Perbandingan Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) dan
Pembelajaran konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti
kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahas ciri-ciri
pembelajaran tradisional atau behavioristik dan ciri-ciri pembelajaran
konstruktivistik. Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak
pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru.
Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah,
dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan
materi yang diceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada
buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks.
Diharapkan siswa memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan
buku teks tersebut. Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara
siswa terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangkan.
Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan
tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari. Ketika
menjawab pertanyaan siswa, guru tidak mencari kemungkinan cara pandang siswa
dalam menghadapi masalah, melainkan melihat apakah siswa tidak memahami sesuatu
yang dianggap benar oleh guru.
Pengajaran didasarkan pada gagasan atau
konsep-konsep yang sudah dianggap pasti atau baku, dan siswa harus memahaminya.
Pengkonstruksian pengetahuan baru oleh siswa tidak dihargai sebagai kemampuan
penguasaan pengetahuan.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran
konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi
baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang
selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru. Pendekatan konstruktivistik
lebih luas dan sukar untuk dipahami.
Pandangan ini tidak melihat pada apa yang
dapat diungkapkan kembali atau apa yang dapat diulang oleh siswa terhadap pelajaran
yang telah diajarkan dengan cara menjawab soal-soal tes (sebagai perilaku
imitasi), melainkan pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan
ditunjukkannya.
Pada pembelajaran konstruktivistik, siswa yang diharapkan
memiliki peran optimal. Selain itu siswa juga diharapkan untuk dapat
berkolaborasi dengan orang lain untuk mencapai kemampuan yang optimal. Menurut Vygotsky sebagai salah satu tokoh penghusung teori ini, Perubahan mental anak
tergantung pada proses sosialnya yaitu bagaimana anak berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya.
Lingkungan sosial yang menguntungkan anak adalah
orang-orang dewasa atau anak yang lebih mampu yang dapat memberi penjelasan
tentang segala sesuatu sesuai dengan kebutuhan anak yang sedang belajar.
Siswa dalam pembelajaran konstruktivistik di abad 21
(ISTE dalam smaldino, dkk, 2010) dituntut untuk:
1.
memiliki kreativitas dan inovasi,
2.
dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain,
3.
menggunakan kemampuannya untuk mencari informasi dan
menganalisis informasi yang dia dapatkan,
4.
berpikir kritis dalam memecahkan masalah ataupun dalam
membuat keputusan,
5.
memahami konsep-konsep dalam perkembangan teknologi dan
mampu mengoperasikannya. Pembelajaran konstruktivistik meyakini bahwa setiap
siswa adalah istimewa, setiap siswa unik dan setiap siswa adalah
manusia-manusia special yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, siswa harus dilihat dan dipahami secara
menyeluruh bukan hanya dari apa yang tanpak saja. Seperti penuturan Lev
Vygotsky, jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial dan
budayanya bukan dari apa yang ada dibalik otaknya semata.
Selain itu, Vygotsky
(Collin,2012) juga menekankan bahwa kita menjadi dirikita sendiri melalui orang
lain. Aplikasi teori Vygotsky yang paling terkenal
adalah model pembelajaran colaboratif.
Selain itu, contoh aplikasi teori konstruktivistik dalam
proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web
learning) dan pembelajaran melalui social media (social media learning).
Dalam
Smaldino, dkk (2012) dijelaskan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah banyak
mengalami perubahan, intergrasi internet dan social media memberikan perspektif
baru dalam pembelajaran.
Pembelajaran dengan social media memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi, berkolaborasi, berbagi informasi
dan pemikiran secara bersama. Sama halnya dengan pembelajaran melalui social
media,pembelajaran melalui web juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melengkapi satu atau lebih tugas melalui jaringan
internet. Selain itu juga dapat melakukan pembelajaran kelompok dengan
menggunakan fasilitas internet seperti google share.
Model pembelajaran melalui web maupun social media ini
sejalan dengan teori konstruktivistik, dimana siswa adalah pembelajar yang
bebas yang dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya.
Secara rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran
tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai
berikut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar