Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 25 Juni 2019

MODUL AL-QUR'AN KB 4 PPG PAI



MODUL AL-QUR’AN KB 4 PPG PAI

URAIAN MATERI 

1.    Sosok Ulul Albab 

Dikisahkan bahwa suatu ketika orang-orang Quraisy datang kepada kaum Yahudi dan bertanya kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?” orang-orang Yahudi itu menjawab “Tongkat dan tangan yang mengeluarkan cahaya putih.” Selanjutnya orang-orang Quraisy itu mendatangi kaum Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, “apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?.” Kaum Nasrani menjawab, “Isa menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.” Setelah orang-orang Quraisy mendatangi Yahudi dan Nasrani, kemudian  mereka mendatangi Nabi Saw sambil berkata kepada beliau; “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit shafa menjadi emas untuk kami.” Nabi Saw kemudian berdoa, maka turunlah firman Allah Q.S Ali Imran 190 ini ;



Artinya : “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat atau berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (191)

Nabi Saw ketika berdiri mengerjakan salat beliau menangis sehingga jenggotnya basah oleh air mata. Ketika sujud beliau juga menangis hingga air matanya membasahi tanah kemudian berbaring beliau menangis lagi. Ketika Bilal datang untuk memberitahukan kepadanya waktu salat subuh, seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis, padahal Allah telah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?" Nabi Saw. menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, malam ini Allah telah menurunkan kepadaku  ayat ini: 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi para ulul albab (Ali Imran: 190)."

Kemudian Nabi Saw. bersabda pula, 'Celakalah bagi orang yang membacanya, lalu ia tidak merenungkan semuanya itu." Pada Surat Ali Imran 190 ini mengisyaratkan tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Mahahidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu).

Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan penciptaan semesta, yaitu langit dan bumi serta pergantian malam dan siang adalah sebagai tanda-Nya. Tanda itu mampu diterima oleh ulul albab, yaitu orang-orang yang selalu berdzikir dan bertafakkur. Berdzikir berarti senantiasa mengingat Allah dan bertafakkur berarti merenungi dan memikirkan segala ciptaan Allah Swt yang meliputi langit dan bumi serta segala isinya dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.

Dua dimensi yang tidak dipisahkan dalam ayat tersebut sehingga disebut ulul albab adalah dimensi dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun; baik berdiri,duduk maupun berbaring, di mana setiap orang secara umum memang berada di salah satu dari tiga kondisi tersebut.

Dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta alam ini; penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam. Dimensi ke dua ini tentu saja bersifat global dengan tidak merinci bagianbagian langit dan bagian-bagian bumi serta hukum-hukum alam yang menjadi sunnatullah, karena menyebut tiga hal tersebut sudah mewakili apapun yang ada padanya dan bagaimanapun keadaannya dan yang diakibatkannya telah masuk pada system keberadaan langit, bumi dan perputarannya. 

Memikirkan dan merenungkan bagian-bagian kecil dari langit, misalnya; memikirkan  bulan, matahari, planet atau sinarnya, awannya, panasnya dan juga bagian kecil dari bumi; memikirkan hewannya, tumbuhannya, manusianya atau udaranya, maka perbuatan ini juga di sebut tafakkur fi khalqissamawati wa al ardhi (merenungkan penciptakan langit dan bumi ).

Lebih terperinci lagi bahwa seseorang yang melakukan perenungan melalui berbagai kajian yang sungguh-sungguh dalam berbagai disiplin ilmu baik social maupun sains pada hakekatnya sedang melakukan tafakkur.  Kembali pada surat Ali Imran;190 yang menegaskan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang benar-benar terdapat tanda-tanda bagi ulul albab.

Kata Ulul albab menurut tafsir Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal yang sempurna lagi cerdas yang mengerti tentang hakekat dibalik  adanya segala sesuatu yang tampak. Tanda-tanda yang tersebar di semesta adalah tanda adanya Allah Swt, yang berarti tanda wujud-Nya, keagungan-Nya, kemahabesaran-Nya, kemahaindahan-Nya, kemahakaryaannya dan kemahasempurnaan-Nya meliputi segala sesuatu. Namun tanda wujudnya Allah Swt tersebut hanya dapat ditangkap dan dipahami oleh orang-orang yang disebut ulul albab, bukan oleh orang lain.

Siapakah ulul albab tersebut ? Seseorang disebut Ulul albab pada ayat tersebut harus memiliki dua syarat, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya; syarat pertama yaitu dimensi dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun. Syarat kedua yaitu dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta.

Dua dimensi itu ibarat dua sisi mata uang pada satu logam yang tidak bisa dipisah-pisahkan, bertafakur tanpa berdzikir tidaklah di sebut ulul albab, demikian juga sebaliknya. Seorang ulul albab senantiasa mengingat kepada Allah Swt dan melakukan kajiankajian serta renungan terhadap kejadian-kejadian pada ciptaan Allah Swt, sehingga pada akhirnya dia menemukan hikmah yang agung pada setiap ciptaan Allah Swt. Dia menemukan sebuah system keserasiaan, keseimbangan dan keharmonisan serta penjagaan Allah Swt terhadap semesta.

Dan pada seorang ululalbab memahami bahwa segala apa yang Allah ciptakakan memberikan manfaat yang besar terhadap kehidupan dan tidak ada yang sia-sia.  Dalam konteks saat ini seorang ulul albab memiliki sifat dan sikap  seperti kritis, mau berusaha dan  berkreasi untuk kemanfaatan, kemaslahatan dan kelestarian kehidupan. Sifat dan sikap tersebut dapat dijelaskan berikut ini:
a.     Memiliki sikap kritis kalau di rinci rinci lagi ada tiga cirri utama; yaitu    berdzikir, memikirkan atau mengamati  fenomena alam dan berkreasi. Dari uraian tersebut  dapat dipahami bahwa  berfikir kritis  memiliki tiga tuntutan besar:

1)   Berdzikir.

Seorang yang berfikir kritis dan cerdas, ciri pertama adalah selalu berdzikir kepada Allah swt baik siang dan malam, pada saat berdiri, duduk dan berbaring. Maknanya tiada waktu tanpa berdzikir, segala waktu diisi dengan dzikir baik dalam shalat maupun di luar shalat. Berdzikir bukan saja hanya ingat tetapi juga membaca kitab Allah, memahami isinya, menyebar luaskan dan mengamalkan isi kandungannya. Membelajari kitab suci dalam rangka memahami , menyebar luaskan dan menerapkan nilai-nilainya di tengahtengah masyarakat yang sangat beragam kebutuhan dan problemanya.
 
2)   Berfikir Kritis.

Berfikir kritis berarti  mengamati, meneliti, menyimpulkan dan membuktikan kebenarannya. Mengamati ayat-ayat Tuhan  di alam raya ini baik dalam diri manusia  secara perorangan  maupun berkelompok, di samping juga mengamati fenomena alam. Mereka  berfikir tentang ciptaan langit dan bumi.

Menurut Muhammad Quthub sebagaimana dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa ayat-ayat tersebut  merupakan metode  yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Ayatayat itu mengarahkan akal manusia  kepada fungsi pertama di antara  sekian banyak  fungsinya, yakni mempelajari  ayat-ayat Tuhan  yang tersaji dalam alam jagat raya ini.  Ayat tersebut bermula dari tafakkur dan berakhir dengan amal.

Di samping itu  bertafakkur terhadap penciptaan  langit bumi, juga bermakna  memikirkan tentang  tata kerja  alam semesta. Karena kata Khalq selain  berarti penciptaan  juga berarti pengaturan dan pengukuran yang cermat. Pengetahuan yang terakhir ini mengantarkan ilmuan  kepada rahasia alam dan pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan  teknologi yang menghasilkan  kemudahan  dan manfaat bagi manusia.  

b.    Berusaha dan  berkreasi dapat berarti melakukan upaya-upaya kreatifitas pada hasilhasil penemuan ilmiah dan teknologi. 

Karena itu setelah mereka menemukan dan memahami suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan bagian kecil dari system yang sempurna dari Dzat Yang Maha Karya, kemudian mereka berkata: Ya Allah tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia - sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. 

Adanya usaha dan kreasi dalam bentuk nyata dari ilmuwan, khususnya dalam kaitan  hasil-hasil yang diperoleh  dari pemikiran dan perhatian  tersebut berarti  bahwa mereka harus selalu  peka  terhadap kenyataan-kenyataan social dan semesta alam serta bahwa peran mereka  tidak sekedar merumuskan  atau mengarahkan tujuan-tujuan  tetapi juga sekaligus memberi contoh pelaksanaan dan  sosialisasinya.

Keindahan alam dan keberhasilan sains dan tekhnologi yang dihasilkan dari proses berfikir dan berdzikir itu memperkuat keimanan kepada  Allah swt dan dalam  meningkatkan kepatuhannya kepada Sang Pencipta. Pemahaman terhadap penciptaan semesta yang agung disertai dengan selalu berdzikir menimbulkan sebuah kemampuan pada dirinya untuk melihat sebuah tanda wujudnya Allah Swt, keagungan-Nya dan kemahabesaran-Nya, sehingga terlontar dari dirinya ucapan subhaanak ( maha suci Engkau ya Allah).  Penjelasan seperti ini tergambar pada ayat 191; 
  َ كَ ان َحْبُ س ًلَِِاَ ا ب َذَ ه َتْقَلَ ا خ َ ا م َنَّبَر

Artinya; "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau. Masih belum berhenti di sini, setelah seorang ulul albab mampu melihat tanda wujudnya Allah Swt dan memahami ciptaan-Nya yang penuh hikmah; serasi, seimbang, harmonis dan penuh manfaat.

Maka seorang ulul albab mengkhawatirkan terjadi suatu kezhaliman (pengrusakan) terhadap segala ciptaan Allah Swt dan tata aturan-Nya yang Maha Indah yang mungkin kezholiman itu dilakukan oleh dirinya maupun orang lain, di mana kezholiman itu dapat membawa masuk ke dalam api neraka. Karena itu, seorang ulul albab melanjutkan ucapannya;
   ِ ارَّ الن َ ابَذَ ا ع َنِقَ  ف

(maka jagalah kami dari siksa api neraka). Sosok ulul albab di atas menggambarkan seorang yang di samping memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, juga sosok yang selalu dekat dengan Allah Swt. Kedekatan kepada Tuhannya dan keluasan ilmunya memberikan dampak terhadap kehidupannya sebagai seorang  yang selalu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan yang sejalan dengan aturan Allah Swt. Ilmu yang dimiliki oleh seorang ulul albab tidak tersekat oleh batasan-batasan yang dibuat oleh manusia, yang sekat-sekat tersebut diakibatkan oleh keterbatasan manusia itu sendiri.

Bagi seorang ulul albab ilmu pengetahuan apapun yang berhubungan dengan alam semesta ini hakekatnya adalah ciptaan-ciptaan Allah Swt yang tunduk kepada sitem aturan yang telah dibuat-Nya. Sehingga semua ilmu itu hakekatnya hanya satu yaitu ilmu Allah Swt, dan manusia hanya diberi sedikit ilmu dari Allah Swt.
  ً لَْيِلَ ا ق لِّ ا ِمْلِ الع َنِ م ْمُتْيِ وت ُ ا ا َمَو

Adapun berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu social dan sains serta cabangcabangnya adalah nama-nama yang dibuat oleh manusia sendiri untuk memudahkan bidang focus kajian dan bidang keahlian yang ditekuni. Sehingga nama-nama bidang ilmu tersebut sangatlah bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Namun yang perlu diingat bahwa bidang-bidang ilmu itu secara makro dipahami sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan, tidak untuk dipisahkan, apalagi dipisahkan dari ciptaan dan system aturan Allah Swt. 

Dapat dipahami juga bahwa Allah Swt yang maha agung memilki ilmu yang maha luas, di mana untuk  mendapatkan pemahaman tentang Allah Swt atau dengan kata lain memahami tanda ( dalam ayat al qur’an disebut  ayat ) diperlukan ilmu Allah, karena itu belajar suatu ilmu adalah untuk lebih mengetahui tentang Allah Swt  dan agar mampu lebih banyak melakukan kemaslahatan dan kemanfaatan  dalam kehdupan sesuai petunjuknya, sehingga semakin bertambah ilmu seseorang akan menambah juga kedekatannya kepada Allah Swt dan kebaikannya dalam kehidupan. Namun, apabila suatu ilmu dipisahkan dari pemiliknya yakni Allah Swt dan  berdiri sendiri, maka dikuatirkan fungsi dari ilmu tersebut akan lepas kendali dan jauh dari aturan dan tujuan serta manfat dari ilmu tersebut.

   َ ىً دْزَ ي ْمَلَ ما و ْلِ ع َ ادَدْ از ِنَم دْعُ ا ب لِّ ا ِ الله َنِ م ْدَدْزَ ي ْمَ ى # ل ًدُ ه ْد

Barangsiapa bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya maka hanya akan membuat semakin jauh dari Allah Swt
 
     2.    Integrasi Ilmu Pengetahuan

Al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia  untuk menjalani kehidupan di dunia dan memberi informasi tentang kehidupan di akherat. Petunjuk tentang menjalin hubungan dengan Allah (hablun minallah) yang menciptakannya dan hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas) serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya agar dijaga dan dilestarikan.

Sebelum kajian ilmu social dan sains berkembang pesat, al Qur’an telah memberikan informasi yang sangat luas dan benar bagaimana seharusnya berinteraksi sesama manusia ( social interaction), demikian juga sebelum sains berkembang al Qur’an telah begitu dalam membicarakan semesta alam.  Dalam hal interaksi social misalnya al Qur’an sebagai petunjuk tidak hanya membicarakan pola-pola interaksinya saja, namun telah mengatur secara tepat bagaimana seharusnya interaksi social itu dapat berjalan seimbang, adil dan tidak terjadi kedzoliman, agar kehidupan ini terjaga dan sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Karena itu petunjuk tentang bagaimana interaksi social sangat banyak sekali, misalnya; ayat-ayat tentang perdagangan, hutang piutang, pernikahan, kepemimpinan, keadilan, perceraian, perjanjian, kepemilikan, komunikasi dan sebagainya.  Demikian juga al Qur’an memberikan informasi yang sangat luas tentang sains, mulai membahas penciptaan alam semesta, tata surya, hewan, tumbuhan, hujan, angin dan sebagainya. Namun, pembicaraan sains dalam al Qur’an bukan hanya terbatas pada aspek sains itu saja, tetapi pasti dikaitkan dengan aspek yang lain, misalnya; agar manusia mengenal tuhannya, agar manusia mau bersyukur, menjaga kelestariannya, agar mau berfikir, agar manusia selalu beramal sholeh, dst.

Al Qur’an membicarakan semesta alam; langit, bumi, hewan, tumbuhan yang semua diciptakan untuk manusia maka manusia diperintahkan untuk menjaga, mengelola dan memanfaatkannya dengan baik . Mengenai cara dan tekhnik mengelola atau memanfaatkannya diserahkan kepada manusia sendiri. Karena itu al Qur’an tidak membicarakan secara spesifik bagaimana cara mengelola dan alat apa yang digunakannya, demikian itu supaya manusia berfikir karena sudah diberi potensi akal untuk dikembangkan afala ta’qilun (tidakkah kalian menggunakan akal), ini artinya manusia diperintah untuk mengembangkan tekhnologi.

Manusia dapat mengembangkan tekhnologi apapun dalam rangka mendukung dan menunjang proses kekhalifahannya di muka bumi. Namun al Qur’an memberikan rambu-rambu atau asas-asas yang dapat dijadikan sebagai petunjuk melaksanakannya, agar tidak menyalahi dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt.

Adapun asas-asas tersebut adalah : a) asas tauhid, artinya tidak diperkenankan segala sains dan tekhnologi berdampak kepada penyekutuan terhadap Allah Swt (syirik), b) Asas manfaat, c) Asas kemudahan, d) asas keindahan, dan e) asas keadilan; 

a.     Asas Tauhid

Di dalam al Qur’an tidaklah diperkenankan segala apapun berdampak kepada penyekutuan terhadap Allah Swt dan sehala apaun yang dilakukan semata-mata karena mengabdi kepada Allah Swt secara tulus.
 
 ْ اف ِدَقَ ف ِ َّ اللَّ ِ ب ْكِرْشُ ي ْنَمَ و ُ اء َشَ ي ْنَمِ ل َكِلَ ذ َ ون ُ ا د َ م ُرِفْغَيَ و ِهِ ب َكَرْشُ ي ْنَ أ ُرِفْغَ ي َ  لّ َ َّ اللَّ َّنِإ ىَرَت اً يم ِظَ اع ًمْثِإ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

 َ وَ اة َكَّ وا الز ُتْؤُيَ وَة َ لََّ وا الص ُ يم ِقُيَ اء و َفَنُ ح َ اين ِ الد ُهَ ل َ ين ِصِلْخُ م َ َّ وا اللَّ ُدُبْعَيِ ل َّ ِ لِّ وا إ ُرِمُ ا أ َمَو ةَ امِيَقْ ال ُ ين ِ د َكِلَذ

Dan tidaklah mereka diperinta kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah : 5)

b.    Asas manfaat

Al Qur’an sangat menganjurkan agar segala upaya dan kreasi manusia  dilakukan dengan mempertimbangkan sisi kemanfaatannya.

   ِ ضْرَ ْ  ي الْ ِ ف ُثُكْمَيَ ف َ اس َّ الن ُعَفْنَ ا ي َ ا م َّمَأَوۖ ً اء َفُ ج ُبَهْذَيَ فُدَبَّ ا الز َّمَأَف

Maka adapun buih itu, akan hilang (sebagai sesuatu yang tak ada harganya), adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.  ) al Ro’d, 13  :17), Nabi Saw menjelaskan :

 ِ ْ : م َ الَ ق َمَّلَسَ و ِهْيَلَ ع ُ ى الله َّلَ ص ِ الله ُلْوُسَ ر َ ال َ : ق َ ال َ ق ُهْنَ عُ الله َي ِضَ رَةَرْيَرُ ي ه ِبَ أ ْنَع ن ِ ) مْ ارِ الت ُ اه َوَ ( ر ِهْيِنْعَ ي َ ا لّ َ م ُهُكْرَ ت ِءْرَمْ ال ِمَلَْسِ إ ِنْسُح يِ .ذ

Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”

c.     Asas Kemudahan

Allah Swt Yang Maha Pengasih menginginkan agar manusia  dalam menjalankan tugasnya tidak mengalami kesulitan, karena itu Allah Swt menganjurkan agar manusia dapat melakukan hal-hal yang dapat memudahkan dan meringankannya.

 َ َ رْسُيْ ال ُمُكِ ب ُ َّ اللَّ ُ يد ِرُي رْسُعْ ال ُمُكِ ب ُ يد ِرُ ي َ لَّو

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah, 2: 185).

اً يف ِعَ ض ُ ان َسْنِ ْ  الْ َقِلُخَ و ْمُكْنَ ع َ افِفَخُ ي ْنَ أ ُ َّ اللَّ ُ يد ِرُي

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisa’, 4: 28).

,   رضي الله عنه  قال  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ٍسَنَ ن أ َع وا ُ ارِسَعُ ت َلَّ وا و ُ ارِسَي وا ( رواه مسلم ) ُ ارِفَنُ ت َلَّ وا و ُ ارِشَبَو

Artinya  Dari Anas r.a berkata: Nabi Saw bersabda; Mudahkanlah, jangan mempersulit, buatlah senang dan jangan buat mereka berpaling (meninggalkan) kalian.

d.    Asas Keindahan

Ayat-ayat al Qur’an banyak sekali menyampaikan secara tersirat tentang keindahan, misalnya  penciptaan manusia yang dengan sebaik-baik bentuk, penciptaan binatang , penciptaan langit (badi’ussamaawaati), dst. Keindahan yang dimaksud oleh al Qur’an bukan hanya indah dari segi lahiriyah yang tampak oleh mata, namun keindahan yang disertai dengan keseimbangan dan keharmonisan, keindahan yang seimbang antara yang lahir  dan yang bathin. Nabi Saw bersabda :

 ِ - اس َ الن ِطْمَغَ و ِقا َ الح ُرْطَ ب ُرْبِ الك ،ِ مال َ الج ُّبِحُ ي ٌ يل ِمَ إن الله ج  رواه مسلم.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.

e.     Asas Keadilan

Allah Swt memerintahkan secara tegas diperbagai ayat al Qur’an agar keadilan selalu ditegakkan diperbagai aspek kehidupan, termasuk bidang tekhnologi. Penggunaan tekhnologi hendaknya juga dalam rangka penegakan keadilan.

  ِ طْسِقْال ِ ب َ ين ِ ام َّوَ وا ق ُ ون ُ وا ك ُنَ آم َ ين ِذَّ ا ال َهُّيَ ا أ َي

Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu penegak keadilan  (Q.S An-Nisa: 135)

Refrensi :

Abdul Majid Khon, dkk, Modul  Pendalaman Materi  Alqur’an Hadis. Fitk Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.Cetakan Pertama, 2018

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid 2,… hlm. 370.

Jalaluddin as-Suyuthi, Asbabun Nuzul: Sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an, terj. Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, Tim Abdul Hayyie, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm. 148-149

Sumber : http://ppg.siagapendis.com

NB : MOHON MAAF TULISAN AYAT / HADIS BELUM TER-EDIT

#ppgpai2019



Tidak ada komentar:

Posting Komentar