Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 10 Juni 2019

DEFINISI PENDEKATAN NORMATIF


Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal.
Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya.
Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil men­dorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demi­kian pula untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil­dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.[1]
Sedangkan Khairudin nasution (2010), menerangkan bahwa pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang masalah dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud legal formal adalah hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak,dan sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash.
Dengan demikian pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih (Usuliyah), ahli hukum Islam (Fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha menggali aspek legal formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif.[2]
  Sisi lain dengan pendekatan normatif adalah bahwa secara umum ada dua teori yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif-teologis. Pertama, ada hal-hal yang untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental. Kedua, ada hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris dan eksperimental.
Untuk ha-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan ra’yi (penalaran). Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan.
Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.
Ada beberapa teori popular yang dapat digunakan dengan pendelatan normatif, disamping teori-teori yang digunakan oleh para fuqaha’, usuliyin, muhadditin, dan mufassirin, diantaranya adalah teori teologis-folosofis, yaitu pendekatan memahami al-Qur’an dengan cara mengintrepretasikannya secara logis-filosofis,yakni mencari nilai-nilai objektif dari subjektif al-Qur’an.


[1] H.Abuddin nata, Metodologi study Islam (jakarta : Raja Grafindo, 2008), hal. 34

[2] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, ( Jogjakarta : academia,2010) hlm190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar