Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 25 Juni 2019

MALING NINE ATAU KAWIN LARI SEBAGAI TRADISI SUKU SASAK



Di tempat kelahiran saya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terdapat sebuah tradisi penculikan terhadap gadis yang dianggap lazim oleh kaum Gumi Sasak Lombok. Hal itu sebagai syarat dan bentuk kejantanan yang harus dilakukan calon mempelai pria dalam meminang gadis pujaannya.


Dalam menjalankan aksinya, calon mempelai pria tidak boleh ketahuan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita. Sebab, jika seorang gadis yang dilamar secara baik-baik  tanpa diculik, orang tuanya akan merasa tersinggung dan putrinya akan disamakan dengan barang yang tidak punya harga diri. Oleh karena itu, orang tua biasanya tidak pernah tahu kapan anak gadisnya akan diculik.


Meski begitu, tidak mudah bagi calon mempelai pria untuk melaik (menculik dalam bahasa sasak) karena pihak keluarga calon mempelai wanita akan memberikan perlawanan, seolah tak rela anak gadisnya diculik orang. Terlihat bahwa dalam hal ini budaya kawin culik sangat menjunjung tinggi harga diri seorang wanita.



Pria sasak  yang melakukan ini disebut ‘teruna’,  dalam hal ini wanita bebas memilih lelaki siapa saja yang akan meminangnya. Setelah gadis memilih satu diantara yang lain, kemudian terjadilah  penculikan. Biasanya calon mempelai pria sudah membuat rencana atau perjanjian dengan calon mempelai wanita, dan bersifat rahasia guna menghindari kegagalan.


Apabila orang tua tidak setuju dengan lelaki yang dikehendaki wanita, biasanya para orang tua menyembunyikan anak gadisnya setelah mendengar selentingan kabar bahwa akan diadakannya penculikan.


Sedangkan, syarat mutlak bagi seorang wanita adalah mereka yang berusia 16 tahun, baru diperbolehkan diculik. Selain itu, karena penculikan anak gadis ini hal yang diperbolehkan oleh adat. Maka, perbuatan ini memiliki aturan main yang harus ditaati setiap pelakunya. Apabila terjadi keributan yang terjadi diluar ketentuan adat maka teruna dan pihak keluarganya harus bertanggung jawab.


Ketentuan pertama, adalah Denda pati , merupakan denda adat yang harus ditanggung oleh sang penculik atau sang keluarga penculik apabila penculikan berhasil tetapi menimbulkan keributan dalam prosesnya.


Kedua, Ngurayang yaitu denda adat yang dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan keributan karena penculikn tidak dengan persetujuan sang gadis. Karena sang gadis tidak setuju dan sang penculik memaksa maka biasanya penculikan ini gagal.


Ketiga, Ngeberayang adalah denda adat yang harus dibayar oleh sang penculik atau keluarganya dikarenakan proses penculikan terjadi kegagalan dan terjadi keributan karena beberapa hal seperti penculikan digagalkan oleh rival sang penculik, dan sebagainya.


Keempat, Ngabesaken merupakan denda adat yang dikenakan kepada penculik karena penculikan dilakukan pada siang hari yang pada akhirnya terjadi keributan.



Mitos Tentang Kawin Culik


Konon, dulu di Lombok ada seorang raja dengan putri yang sangat cantik. Begitu cantiknya, semua pria suka padanya dan berlomba-lomba melamarnya.  Maka sang Raja mendirikan sebuah kamar dengan sistem penjagaan yang sangat ketat. Lalu raja memberi tantangan, "Barangsiapa berhasil menculik putriku, akan kunikahkan dia dengan putriku." 



Dari situ, pria-pria Lombok memiliki kebanggaan jika berhasil menculik orang yang dicintainya. Maka, jika sudah berhasil terculik, pihak keluarga perempuan harus rela anaknya dinikahkan dengan sang penculik.


Tradisi ini memiliki tata cara yang sudah lama dilakukan secara turun temurun. Oleh karena itu setelah melakukan melaik / menculik dan membawanya kerumah kerabat, selanjutnya calon pengantin pria dan wanita akan dijemput oleh para warga desa atau kampung, sesepuh adat, dan sanak saudara, untuk diproses dalam acara besejati, nyelabar, nyerah wali.


Ketiga acara tersebut merupakan acara diskusi atas pembenaran dan keseriusan antar pihak keluarga untuk melaksanakan perkawinan. Setelah menemukan kata sepakat, selanjutnya adalah bekawin, perjanjian nikah suku sasak, yang menandakan telah resmi menjadi sepasang suami istri.


Setelah resmi menjadi pengantin, terdapat upacara semacam resepsi pernikahan yakni nyongkolan, memperkenalkan antara pengantin pihak laki dan pihak perempuan dengan cara diarak dan terakhir acara balas onas nae, upacara berkunjungnya pihak keluarga laki-laki ke pihak perempuan dengan membawa makanan khas Lombok.


Tradisi Perlahan Berubah Sesuai Tuntutan Agama Islam 


Walaupun perkembangan zaman kian pesat, Sampai sekarang ini, tradisi kawin culik masih   dilakukan suku Sasak pada umumnya.

Wallohu a'lam semoga bermanfaat...



Sumber : Facebook Mandalika tour and travel (saya izin share)...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar