TECHNOLOGICAL, PEDAGOGICAL AND CONTENT KNOWLEDGE (TPACK) DALAM PEMBELAJARAN PAI
A.
Technological, Pedagogical and Content Knowledge (TPACK)
Technological, Pedagogical and Content Knowledge (TPACK)
adalah sebuah konsep integrasi dari tiga unsur yang berbeda; teknologi,
pedagogi, dan konten pengetahuan. Pengetahuan tentang ketiganya disatukan
menjadi sebuah kemampuan pendidik yang komprehensif dalam dunia pendidikan
bernama TPACK. Tiga unsur yang disatukan dalam perencanaan, proses dan evaluasi
pendidikan itu menjadi trio yang hebat dalam pengembangan ekosistem pendidikan
masa depan yang dikenal sebagai era teknologi digital.
Teknologi mutakhir yang digunakan oleh banyak orang
adalah teknologi digital setelah berakhirnya teknologi sederhana semisal kapur,
OHP dan seterusnya. Dalam prosesnya, ada digitalisasi data dalam segala bidang
kehidupan, baik itu ekonomi, politik, sosial, kebudayaan, pendidikan dan
lainnya. Proses digitalisasi yang dimaksud adalah migrasi data dari data real
dalam bentuk manual ke data yang virtual. Contoh konkret dalam dunia pendidikan
adalah migrasi dari printed book ke electronic book.
Dalam konteks dunia administrasi negara, ada migrasi data
dari berbentuk kartu manual menjadi virtual semisal e-ktp, paspor dan lainnya.
Hampir semua proses awal digitalisasi dimulai dari input data secara elektronik
dan direkam kemudian dapat diakses secara virtual, kapan saja dan dimana saja.
Teknologi digital ini dapat diadaptasi dan disesuaikan dalam dunia pendidikan.
Pedagogi atau seni mengajar anak kecil adalah core ilmu pendidikan. Dengannya
kita mampu merekayasa dari tujuan pendidikan, proses sampai kepada evaluasinya.
Kesuksesan akhir pendidikan ditentukan oleh keputusan awal dalam menerapkan
pilihan ilmu pedagogi.
Apakah pedagogi yang diterapkan itu tepat, cocok, dan
meningkatkan mutu pendidikan, itu tergantung dari infrastruktur pendidikan, SDM
guru, input siswa, kekayaan materi dan media. Dengan melihat segala komponen
pendidikan yang berpengaruh melalui need analysis, maka ilmu seni mengajar anak
kecil ini akan menjadi bagian penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena,
dengan ilmu inilah semua aspek pendidikan yang terlibat akan dikaji dan
dipertimbangkan. Content knowledge atau isi pengetahuan adalah objek yang
dituju oleh subjek pendidikan bernama guru dan siswa. Objek ini bisa dalam
bentuk sikap, pengetahuan atau keterampilan. Ketiganya bisa bersenyawa satu
sama lain dalam satu bidang ilmu (baca: mata pelajaran) bisa juga berpisah satu
sama lainnya.
Semisal Mata Pelajaran PAI, Mata pelajaran ini memiliki
konten semua domain pendidikan: sikap, pengetahuan dan juga keterampilan. Namun
untuk belajar Matematika, konten yang disajikan adalah pengetahuan dan
keterampilan saja, sedangkan sikap dilakukan secara indirect teaching. Jadi
konten pengetahuan merupakan objek yang bisa didesain sedemikian rupa sehingga
menggabungkan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam mendesain konten pengetahuan
dalam TPACK adalah sesuatu yang prospektif dilakukan. Pengetahuan pendidik
tentang teknologi, pedagogi dan konten yang integratif dapat menjadi salah satu
kemampuan dahsyat dalam implementasi pendidikan (kurikulum) masa kini (era
digital).
Ketika abai terhadap penggunaan teknologi, maka akan
dipastikan pengembangan pendidikan akan stagnan dan tidak dapat menyesuaikan
dengan pengembangan jaman. Jadi, TPACK adalah sebuah konsep yang tepat sebagi
sebuah instrument implementasi kurikulum dalam ekosistem pendidikan di era
digital. Ketika manusia menemukan teknologi digital melalui penemuan komputer,
maka teknologi ini menjadi instrument penting dalam kehidupan manusia. Di awal
periode ini, teknologi komputer menjadi sebuah “teknologi informasi” yang cepat
dan modern. Setiap sistem kehidupan mengadopsi dan mengadaptasi teknologi ini
sebagai teknologi informasi yang dibutuhkan.
Seiring dengan perkembangannya, teknologi informasi ini
bermetamorfosis menjadi teknologi lainnya yaitu teknologi data. Teknologi data
adalah fase kedua setelah teknologi informasi. Teknologi ini menjadi hal yang
lumrah dan digunakan banyak orang, baik untuk kepentingan dimensi ekonomi,
politik dan lainnya. Teknologi data adalah teknologi untuk menguasai data dan
menjual atau menggunakan data virtual untuk kepentingan pemiliknya. Semakin
orang menguasai data, maka semakin ia menguasai dunia dan tentu saja menjadi
pemenang dalam persaingan kontestasi di dunia. Saat ini, banyak orang
menggunakan website sebagai media untuk informasi dan publikasi. Koran yang
dicetak atau tv yang disiarkan menghadapi persaingan sengit dengan koran atau tv dalam jaringan (daring -online).
Persaingan ini (online vs offline) semakin sengit manakala
setiap orang dapat mengakses internet dengan murah dan mudah. Konten informasi
offline semakin terseret dan makin ditinggalkan oleh manusia era digital. Orang berlomba untuk mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya untuk dijadikan alat menguasai dunia. Cara pengumpulannya
adalah dengan cara korporasi modern atau menggunakan seluruh partisipasi
manusia. Google, misalnya, perusahaan ini menggunakan partisipasi seluruh
manusia yang terkoneksi internet untuk mengumpulkan data dan dia
mengumpulkannya dalam sebuah mesin untuk digunakan sebagai kepentingan bersama.
Hal ini membuat setiap orang bisa memproduksi data dan kemudian bisa di jual
atau dipublikasikan dengan bebas, sehingga setiap orang bisa menjadi cameramen,
bisa jadi produser, bisa jadi selebritis dan seterusnya.
Inilah era perpindahan dari teknologi informasi ke
teknologi data. Sebagai contoh, ketika setiap orang merasa butuh terhadap dunia
virtual, maka yang selanjutnya dibutuhkan adalah data virtualnya. Data ini
harus direkam secara virtual dari dunia real. Salah satu yang sangat
berpengaruh adalah memetakan dunia dengan digital map. Google dengan Google
Map-nya mampu menjadi salah satu perusahaan yang memberikan konstribusi data
paling besar disamping Search Engine yang dimilikinya. Peta yang dimilikinya
menjadi data yang kemudian menjadi awal pemetaan kekuatan sistem kehidupan
lainnya. Misalnya, sistem transportasi yang menghasilkan sistem transportasi
online yang insfrastrukturnya ditentukan oleh Google Map.
Contoh lain, dengan kemampuan mengumpulkan data yang luar
biasa, Google mampu untuk mengumpulkan semua pengembang aplikasi dan menjualnya
di Play Store dan setiap orang “membeli” aplikasi di tokonya. Begitu juga
Google membantu para pebisnis daring membuat lebih mudah dengan menyediakan Market
Place sebagai cara baru dalam transaksi jual beli. Beberapa contoh migrasi dari
teknologi informasi ke teknologi data inilah yang membuat dunia pendidikan kita
harus merubah paradigma lamanya. Dahulu sekolah itu harus ada gedungnya,
gurunya dan segala aspek real yang harus dipenuhinya. Hari ini banyak sekolah
yang menyediakan fasilitas pendidikan hanya bermodalkan teknologi data.
Peserta didik tinggal duduk di rumahnya dan membuka
komputer yang dimilikinya dengan penggunaan listrik dan jaringan internet di
rumahnya. Mereka tinggal registrasi dan
melakukan instruksi yang mudah dilakukan secara online. Prosesnya mirip dengan
sekolah manual namun ekosistemnya di virtual. Ada Guru yang dipersiapkan dalam
teknologi datanya semisal video pembelajaan, ada materi ajar yang sangat
lengkap yang dipersiapkan oleh teknologi datanya, ada media pembelajaran yang
sudah menggunakan computer/ internet based, ada juga evaluasi yang didesain
secara valid dan reliabel dalam mengukur keberhasilan pendidikannya. Sistem ini
lebih hebat dari sekolah nyata. Mungkin yang kurang adalah pengalaman nyata
siswa dalam interaksi bersama kawan-kawan sekelasnya.
Dahulu sistem yang mirip -walaupun berbeda jauh- dengan
sistem ini adalah long distance learning (Pembelajaran jarak jauh). Aktor utama
yang melakukan ini adalah Universitas Terbuka dan Sekolah Terbuka. Apabila ada
Perguruan tinggi yang membuka kelas jauh, maka dinilai telah mencederai mutu
pendidikan sehingga di-black list Kementerian. Namun, hari ini Kementerian
Ristekdikti mendorong setiap universitas untuk membuka kelas online. Kelas ini
sama saja dengan kelas jauh, walaupun dalam sistemnya berbeda jauh sekali. Kelas jauh yang dilarang adalah kelas yang
sistem manajemen mutunya tidak jelas, kelas jauh online dapat ditelusuri dengan
mudah sistem manajemen mutu pendidikannya. Jadi ketika lembaga pendidikan
memiliki data yang lengkap dan diintegrasikan dengan teknologi data, maka
lembaga pendidikan memiliki peluang untuk membuka kelas virtual yang
diperagakan oleh banyak universitas asing di Indonesia.
B.
Implementasi TPACK pada Pendidikan Dasar dan Menengah
TPACK baik sebagai teknologi informasi dalam bentuk unit
pembelajaran di kelas maupun TPACK dalam bentuk teknologi data dalam bentuk
kelembagaan dapat menjadi alternatif paling depan dalam mengawinkan pendidikan
nyata dengan pendidikan virtual di era digital. TPACK dalam konteks
pembelajaran bisa dengan menggunakan model Computer Assisted Instruction (CAI)
atau yang lebih ekstrim dengan menggunakan Computer Based Instruction (CBI).
Komputer sebagai instrument utama dalam pembelajaran ini harus dipersiapkan dalam
insfrastruktur pendidikan. TPACK dalam kelembagaan bisa didesain dengan
menggunakan aplikasi yang dikembangkan semisal ruangguru.com, gurusd.net, atau
aplikasi-aplikasi lainnya.
Bagaimana TPACK diaplikasikan di dunia pendidikan dasar
dan menengah (dikdasmen)? Karena teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan
kita (walaupun belum bisa dipukul rata bagi daerah pedalaman), maka penggunaan
teknologi dalam dunia pendidikan mutlak diperlukan. Dikdasmen memiliki peluang
sekaligus tantangan dalam implementasi TPACK. Peluang yang ada harus diambil
menjadi sebuah solusi pendidikan masa depan dan tantangan perlu dicari
strateginya agar keniscayaan teknologi dalam dunia pendidikan bisa dilakukan
secepatnya. Semakin cepat bermigrasi, maka semakin cepat adaptasi pendidikan
era digital dilakukan dan semakin cepat juga keberhasilannya.
Implementasi TPACK di dikdasmen bisa dilakukan dengan dua
cara; di ruang kelas dengan menggunakan teknologi sebagai bagian dari
pembelajaran dan di ruang global sebagai aplikasi dari implementasi teknologi
data.
1.
Implementasi TPACK di ruang kelas memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda. CAI sebagai contoh yang paling mudah dan CBI adalah
contoh yang paling sulit. Implementasi CAI adalah pembelajaran yang dibantu
dengan komputer dan sepertinya ini sudah banyak dilakukan oleh banyak guru di
Indonesia. Penggunaan Word Processor, atau menggunakan aplikasi Microsoft
office, Microsoft Power Point, Microsoft Excel adalah beberapa contoh yang
digunakan dalam CAI. Alat yang mungkin sering digunakan adalah komputer dan
projector. Kemampuan menguasai aplikasi ini relatif mudah dan cepat untuk
dipelajari.
2.
Implementasi TPACK yang agak rumit dan membutuhkan
kemampuan komputer lebih adalah menggunakan CBI. Sesuai dengan namanya
computer-based, maka pembelajaran ini berbasis komputer. Semua dilakukan dengan
komputer. CBI sebagai sebuah model pembelajaran bisa menggunakan banyak hal
dalam komputer, baik belajar dengan menggunakan aplikasi atau belajar dengan
seluruh prosesnya menggunakan komputer. Komputer adalah alat utama dan pertama
dalam belajar.
Beberapa cara yang bisa digunakan adalah dengan
menggunakan aplikasi yang bertebaran di internet. Ada yang gratis ada juga yang
berbayar.
Salah satu yang bisa digunakan dalam CBI yang mudah
adalah menggunakan web-based learning. Guru bisa memanfaatkan web sebagai bahan
untuk belajar, baik web milik orang lain yang sudah established atau membuat
web sendiri sesuai dengan tujuan pembelajaran. Beberapa social software yang
bisa digunakan adalah blog seperti di Blogspot, WordPress, EzBlogWorld,
Bachraich Blog, Getablog atau seperti Wiki dan Podcast. Guru tinggal mendesain
blognya atau Wiki dan Podcastnya sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa bisa
belajar di mana saja dan kapan saja. Agar TPACK bisa menjadi sebuah ekosistem
pendidikan berbasis data, maka guru atau sekolah harus mengembangkan aplikasi
komputer.
Data-data harus lengkap sehingga isi dari aplikasinya
disinyalir dapat membantu siswa belajar dengan cepat dan mudah. Ada dua (2)
model yang bisa dikembangkan dalam TPACK bebasis data ini, yaitu:
a.
TPACK sebagai model untuk membantu siswa belajar tambahan
di rumah dan sekolah dapat mengontrol belajarnya secara sistematis, atau
b.
TPACK sebagai model global yang bisa diakses oleh semua
orang untuk belajar. Ruangguru.com adalah salah satu contoh yang
mengaplikasikan TPACK dalam dimensi pendidikan yang global tanpa terikat dengan
lembaga pendidikan tertentu.
Situs ini mengambil ruang bimbel online dengan pola
bisnis adsense. Beberapa strategi TPACK yang dijelaskan di atas menjadi bagian
dari peluang implementasi TPACK di Dikdasmen. Ini sangat mungkin dilakukan dan
sangat mudah dan murah. Peluang lain adalah berdimensi ekonomis dimana setiap
guru yang memiliki konsistensi dalam menggunakan blog (misalnya) dapat
mendaftarkan diri ke adsense semacam Google Adsense atau Facebook Adsense. Dari
konsistensi data yang dibuat oleh guru atau sekolah, adsense akan menjual data
kepada pengiklan sehingga para siswa yang sedang belajar akan disuguhi iklan
yang sesuai dengan tujuan blog. Guru
yang memiliki blog akan dapat uang yang besar dalam “menjual data” kepada
siswanya. Hal ini bisa menjadi peluang kesejahteraan ekonomi baru di era
digital. Dalam
beberapa kasus, peluang ini tidak baik karena iklan akan
mengganggu proses belajar online. Tapi dalam beberapa konteks, keuntungan
adsense bila diperbolehkan akan menyemangati guru dalam kreatifitas
pengembangan belajar online. Tantangan terbesar dalam melakukan TPACK di
Dikdasmen adalah kualifikasi guru dalam bidang pengetahuan teknologi komputer
(dan turunannya semacam smartphone, phablet, tablet dan sejenisnya). Tidak
semua guru memahami teknologi ini sebagai sebuah kemampuan yang penting di luar
pedagogis dan pengetahuan substansi mata pelajaran yang diajarkannya. Bila
mereka tidak tahu teknologinya, maka TPACK tidak akan berhasil. Solusi yang
paling memungkinkan adalah melatih guru dalam memahami teknologi
komputer/informasi (TI) terlebih dahulu.
Baik TI tingkat sederhana seperti yang dilakukan dalam
CAI atau TI lebih rumit dengan menggunakan CBI dan pengembangan aplikasi. Bila
guru sudah mampu memahami paradigma atau pola kerja komputer serta ingin berani
mengintegrasikan dalam pembelajaran, maka langkah ini adalah langkah pertama
yang bisa mensukseskan TPACK langkah berikutnya. Guru yang tidak menguasai
secara penuh, bisa mempelajari dasar-dasarnya dengan meminta bantuan ahli untuk
mengembangkan blog atau aplikasi yang diinginkannya. Di samping guru, tantangan
terbesar adalah insfrastruktur berupa alat-alat komputer dan akses internet
yang baik. Pendanaan yang tidak murah harus dipersiapkan oleh sekolah dalam
implementasi TPACK.
Bagi sekolah di pusat kota dengan siswa yang relatif
memiliki perlengkapan seperti laptop dan/atau android, mereka akan lebih mudah
untuk dimigrasikan kepada TPACK. Tapi, bagi mereka yang di pedalaman, hal ini
membutuhkan pendanaan yang besar yang harus disediakan oleh sekolah
(pemerintah) dan mengubah paradigma terlebih dahulu.
C.
Implementasi TPACK di Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi (PT) memiliki perbedaan filosofis dengan
Dikdasmen. Perbedaan itu diejawantahkan dalam Tridarma PT yang berisi
pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk
strategi pendidikan dan pengajaran, TPACK dapat tidak memiliki perbedaan yang
mencolok dari Dikdasmen. Perbedaan yang penting adalah kontens blog, wiki,
podcast atau aplikasinya saja. Penyesuaian isi tentu disesuaikan dengan model
pembelaran yang bukan hanya menggunakan ilmu pedagogi tapi menambahkan dengan
pendekatan andragogi.
Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan PT baik oleh
dosen sebagai pengajar dan peneliti atau lembaga sebagai sistem yang melakukan
tugas pendidikan, penelitian dan pengabdian. Untuk para dosen yang menggunakan
TPACK sebagai instrument dosen professional maka ada beberapa langkah yang bisa
dilakukan.
1.
Dalam konteks pembelajaran, langkahnya adalah menggunakan
TPACK sebagai media pembelajaran seperti yang dilakukan oleh guru di Dikdasmen.
Perbedaannya adalah bagaimana sistem SKS dalam kurikulum KKNI disiasati dengan
menggunakan TPACK. Sebagaimana diketahui bahwa satu SKS adalah 50 menit tatap
muka, 50 menit tugas mandiri dan 50 menit tugas terstruktur. Maka apabila 2
SKS, ada 10 SKS yang bisa menggunakan TPACK di luar lecture di kelas.
Pemanfaatan TPACK di luar kelas akan memenuhi standar SKS dalam KKNI. Caranya?
Gunakan sistem penugasana seperti reading report, chapter report, book review,
mini research, research project dan semuanya harus dilakukan dengan menggunakan
sistem online. Web yang didesain oleh dosen harus mengadopsi kebutuhan
mahasiswa dalam belajar terutama prinsip tugas mandiri dan terstruktur.
2.
Dalam konteks penelitian, dosen bisa menggunakan TPACK
dengan menggunakan sistem OJS individu atau menggunakan OJS public seperti
academia.edu atau researchgate.com. Tujuan penggunaan OJS adalah untuk
mempermudah indeksasi tulisan dosen dimana OJS adalah sebuah ekosistem jurnal
ilmiah. OJS pribadi semacam subdomain dari web pribadi dalam web-based learning
dalam pembelajaran bisa dibuat secara mudah dan cepat. Adapun OJS dengan
menggunakan subdomain kampus masing-masing semisal jurnalpai.uinsby.ac.id;
journal.ugm.ac.id.; journal.upi.edu.; dan seterusnya.
3.
Dalam konteks pengabdian kepada masyarakat, dosen bisa
menggunakan TPACK sebagai alat untuk menunjukan portofolio pengabdian kepada
masyarakat. Dokumen pengabdian seperti laporan pengabdian atau foto surat tugas
atau dokumentasi kegiatan bisa dikumpulkan dalam TPACK dalam bentuk online.
Pendek kata, semua dokumen yang dimiliki dosen dapat dikumpulkan secara
sistemik di ruang online yang dibuat oleh dosen.
Untuk lembaga PT, TPACK bisa digunakan sebagai bagian
dari insfrastruktur pembelajaran setiap dosen. PT tinggal membangun sistem
dengan server dan kekuatan bandwitch yang bagus agar akses online mudah dan
lancar. Dosen diperintahkan oleh lembaga untuk menggunakan sistem pembelejaran
online kepada setiap dosen. Hal ini yang sudah dilakukan oleh UPI dengan
spot.upi.edu. Setiap dosen memiliki akun sendiri dan memiliki ruang kelas
online sendiri untuk melakukan pembelajaran online dengan mahasiswanya. TPACK
di PT memiliki peluang yang bagus untuk diimplementasikan. Bagi dosen yang
menggunakan TPACK di PT, maka mereka akan memiliki kesempatan untuk
menyelesaikan tugasnya secara efektif dan efisien. Mereka menggunakan ekosistem
virtual untuk kebutuhan pembelajaran kapan dan dimana saja.
Semua data tertata dan terdokumentasikan dengan rapi
dengan jejak digital yang jelas. Mahasiswa pun akan merasa terbantu untuk
menyelesaikan kuliah, karena mereka tidak perlu berangkat ke kampus untuk
bertemu dengan dosen. Pendek kata ruang dan waktu yang dahulu menjadi masalah
interaksi belajar dosen-mahasiswa, kini ditiadakan dan berdampak kepada cost kuliah
yang rendah. Pembangunan OJS sebagai media publikasi karya ilmiah dari laporan
penelitian atau pengabdian masyarakat akan berdampak kepada peluang ekonomi dan
peluang citra yang lebih baik. Dengan menggunakan OJS dan fokus penerbitan
karya ilmiah online akan menghasilkan dimensi ekonomi karena media ini bisa
dijual.
Karena dosen sangat membutuhkan media publikasi sebagai
kewajibannya, mereka akan membayar OJS yang dinilainya layak dan memiliki
indeks yang baik. Web yang dipasang Adsense akan mampu memberikan keuntungan
finansial hasil dari Biaya Per Klik (BPK) atau biaya tayang iklan di web.
Apabila dosen mampu menggunakan media online miliknya atau youtube, misalnya,
dengan membuat channel tentang content kuliah dan dipersilahkan mahasiswa untuk
menontonnya, maka dosen akan mendapatkan uang yang besar dari akun adsense yang
ia miliki.
Mungkin uang gajinya akan terlihat sangat kecil apabila
dibandingkan dengan penghasilan Adsense-nya. Hal yang tidak kalah penting
adalah kreatifitasnya dalam menjual data (kata atau video) dapat mendorong
semua orang untuk menontonnya. Tantangan yang didapatkan dalam implementasi
TPACK di Dikdasmen dan PT adalah sama. Tentang paradigma dan budaya dosen yang
harus migrasi dari offline ke online; juga insfrastruktur teknologi yang harus
dilengkapi. Untuk masalah lainnya bisa dipelajari secara on going process,
namun dua hal tadi menjadi tantangan yang harus dituntaskan di awal
implementasi TPACK.
D.
Implementasi TPACK dalam Pembelajaran PAI
Kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya,
menuntut guru harus menguasai teknologi untuk kemudian digunakan sebagai media
pendukung dalam kegiatan pembelajaran.
Beberapa contoh penerapan teknologi dalam pembelajaran adalah seperti
gagasan yang ditawarkan oleh NACOL (North American Council for Online
Learning), yaitu model pembelajaran campuran (blended learning). Pada model ini pembelajaran tidak terfokus
pada kegiatan tatap muka di kelas (face to face), tetapi menggunakan juga
teknologi berbasis web (online learning) untuk mendukung kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan di kelas.
Blended learning akan menjadi model pembelajaran yang
cukup efektif. Suasana yang jenuh
belajar di kelas dapat diatasi dengan kegiatan belajar yang menyenangkan dan
interaktif secara online. Penggunaan
teknologi yang berbasis web ini mungkin
terbilang cukup mahal, karena membutuhkan perangkat elektronik seperti
komputer, laptop ataupun smart phone.
Namun teknologi yang dimaksudkan dapat juga berupa alat-alat peraga
(tools) hasil pengembangan kreatifitas guru, dan tetap mengacu pada kebaruan
teknologi. Selain penggunaan teknologi
sebagai media belajar, dalam kerangka kerja (framework) TPACK, pedagogi adalah
aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Pedagogi
bukan saja bagaimana mengembangkan seni-seni dalam mengajar, atau mendesain kelengkapan
instrumen-instrumen proses dan penilaian dalam pembelajaran, namun dituntut
juga memahami siswa secara psikologis dan biologis.
Dalam pemikiran secara pedagogis ini akhirnya ada sebuah
penekanan, bahwa guru yang berhasil bukanlah guru yang hanya bisa menjadikan
siswanya pintar seperti dirinya, namun lebih dari itu, guru harus berhasil
membantu siswa dalam menemukan dirinya sendiri.
Minat, bakat serta karakter peserta didik harus dipahami oleh seorang
guru. Konten pengetahuan (Content knowledge) pada kerangka kerja TPACK adalah
elemen dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru sesuai disiplin keilmuannya.
Pada kenyataannya, di lapangan banyak guru profesional
(bersertifikat) yang justru “salah masuk ruang” (mismatch), misalnya, guru agama lulusan S1 IPS; guru
Matematika lulusan S1 PAI; guru Kimia lulusan S1 Pertanian; guru Bahasa
Indonesia lulusan S1 Biologi; dan sebagainya.
Untuk meningkatkan content knowledge, latar belakang pendidikan sangat
penting, selain itu guru tidak cukup
hanya mengandalkan text book semata, namun perlu didukung dengan meng-update
informasi terkini bidang keilmuan terkait yang dipublikasikan oleh jurnal-jurnal
ilmiah bereputasi. TPACK penting untuk menjadi sebuah kerangka kerja bagi
pendidik, peneliti, dalam upaya untuk mengemas dan mengembangkan model
pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran melalui proses yang lebih baik.
Kemampuan teknologi, pedagogi, dan konten/ materi
pengetahuan, memang seharusnya terkumpul dalam diri seorang guru, sebagaimana
gagasan Mishra dan Koehler (2006) tentang TPACK. Namun sepertinya ada yang
kurang lengkap dari gagasan tersebut, yaitu kepribadian yang santun (good personality)
yang harus dimiliki seorang guru.
Kenakalan peserta didik, pergaulan bebas, hingga kasus kriminal yang
dilakukan oleh peserta didik, sudah mirip deret hitung yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan dengan pesat.
Oleh karenanya diperlukan kesadaran kolektif guru dalam
mencermati masalah serius ini. Dampak
kemajuan teknologi informasi, pengaruh lingkungan tempat tinggal atau latar
belakang keluarga, diyakini sebagai instrument yang paling bertanggungjawab
terhadap merosotnya moral di kalangan pelajar.
Implementasi kurikulum nasional (K-13) yang telah banyak diterapkan oleh
satuan pendidikan, dari tingkat SD hingga SMA, memberikan amanat yang besar
dalam membentuk sikap dan karakter peserta didik untuk menjadi insan berakhlak
mulia. Pembentukan sikap tidak hanya tanggungjawab guru-guru agama ataupun
guruguru budi pekerti.
Nilai-nilai sikap perlu terintegrasi pada semua mata
pelajaran. Dengan demikian, semua guru
memiliki tanggung jawab yang sama dalam menghasilkan outcome peserta didik yang
berakhlak mulia. Profesi guru bukan profesi sembarangan, tidak sekedar bertugas
mentransfer pengetahuan atau mengkonstruksi pengetahuan, tetapi ada yang lebih
berat, yakni menjadikan diri seorang guru sebagai “kiblat” dalam berakhlak
mulia, di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pendidikan (sekolah).
Tambahan berupa aspek kepribadian (personality) pada
kerangka kerja TPACK (technological, pedagogical and content knowledge) atau
dengan istilah TPACK-P (personality), merupakan usaha sistematis–terpadu dalam
melahirkan dan membentuk guru masa depan yang penuh tantangan.
Penguasaan teknologi, ketrampilan pedagogi, kompeten
dalam disiplin keilmuan, yang dibungkus dengan kepribadian yang baik (good
personality), adalah profil guru yang memberi secercah harapan dalam upaya
transformasi peradaban yang lebih baik. TPACK atau TPACK-P perlu
diimplementasikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Materi PAI (bersama dengan Kewarganegaraan, Pamcasila,
Bahasa Indonesia) termasuk dalam kelompok Mata Pelajaran Pengembangan
Kepribadian (MPK), dan dirancang penyajiannya kepada peserta didik dengan
berbasis kompetensi. Dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor: 43/ Dikti/ Kep/ 2006, disebutkan bahwa visi kelompok MPK di perguruan
tinggi adalah rnenjadi sumber ni!ai dan pedornan dalam pengembangan dan
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnva.
Adapun misi kelompok MPK adalah membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai
dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang
hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggungjawab. Sedangkan kompetensi dasar
Pendidikan Agama adalah menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan memiliki etos
kerja, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi, MK PAI merupakan mata kuliah wajib yang
diselenggarakan secara mandiri di setiap perguruan tinggi dan diberikan kepada
semua mahasiswa yang beragama Islam di semua jenjang dan tingkatan serta
diajarkan oleh para dosen profesional yang juga beragama Islam.
MK PAI pada dasarnya tidak untuk menjadikan mahasiswa
sebagai ahli di bidang agama Islam, melainkan untuk menjadikan mereka semakin
taat menjalankan perintah agama dengan baik dan benar, dan berakhlak
mulia. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa PAI memiliki kedudukan strategis dalam dunia pendidikan. Sebab setiap
siswa/ mahasiswa muslim wajib mendapatkan materi ini. Akan tetapi, tugas PAI
dalam membina kepribadian mahasiswa, khususnya dalam aspek membantu mahasiswa
menjadi muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlak baik, menghadapi tantangan
tidak mudah.
Salah satu sebabnya adalah alokasi jam materi PAI hanya 3
sks/ 3 jam per minggu. Dalam standar nasional PAI di Perguruan Tinggi
disebutkan bahwa pembelajaran PAI merupakan upaya sadar dan terencana dalam
mengembangkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai ajaran Islam
dari sumber utamanya secara tekstual dan kontekstual melalui kegiatan
pengajaran, bimbingan, latihan, dan pengalaman yang disampaikan secara
dialogis, komprehensif, dan multiperspektif.
Visi PAI adalah “menjadikan ajaran Islam sebagai sumber
nilai dan pedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam pengembangan profesi dan
kepribadian Islami.” Sementara misi PAI adalah terbinanya mahasiswa yang
beriman dan bertakwa, berilmu dan berakhlak mulia, serta menjadikan ajaran
Islam sebagai landasan berpikir dan berperilaku dalam pengembangan keilmuan dan
profesi, serta kehidupan bermasyarakat (Tim Diktis, 2010: 5).
Untuk mencapai visi dan misi diatas, dirumuskan tujuan
PAI sebagai berikut:
1.
Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mahasiswa kepada
Allah SWT,
2.
Memperkokoh karakter muslim dalam diri mahasiswa,
3.
Mengembangkan pemikiran dan akhlak yang selaras dengan keyakinan
Islam dalam kehidupan,
4.
Mengantarkan mahasiswa mampu bersikap rasional dan
dinamis dalam mengembangkan dan memanfaatkan IPTEKS sesuai dengan nilai-nilai
Islam bagi kepentingan bangsa dan umat manusia, dan
5.
Membimbing mahasiswa untuk mengembangkan penalaran yang
benar dan baik, serta berpikir kritis dalam memahami berbagai masalah aktual
dan menyikapinya dengan perspektif Islam (Tim Diktis, 2010: 6-7).
Oleh karena itu, materi ajar dalam buku-buku PAI harus
berorientasi pada pengembangan sikap beragama yang moderat dan berwawasan
ke-Indonesia-an pada satu sisi, dan berwawasan global pada sisi lain. Di
samping itu, kurikulum baru tersebut diarahkan untuk mentransendenkan ajaran
Islam menjadi nilai-nilai universal yang dapat diimplementasikan dalam konteks
dunia modern. Materi ajar PAI saat ini dirancang sesuai dengan semangat
kurikulum 2013 yang menghendaki keaktifan peserta didik.
Oleh karenanya pembelajaran PAI perlu diarahkan
sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat melakukan proses penggalian
informasi sampai dengan mengkomunikasikannya secara baik. Hal ini juga berlaku
pada pengorganisasian pokok-pokok bahasan di dalam buku PAI yang sengaja
disajikan dengan pendekatan aktivitas dan lebih banyak menyentuh aspek aplikasi
dan implementasi serta mengajak peserta didik untuk menyikapi fenomena
keberagamaan secara kritis (Syahidin, et.al, 2014: i).
Materi-materi ajar di dalam buku-buku PAI saat ini,
dirancang berbasis kompetensi. Unsur kompetensi dalam buku teks PAI dirancang
dengan dua tingkat kompetensi, yakni kompetensi inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD). Kompetensi Inti diklasifikasikan menjadi empat KI: sikap spiritual, sikap
sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Empat KI ini kemudian dirinci menjadi
sejumlah kompetensi dasar (KD) yang jumlahnya tergantung kedalaman dan keluasan
masing-masing KI dan materi pembelajaran. Secara lebih lengkap, berikut adalah
rumusan KI dan KD buku PAI untuk peserta didik (Syahidin, et.al, 2014: i).
Dalam buku-buku PAI berbasis K-13, disebutkan bahwa
pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik dilakukan berbasis kompetensi
inti dan kompetensi dasar dengan menggunakan kerangka kerja saintifik, yakni:
mengamati/ menelusuri konsep dan teori, menanya, mengumpulkan informasi/ data,
menalar/ membangun argumentasi, dan mendeskripsikan/ mengkomunikasikan hasil
penalarannya, yang dirumuskan secara adaptif sesuai dengan konteksnya
(Syahidin, et.al, 2014: vi).
Pembelajaran PAI dengan pendekatan saintifik ini
dikenal dengan sintak generiknya sebagai
berikut: a. Mengamati; b. Menanya; c. Mengumpulkan informasi; d. Mengasosiasi;
e. Mengkomunikasikan. Dalam praktiknya, sintak umum ini dapat digunakan untuk
membelajarkan satu bab dalam satu tatap muka atau lebih, tergantung pada KI,
KD, dan keluasan materi. Pendekatan
tersebut dapat dikemas dalam pelbagai model pembelajaran yang secara
psikologis-pedagogis memiliki karakter pembelajaran yang mengaktifkan peserta
didik (student active learning).
Dengan pendekatan ini, peserta didik difasilitasi untuk
lebih banyak melakukan proses membangun pengetahuan (epistemological
approaches) melalui transformasi pengalaman dalam berbagai model pembelajaran,
antara lain: problem based learning (PBL), study kasus, kerja lapangan, debat,
simulasi, belajar kolaboratif, dan lain sebagainya (Kemendiknas, t.th: 12-13).
Dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan PAI, buku
teks PAI dengan pendekatan saintifik perlu diarahkan pada substansi materi
sebagai berikut:
a.
Mengapa dan bagaimana mempelajari Islam di sekolah untuk
mengembangkan manusia seutuhnya, dan sebagai sarjana muslim yang profesional;
b.
Bagaimana esensi dan urgensi bertuhan sebagai determinan
dalam pembangunan manusia beriman dan bertakwa kepada Allah SWT yang bersumber dari
al-Quran dan as-Sunnah;
c.
Bagaimana agama Islam dapat menjamin kebahagiaan dunia
dan akhirat, dalam konteks kehidupan modern yang cenderung pada kehidupan materialistik
dan hedonistik;
d.
Bagaimana mengintegrasikan iman, Islam dan ihsan dalam
membentuk manusia seutuhnya (insan kamil);
e.
Bagaimana membangun paradigma Qurani dalam menghadapi
perkembangan sains dan teknologi modern yang sangat maju;
f.
Bagaimana membumikan Islam di Indonesia agar Islam
dirasakan sebagai kebutuhan hidup, bukan sebagai beban hidup dan kewajiban;
g.
Bagaimana Islam membangun persatuan dalam keberagamaan
yang dinamis dan kompleks dalam kontek kehidupan sosial budaya Indonesia yang
plural;
h.
Bagaimana Islam menghadapi tantangan modernisasi, untuk
menunjukkan kompatibilitas Islam dengan dunia modern saat ini;
i.
Bagaimana kontribusi Islam dalam pengembangan peradaban
dunia yang damai, bersahabat, dan sejahtera lahir dan batin secara bersama
sama;
j.
Bagaimana peran masjid dalam membangun umat yang
religius-spritualistis, sehat rohani dan jasmani, cerdas (emosional,
intelektual, dan spiritual) dan sejahtera;
k.
Bagaimana implementasi Islam yang raḫmatan lil ‘alamīn,
sebagai rangkuman dan evaluasi keseluruhan proses pembelajaran PAI.
Pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013,
termasuk dalam buku PAI, bertolak dari asumsi bahwa pembelajaran merupakan
proses ilmiah. Oleh karena itu pendekatan ilmiah “wajib” digunakan dalam
pembelajaran. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah,
para ilmuwan mengutamakan penalaran induktif (inductive reasoning) daripada
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena
umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran
induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik
simpulan secara keseluruhan atau menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam
relasi idea yang lebih luas (Kemendikbud, 2013: 1).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan
saintifik –yang saat ini jug bisa dilakukan melalu frame TPACK- sangat cocok
digunakan untuk mengembangkan KI pengetahuan dan ketrampilan akademis
mahasiswa, sebab ia menggunakan model berpikir induktif: dari pengetahuan
khusus menuju pengetahuan umum. Persoalan yang kemudian timbul adalah banyak ajaran
Islam yang diajarkan melalui PAI menggunakan model berpikir deduktif, dan
bernuansa taken for granted tanpa perlu bertanya. Misalnya, nikmat surga bagi
orang baik, dan sebaliknya siksa neraka bagi ahli keburukan (surat alGhasiyah:
1-16).
Terlebih lagi terdapat ajaran Islam tentang keimanan yang
bersifat gaib, seperti malaikat dan setan (surat al-Baqarah: 34), yang tidak
logis dan tidak bisa dibuktikan dalam kenyataan, kecuali diyakini melalui
keimanan. Dua hal ini setidaknya menjadi problem serius penggunaan pendekatan
saintifik untuk semua materi PAI di sekolah. Jika pendekatan saintifik tetap
dipaksakan, sangat mungkin pendidik dan peserta didik mengalami kebingungan
dalam mempelajari materi-materi PAI di sekolah, dan pada akhirnya bisa menghambat
tercapainya visi, misi, dan tujuan pembelajaran PAI di sekolah.
Selain persoalan diatas, banyak keraguan muncul terkait
dengan kemampuan pendekatan saintifik dalam menumbuhkembangkan sikap dan
perilaku positif peserta didik. Hal ini karena pendekatan saintifik lebih
menekankan pada proses penalaran logika dan data empiris. Padahal persoalan
moral dan perilaku tidak hanya melibatkan aspek kognitif (moral knowing),
melainkan lebih banyak berkenaan dengan aspek afektif (moral feeling). Bahkan,
sejumlah tokoh dan pemerhati pendidikan Islam di Indonesia secara tegas
mengkritik pengajaran agama Islam di lembaga pendidikan formal yang cenderung
pada aspek kognitif, yang disinyalir menjadi salah satu sebab terjadinya
kerusakan moral remaja.
Misalnya, Komaruddin Hidayat yang menyatakan bahwa
pendidikan agama saat ini lebih berorientasi pada belajar tentang agama, bukan
belajar beragama (Komarudin Hidayat, 1999: iv). Oleh karena itu, banyak ahli
pendidikan Islam menyarankan agar pembelajaran PAI di sekolah formal dilakukan
dengan menekankan pada pembinaan aspek afektif. Ditinjau dari ciri khas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menjunjung tinggi sikap akademis dan
ilmiah -yang tentu mendorong mahasiswa agar memiliki sikap dan tindakan yang
logis, sistematis dan empiris sebagai ciri berpikir ilmiah-, pendekatan
saintifik yang mendorong pengajaran agama Islam di tingkat perguruan tinggi
bersifat kognitif mendapat justifikasi ilmiah. Muhaimin, seorang tokoh
pendidikan Islam, menyatakan bahwa pendekatan pengajaran pendidikan Islam untuk
tingkat perguruan tinggi seharusnya bersifat filosofis dan ilmiah (Muhaimin
& Abdul Mujib, 1993: 221).
Dalam bidang pengembangan ilmu, baik ilmu kealaman, ilmu
sosial, bahkan ilmu agama, sikap ilmiah yang dicirikan dengan pola pikir logis,
sistematis, dan empiris memang harus diutamakan dan dikembangkan. Namun dalam
bidang norma dan moral, khususnya terkait dengan agama, pengembangan aspek
afektif yang seharusnya didahulukan. Sebab agama sangat terkait dengan sikap
dan pilihan hidup. Sedangkan sikap dan pilihan hidup amat dipengaruhi oleh
aspek afeksi manusia. Pilihan materi dan pengorganisasian materi PAI di sekolah
harus berorientasi pada pengembangan sikap beragama yang moderat dan berwawasan
keindonesiaan pada satu sisi, dan berwawasan global pada sisi lain.
Diantara upaya untuk mengatasi masalah pembelajaran PAI
dengan pendekatan saintifik adalah melalui penerapan TPACK. TPACK memfasilitasi
peserta didik untuk belajar secara langsung dan tidak langsung. Peserta didik
tidak hanya bisa belajar melalui tatap muka, tetapi juga bisa belajar di mana
saja melalui fasilitas teknologi yang memadai. Dalam rangka mengajarkan
materi-materi yang gaib dalam bidang PAI, maka focus yang dipelajari bisa
merujuk pada objek-objek yang dapat dikaitkan dengan keberadaan yang gaib itu.
Misalnya, mengajar materi tema Tuhan (Allah), maka pendekatannya tidak langsung
menghadirkan Allah secara empirik, tetapi bisa membuat analogi-analogi yang
bisa dikaitkan dengan keberadaan Tuhan.
Misalnya, bisa memakai ajaran logika Al-Kindi yang berusaha
meyakinkan keberadaan Tuhan. Alam semesta ini ada, pasti ada yang menciptakan,
yang menciptakan adalah Tuhan. Alam semesta ini indah, pasti ada yang
membuatnya indah, yang membuatnya indah adalah Tuhan. Alam semesta ini teratur,
pasti ada yang mengatur, yang megatur alam semesta adalah Tuhan. TPACK juga
dapat menjadi pendekatan untuk pembelajaran PAI pada materimateri yang perlu
dikonkretkan. Misalnya, ketika proses pembelajaran materi fiqih sub bab
pemulasaran jenazah, maka bisa menggunakan metode demonstrasi praktik merawat
jenazah, lalu dishoot dan hasilnya dijadikan media pembelajaran oleh guru dan
peserta didik dengan melihat video hasil demo merawat jenazah.
SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar