B.
Karakteristik Kemampuan Proses dan Keterampilan Kognitif
Peserta Didik Sebagaimana pembahasan sebelumnya telah
dipahami bahwa proses kognitif dapat diterangkan dengan pendekatan system
pemrosesan informasi. Inti dari pendekatan pemrosesan informasi ini adalah
proses memori dan proses berpikir. Menurut pendekatan ini, anak-anak secara bertahap
mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara
bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang
kompleks.
Dalam uraian berikut silahkan Anda perhatikan bahwa
beberapa konsep tentang kemampuan kognitif anak yang terkait perkembangan
proses kognitifnya, seperti: persepsi, memori dan atensi.
1.
Persepsi
Istilah persepsi berasal dari Bahasa Inggris
“perception”, yang diambil dari Bahasa latin “perception”, yang berarti
menerima atau mengambil. Dalam kamus Inggris Indonesia kata perception
diartikan dengan “penglihatan” atau “tanggapan” (Echols & Shadily, 1997).
Menurut Leavitt, (1978), perception dalam artian sempit adalah “penglihatan”,
yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas,
perception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu.Chaplin (2002) mengartikan persepsi sebagai “Proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera”.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa persepsi adalah suatu
proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan
mengintrepetasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh system alat indera
manusia. Meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses kognitif yang
ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses penyaringan,
perubahan atau modifikasi dari stimulus yang ada.
Persepsi adalah proses kognitif yang kompleks untuk
menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang realitas yang barangkali sangat
berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Persepsi meliputi suatu interaksi rumit
yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu: seleksi, penyusunan dan
penafsiran.
Walgito menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan
suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:
a.
Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama
proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus
oleh alat indera manusia.
b.
Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses
fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor
(alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
c.
Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama
proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus
yang diterima reseptor.
d.
Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari
proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan,
bahwa proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:
1)
Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun
stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup
pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.
2)
Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi
serta pengorganisasian informasi.
3)
Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam
menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman,
cakrawala, serta pengetahuan individu.
Menurut Newcomb, ada beberapa sifat yang menyertai proses
persepsi, yaitu:
a)
Konstansi/menetap, dimana individu mempersepsikan
seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan
berbeda-beda.
b)
Selektif, persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si
perseptor.
c)
Proses organisasi yang selektif, beberapa kumpulan
informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang
berbeda-beda.
Thoha berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi
karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktorfaktor yang berasal dari luar individu
yang vmeliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik. Dijelaskan oleh
Robbins bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama,
mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja
untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari
pelaku persepsi (perceiver), objek atau yang dipersepsikan dan konteks dari
situasi dimana persepsi itu dilakukan.
2.
Memori (Ingatan)
Memori adalah system kognitif manusia yang mempunyai
fungsi menyimpan informasi atau pengetahuan. Suharna (2005) menyatakan bahwa:
“Ingatan atau memori menunjukkan pada proses penyimpanan atau pemeliharaan
informasi sepanjang waktu (maintaining information over time)”. Sementara itu,
menurut Chaplin (2002), memori adalah keseluruhan pengalaman masa lampau yang
dapat diingat kembali. Myers (1996) mendefinisikan memori sebagai: “the
persistence of learning over time via storage and retrieval of information.”
SedangkanSantrock (2004) mendefinisikan memori sebagai
retensi (ingatan) informasi dari waktu ke waktu, dengan melibatkan encoding
(pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengambilan kembali). Tipe
memori dibagi menjadi tiga, yakni
a.
Memori Sensoris (Pencatat Indrawi) Reseptor adalah komponen-komponen system
indrawi untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mencium. Pola aktivitas netral
yang dihasilkan (informasi) ketika stimulan mencapai reseptor kemudian diproses
melalui pencatatan indrawi hanya sekitar seperempat detik. Meskipun dalam tempo
waktu yang sangat singkat, kita berkesempatan menyeleksi informasi guna
pemrosesan lebih lanjut. Karena catatan indrawi menghadirkan segala sesuatu
secara singkat, maka kita memiliki satu kesempatan untuk memaknainya dan mengorganisirnya
melalui persepsi.
b.
Memori Jangka Pendek.
Memori jangka pendek merupakan system memori berkapasitas terbatas
dimana informasi hanya dapat dipertahankan sekitar 30 detik., kecuali informasi
tersebut diulangi atau diproses lebih lanjut sehingga dapat bertahan lebih
lama.
c.
Memori Jangka Panjang.
Memori jangka panjang merupakan tipe memori yang penyimpanan banyak
informasi dalam rentang waktu yang lama secara relative permanen. Selama
tahun-tahun usia sekolah, anak-anak menunjukkan perubahan-perubahan penting
dalam bagaimana mereka mengorganisasikan dan mengingat informasi. Selama masa
awal kanak-kanak, memori jangka pendek mereka telah berkembang dengan
baik.Namun, setelah kanak-kanak berusia 7 tahun tidak terlihat adanya
peningkatan yang berarti.Cara-cara mereka memproses informasi menunjukkan
keterbatasanketerbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Berbeda halnya dengan
memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan penambahan
usia selama masa usia sekolah. Ini dikarenakan memori jangka panjang sangat
bergantung pada kegiatan-kegiatan belajar individu ketika mempelajari dan
mengingat informasi.
Dalam suatu studi tentang perkembangan memori, dilaporkan
bahwa rentang memori meningkat persamaan dengan bertambahnya usia. Pada usia 2
tahun, anak anak hanya dapat mengingat 2 digit, pada usia 7 tahun meningkat
menjadi 5 digit dan 7 digit pada usia 12 tahun. Meskipun pada periode usia
sekolah ini tidak terjadi peningkatan yang berarti dalam memori jangka panjang,
malah menunjukkan keterbatasan-keterbatasan, selama periode ini mereka berusaha
mengurangi keterbatasan-keterbatasan tersebut dengan menggunakan apa yang
disebut dengan strategi memori (memory strategy).
Berikut ini akan dijelaskan dua strategi memori yang
penting, yaitu :
1)
Imagery (perbandingan)
Adalah tipe dari karakteristik pembayangan dari seseorang (Chaplin,
2002).Perbandingan juga merupakan salah satu strategi memori yang berkembang
selama masa pertengahan dan akhir kanak-kanak.Yuille dan Catchpole menyatakan bahwa
memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah mereka dilatih
membentuk perbandingan interaktif.
2)
Retrieval (pemunculan kembali), Adalah proses
mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan (Chaplin, 2002).
Pemunculan kembali juga merupakan strategi memori yang banyak digunakan oleh
orang dewasa. Perlu juga dipahami bahwa di samping strategi-strategi memori di
atas, juga terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat
usia, sifat-sifat anak (termasuk sikap, motivasi, dan kesehatan), serta
pengetahuan yang telah di peroleh anak sebelumnya.
3.
Atensi (Perhatian )
Atensi merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam
system kognitif (Parkin, 2000). Menurut Chaplin (2000), atensi adalah
konsentrasi terhadap aktivitas mental. Sedangkan Margaret W. Matlin (1994),
menggunakan istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas
mental, dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang
menanggapi. Atensi pada anak telah
berkembang sejak masa bayi.
Aspek-aspek atensi yang berkembang selama masa bayi ini
memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun prasekolah. Penelitian
telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi
(dishabituation) jika di ukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan
tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah.
Meskipun begitu, kemampuan anak untuk memusatkan
perhatian berubah secara signifikan pada masa itu.Anak-anak prasekolah sangat
dipengaruhi oleh ciri-ciri tugas yang sangat menonjol, seperti kelucuan badut
yang menarik perhatian.Para ahli psikologi perkembangan meyakini bahwa
perubahan ini mencerminkan suatu pergeseran pengendalian kognitif perhatian
sehingga anak-anak bertindak kurang implusif. Aspek Atensi
a.
Reseptor adjustment : penyesuaian alat indra terhadap
objek yang menjadi perhatianya
b.
Postural adjustment : penyesuaian sikap tubuh terhadap
objek yang menjadi perhatiannya adalah yang menraih perhatianya.
c.
Muscle tention : adanya tegangan otot, dalam hal ini
berhubungan dengan adanya perhatian, disitulah adanya pemusatan energy
d.
Central nervous adjustment : penyesuaian saraf pusat
dalam melakukan perhatian. Hal ini dikarenakan dalam setiap penyesuaian
mekanisme saraf pusat yang mengaturnya.
e.
Increases clearness : semakin jelas objek yang menjadi
perhatian, akan semakin menarik perhatian individu.
Macam-macam Atensi, yakni:
1)
Dari segi timbulnya perhatian atensi terbagi dua yaitu
atensi spontan (perhatian yang timbul dengan sendirinya karena spontan) dan
atensi tidak spontan (perhatian yang timbul dengan sengaja).
2)
Dari segi banyak objek yang dicakup yaitu atensi
konsentratif (perhatian yang dilakukan pada individu pada suatu waktu dan hanya
dapat memperhatikan sedikit objek) dan atensi distributive (perhatian yang
dilakukan individu pada suatu waktu dan dapat memperhatikan banyak objek
sekaligus).
3)
Dari segi fluktuasi yaitu atensi static (perhatiannya
tertuju pada suatu objek tertentu) dan atensi dinamik (perhatian pada individu,
yang pada suatu saat tertentu dapat dengan memudahkan perhatiannya secara lincah
dari suatu objek ke objek lain).
Faktor yang Mempengaruhi Atensi Faktor yang mempengaruhi Atensi ada dua yaitu
faktor internal berupa Motives / needs, preparatory set (kesiapan untuk
berespon), interest (menaruh perhatian pada yang diminati) dan faktor eksternal
berupa intensitas dan ukuran, contrast dan novelty, repentition / pengulangan,
movement /gerakan.
C.
Komponen Keterampilan Kognitif Peserta Didik
Antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya
mengalami proses kognitif yang sama namun kemampuannya yang berbeda-beda.
Begitu pula dengan keterampilan kognitifnya. Itulah salah satu yang menyebabkan
tiap peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Terdapat beragam
kecenderungan kemampuan keterampilan kognitif peserta didik, yakni
metakognitif, strategi kognitif, gaya kognitif, dan pemikiran kritis.
1.
Metakognitif
Metakognisi (metacognition) merupakan
sebuah konstruk psikologi yang
kompleks. Untuk lebih memahami pengertian dari istilah
metakognitif. Metakognitif adalah
pengetahuan dan kesadaran
tentang proses kognisi atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerja.
Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena kita
menggunakan proses kognitif kita untuk merenungkan proses kognitif kita sendiri.
Metakognitif tidak
sama dengan kognitif atau proses berpikir (seperti membuat perbandingan,
ramalan, menilai, membuat sintesis atau menganalisis). Sebaliknya, metakognitif
merupakan suatu kemampuan dimana
individu berdiri diluar kepala dan
mencoba untuk memahami cara ia berfikir atau memahami proses
kognitif yang dilakukan dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan
(functional planning), pengontrolan (self
monitoring), dan evaluasi (self evaluation). Al Qur’an banyak memberikan
contoh proses berfikir guna mengambil kesimpulan terhadap fakta-fakta yang
telah dikumpulkan.
Salah satu diantara firman Allah yang dimaksud adalah:
Q.S. Al Ghasyiyah (88): 17-20)
..................tulis ayatnya. “apakah kamu tidak memperhatikan
bagaimana Onta diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan Gunung
bagaimana ia tegakkan. Dan Bumi bagaimana ia dihamparkan”.
Pada ayat ini terdapat konsep mengenai proses penciptaan
alam semesta dapat membuktikan bahwa semua itu yang menciptakan yaitu Allah
swt. Ini berhubungan dengan ketauhidan fakta keberadaan Allah swt.
Komponen Metakognitif terdiri dari pengetahun metakognisi
dan aktivitas kognisi.
Pertama.Pengetahuan metakognisi meliputi usaha
monitoring dan refleksi atas pikiran- pikiran saat ini. Refleksi membutuhkan pengetahuan faktual tentang
tugas, tujuan- tujuan atau diri
sendiri dan pengetahuan strategis tentang bagaimana dan kapan menggunakan prosedur- prosedur tertentu untuk
memecahkan masalah.
Sedangkan aktivitas
metakognitif meliputi penggunaan
self a wareness dalam menata dan menyesuaikan strategi yang
digunakan selama berpikir dan memecahkan masalah. Menurut John Flavell (1976)
pengetahuan metakognitif secara umum dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu:
a.
Variabel Individu, mencakup tentang person,
manusia (diri sendiri dan juga orang lain), yang mengandung wawasan
bahwa manusia, termasuk saya sendiri,
memiliki keterbatasan dalam
jumlah informasi yang dapat diproses. Dalam variabel individu ini
tercakup pula pengetahuan bahwa kita lebih paham tentang suatu bidang dan lemah
dibidang lain.
b.
Variabel Tugas, mencakup pengetahuan tentang tugas- tugas
(teks), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan kita
lebih sulit atau lebih muda memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu
tugas; dan
c.
Variabel Strategi, mencakup pengetahuan tentang strategi,
pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi
kesulitan. Variabel strategi ini mengandung wawasan seperti beberapa langkah kognitif akan menolong saya menyelesaikan sejumlah
besar tugas kognitif (mengingat, mengomunikasikan dan membaca).
Kedua.Aktivitas kognisi disebut juga
pengaturan kognisi (regulator of cognition) mencakup usaha-usaha siswa
memonitor, mengontrol, atau menyusaikan proses kognitifnya dan merespons
tuntutan tugas atau perubahan kondisi. Aktivitas kognisi secara tipikal juga
dipandang sebagai upaya untuk meregulasi atau menata kognisi yang mencakup
perencaan (planning) tentang bagaimana menyelesaikan suatu tugas, menyeleksi
strategi kognitif yang akan digunakan, memonitor keefektifan strategi yang telah dipilih, dan
memodifikasi atau mengubah strategi yang digunakan ketika menemui masalah.
2.
Strategi Kognitif
Strategi
kognitif merupakan salah satu
kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seseorang peserta
didik dalam belajar atau memecahkan
masalah. Strategi kognitif merupakan
kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis,
dan evaluasi. Proses pembelajaran bukan semata mata proses penyampaian materi bidang ilmu tertentu saja, sebaliknya
yang lebih penting adalah proses pengembangan kemampuan strategi kognitif
peserta didik. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Pressley kunci
pendidikan adalah membantu siswa mempelajari serangkaian strategi yang dapat
menghasilkan solusi problem.
Pemikir yang baik menggunakan strategi secara rutin untuk
memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan dimana mesti
menggunakan strategi (pengetahuan
metakognitif tentang strategi).
Memahami kapan dan dimana mesti menggunakan strategi sering
muncul dari aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi
pembelajaran (Santrock,2006). Strategi secara sederhana dapat dibedakan
sebagai: “specific methods of approaching a problem or task, modes of operation
for achieving a particular end, planned design fo controlling and manipulating
certain information” (Brown, 2000).
McDevitt dan Ormond (2002), mendefinisikan strategi
kognitif sebagai “specific mental process that people use to acquire or
manipulation information,” Jadi , yang dimaksud dengan strategi kognitif adalah
proses mental atau kognitif tertentu yang digunakan orang untuk memperoleh atau
memanipulasi informasi. Menurut Gagne (dalam Paulina Pannen, dkk, 2001),
strategi kognitif adalah kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat
membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Strategi kognitif didasarkan pada paradigma
konstruktivisme teori metakognisi dan pengalaman-pengalaman praktis dilapangan.
Hakikat dari paradigma konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menjadikan
informasi. Siswa ideal menurut paradigma ini adalah seorang pelajar yang
memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri (self regular learner). Self
regulated learner adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi
belajar yang efektif atau biasa disebut academic learning skill, yang dipadu
dengan kontrol diri dan motivasi yang tetap terpelihara.
Istilah strategi kognitif telah digunakan dalam berbagai
bidang, seperti konseling dan terapi, dengan maksud sebagai strategi untuk
membantu klien keluar dari permasalahan yang dihadapinya. Dalam bidang
pembelajaran, strategi kognitif sering juga disebut sebagai strategi belajar dan
memecahkan masalah. Strategi belajar disini dapat diartikan sebagai:”general
methods or tecniques taht help in solving a varietyof problems” (Seifer &
Hoffung, !994), atau “specifit methods of learning information”. Strategi
belajar dengan demikian adalah metode-metode atau teknik-teknik tertentu yang
digunakan untuk dapat membantu siswa memgpelajari informasi baru dan memecahkan
berbagai masalah secara lebih efektif.
Terdapat berbagai jenis strategi kognitif yang digunakan
oleh peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah, yaitu:
a.
Chunking Strategi chunking dilakukan dengan cara
mengorganisasikan materi secara
sistematis melalui proses mengurutkan, mengklasifikasikan, dan menyusun.
Strategi ini dipandang dapat membantu peserta didik dalam mengelolah informasi
yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks.
b.
Spatial Strategi spatial merupakan strategi untuk
menunjukkan hubungan antara satu hal dengan hal yang lain. Strategi ini
meliputi strategi pembingkaian (framing), dan pemetaan kognitif (congnitive
mapping). c. Multipurpose Multipurpose merupakan strategi kognitif yang dapat
digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain reharsal, imagery, dan mnemonics.
3.
Gaya Kognitif
Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam
penggunaan fungsi kognitif (berfikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat
keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi, dan seterusnya) yang
bersifat konsisten dan berlangsung lama. Menurut Woolfolk (1995), didalam gaya
kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan
mengorganisir informasi. Setiap individu akan memilih cara yang lebih disukai
dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap stimuli
lingkungannya. Kemungkinan, ada individu yang memberikan respons lebih cepat,
tetapi ada pula yang lebih lambat. Cara-cara memberi respons terhadap stimuli
ini berkaitan erat dengan sikap dan kualitas personal.
Gaya kognitif merupakan pola yang terbentuk dari cara
individu memproses informasi, yang cenderung stabil dan dicapai dalam jangka
waktu yang cukup lama, meskipun ada kemungkinan untuk berubah. Dengan demikian,
gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, yakni sifatsifat fisiologis,
kognitif, dan afektif yang relatif tetap, yang menggambarkan bagaimana peserta
didik menerima, berinteraksi dan merespon lingkungan belajar, atau semacam
kecenderungan umum, sengaja atau tidak, dalam
memproses informasi dengan menggunakan cara-cara tertentu.
Singkatnya, dalam pengertian daya belajar, gaya kognitif
dapat diartikan sebagai ciri khas individual peserta didik dalam belajar, baik
yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap
informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Para
ahli psikologi dan pendidikan berbeda pendapat dalam mengemukakan bentuk-bentuk
gaya kognitif yang digunakan oleh peserta didik.
Berikut ini akan dibahas beberapa gaya kognitif yang
paling banyak didiskusikan oleh para ahli.
a.
Gaya Impulsif dan Reflektif Gaya impulsif dan reflektif
menunjukkan tempo kognitif atau kecepatan berpikir. Menurut Santrock (1998),
impulsivity is a cognitive style in which individuals act before they think.
Sedangkan reflection is a cognitive style in which individuals think before
they act, usually scanning information carefully and slowly. Dibandingkan
dengan peserta didik yang impulsif, peserta didik yang reflektif lebih mungkin
melakukan tugas-tugas seperti: mengingat informasi yang terstruktur, membaca
dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
b.
Field Dependence dan Independence Gaya Field Dependent
(FD) dan Field Indepence (FI) merupakan tipe gaya kognitif yang mencerminkan
cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Individu
dengan gaya field dependent cenderung menerima suatu pola sebagai suatu
keseluruhan. Mereka sulit memfokuskan pada satu aspek dari suatu situasi, atau
menganalisa pola menjadi bagian-bagian yang berbeda. Sebaliknya, individu
dengan gaya Field Independent lebih menerima bagian-bagian terpisah dari pola
menyeluruh dan mampu menganalisa pola kedalam komponen-komponennya.
Dalam situasi sosial, individu yang field dependent
umumnya lebih tertarik mengamati
kerangka situasi sosial, memahami wajah/cinta orang lain, tertarik pada
pesan-pesan verbal dengan social content, lebih memperhitungkan kondisi sosial
eksternal sebagai feeling dan memiliki sikap.
Uraian diatas menunjukkan bahwa individu dengan gaya kognitif Field
Indepence lebih baik dari individu Field Dependent. Bahkan hasil penelitian
juga menyimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki gaya kognitif Field
Indepence lebih unggul daripada gaya kognitif Field Dependent dalam perolehan
belajar. Tetapi, individu dengan Field Dependent memiliki kemampuan lebih dalam
menganalisis informasi yang kompleks, yang tak terstruktur dan mampu
mengorganisasinya untuk memecahkan masalah.
Dalam Islam, Al-Qur’an memberi tuntunan agar manusia
bukan saja memperhatikan kandungan informasi yang diterima (Q.S. Al-Isra (17):
36), (Q.S. Az Zumar (39): 18) dan penerima informasi (Q.S. Al-Najam (53): 28),
(Q.S. Al-Hujurat (49): 12). Menurut Arief (2007) hal itu disebabkan karena
banyak informasu yang memiliki arah dan tujuan yang beragam: (1) Informasi yang
benar, ada yang positif dan negatif, baik disampaikan dengan serius dan canda;
(2) Informasi yang salah, ada yang disengaja (bohong) dan ada juga yang
disampaikan dengan tidak sengaja (keliru); (3) Omong Kosong, ada yang bernilai
atau memiliki faedah, dan ada juga yang tidak bisa dimengerti sama sekali. Profil guru Pendidikan Agama Islam menekankan
bahwa guru PAI harus mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan sebagai guru
PAI yang professional melalui refleksi diri, pencarian informasi baru,
penelitian dan inovasi. Dengan demikian sangat jelas tuntutan guru PAI untuk
selalu mencari informasi dan menchek kebenarannya.
4.
Pemikiran Kritis
Merupakan kemapuan untuk berpikir secara logis,
reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat
pertimbangan dan keputusan yang baik. Berpikir kritis berarti merefleksikan
permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi
berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja
informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan),
serta beppikir secara reflektif ketimbang hanya menerima ide-ide dari luar
tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan.
Jadi, sekalipun istilah “kritis” tidak merujuk pada
pemikiran, tetapi pemikiran yang mendalam akan menghasilkan pengetahuan atau
wawasan baru dan memberikan sebuah landasan bagi kualitas inteligensi.
Pemikiran kritis merupakan suatu bagian dari kecakapan praktis, yang dapat membantu
dalam memahami bagaimana alat-alat yang belum dikenal mengalami kerusakan,
bagaimanamenyusun istilah-istilah karya ilmiah, bagaimana menyelesaikankonflik
pribadi dengan seorang teman, atau bagaimana mengambil keputusan tentang jenis
karir apa yang akan digeluti (Seifert & Hoffnung,1994). Oleh sebab itu,
kiranya tidak berlebihan kalau Galotti (dalam santrock 1998) menempatkan
critical thinking is a very important aspect of everyday reasoning, (pemikiran
kritis sebagai salah satu aspek penting dalam penalaran sehari-hari).
Dengan alasan demikian, Santrock (1998) menegaskan
“critical thinking can and should be used not just in the classroom, but
outside it as well’’ (pemikiran kritis dapat dan harus digunakan tidak hanya di
dalam kelas, melainkan juga di luar kelas). Dalam Islam pun secara jelas Allah
swt selalu menganjurkan untuk menggunakan pemikiran rasional bahkan memberikan
penghargaan kepada manusia. Ungkapan menghargaan tersebut terulang sebanyak 780
kali. Salah satu diantaranya adalah ayat: Q.S Al-Baqarah (2): 269).
........................................tulis arab dan
artinya Dalam ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan
menggunakan memikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya
tangkap sehingga peserta didik ataupun guru terlatih untuk terus berfikir
menggunakan kemampuan berfikirnya.
Pierce and associates (dalam Dacey & Kenny, 1997),
menyebutkan beberapa karakteristik yang diperlukan dalam pemikiran kritis atau
membuat pertimbangan, yaitu: (1) kemampuan untuk menarik kesimpulan dari
pengamatan; (2) kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi; (3) kemampuan untuk
berpikir secara deduktif; (4) kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis;
dan (5) kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan yang kuat.
Sementara itu, Seifert & Hoffnung,(1994) menyebutkan
beberapa komponen pemikiran kritis, yaitu:
a.
Basic operations of reasoning. Untuk berpikir secara
kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan, mengeneralisasi,
menarik kesimpulan deduktif, dan merumuskan langkah-langkah logis lainnya
secara mental.
b.
Domain-specific knowledge. Dalam menghadapi suatu
problem, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang topic atau kontennya.
Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan
tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut.
c.
Metacognitive knowledge. Pemikiran kritis yang efektif
mengharuskan seseorang untuk memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar
memahami suatu ide, menyadari kapan ia memerlukan informasi baru, dan
mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari
informasi tersebut.
d.
Values, beliefs, and dispositions. Berpikir secara kritis
berarti melakukan penilaian secara fair dan objektif. Ini berarti ada semacam
keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga
berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada
solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten dan reflektif
ketika berpikir.
Menurut Beyer (dalam M. Nur & Prima Retno Wikandari,
2000), setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan
peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang
absah(valid), yaitu:
1)
Keterampilan membedakan fakta-fakta yang dapat
diverifikasi dan tuntutan nilainilai yang sulit diverifikasi (diuji
kebenarannya).
2)
Membedakan antara informasi, tuntunan atau alasan yang
relevan dengan yang tidak relevan.
3)
Menentukan kecermatan factual (kebenaran) dari suatu pernyataan.
4)
Menentukan kredibilitas (dapat dipercaya) dari suatu
sumber.
5)
Mengidentifikasi tuntutan atau argument yang mendua.
6)
Mengidentifikasi asusmsi yang tidak dinyatakan.
7)
Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan).
8)
Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika.
9)
Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur
penalaran.
10)
Menentukan kekuatan suatu argument atau tuntutan. Dalam
pendidikan Islam, menurut Mahmud Yunus (dalam Arief, 2012) guru harusnya
mengajak peserta didik upaya berfikir dan berijtihad, dan tidak semata-mata
menerima materi yang disampaikan guru. Dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa dalam agama Islam, kita sudah sejak awal dituntun untuk selalu berfikir
kritis.
D.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta
Didik
Perkembangan kognitif, secara umum dipengaruhi dua factor
utama, yakni hereditas dan lingkungan. Menurut Ali dan Asrori (2012) pengaruh
kedua faktor itu tidak terpisah secara sendiri sendiri melainkan saling
terhubung.
1.
Faktor hereditas Semenjak dalam kandungan, anak telah
memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara
potensial, anak telah membawa kemungkinan kecenderungan intelektualnya pada
taraf tertentu. Namun potensi ini tidak bisa berkembang tanpa adanya peran
lingkungan. Misalnya anak tersebut terlahir dari keluarga yang otaknya cerdas
namun anak ini tidak mendapatkan stimulasi atau pendidikan maka kecerdasannya
itu tidak akan nampak.
2.
Faktor lingkungan Terdapat dua faktor lingkungan yang
sangat besar peranannya yakni keluarga dan sekolah. Intervensi yang paling
penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman
kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi
yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. Begitu pula di sekolah.
Peran guru sangat menentukan perkembangan kognitif anak. Semakin banyak
stimulasi yang diberikan maka semakin berkembang pula kognitif dari peserta
didik tersebut.
Dari referensi yang berbeda didapatkan bahwa faktor yang
memengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Faktor hereditas/keturunan teori ini yang dipelopori oleh
seorang ahli filsafat Schopenhauer, berpendapat bahwa manusia lahir sudah
membawa potensipotensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
b.
Faktor lingkungan teori ini empirisme dipelopori oleh
john locke. Locke berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keaadaan suci
seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda sedikit pun.
c.
Faktor kemantangan tiap organ (fisik maupun psikis) dapat
dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing.
d.
Faktor pembukaan ialah segala keadaan diluar diri
seseorang yang memengaruhi perkembangan inteligensi.
e.
Faktor minat dan bakat minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik
lagi.
f.
Faktor kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berpikir
divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode
tertentu dalam memecahakan masalah-masalah,juga bebas dalam memilih masalah
sesuai kebutuhannya.
E.
Implikasi Perkembangan Proses dan Keterampilan Kognitif
dalam Pembelajaran
Arief (2002) mengatakan bahwa inti prinsip pemakaian
metodologi pendidikan agama Islam dibagi:
1.
pengenalan yang utuh terhadap peserta didik: umur,
kepribadian, dan tingkat kemampuan mereka,
2.
Berstandar kepada tujuan, oleh karena metode diaplikasikan
untuk mencapai tujuan,
3.
menegakkan uswah hasanah (contoh tauladan yang baik)
terhadap peserta didik.
Dalam perspektif pemrosesan informasi, pembelajaran
dipandang sebagai proses pemasukan informasi ke dalam memori, mempertahankan,
dan kemudian mengungkapkannya kembali untuk tujuan tertentu di kemudian hari.
Bagaimana peserta didik menyimpan, menyebarkan informasi, dan mengambil kembali
informasi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas belajar yang kompleks, jelas
adanya proses kognitif, seperti persepsi, atensi, memori, dan sebagainya. Anak-anak secara bertahap mengembangkan
kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka
bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks, dalam hal ini, guru
lebih dipandang sebagai pembimbingkognitif sehingga peserta didik mampu
mengembangkan proses-proses kognitifnya untuk memahami tugas akademik.
Dalam pendidikan Islam, menurut Muhtar Yahya (Arief,
2002) bahwa salah satu prinsip penggunaan metode pendidikan Islam adalah
Prinsip At-Tadarruj Fi Talqien sebagaimana Al Gazali menyebutkan “berilah pelajaran
kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka”. Atas dasar pemikiran
bahwa anak didik memiliki tingkatan-tingkatan kematangan dalam berfikir, maka
setiap pendidik seyogianya mempertimbangkan metode mana yang tepat
diaplikasikan sesuai dengan tingkat berfikir anak didik.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa strategi
yang dapat digunakan guru dalam
membantu peserta didik mengembangkan proses-proses kognitifnya.
a.
Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan
meminimalkan gangguan.Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang
menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting.
b.
Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk
sendiri atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan.Gunakan
komentar instruksional, seperti.”baik, mari kita diskusikan …….. sekarang
perhatikan.”Dan buat pembelajaran menjadi menarik.
c.
Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagian dari
pengajaran di kelas.Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses
pembelajaran lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan
perhatian.
d.
Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model
tempat duduk, atau berpindah pada satu setting berbeda.Ubah jalur indrawi
dengan memberi satu pelajaran yang mengharuskan peserta didik menyentuh,
membuai, atau merasakan.
e.
Hindari perilaku yang membingungkan dan dorong peserta
didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam, bukan
mengingat sepintas lalu.
f.
Bantu peserta didik menata informasi yang akan dimasukkan
ke dalam memori, serta memahami dan mengombinasikan informasi.
g.
Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonic
Berikut ini upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan
kemampuan keterampilan kognisi peserta didik:
1)
Guru harus mengajar dan menganjurkan kepada peserta didik
untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
2)
Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan
bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas tugas baru dan sulit,
penelitian tentang pelatihan strategi (strategy training) menunjukkan bahwa
terjadinya kemajuan belajar secara subtansial setelah peserta didik
mengikuti training strategi di sekolah
(Seiffer & Hofnung,1994)
3)
Menunjukkan strategi belajar dan mendorong peserta didik
untuk menggunakan strateginya sendiri
4)
Mengidentifikasi situasi situasi di mana suatu strategi memungkinkan
utuk digunakan
5)
Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar
sendiri dengan sedikit atau tanpa bantuan dari guru
6)
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi
belajarnya sendiri dan menolong mereka mengembangkan mekanisme melakukan
perbutan belajar yang efektif
7)
Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar
mandiri, yakni melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang
harus dilakukan, memecahkan masalah sendiri, tanpa tergantung pada orang lain
8)
Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik
untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa
yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.
Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan
oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan
dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa
depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya.
Teori perkembangan kognitif, menurut Piaget bahwa
perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, yaitu tahap
sensorimotorik (usia 0-2 tahun), para operasional (3-6 tahun), operasional
kongkret (7 – 11 tahun) dan operasional formal (12 tahun ke atas), sedangkan
Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan
interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak.
Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya
terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat
terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari
disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di
masyarakat. Salah satu aspek perkembangan
kognitif yang sangat penting bagi proses belajar peserta didik di sekolah yaitu
proses kognitif peserta didik terdiri dari persepsi, memori dan atensi. Selain
itu juga terdapat keterampilan kognitif, yakni suatu kemampuan menata dan
menggunakan pikiran dalam mengolah informasi, baik dalam belajar maupun tidak.
Perkembangan keterampilan kognitif meliputi kemampuan metakognitif, strategi
kognitf, gaya kognitif, dan pemikiran kritis.
Dalam Islam pun secara jelas Allah swt selalu menganjurkan untuk menggunakan
pemikiran rasional bahkan memberikan penghargaan kepada manusia.
RANGKUMAN
Ungkapan menghargaan tersebut terulang sebanyak 780 kali. Salah satu
diantaranya adalah ayat: Q.S Al-Baqarah (2): 269). Dalam ayat tersebut dapat
diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan menggunakan memikiran (rasio)
seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya tangkap sehingga peserta didik
ataupun guru terlatih untuk terus berfikir menggunakan kemampuan berfikirnya.
Dengan semikian guru harusnya mengajak peserta didik upaya berfikir dan
berijtihad, dan tidak semata-mata menerima materi yang disampaikan guru. Perkembangan kognitif, secara umum
dipengaruhi dua factor utama, yakni hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua
faktor itu tidak terpisah secara sendiri sendiri melainkan saling terhubung.
Pertama. Faktor hereditas terjadi semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki
sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial, anak
telah membawa kemungkinan kecenderungan intelektualnya pada taraf tertentu.
Kedua. Faktor lingkungan, yang sangat besar peranannya yakni keluarga dan
sekolah. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua
adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan
sehingga anak memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk
berfikir. Begitu pula di sekolah. Peran guru sangat menentukan perkembangan
kognitif anak. Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka semakin berkembang
pula kognitif dari peserta didik tersebut.
Dalam pendidikan Islam, menurut Muhtar Yahya (Arief, 2002) bahwa salah
satu prinsip penggunaan metode pendidikan Islam adalah Prinsip At-Tadarruj Fi
Talqien sebagaimana Al Gazali menyebutkan “berilah pelajaran kepada anak didik
sesuai dengan tingkat kemampuan mereka”. Atas dasar pemikiran bahwa anak didik
memiliki tingkatan-tingkatan kematangan dalam berfikir, maka setiap pendidik
seyogianya mempertimbangkan metode mana yang tepat diaplikasikan sesuai dengan
tingkat berfikir anak didik.
SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar