Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 23 Juli 2019

MODUL PAI KONTEMPORER KB 1 PPG PAI : ISLAM RADIKAL




ISLAM RADIKAL


A.  Pengertian Islam

Radikal Islam radikal dalam dasawarsa terakhir menjadi sebuah istilah yang interchangeable dengan kelompok teroris yang menggunakan baju Islam. Dalam literatur berbahasa Inggris Islam radikal dijadikan istilah bagi sekelompok orang yang berusaha memperjuangkan idealisme dan ideologi dengan cara-cara kekerasan, termasuk menggunakan cara-cara bunuh diri. Siapa sesungguhnya kelompok radikal ini?

Hal ini perlu clear. Ia bagaikan pedang bermata dua. Mengelompokkan seseorang atau kelompok sebagai kelompok radikal sama bahayanya jika menafikan adanya kelompok radikal itu. Setiap kelompok radikal pada setiap negara memiliki ciri dan kecenderungannya masing-masing. Di Asia Tenggara, secara umum kelompok radikal dapat diidentifikasi ciri-cirinya, antara lain mengharamkan sesuatu pada diri dan orang lain padahal Allah Swt dan Rasul-Nya tidak pernah mengharamkan hal itu, misalnya menghadiri walimah atau acara yang dilakukan di luar kelompoknya; berlebihan di dalam memaknai ayat dan hadis yang pada hakikatnya tidak sejalan dengan tujuan umum syari’ah (maqashid al-syari’ah), seperti melakukan perjalanan jihad dengan menelantarkan keluarganya. 

Secara bahasa, radikalisme berasal dari bahasa Latin, radix, yang berarti “akar”. Ia adalah paham yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar untuk mencapai kemajuan. Dalam perspektif ilmu, radikalisme erat kaitannya dengan sikap atau posisi yang mendambakan perubahan terhadap status quo dengan cara menggantinya dengan sesuatu yang sama sekali baru dan berbeda. (EdiSusanto,“Kemungkinan Munculnya PahamIslam Radikal diPesantren”, dalam Jurnal Tadris  (Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Pamekasan, 2007), Vol. 2, No. 1, h.3)

 Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung yang muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan terhadap ide, asumsi, kelembagaan, atau nilai. Secara sederhana, radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh beberapa hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: Pertama, sikap tidak toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua, sikap egois, yakni sikap yang membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Ketiga, sikap eksklusif,yakni sikap tertutup dan berusaha berbeda dengan kebiasaan orang banyak. Keempat, sikap revolusioner, yakni kecenderungan untuk menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan.(AgilAsshofie, “Radikalisme Gerakan Islam”, http://agil-asshofie. blogspot.com/ 2011/10 /radikalismegerakan-politik.html)

Menurut Azyumardi Azra, radikalisme merupakan bentuk ekstrem dari revivalisme.  Revivalisme merupakan intensifikasi keislaman yang lebih berorientasi ke dalam (inward oriented), dengan artian pengaplikasian dari sebuah kepercayaan hanya diterapkan untuk diri pribadi. Adapun bentuk radikalisme yang cenderung berorientasi keluar (outward oriented), atau kadang dalam penerapannya cenderung menggunakan aksi kekerasan lazim disebut fundamentalisme.( Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1999), h. 46-47.)

Dalam bahasa Arab,  kekerasan  dan radikalisme disebut dengan beberapa istilah, antara lain al-‘unf, at-tatha, rruf, al-guluww, dan al-irhab., Abdullah an-Najjar mendefiniskan al-‘unf dengan penggunaan kekuatan secara  (main hakim sendiri) untuk memaksanakan kehendak dan pendapat. (4Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Kementerian Agama,Tafsir al-Qur’an Tematik, jilid 1 (Jakarta: Kamil Pustaka, 2014), h. 97) Sekalipun kata ini tidak digunakan dalam al-Qur’an, tetapi beberapa hadis NabiSaw. Menyebutnya, baik kata al-‘unf maupun lawannya (ar- rifq).

Dari penggunaan kata tersebut dalam hadis-hadis, tampak jelas bahwa Islam adalah agama yang tidak menyukai kekerasan terhadap siapa pun, termasuk penganut agama yang berbeda. Sebaliknya Islam adalah agama yang penuh dengan kelembutan. Mereka meninggalkan sesuatu yang belum tentu haram dan mengharamkan kepada diri dan orang lain dengan anggapan pilihan sikap itu paling sejalan dengan Al-Qur’an dan sunnah. Mereka tidak segan-segan menghina aliran dan mazhab yang dianut orang yang berbeda pendapat dengannya sebagai aliran sesat. Mereka mengambil sikap berlebihan kepada orang lain yang berbeda dengan pendapatnya, misalnya menuduh orang lain sebagai ahli bid’ah dan mengklaim diri sebagai ahli sunnah sejati, bahkan tidak segansegan mengkafirkan dan menghalalkan darah orang lain. 

Ciri lainnya mereka menganggap orang lain sebagai kelompok jahiliah modern, yang tak layak diikuti. Mereka mengharamkan bermakmum kepada orang yang berada di luar kelompoknya dan menganggap sia-sia shalat di belakang orang yang fasiq. Mereka juga menuduh ulama yang tidak sejalan dengannya sebagai ulama sesat (ulama’ al-sû’) dan melecehkannya secara terbuka. Mereka selalu memisahkan diri dengan umat Islam yang tidak sejalan dengannya di dalam melakukan berbagai aktifitas, termasuk ibadah shalat berjamaah.

Mereka tidak mau berpartisipasi dalam gagasan yang dirintis atau diprakarsai oleh kelompok lain yang bukan kelompoknya.  Mereka sering melakukan interpretasi dalil agama sesuai dengan ideologinya, tidak peduli itu kontroversi di kalangan umat mayoritas. Mereka tidak takut dan terbiasa hidup di dalam perbedaan dan keterasingan dengan umat mainstream.

Mereka bisa saja memotong ayat atau hadis untuk mengambil dasar pembenaran terhadap ajarannya, misalnya ayat-ayat jihad di ambil pertengahan atau potongan yang mendukung perjuangannya, seperti firman Allah: “…maka bunuhlah orang-orang musyrikin (non-muslim) itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. …..” Q.S. al-Taubah [9]: 5.  Mereka juga sering mengabaikan sabab nuzul ayat dan sabab wurud hadis demi untuk memokuskan makna ayat kepada ajarannya. Mungkin saja ayat atau hadis itu menunjuk kepada satu kasus yang yang sangat spesifik tetapi diperlakukan secara general, contohnya firman Allah Swt:  “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka….”  (Q.S. al-Baqarah [2]:191). Ayat ini turun sebagai direction dalam salah satu peperangan Nabi di Madinah, tetapi kemudian diperlakukan secara general.

B.  Indikator Islam Radikal

     1.    Takfiri

Takfiri adalah sebutan bagi seorang Muslim yang menuduh Muslim lainya (atau kadang juga mencakup penganut ajaran Agama Samawi lain) sebagai kafir dan murtad. Tuduhan itu sendiri disebut takfir, berasal dari kata kafir (kaum tidak beriman), dan disebutkan sebagai “orang yang mengaku seorang Muslim tetapi dinyatakan tidak murni Islamnya dan diragukan keimanannya.

Tindakan menuduh Muslim lain sebagai “kafir” telah menjadi suatu bentuk penghinaan sektarian, yaitu seorang Muslim menuduh Muslim sekte atau aliran lainnya sebagai kafir. Tindak kekerasan yang berawal dari tuduhan mengkafirkan Muslim lain kian marak dengan merebaknya ketegangan antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah, khususnya setelah pecahnya Perang Saudara Suriah pada 2011.

Dalam Islam memang ada orang yang boleh dikafirkan, ada juga yang tidak boleh dikafirkan. Ulama mengklasifikasikan kekufuran menjadi dua katagori :
a.     Kufur akbar yang mengeluarkan (manusia) dari Islam
b.    Kufur ashgar, tidak mengeluarkan dari Islam, meskipun diistilahkan kufur.
Dalam masalah pembagian kufur ini, ada keterangan paling mewakili, yaitu yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnul Qayim dalam kitabnya Ash-Shalâh. Beliau menuturkan, kufur terbagi (menjadi) dua jenis, :

1) Kufur yang mengeluarkan dari agama. Beliau menerangkan kufur ini berlawanan dengan iman dalam semua aspek. Maksudnya, ketika ada seseorang yang melakukannya, maka imannya akan hilang. Misalnya mencaci Allah, memaki Nabi-Nya, menyakiti Nabi, bersujud kepada kuburan dan patung, melemparkan mushaf ke tempat kotor, atau contohcontoh serupa lainnya yang telah dipaparkan para ulama. Orang yang terjerumus dalam perbuatan-perbuatan ini dihukumi sebagai kafir. 

2) Kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Namun syari’at Islam menyebutkannya sebagai tindakan kekufuran, seperti perbuatan-perbuatan maksiat. Contohnya termaktub dalam beberapa hadits.




Mencaci orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kufur” [Hadits Riwayat Bukhari No. 48, Muslim No. 64]




“Barangsiapa bersumpah dengan menyebut nama selain Allah, maka ia kafir atau musyrik” [Hadits Riwayat Tirmidzi]




“Janganlah kalian menjadi kafir sepeninggalkau, yaitu sebagian kalian membunuh yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari No. 121. Muslim No. 65]

Ini adalah contoh-contoh kufur ashghar yang tidak mengeluarkan dari agama, dengan syarat tidak menganggapnya sebagai perbuatan yang halal. Jika meyakini perbuatan maksiat ini halal, maka ia telah keluar dari Islam, murtad dan menjadi kafir. Ini adalah istihlal qalbi (penghalalan secara hati). 

          2.    Akidah Al-Walâ’ dan Barâ’

Al-Walâ’ dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, antara lain mencintai, menolong, mengikuti dan mendekat kepada sesuatu. Selanjutnya, kata al-muwaalaah adalah lawan kata dari al-mu’aadaah atau al-‘adawaah yang berarti permusuhan. Dan kata al-wali adalah lawan kata dari al-‘aduww yang berarti musuh. Kata ini juga digunakan untuk makna memantau, mengikuti, dan berpaling. Jadi, ia merupakan kata yang mengandung arti  yang saling berlawanan.

Dalam terminologi syari’at Islam, al-Walâ’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya. Jadi ciri utama wali Allah adalah mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah, ia condong dan melakukan semua itu dengan penuh komitmen. Dan mencintai orang yang dicintai Allah, seperti seorang mukmin, serta membenci orang yang dibenci Allah, seperti orang kafir.

Sedangkan kata al-bara’ dalam bahasa  Arab mempunyai banyak arti, antara lain menjauhi, membersihkan diri, melepaskandiri dan memusuhi. Kata barî’ berarti membebaskan diri dengan melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain. Allah Swt berfirman: “(Inilahpernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” [At-Taubah: 1] Maksudnya, membebaskan diri dengan peringatan tersebut.

Dalam terminologi syari’at Islam, al-bara’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah berupa perkataan, perbuatan, keyakinan dan kepercayaan serta orang.  Jadi, ciri utama al-Bara’ adalah membenci apa yang dibenci Allah secara terus-menerus dan penuh komitmen. Walâ’ wal barâ’ merupakan salah satu di antara tuntutan syahadat yang diikrarkan oleh seorang mukmin. Ia adalah bagian dari makna kalimat tauhid, yaitu berlepas diri dari setiap sesuatu yang diibadahi selain Allah. Bagi seorang mukmin, ikatan walâ’ wal barâ’ merupakan ikatan iman yang paling kokoh yang dimiliki oleh dirinya.

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi Saw dalam sabdanya: “Sungguh ikatan keimanan yang paling kokoh adalah kamu mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ahmad) Namun sayangnya, sebagian umat Islam masih ada yang salah kaprah dalam menerapkan konsep akidah yang satu ini. Di antara penyebabnya adalah munculnya penyempitan makna wala’ wal bara’ oleh sebagian kelompok. Siapa pun yang berada dalam jamaahnya maka harus didekati dan dicintai. Sebaliknya, siapa pun yang berada di luar jamaahnya maka berhak untuk dimusuhi dan dijauhi. 

          3.    Bom Bunuh Diri

Serangan bunuh diri adalah suatu serangan yang dilakukan (para) penyerangnya dengan maksud untuk membunuh orang (atau orang-orang) lain dan bermaksud untuk turut mati dalam proses serangannya, misalnya dengan sebuah ledakan bom atau tabrakan yang dilakukan oleh si penyerang. Istilah ini kadang-kadang digunakan secara bebas untuk sebuah kejadian yang maksud si penyerang  tidak cukup jelas meskipun ia hampir pasti akan mati karena pembelaan diri atau pembalasan dari pihak yang diserang.

Di zaman modern, serangan seperti itu seringkali dilakukan dengan bantuan kendaraan atau bahan peledak seperti bom (bom bunuh diri) atau keduanya (misalnya kendaraan yang dimuati dengan bahan peledak). Bila semua rencana berjalan mulus, si penyerang akan terbunuh dalam tabrakan atau peledakan.  Allah Swt berfirman:   “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29) RasulullahSaw bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun bunuh diri tanpa sengaja maka hal itu diberikan udzur dan pelakunya tidak berdosa berdasarkan firman AllahSwt:  “Dan tidak ada dosa bagi kalian karena melakukan kesalahan yang tidak kalian sengaja akan tetapi (yang berdosa adalah) yang kalian sengaja dari hati kalian.” (QS. Al-Ahzab: 5).  Dengan demikian aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan jihad adalah sebuah penyimpangan atau  pelanggaran syari’at. Apalagi dengan aksi itu menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslimin tanpa ada alasan yang dibenarkan syari’at. Allah berfirman:  “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan cara  yang benar.” (QS. Al-Isra’: 33)

Rasulullah Saw bersabda,  “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: [1] nyawa dibalas nyawa (qishash), [2]seorang lelaki beristri yang berzina, [3] dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah (murtad).” (HR. Bukhari  Muslim)

Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja adalah dosa besar. Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa kesengajaan, Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda dan kaffarah/tebusan. Allah Swt. berfirman;  “Tidak sepantasnya bagi orang mukmin membunuh mukmin  lain kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh mukmin karena tidak sengaja maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya).” (QS. An-Nisaa’: 92). 

Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri,  ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad. Ulama Ahlussunah tidak merestui aksi terorisme dalam bentuk apapun, dan tidak ada satu pun ulama yang merestui perbuatan demikian. Adapun yang difatwakan sebagian ulama mengenai bolehnya melakukan aksi bom bunuh diri itu dalam kondisi peperangan atau di medan perang melawan kuffar. Bukan dalam kondisi aman atau di negeri negeri yang tidak sedang terjadi peperangan atau yang orang-orang kafir dijamin keamanannya di sana.  Syekh Al-Qardawi mengategorikan bahwa perjuangan rakyat Palestina dengan meledakkan dirinya sebagai tindakan pengorbanan (‘amaliyyat fida’iyyah), ketimbang bunuh diri.

Meskipun seringkali sasaran pengeboman adalah warga sipil, tetapi Al-Qardhawi memakai kaidah hukum al-dharûrât tubîh al-mahdzûrât (keadaan darurat membolehkan yang diharamkan) atas konsekuensi tersebut. Pernyataan Syekh Al-Qardawi ini memicu beragam respon dari berbagai kalangan termasuk diantaranya adalah Professor Hashim Kamali, seorang pakar hukum internasional.

Dalam bukunya yang diterjemahkan berjudul Membumikan Syariah, Ia menjelaskan bahwa apa yang diungkapkan Al-Qardawi memang terbatas pada kasus Palestina. Akan tetapi premis fatwa yang mengatakan bahwa sasaran pengeboman hanyalah sasaran pengalihan adalah juga kurang tepat. Hashim Kamali meyakini bahwa pelaku bom tersebut memang menyasar warga sipil karena tidak bisa menjangkau barak militer Israel dan ini menyalahi prinsip mubasyarah, pihak pertama yang semestinya jadi sasaran.

Oleh karenanya, Hashim Kamali menyatakan bahwa terlalu simplistik menfatwakan tindakan bom bunuh diri warga Palestina dan juga dimana pun daerah tinggalnya, disamakan dengan jihad dan pelakunya dihukumi sebagai mati syahid. Hal ini karena tindakan tersebut menyalahi dua prinsip fundamental ajaran Islam: pertama keharaman bunuh diri secara mutlak dan kedua haramnya membunuh orang-orang sipil yang tidak bersalah. 


@menzour_id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar