Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

FUNGSI HADIS


Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64:
  
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu.[1]

Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani  dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai berikut :

1.      Menguatkan dan menaskan Al-Qur’an

Hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 

artinya :“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi yang artinya : “ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat[2].

2.      Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an 

Fungsi Hadis disini ialah memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal:
a.    Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
b.    Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
c.    Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
d.    Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
 
3.      Menetapkan suatu hukum yang secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an.

Fungsi Hadis disini menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri hukumyang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat.[3]
 Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara terbatas. Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hukum baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an.



[1] Departemen Agama RI. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahnya. CV. Atlas
[2] Departemen Agama RI. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahnya. CV. Atlas

[3] Asnawi, Moh. DKK, 2004. Buku pelajaran Al-Qur’an dan hadits. Kanwil Depag Propimsi Jateng: CV. Gani Son. Hal. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar