Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 27 Juni 2019

SOSOK ULUL ALBAB

ULUL ALBAB


Dikisahkan bahwa suatu ketika orang-orang Quraisy datang kepada kaum Yahudi dan bertanya kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?” orang-orang Yahudi itu menjawab “Tongkat dan tangan yang mengeluarkan cahaya putih.” Selanjutnya orang-orang Quraisy itu mendatangi kaum Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, “apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?.” Kaum Nasrani menjawab, “Isa menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.” Setelah orang-orang Quraisy mendatangi Yahudi dan Nasrani, kemudian  mereka mendatangi Nabi Saw sambil berkata kepada beliau; “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit shafa menjadi emas untuk kami.” Nabi Saw kemudian berdoa, maka turunlah firman Allah Q.S Ali Imran: 190.


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ -١٩٠- الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ -١٩١-


Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat atau berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (191)


Pada Surat Ali Imran 190 ini mengisyaratkan tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Mahahidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu).


Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan penciptaan semesta, yaitu langit dan bumi serta pergantian malam dan siang adalah sebagai tanda-Nya. Tanda itu mampu diterima oleh ulul albab, yaitu orang-orang yang selalu berdzikir dan bertafakkur. Berdzikir berarti senantiasa mengingat Allah dan bertafakkur berarti merenungi dan memikirkan segala ciptaan Allah Swt yang meliputi langit dan bumi serta segala isinya dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.


Dua dimensi yang tidak dipisahkan dalam ayat tersebut sehingga disebut ulul albab adalah dimensi dzikir(mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun; baik berdiri,duduk maupun berbaring, di mana setiap orang secara umum memang berada di salah satu dari tiga kondisi tersebut. Dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta alam ini; penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam. 


Memikirkan dan merenungkan bagian-bagian kecil dari langit, misalnya; memikirkan  bulan, matahari, planet atau sinarnya, awannya, panasnya dan juga bagian kecil dari bumi; memikirkan hewannya, tumbuhannya, manusianya atau udaranya, maka perbuatan ini juga di sebut tafakkur fi khalqissamawati wa al ardhi (merenungkan penciptakan langit dan bumi ). Lebih terperinci lagi bahwa seseorang yang melakukan perenungan melalui berbagai kajian yang sungguh-sungguh dalam berbagai disiplin ilmu baik social maupun sains pada hakekatnya sedang melakukan tafakkur


Kata Ulul albab menurut tafsir Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal yang sempurna lagi cerdas yang mengerti tentang hakekat dibalik  adanya segala sesuatu yang tampak. Tanda-tanda yang tersebar di semesta adalah tanda adanya Allah Swt, yang berarti tanda wujud-Nya, keagungan-Nya, kemahabesaran-Nya, kemahaindahan-Nya, kemahakaryaannya dan kemahasempurnaan-Nya meliputi segala sesuatu. Namun tanda wujudnya Allah Swt tersebut hanya dapat ditangkap dan dipahami oleh orang-orang yang disebut ulul albab, bukan oleh orang lain. 


Siapakah ulul albab tersebut ? Seseorang disebut Ulul albab pada ayat tersebut harus memiliki dua syarat, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya; syarat pertama yaitu dimensi dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun. Syarat kedua yaitu dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta. Dua dimensi itu ibarat dua sisi mata uang pada satu logam yang tidak bisa dipisah-pisahkan, bertafakur tanpa berdzikir tidaklah di sebut ulul albab, demikian juga sebaliknya.


Dalam konteks saat ini seorang ulul albab memiliki sifat dan sikap  seperti kritis, mau berusaha dan  berkreasi untuk kemanfaatan, kemaslahatan dan kelestarian kehidupan. Sifat dan sikap tersebut dapat dijelaskan berikut ini:


a. Memiliki sikap kritis  secra rinci. rinci punya tiga ciri utama; yaitu    berdzikir, memikirkan atau mengamati  fenomena alam dan berkreasi. Menurut Muhammad Quthub sebagaimana dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa ayat-ayat tersebut  merupakan metode  yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Di samping itu  bertafakkur terhadap penciptaan  langit bumi, juga bermakna  memikirkan tentang  tata kerja  alam semesta. Karena kata Khalq selain  berarti penciptaan  juga berarti pengaturan dan pengukuran yang cermat.


b. Berusaha dan  berkreasi dapat berarti melakukan upaya-upaya kreatifitas pada hasil-hasil penemuan ilmiah dan teknologi.  Karena itu setelah mereka menemukan dan memahami suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan bagian kecil dari system yang sempurna dari Dzat Yang Maha Karya, kemudian mereka berkata: Ya Allah tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia - sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.


Setelah seorang ulul albab mampu melihat tanda wujudnya Allah Swt dan memahami ciptaan-Nya yang penuh hikmah; serasi, seimbang, harmonis dan penuh manfaat. Maka seorang ulul albab mengkhawatirkan terjadi suatu kezhaliman (pengrusakan) terhadap segala ciptaan Allah Swt dan tata aturan-Nya yang Maha Indah yang mungkin kezholiman itu dilakukan oleh dirinya maupun orang lain, di mana kezholiman itu dapat membawa masuk ke dalam api neraka. Sosok ulul albab juga menggambarkan seorang yang di samping memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, juga sosok yang selalu dekat dengan Allah Swt. Kedekatan kepada Tuhannya dan keluasan ilmunya memberikan dampak terhadap kehidupannya sebagai seorang  yang selalu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan yang sejalan dengan aturan Allah Swt.


Ilmu yang dimiliki oleh seorang ulul albab tidak tersekat oleh batasan-batasan yang dibuat oleh manusia, yang sekat-sekat tersebut diakibatkan oleh keterbatasan manusia itu sendiri. Bagi seorang ulul albab ilmu pengetahuan apapun yang berhubungan dengan alam semesta ini hakekatnya adalah ciptaan-ciptaan Allah Swt yang tunduk kepada sitem aturan yang telah dibuat-Nya. Sehingga semua ilmu itu hakekatnya hanya satu yaitu ilmu Allah Swt, dan manusia hanya diberi sedikit ilmu dari Allah Swt.


Dapat dipahami juga bahwa Allah Swt yang maha agung memilki ilmu yang maha luas, di mana untuk  mendapatkan pemahaman tentang Allah Swt atau dengan kata lain memahami tanda ( dalam ayat al qur’an disebut  ayat ) diperlukan ilmu Allah, karena itu belajar suatu ilmu adalah untuk lebih mengetahui tentang Allah Swt  dan agar mampu lebih banyak melakukan kemaslahatan dan kemanfaatan  dalam kehdupan sesuai petunjuknya, sehingga semakin bertambah ilmu seseorang akan menambah juga kedekatannya kepada Allah Swt dan kebaikannya dalam kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar