Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

Analisis Journal : “Axiology in Teacher Education: Implementation and Challenges.”


Analisis Journal

Judul               : “Axiology in Teacher Education: Implementation and Challenges.”
Edisi                : In 4, Issue 2 Ver. III (Mar-Apr. 2014), PP 51-54
Sumber            : www.iosrjournals.org
Penulis             : BABITA TOMAR
Analisator        : M A N S U R
NIM.               : 15710052
Kampus           : PASCASARJANA UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


“Axiology in Teacher Education: Implementation and Challenges”
(Aksiologi Dalam Sistem Pembelajaran: Implementasi Dan Tantangan)

Induk ilmu pengetahuan adalah Filsafat ( the mother of sciences ) yang mampuh menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika, terutama wilayah pendidikan. Dari permasalahan dan problematika tersebut, maka lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawaban terhadap problema-problema perkembangan metodologi ilmiah yang semakin pesat.
 Oleh karena itu lahirlah ilmu filsafat yang merupakan cabang dari filsafat sebagai pembantu dalam memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat terpecahkan sendiri oleh filsafat, khususnya dalam diskurs pendidikan. John Dewey, sebagaimana dikutip oleh Bernadib dalam Jalaluddin seorang filosof Amerika yang menyatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.[1]
Selain dari pemaknaan filsafat ilmu tersebut di atas, juga berfungsi teoretis, karena senantiasa memberikan ide, konsepsi, analisis, dan berbagai teori bagi upaya pelaksanaan pendidikan.[2]
Aksiologi sebagai cabang Filsafat mengajarkan nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius yaitu nilai-nilai keluhuran hidup manusia. Nilai-nilai keluhuran hidup manusia dibahas oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. Aksiologi membahas tentang nilai secara teoretis yang mendasar dan filsafati, yaitu membahas nilai sampai pada hakikatnya.
 Karena aksiologi membahas tentang nilai. Nilai bukanlah murni pandangan pribadi terbatas pada lingkungan manusia. Nilai merupakan bagian dari keseluruhan situasi metafisis di alam semesta. Pengertian nilai apabila dibahas secara filsafati adalah persoalan tentang hubungan antara manusia sebagai subjek dengan kemampuan akalnya untuk menangkap pengetahuan tentang kualitas objek objek di sekitarnya. Hal ini diperjelas oleh Brennan, dalam buku Idzam Fautanu bahwa menyatakan tentang nilai tidak dapat dikatakan hanya berasal dari dalam diri manusia sendiri, tetapi kesadaran manusia menangkap sesuatu yang berharga di alam semesta.[3]
Aksiologi Pendidikan bertujuan untuk mewariskan nilai-nilai yang dipandang penting untuk pembinaan kepribadian seseorang. Implikasi dan nilai nilai (aksiologi) di dalam pendidikan harus diintegrasikan secara utuh, menyeluruh dalam kehidupan pendidikan secara praktis dan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai yang meliputi kecerdasan, nilai-nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama. Hal ini tersimpul di dalam tujuan pendidikan, yakin membawa kepribadian secara sempurna. Pengertian sempurna disini ditentukan oleh masing-masing pribadi, masyarakat, bangsa sesuai situasi dan kondisi.
 Jadi, aksiologi merupakan bagian dari Filsafat yang mengkaji tentang nilai, etika dan moral. Nilai etika dan moral adalah sangat penting bagi dunia pendidikan, karena menjadi dasar pengetahuan tentang baik dan buruk dalan masyarakat. Disini peran guru sebagai pendidik sangat penting untuk mengarahkan pemahaman tentang nilai tersebut bagi peserta didik.
Masalah yang saat ini terjadi adalah penurunan orientasi nilai kemanusiaan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah korupsi Materialisme membuat seseorang menjadi indivisualis dan serakah. Akibat lainnya adalah tingkat kriminalitas tinggi, tawuran, sek bebas, narkoba dan hal negatif lainnya. Eliot yang menyatakan bahwa dunia ini “A Waste Land” (tanah sampah) dimana seseorang secara spiritual telah mati ditengah kehidupan yang serba materialistik.[4]
Pendapat tersebut dapat dibenarkan mengingat kondisi masyaraat yang semakin individualis materialistis. Maka disinilah peran dunia pendidikan dipertaruhkan untuk mengembalikan nilai moralitas yang semakin lama semakin memprihatinkan. Berikut ini beberapa tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini dalam menanamkan nilai aksiologi tersebut, yaitu:
1.    Menurunnya nilai dimulai dari menurunnya nilai dalm keluarga. Orang tua kurang memperhatikan perkembangan nilai spiritualitas anak-anak mereka, tidak ada ruang yang cukup berbagi kasih sayang dan berdiskusi tentang ide-ide (keinginan) anak-anak.
2.    Kesalahan sistem pendidikan. Hari ini pendidikan hanyalah memberikan nilai-nilai dipermukaan, tidak menyentuh akar kemanusiaan. Pendidikan hanya berorientasi bisnis bukan nilai nilai etika tetapi hanya pencapaian secara material dan memenuhi kebutuhan pasar.
3.    Tenaga pendidik yang belum terlatih untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang dalam stategi pembelanjaran dan kurikulumnya. Guru hanya berpedoman pada kirikulum yang saklek dan tidak mengembangkan potensi-potensi nilai spiritual.
4.    Perkembangan teknologi yang semakin tidak terkendali yang menjadikan perubahan standar hidup dan pencapaian manusia semakin tinggi dan tak terkendali sehingga pendidik ditntut untuk lebih proaktif mengontrol peserta didik.
5.    Orientasi politik perkumpulan siswa yang saling bersaing dan dikhawatirkan menjadi persainan tidak sehat sehingg di takutkan terjadi benturan fisik dan psikis.
6.    Pengaruh media informasi yang semakin tidak terkontrol sehingga perilaku masyarakat dalam hal ini peserta didik lebih mengikuti idola artisnya sehingga segala yang dikerjakan idolanya mereka (peserta didik) mengikuti walaupun itu negative.
7.    Egoisme kepentingan pribadi yang mengesampingkan kepentingan sosial (komunal) mereduksi nilai-nilai religiusitas dalam masyarakat yang berimbas ke dunia pendidikan.
8.    Kurangnya program-program kreatif, beasiswa bagi guru, beban guru yang besar dalam tugas-tugas sekolah, dan kurangnya kepengawasan oleh pengawas mata pelajaran maupu pengawas sekolah.
9.    Urbanisasi, artinya perpindahan penduduk dari desa ke kota bias mempengaruhi pendidikan karena bagi yang sudah punya anak secara lambat laun akan ikutkan anaknya ke kota sehingga pendidikan anak menjadi tertinggal bahkan tidak bersekolah dan menjadi anak gelandangan.
10.  Implementasi, artinya penerapan kurikulum yang masih setengah-setengah, baru berjalan beberapa tahun  diganti dengan alas an permaikan dan perkembangn karena kurikulum sebelumnya belum dilihat hasilnya, eh diganti lagi, itu masalah.
Berbicaramengenai aksiologi pendidikan yang mengkaji tentang nilai, etika, dan moral, maka tidak terlepas dengan karakter. Karakter dapat diartikan sebagai ciri khas yang dimiliki oleh seseorang, selain itu karakter yang dimiliki oleh seseorang bisa memberikan gambaran tentang kepribadian orang tersebut.[5] Demikian pula dengan karakter bangsa, Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki olehsekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa. Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong-royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai dan bertutur kata yang baik.[6]  
Pendidikan merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa yang baik.Melalui Pendidikan dapat membangun karakter generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena didalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasiannilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung didalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Dalam struktur kurikulum, ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan PKn. Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai(aksiologi). Apabila semua nilai tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, penanaman nilai menjadi sangat berat.
Oleh karena itu perlu dipilih sejumlah nilai utama sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selain itu, untuk membantu fokus penanaman nilai-nilai utama tersebut, nilai-nilai tersebut perlu dipilah-pilah atau dikelompokkan untuk kemudian diintegrasikan pada mata pelajaran-mata pelajaran yang paling cocok. Berikut ini penulis member contoh distribusi nilai-nilai utama kedalam mata  pelajaran;.
Nomor
Mata Pelajaran
Nilai Utama
1
Pendidikan Agama
Religius, jujur, santun, disiplin, bertanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan social, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, peduli
2
PKn
Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
3
Bahasa Indonesia
Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis
4
IPS
Nasionalis, menghargai keberagaman, Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli social dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras

5
IPA
Ingintahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6
Bahasa Inggris
Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerjasama, patuh pada aturan sosial
7
Seni Budaya
Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin tahu, jujur, disiplin, demokratis
8
Penjasorkes
Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain
9
TIK/Keterampilan
Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain
10
Muatan Lokal
Menghargai keberagaman, menghargai karya orang lain, nasionalis, peduli

Dari paparan nilai utama dalam penerapannya pada mata pelajaran dari table tadi maka membutuhkan penyelenggaraan yang matang sehingga nilai-nilai tersebut bisa terwujud dengan maksimal. Penyelenggaraan pendidikan akan bermakna bagi pembangunan peradaban yang bermartabat, ini akan terwujud apabila:
1. Fungsi pendidikan pada setiap jenjang secara berjenjang digariskan secara berkesinambungan dari Pendidikan Usia Dini sampai Perguruan Tinggi menuju lahirnya generasi muda pada semua Strata dan bidang kehidupan yang memiliki kemampuan dan karakter yang unggul sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
2. Struktur dan materi kurikulum dirancang sehingga memungkinkan peserta didik mengembangkan potensinyasecara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
3. Diterapkan model pembelajaran yang menantang, merangsang, dan menyenangkan sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya denganmenerapkan empat pilar belajar
4. Diterapkan system evaluasi yang relevan dalam upaya menjadikan pendidikan sebagai proses pembudayaan, yaitu system evaluasi yang komprehensif, terus menerus, dan obyektif sehingga bermakna sebagai “hidden curriculum
Keempat hal tersebut dapat terlaksana bila didukung oleh sumber daya pendidikan yang memadai. Membangun karakter bangsa bukan hanya tugas generasi muda, untuk itu perlu kedisiplinan tinggi bagi seluruh komponen bangsa dengan upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa.
Membangun karakter bangsa melalui pendidikan diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah untuk itu pendidik diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya. Lingkungan sekolah yang kondusif membantu membangun karakter pelajar. Untuk itu benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif bagi perkembangan karakter peserta didik.

DAFTA RUJUKAN

Fautanu, Idzam., Filsafat Ilmu: Aplikasi dan Teori, Jakarta: Refensi, 2012.

Jalaluddin., Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikirannya, Jakarta: Kalam Mulia, 2012.

Rohinah, M. Noor., Pendidikan Karakter Berbasis Sastara Solusi Pendidikan Moral yang Efektif, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2011.

Suharto, Toto., Filsafat Pendidikan Islam, Yogyjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.



[1] Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 42
[2] Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 46
[3] Fautanu, Idzam, Filsafat Ilmu: Aplikasi dan Teori, (Jakarta: Refensi, 2012), hlm.102
[4] Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 89
[5] Rohinah, M. Noor., Pendidikan Karakter Berbasis Sastara Solusi Pendidikan Moral yang Efektif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2011). Hlm. 7
[6] Rohinah, M. Noor., Pendidikan Karakter Berbasis Sastara Solusi Pendidikan Moral yang Efektif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2011). Hlm. 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar