BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin
ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek
khusus yaitu ilmu pengetahuan dan sudah
memiliki sifat dan karakter hamper sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara
sebagai landasan filosofis bagiproses keilmuan dan merupakan krangka dasar dari
proses keilmuan itu sendiri.[1]
Artinya filsafat itu mecakup makna yang mengarahkan kepada penelaahan secara
ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu.
Perkembangan
ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk
memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau
klasifikasi secara periodik.
Setiap
periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu.
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Dewasa
ini kajian filsafat sudah menjadi bahan
ajar bagi tiap-tiap universitas, berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan.
Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk apa kehidupan ini?, manusia mempunyai
seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan
buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas
serta pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus memberikan arti, itu adalah
pengetahuan yang disebut filsafat.
Ditinjau
dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok.Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain.
Mengetahui
perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap perkembangan
pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat akan
menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua
tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa
mendapatkan gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan
pengetahuan yang berkembang di muka bumi ini.
B.
Rumusan Masalah
Dari
Uraian di atas maka penulis memberikan rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Yunani Kuno
2.
Bagaimanakah
Sejarah Perkembangan Filsafatat Pada Abad Pertengahan
3.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Modern
4.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Kontemporen
C. Tujuan Pembahasan
Adapun Tujuan
Dari Pembuatan Makalah Ini Adalah Antara Lain:
1.
Menjelaskan
Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Yunani Kuno
2.
Menjelaskan
Sejarah Perkembangan Filsafatat Pada Abad Pertengahan
3.
Menjelaskan
Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Modern
4.
Menjelaskan
Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Kontemporen
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Filsafat Pada Yunani Kuno
Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas
dari belajar atau mengkaji sejarah filsafat. Hal ini sangat penting mengingat
dalam mempelajari sejarah kita juga akan mempelari ruang lingkup dimensi yang
ada dalam ruang dan waktu yang melandasi suatu fenomena.
Dengan
fenomena yang ada kita bisa mengetahui sebab dan akibat yang saling terkait.
Oleh karena itu dalam kajian filsafat belajar sejarah filsafat merupakan metode
bahkan merupakan subject matter sebagaimana
,yang dijelaskan Wiramhardja: “sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal
dan banyak digunakan orang dalam mempelajari filsafat bahkan merupakan metode
yang sangat penting dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat pun merupakan subject matter itu sendiri”. [2]
Mempelajari sejarah filsafat berarti kita mempejari
dengan dasar kategori waktu mengenai pemikira secara kronologis, yang di
dalamnya antara lain, tempat kejadian, lingkungan sosial, kebudayaan yang
melingkupiya. Dengan mempelajari berbagai latar belakang yang merupakan bagian
dari kronologi maka kita akan mengetahui watak dari pemikiran berdasarkan
pereode sejarah tertentu.
Disamping itu seringkali persoalan-persoalan hanya
dapat dipahami jika dilihat dari perkembangan sejarahnya. Pemikiran para
filosof besar seperti Aristoteles, Thomas Aquino, Imanuel Kant hanya dapat
dimengerti dari aliran aliran yang mendahului mereka. Aliran yang satu biasanya
tesis dan yang lainnya merupakan sintesis, atau bisa jadi merupakan reaksi dari
pemikiran yang lain pada masa yang berbeda. Dan dari seluruh perjalanan
pemikiran filsafat itu menjadi sangat terlihat juga persoalan-persoalan manakah
yang selalu tampil kembali bagi setiap kurun waktu[3].
Maka untuk
mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode waktu atau dalam sejarah
filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi, pertama zaman Yunani
Kuno atau Filsafat Alam (600 SM – 200 SM). Kedua Zaman Keemasan (470 SM – 300
SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada masa Abad Pertengahan pada masa
Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII M). pereode Kristen (abad IX – XII M). Kemudian
masuk pada zaman modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman Baru (1800 – 1950 M). Dan terakhir adalah Postmodernism
atau Kontemporer (1950 -…M) .[4]
1.
Pra
Socrates
Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat alam. Penyebutan tersebut
didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan pemikirannya
pada apa yang diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan
alam- mencari unsur induk yang dianggap asal dari segala sesuatu. Pandangan
para filosof ini melahirkan monisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa hanya
ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi,
Tuhan atau sebutansi lainnya yang tidak dapat di ketahui.[5]
Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir
ulang dan tidak mempercayai sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada
mitos-mitos, legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di masyarakat waktu itu. Mereka mempercayai bahwa
pengetahuan bisa didapatkan melalui proses
pemikiran dan mengamati.
Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah
Thales (624 – 545 SM) berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua
kehidupan adalah air. Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari Thales, tetapi
walaupun begitu Thales berbeda pendapat dengan gurunya. Thales berfikiran bahwa
permulaan yang pertama tidak bisa ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang.
Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi azali yang abadi,
tanpa terbatas yang melingkupi seluruh alam. [6]
2. Zaman Keemasan
Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih
berkutat pada wilayah kemenjadian, maka pada masa keemasan sudah masuk pada
pemikiran dan keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah mengarah kepada
manusia sebagai objek pemikiran. Pada masa ini juga sudah mulai berkembang
dialektis- kritis untuk menunjukkan kebenaran.
Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama
dari tiga filsafat besar dari Yunani. Pemikiran Socrates sangat dipengaruhi
oleh kondisi kaum “sophis” cerdik
cendekia yang dalam mengajarkan pengetahuannya meminta imbalan. Dan pada masa
hidupnya kekuasaan politik di Athena sedang dikuasai oleh para “sophis” yang jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
Socrates adalah seorang yang meyakini bahwa
menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan
keahlian dalam pengetahuan. Menurut Socrates ada kebenaran objektif yang tidak
tergantung pada saya atau kita. Setiap orang bisa berpendapat benar dan salah
tergantung pada pengujian rasionya.
Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan
upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Ia menjelaskan
gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alam dan lingkungan
yang kemudian akan mengarah pada perkembangan method ilmu pengetahuan. Socrates
berpendapat bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang
bijak, dan dipersiapkan dengan baik dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk
masyarakat. [7]
Socrates memiliki pandangan atau gagasan tunggal dan
transenden yang ada di balik pergerakan ini. Sampai dia di suruh bunuh diri
meminum racun karena pandangannya dianggap meracuni kepercayaan umum yang saat
itu masyarakat mempercayai kuil dan dewa-dewa.
Berikutnya adalah Plato (427 – 347 SM) adalah murid
Socrates. Menurutnya dunia yang tampak ini sebuah bayangan atau refleksi dari
dunia yang ideal. Bahkan kebenaran dan
definisi lahir bukan dari hasil dialog melainkan hasil bayangan dari dunia ide.
Menurutnya dunia ide adalah realitas yang sebenarnya. Untuk menjelaskan tentang pemikiran
filosofisnya Plato membagi realitas menjadi dua yakni pertama dunia ide. Kedua dunia
baying-bayang dan dunia yang tampak ini adalah di dalamnya.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang
sangat berpengaruh sama sebagaimana Plato, namun Aristoteles sangat empiris dan mulai memperlihatkan
kecenderungan berfikir yang saintific.
Menururnya tidak ada sesuatu pun di dalam kesadaran yang belum pernah dialami
oleh indra. Seluruh pemikiran dan gagasan yang masuk ke dalam kesadaran kita
melaui apa yang pernah kita lihat dan dengar sebelumnya.[8]
Manusia memiliki akal pembawaan untuk
mengorganisasikan seluruh kesan inderawi ke dalam kategori-kategori atau
kelompok-kelompok. Aristoteles juga mulai membagi benda dengan melaui “bentuk”
dan “substansi” nya. [9]
Selain pemikiran yang empiris ini, Aristoteles juga mengembangkan logika,
bahkan Aristoteles terkenal dengan bapak logika. Logikanya disebut logika
tradisional, sebab nanti berkembang logika modern.
B. Sejarah
Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan
Filsafat
abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic,
karena sekolah-sekolah yang ada sudah mengajarkan hasil dari
pemikiran filsafat . Pada abad ini
perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh agama, sehingga pokus kajiannya
lebih banyak membahas dan membicarakan Theocentris
(Tuhan).
Secara
histori peradaban yang dibangun oleh Yunani mengalami masa kejayaan sudah
sangat berkembang pesat dan besar, sehingga mempengaruhi pemikiran di Eropa.
Karena pada saat di Eropa muncul peradaban Kristen. Namun pada pereode
selanjutnya dominasi gereja semakin berlanjut, sampai pada titik belenggu
kehidupan pemikiran manusia.
Gereja
memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap pemikiran manusia, termasuk
pemikiran tentang teologi. Hanya pihak gereja yang berhak mengadakan
penyelidikan terhadap agama. Kendati demikian ada saja pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan
tersebut, dan mereka dianggap orang yang murtad,
dan kemudian diadakan pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini mencapai puncaknya pada akhir
abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol.[10]
Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah
pemikir besar yang berpengaruh terhadap pemikiran yang berkembang. Pada
Agustinus pemikirannya merupakan integrasikan dari teologi Kristen dan
pemikiran filsafatinya. Ia sendiri tidak sepaham dengan pendapat yang
mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau lepas dari iman kristiani.
Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang
penting dan sebagai maenstream yaitu
rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan penerangan dari rasio Ilahi.
Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin kita dan menerangi roh manusia. [11]
Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat masih dipelajari dalam
hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih hidup dan dipelajari
walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
Pada
zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini
dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini
adalah Patristik (Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas
Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik
Barat).
Tokoh-tokoh
Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes
(185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh
dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397),
Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa
Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin
memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari
manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat
dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi diabdikan untuk dogma agama.
Zaman
Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles.
Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf
Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes
(Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles
demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf sedangkan
Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai Sang Komentator.
Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman.[12]
Kristiani
menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa
Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya disebut
Skolastik karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah
biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat
internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman
dengan akal budi.
Pada
masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu
kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu
mengabdi terhadap yang lain atau sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad
Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu,
dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N.
Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika
mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa adalah
matahari (Heleosentrisme).[13]
Teori
ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme
(Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh
Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah mendapat mandat dari otoritas
Gereja.[14] Oleh karena itu dianggap menjatuhkan
kewibawaan Gereja, itu sebabbnya N. opernicus di hokum oleh kerajaan atas
perintah gereja.
C.
Sejarah
Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern
(Eropa)
Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa
maksudnya. Lazimnya, istilah modern menampilkan kesombongan dan arogan, bahkan
menampik buah pikiran yang telah lahir sebelumya disebut juga sebagai suatu
pemberontakan yang sedikit dilebih-lebihkan. Sehingga pemikiran filsafat modern
lebih cendrung membicarakan hal-hal antroposentris
artinya mebicarakan apa yang ada dalam dirinya.
Adapun filsafat modern memiliki ciri khas dan
karakter dalam mendapatkan kebenaran, cirinya adalah kesangsian terhadap
kebenaran itu sendiri. Maka dalam mendapatkan kebenaran yang sejati adalah
dengan kesangsian dan keraguan. Sama
halnya dengan kaum pasca-modernisme yang memberontak terhadap pemikiran modern
yang terlalu menghargai rasio.
Mengenai siapa “founding
fathers” Zaman Modern ini, beberapa ahli berpendapat adalah Rene Descartes
dengan pikiran rasionalitas, John Locke dengan pemikiran empirisnya, Immanuel
Kant dengan kritis melihat ketidak sempurnaan. Baik pada Descartes, Locke
maupun Kant mengatakan bahwa, “pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan
tanggapan tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia berpendapat, bahwa pengetahuan
itu dasarnya adalah pengamatan dan pemikiran.
Untuk melihat lebih mudah, maka filsafat modern
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
(1) rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. (2) dialektika idealisme dan
dialektika materialisme, (3)fenomenologi dan eksistensialime, serta (4)
filsafat kontemporer dan pasca-modernisme.[15]
Para pemikir rasional menuntut kenyataan sejati yang
berdasar pada pemikiran, sehingga hukum pengetahuan sangat jelas. Hal ini bisa
berlaku jika hanya pengetahuan bersifat apriori.
Dasar pengetahuan adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan yang
berdasar pada pengalaman. Menurut kaum kritisisme (Kant) ilmu pengetahan harus
memiliki kepastian sehingga rasionalisme adalah benar. Ilmu pengetahuan harus
mau dan berkembang didasari oleh kenyataan-kenyataan yang berkembang pula.
Dialektika idealism merupakan hasil dari pemikiran
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831) yang sangat berorientasi pada ilmu
sejarah, alam, dan hukum. Hegel menyatakan bahwa segenap realitas bersifat
rasional, dan yang rasional bersifat nyata. Ia sangat mementingkan rasio,
tetapi bukan hanya rasio pada perseorangan,melainkan rasio pada subjek
absolute. Kemudian dealektika Hegel adalah pemikiran yang berusaha mendamaikan,
mengkromomikan daua pandangan atau lebih atau keadaan yag bertentangan menjadi
satu keatuan. Hegel berpendpat bahwa pertentangan adalah “bapak”segala hal.
Ada tiga hal dalam fase dielektika, pertama tesis menampilkan
lawannya antithesis sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase ketiga yang
mendamaikan kedua fase itu, yaitu :”aufgehoben”
artinya bermacam-macam di cabut, ditiadakan, dan tidak berlaku lagi. Hal
ini disebut sintesis. Dalam sintesis terdapat tesis dan antithesis, keduanya
diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi tesis dan antithesis tetap ada, hanya
lebih sempurna.
Mengenai materilisme yang muncul “berlawanan” dengan
idealisme dapat dikemuakakan sebagai berikut. Berdasarkan dialektika
materialime bahwa seluruh kenyataan sejati adalah materi, sehingga apapun dapat
dijelaskan dalam proses material. Materialisme terbagi menjadi dua, pertama
materialisme yang meneruskan masa “aufklaerung”
yang banyak digunakan dalam meneruskan tradisi ilmu pengetahuan alam atau
disebut materialisme ilmiah. Kedua materialisme filsafat yang merupakan reaksi
atas idealism.
Filsafat materialism adalah “Hegelian kiri” yang memberikan kritik tajam atas pemikiran Hegel
yang dipandangnya sebagai puncak rasionaisme modern. Pengikut pertama hegelan kiri adalah Ludwig Feuerbach
(1804 – 1872). Menurutnya dalam rasionalisme selalu ada suasana religious
sehingga pengenalan inderawi kurang mendapat penghargaan yang semestinya.[16]
D. Sejarah
Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer
Pada
masa ini pembicaraan filsafat lebih banyak mebahas dan membicrakan maslah logocentris (kata/kalimat), inipun
terjadi pada filosof-filosuf eropa, lain halnya dengan di Amerika lebih
bersifat Pragmatis, artinya mereka akan mengambilnya jika filsafat
itu menguntungkan bagi mereka.
Perkembangan
pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar:
rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah
yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan
belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan
aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu.
Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas dari corak
spekulasi filsafati dan otonom.
Aliran-aliran
tersebut antara lain: positivisme
ialah Paradigma ilmu pengetahuanyang paling awal muncul dalam dunia ilmu
pengetahuan,[17] fenomenologi
yakni hanyalah suatu gaya berfikir, bukan suatu mazhab filsafat. Pendapat lain
fenomenologi merupakan suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan dan
memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat.[18]
Aliran lainnya ada namanya marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme,
neo-tomisme, sedangkan dalam
aliran filsafat pendidikan ada namanya Progresivisme (fleksibel artinya
lentur tidak kaku, toleran, terbuka maksudnya ingin mengetahuai dan menyelidiki
demi pengembangan ilmu), esensialisme yakni kembali ke kebudayaan lama
karena banyak melakukan kebaikan bagi manusia, perennialisme memiliki
arti kekal tiada akhir, dan konstruksionalisme yakni berusaha membina suatu
consensus untuk tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.[19]
Menurut
A. Comte (1798-1857),[20]
pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis,
(2) Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Bagi era manusia
dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan
metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara
ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang
jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian
Comte menolak spekulasi metafisik, dan oleh karena itu ilmu sosial yang
digagas olehnya ketika itu dinamakan Fisika Sosial sebelum dikenal
sekarang sebagai Sosiologi.
Bisa
dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah
lebih mantap dan mapan, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu
alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang
berkembang sesudahnya. Pada periode terkini (kontemporer) setelah
aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat,
misalnya : Strukturalisme dan Postmodernisme. Strukturalisme dengan
tokoh-tokohnya misalnya C. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh
Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida.[21]
Kini
oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam
perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik
dan lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain),
sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic
of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain
hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research).
Demikian pula hal ada dan keberadaan
(ontologi/metafisika)
suatu ilmu/sain berkaitan dengan watak dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu
/sain dan kegunaan/manfaat atau
implikasi (aksiologi) ilmu /sain juga menjadi
bahasan dalam filsafat ilmu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Perkembangan
filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan
oleh orang-orang terdahulu ialah alam semesta, entah bumi maupun matahari
menjadi pusat edar.
2. Perkembangan
filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarah tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi
topic pembicaraannya pada masa itu ialah tentang keTuhanan.
3. Sedangkan
perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa eropa, lebih
banyak kajiannya tentang antroposentris
yakni membicara pada diri manusia itu sendiri.
4. Dan
terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau sekarang,
dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa,
sedangkan di Amerika lebih pragmatis yakni mereka akan mengambilnya jika
menguntungkan diri mereka dan membuangnya jika tidak berguna bagi mereka
walaupun berguna bagi orang lain.
B.
Komentar
Telah kita ketahui bahwa filsafat merupakan induk
dari semua disiplin ilmu, namun perlahan lahan disiplin ilmu mulai memisahkan
diri dari filsafat. Mula mula matematika dan dan fisika dan terakhir psikologi
mulai memisahkan diri walaupun masih ada yang menyatu, namun dalam jumlah kecil.
Artinya, cakupan filsafat menyentuh semua aspek disiplin ilmu maka marilah kita
dalami, pelajari dengan ikhtiar dan sungguh-sungguh agar apabila kita menguasai
filsafat maka pemikiran kita semakin luas dan dapat menguasai ilmu pengetahuan
secara ilmiah. Oleh karena itu berusahalah kita agar menjadi filosof yang
terkenal seperti mereka para ahli-ahli filsafat tersebut, InsyaAllah amin.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal.
Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
Djumransjah, H.
M. Filsafat Pendidikan. Malang:
Bayumedia, 2006.
Hakim, Atang
Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. Filsafat
Umum. Bandung: Pustaka Setia,
2008.
Muslim,
Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta:
Belukar, 2006.
Jostein Gaarder,
Dunia Sophie, (Terj.) Rahmani Astuti
Bandung: Mizan, Cet X, 2013.
Suterdjo A.
Wiramihardja Pengantar Filsafat, Bandung:
Refika Aditama, 2007.
Burhanudin,
Salam. pengantar Filsafat, Jogyakarta:
Bumi Aksara 2009.
Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
post modernism, Ar-Ruzz Media: 2008
[1]
Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu,
(Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 13
[2] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat. (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 43.
[3] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi
Aksara 2009) hlm. 186.
[4] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat. (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 45
[5] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi
Aksara 2009) hlm. 187.
[6] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz
Media:2008) hlm. 43 – 46.
[7]
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 57
[8]
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 60
[9] Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti
(Bandung: Mizan. Cet X. 2013) hlm. 176 – 184
[10]
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 99.
[11] Suterdjo A.
Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 51
[12] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 53
[13] Bakhtiar,
Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm 19
[14] Hakim, Atang
Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat
Umum. (Bandung: Pustaka Setia,
2008), hlm. 69
[15] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 61.
[16] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 61-64.
[17] Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar,
2006), hlm. 77
[18] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008.
Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), hlm. 87
[19] Djumransjah, H.
M. Filsafat Pendidikan. (Malang:
Bayumedia, 2006), hlm 175
[20] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hlm. 21
[21] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hlm. 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar