Malu
Menurut bahasa
malu berarti merasa sangat tidak enak hati seperti hina atau segan melakukan
sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut, kepada pihak lain. Sedang menurut
istilah adalah adalah sifat yang
mendorong seseorang merasa tidak enak apabila meninggalkan
kewajiban-kewajiabannya sebagai hamba Allah Swt dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya.
Malu adalah sifat
atau perasaan yang membentengi seseorang dari melakukan yang rendah atau kurang
sopan. Ajaran Islam mengajarkan pemeluknya memiliki sifat malu karena dapat
menyebankan akhlak seseorang menjadi tinggi. Orang yang tidak memiliki sifat
malu, akhlaknya akan rendah dan tidak mampu mengendalikan hawa nafsu.
Sifat malu
merupakan ciri khas akhlak orang beriman. Orang yang memiliki sifat ini apabila
melakukan kesalahan atau yang tidak patut bagi dirinya akan menunjukkan penyesalan.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki malu merasa biasa saja ketika melakukan
kesalahan dan dosa meskipun banyak orang mengetahuinya. Perasaan malu muncul
dari kesadaran akan perasaan bersalah tetapi sebenarnya perasaan malu tidak
sama dengan perasaaan bersalah.
Rasa malu
merupakan perasaan tidak nyaman tentang bagaimana kita dilihat oleh pihak lain,
yakni Allah semata. Sebagaimana konsep ihsan yang dijelaskan oleh Rasulullah
sebagai berikut:
Artinya:Kamu
mengabdi (melakukan segala sesuatu perbuatan) kepada Allah Swt. seakanakan
melihat kamu melihatnya, lalu jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam
kitabnya Madarijus Salikin bahwa kuatnya
sifat malu itu tergantung kondisi kualitas hatinya. Sedikit sifat malu disebabkan
oleh kematian hati dan ruhnya, sehingga semakin hidup hati itu maka sifat
malupun semakin sempurna.
Beliau juga
mengatakan, Sifat malu darinya tergantung kepada pengenalannya terhadap
Rabbnya. Atau dengan kata malu adalah sifat yang melekat pada diri seseorang
itu sangat terkait dengan kualitas imannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. sebagai
berikut:
Artinya: Dari Ibn.
Umar ra. Berkata, Nabi Saw. bersabda:, Malu dan iman senantiasa bersama.
Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya. (HR. Hakim) Islam
menempatkan malu sebagai bagian dari iman. Orang beriman pasti memiliki sifat
malu. Orang yang tidak memiliki malu berarti tidak ada iman dalam dirinya
meskipun lidahnya menyatakan beriman.
Rasulullah SAW
bersabda, ''Iman itu lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang iman tertinggi adalah
mengucapkan 'La ilaha illallah', dan cabang iman terendah adalah membuang
gangguan (duri) dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.'' (HR
Bukhari-Muslim).
Apabila seseorang
hilang malunya, secara bertahap perilakunya akan buruk, kemudian menurun kepada
yang lebih buruk, dan terus meluncur ke bawah dari yang hina kepada lebih hina
sampai ke derajat paling rendah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sebagai
berikut:
Artinya: Dari Ibn.
Umar bahwasannya Nabi Saw. bersabda, ''Sesungguhnya Allah apabila hendak
membinasakan seseorang, Dia mencabut rasa malu dari orang itu. Sesungguhnya
apabila rasa malu seorang hamba sudah dicabut, kamu tidak menjumpainya kecuali
dibenci. Apabila tidak menjumpainya kecuali dibenci, dicabutlah darinya sifat
amanah.
Apabila sifat amanah sudah dicabut darinya maka tidak akan didapati
dirinya kecuali sebagai pengkhianat dan dikhianati. Kalau sudah jadi
pengkhianat dan dikhianati, dicabutlah darinya rahmat. Kalau rahmat sudah
dicabut darinya, tidak akan kamu dapati kecuali terkutuk yang mengutuk. Apabila
terkutuk yang mengutuk sudah dicabut darinya, maka akhirnya dicabutlah ikatan
keislamannya.'' (HR Ibn Majah).
Ada tiga macam
malu yang perlu melekat pada seseorang, yaitu:
1.Malu
kepada diri sendiri
Ketika sedikit
melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang
lain. Malu ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian
kepada Allah dan umat.
2.Malu
kepada manusia.
Ini penting karena
dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun yang
bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan karena
Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya dari Allah
karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.
3.Malu
kepada Allah.
Ini malu yang
terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah,
tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama
meyakini Allah selalu mengawasinya. Sifat malu begitu penting karena sebagai
benteng pemelihara akhlak seseorang dan bahkan sumber utama kebaikan. Maka dari
itu, sifat ini perlu dimiliki dan dipelihara dengan baik. Sifat malu dapat
meneguhkan iman seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar