BAB I
PENDAHUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan
dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sugguh-sungguh) untuk
mengejawatahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau
terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan maupun pada prakti
pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI)
merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam.
Kurikulum sifatnya dinamis karena
selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Semakin
maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan yang
dihadapinya. Persaingan ilmu pengetahuan semakin gencar dilakukan oleh dunia
internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk dapat bersaing secara
global demi mengangkat martabat bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi
tantangan yang akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan kurikulum dan
implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja pendidikan yang jauh
tertinggal dengan negara-negara maju di dunia.
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam
konteks pengembangan kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebinggungan
dalam menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderug bersifat top-down
inovation dengan strategi power coersive atau strategi pemaksaan dari
atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan
sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk meningkatkan efisiensi serta
efektivitas pelaksanaan PAI dan sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Mengapa
dalam Kurun Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan
Islam) harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan?
2.
Bagaimana
Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?
3.
Bagaimana
Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?
4.
Bagaimana
Model Kurikulum 2013 (K-13) dan bandingkan dengan pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata Pelajaran PAI?
5.
Analisis
buku tentang “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek” karangan Prof. Dr. Nana
Syaodih Sukmadinata.
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk
Memahami Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam)
harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan
2.
Untuk
Memahami Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
3.
Untuk
Memahami Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam
4.
Untuk
Memahami Model Kurikulum 2013 (K-13) dan bandingkan dengan pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata Pelajaran PAI.
5.
Untuk
Analisis buku tentang “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek” karangan Prof.
Dr. Nana Syaodih Sukmadinata.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kurikulum
Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu ditinjau kembali
Untuk dikembangkan
Pemahaman
tentang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai
aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang
atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan
menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup dan
keterampilan hidup baik yang bersifat manual maupun mental dan sosial yang
bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI
sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dan
atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan
hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, yang
diwujudkan dalam sikap hidup serta ketrampilan hidup pada salah satu atau beberap
pihak.[1]
Selama ini
pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih mengalami banyak
kelemahan. Mochtar Buchori (1992) menilai pendidikan agama masih gagal.
Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatiakan
aspek kongnitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan
mengabaikan peembinaan aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan
tekad untuk mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan
antara pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam
kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi
pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral,
padahal intisari pendidikan agama adalah pendidikan moral.[2]
1.
Konsevatif Kurikulum
Kurikulum yang tidak sesuai dengan
tuntutan sosial, tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan juga tidak sesuai dengan dunia kerja, maka sudah jelas
kurikulum akan mengalami problem, yaitu akan terjadi pengangguran pada lulusan
sekolah. Dengan melihat data tersebut kurikulum perlu dirubah, dikembangkan dan
diperbaruhi.[3]
kurikulum yang telah usang korbannya
bukan hanya terletak pada peserta didik saja, tapi dampak negatifnya akan
menimpa pada lembaga sekolah. Lembaga akan dijauhi masyarakat, sekolah akan
ketinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga akan sulit akan membangun
tujuan nasional yang telah direncanakan pada sebelumnya.[4]
2.
Sentralisasi dan desentralisasi kurikulum
Sentralisasi merupakan problem
kurikulum yang paling utama, yang memunculkan pengembangan kurikulum tingkat
otonomi daerah, sebagaimana yang dikemukakan oleh menteri pendidikan fuad
Hasan, bahwa tidak mungkin diterapkannya kurikukulum yang baku (sentralisasi)
di seluruh Indonesia. karena setiap daerah mempunyai kadar potensi sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda, diharapkan dengan potensi
tersebut setiap daerah dapat mengembangkan dan mengelola sesuai dengan
potensinya masing-masing. Dimana potensi-potensi tersebut dapat diintegrasikan
dalam kurikulum muatan lokal.[5]
Kurikulum yang diberlakukan di
sekolah hanya satu dan pusat, sehingga faktor daerah seringkali kurang
diperhatikan. Didalam pengelolaan, seharusnya dihindari sentralisasi kurikulum,
dan digunakan sebanyak mungkin desentralisasi kurikulum. Untuk menuju kurikulum
yang berbasis desentralisasi tersebut diperlukan pengembangan kurikulum.
3.
Tingkat kematangan siswa
Tingkat kematangan siswa juga
menjadi alasan pengembangan kurikulum, karena setiap peserta didik mempunyai
jenjang pendidikan yang berbeda. Jika kurikulum pendidikan tidak berusaha
disesuaikan dengan tingkatan peserta didik maka tujuan pembelajaran akan sulit
tercapai. Untuk itu para pakar pengembang kurikulum membuat suatu pemikiran
agar anak dapat belajar dengan baik, memperoleh ilmu pengetahuan, merubah
sikap, dan memperoleh pengalaman, dengan cara mengembangkan kurikulum yang
berdasarkan asas psikologi peserta didik.[6]
B.
Landasan
dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Landasan Pengembangan kurikulum
Pendidikan Agama Islam pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak
mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan.[7]
Landasan-landasan tersebut antara lain :
1.
Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum
sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[8]
2.
Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh
dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang
hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of
wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan,
pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis
dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup
keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi,
aksiologi, etika, estetika, dan logika.[9]
3.
Landasan Psikologi Belajar
Kurikulum belajar mengetengahkan
beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual
perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras
dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya
terarah dengan baik dan tepat.[10]
4.
Landasan Sosio-budaya
Nilai social-budaya dalam masyarakat
bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima,
menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap
masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin
dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah diharapkan
pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.[11]
5.
Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan merupakan suatu usaha
penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan
yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan
dan teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di
lingkungannya dengan baik.[12]
Pengembangan kurikulum Pendidikan
Agama Islam berdasarkan pada prinsip-prinsip yang antara lain :
1.
Prinsip Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi Pekerti
Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan
dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali,
dipahami, dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.[13]
2.
Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan
kepentingan Peserta Didik serta Tuntutan Lingkungan
Hal ini dimaksudkan agar peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan tanggung jawab.[14]
3.
Prinsip Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika dan Kinestetika
Kurikulum hendaknya menaruh
perhatian terhadap siswa agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan
pengalaman belajar yang meliputi etika, logika, estetika, dan kinestetika,
sehingga siswa akan menjadi seseorang yang terhormat, cerdas, rasional, dan
unggul.[15]
4.
Prinsip Penguatan Integritas Nasional
Prinsip ini dimaksudkan untuk
menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah Negara yang majemuk, tetapi
keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena walaupun berbeda
tetap satu jua (Bhineka Tunggal Ika).[16]
5.
Prinsip Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Kurikulum dikembangkan atas dasar
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, sehingga
kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan secara tepat
ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk
berpikir dan belajar dengan baik.[17]
6.
Prinsip Pengembangan Keterampilan Hidup
Prinsip ini mengembangkan 4
keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan
kebutuhan di lingkungan sekitarnya yaitu keterampilan diri (personal
skill), keterampilan berfikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik
(academic skills), keterampilan vocasional (vocational skills). Dengan
keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus sekolah dapat mempertahankan
hidupnya sesuai dengan pilihan masing-masing individu.[18]
7.
Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)
Kurikulum disusun secara
berkesinambungan artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi, dan bahan kajian
disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang disediakan
kurikulum harus memperhatikan kesinambungan (antar kelas, antar jenjang
pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan).[19]
8.
Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum di madrasah diarahkan
kepada pengembangan, pembudayaan,dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan unsure-unsur
pendidikan formal, informal dan nonformal dengan memperhatikan kondisi dan
tuntut lingkungan yang selalu berkembang.[20]
9.
Tuntutan dunia kerja[21]
Kegiatan
pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang
berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup.
10.
Kesetaraan gender
Kurikulum
diarahkan kepada pengembangan sikap dan prilaku yang berkeadilan dengan
memerhatikan kesetaraan gender.[22]
C.
Peran Kepala Sekolah
dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Peran dan fungsi kepala sekolah secara umum antara lain sebagai
educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.
1.
Peran
kepala sekolah sebagai educator (pendidik), memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Aspek
prestasi sebagai guru
b.
Aspek
kemampuan membimbing guru
c.
Aspek
kemampuan membimbing karyawan
d.
Aspek
kemampuan membimbing peserta didik
e.
Aspek
kemampuan mengembangkan staf
f.
Aspek
kemampuan mengikuti perkembangan
g.
Aspek
kemampuan memberi contoh mengajar/BK yang baik
2.
Peran
kepala sekolah sebagai manajer, memiliki beberapa aspek sebagai berikut :
a.
Aspek
kemampuan menyusun program
b.
Aspek
kemampuan menyusun organisasi kepegawaian di sekolah
c.
Aspek
kemampuan menggerakan staf (guru dan karyawan)
d.
Aspek
kemampuan mengoptimalkan sumber daya sekolah
3.
Peran
kepala sekolah sebagai administrator memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Aspek
kemampuan mengelola administrasi KBM dan BK
b.
Aspek
kemampuan mengelola administrasi kesiswaan
c.
Aspek
kemampuan mengelola administrasi ketenagaan
d.
Aspek
kemampuan mengelola administrasi keuangan
e.
Aspek
kemampuan mengelola administrasi sarana/prasarana
f.
Aspek
kemampuan administrasi persuratan
4.
Peran
kepala sekolah sebagai supervisor memiliki beberapa aspek sebagai berikut.
a.
Aspek
kemampuan menyusun program supervisi pendidikan
b.
Aspek
kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan
5.
Peran
kepala sekolah sebagai leader (pemimpin), memiliki beberapa aspek sebagai
berikut:
a.
Aspek
memiliki kepribadian yang kuat
b.
Aspek
memahami kondisi guru, karyawan dan peserta didik dengan baik
6.
Peran
kepala sekolah sebagai inovator, memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Kemampuan
mencari/memenukan gagasan baru untuk pembaharuan di sekolah
b.
Aspek
kemampuan melaksanakan pembaharuan di sekolah
7.
Peran
kepala sekolah sebagai motivator. memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Aspek
kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik)
b.
Aspek
kemampuan mengatur suasana kerja (non fisik)
c.
Kemampuan
menetapkan prinsip penghargaan dan hukuman.[23]
Sedangkan dalam konteks
hubungan guru dan kurikulum, pengembangan kurikulum menjadi tugas penting
yang harus dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk guru, di
setiap tingkat pendidikan. Setidaknya ada empat peran yang
harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan kurikulum, yaitu: [24]
1.
Sebagai implementer (pelaksana)
kurikulum
2.
Sebagai developer (pengembang)
kurikulum
3.
Sebagai adapter (penyelaras)
kurikulum
4. Sebagai researcher (peneliti)
kurikulum.
D.
Perbandingan Model
Pengembangan Kurikulum 2013 (K-13) dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006
yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.[25]
1.
Rasional
Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan
internal maupun tantangan eksternal.[26]
a.
Tantangan
Internal
Tantangan
internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan
yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait
dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif.[27]
b.
Tantangan
Eksternal
Tantangan
eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan
masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat,
perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang
mengemuka.[28]
c.
Penyempurnaan
Pola Pikir
Pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi
pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses
pembelajaran sebagai berikut:[29]
1)
Dari
berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
2)
Dari
satu arah menuju interaktif.
3)
Dari
isolasi menuju lingkungan jejaring.
4)
Dari
pasif menuju aktif-menyelidiki.
5)
Dari
maya/abstrak menuju konteks dunia nyata
6)
Dari
pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
7)
Dari
luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
8)
Dari
stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
9)
Dari
alat tunggal menuju alat multimedia.
10)
Dari
hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
11)
Dari
produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
12)
Dari
usaha sadar tunggal menuju jamak.
13)
Dari
satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
14)
Dari
kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
15)
Dari
pemikiran faktual menuju kritis.
d.
Dari
penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Sejalan dengan
itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru
dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan
KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang
diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada KBK 2004 dan
KTSP 2006 dapat dilihat di tabel:
No
|
KBK 2004 dan KTSP 2006
|
Kurikulum 2013
|
1
|
Standar Isi
ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah itu
ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun
2006
|
SKL (Standar
Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54
Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang bebentuk Kerangka
Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70
Tahun 2013
|
2
|
Aspek
kompetensi lulusan lebih menekankan pada aspek pengetahuan
|
Aspek
kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi
aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
|
3
|
Standar isi
dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata
Pelajaran) yang dirinci menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran.
|
Standar isi
diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas
mata pelajaran
|
4
|
Pemisahan
antara mata pelajaran membentuk sikap, pembentuk ketrampilan, dan pembentuk
pengetahuan
|
Semua mata
pelajaran harus berkontribusi terhadap
pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetauan
|
5
|
Kompetensi
diturunkan dari mata pelajaran
|
Mata
pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
|
6
|
Mata
pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran
terpisah
|
Semua mata
pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)
|
7
|
Bahasa
Indonesia sejajar dengan mapel lain
|
Bahasa
Indonesia sebagai penghela mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa)
|
8
|
Tiap mata
pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
|
Semua mata
pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui
mengamati, menanya, mencoba, menalar.
|
9
|
Jumlah jam
pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding
Kurikulum 2013
|
Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata
pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP
|
10
|
Penilaiannya
lebih dominan pada aspek pengetahuan
|
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur
semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan
hasil.
|
e.
Penguatan
Tata Kelola Kurikulum
Pada
Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar
kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan
nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan
kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum.
Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi
disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan
proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus
yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang
sangat memberatkan guru.[30]
f.
Pendalaman dan Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6
(enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua
peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga)
saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6
(enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang
dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan
berbeda dengan tuntutan zaman Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang
matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95% peserta didik
Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan
hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil
ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang
diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional.[31]
E. Analisis buku tentang “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek”
karangan Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata
Tuntutan akan sumber daya manusia yang unggul merupakan
kebutuhan umat manusia diseluruh belahan dunia. Untuk memenuhi semua itu,
pendidikan berperan sebagai gerbang utama, maka sering potensi seseorang diukur
dengan pendidikannya. Sebagai salah satu elemen terpenting dalam
penyelenggaraan pendidikan, kurikulum merupakan usaha mewujudkan tuntutan
tersebut.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai
kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan. Bahkan banyak
pihak menganggap kurikulum sebagai “rel” yang menentukan akan kemana pendidikan
diarahkan. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan serta pengalaman
yang memungkinkan para lulusan memiliki wawasan global. Terbitnya buku Pengembangan
Kurikulum ini merupakan salah satu sumbangan untuk mencapainya.
Sebagai pakar kurikulum penulis buku ini, Prof. Dr.
Nana Syaodih Sukmadinata, mengawalinya dengan bertolak dari pengalamannya dalam
bidang pengembangan kurikulum pendidikan. Pengalamannya dalam bidang itulah
yang dijadikan tema sentral penulisan buku ini dengan mengemukakan hal-hal yang
bersifat praktis edukatif, namun tetap berlandaskan pada teori-teori ilmiah.
Menurut beliau Konsep kurikulum berkembang sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang di anutnya. Minimal ada 4 teori pendidikan
yang banyak di dibicaran para ahli pendidikan dan dipandang mendasari
pelaksanaan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1.
Pendidikan klasik
Pendidikan klasik
atau classical education, konsep pendidikan ini berontak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan,
ide-ide, atau nilai-nilai telah di temukan oleh para pemikir terdahulu, pendidikan
berfungsi memilihara mengawetkan, dan meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi berikutnya.
2.
Pendidikan pribadi
Pendidikan
pribadi ( personalized education) lebih
mengutamakan peranan siswa konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar
bahwa, sejak dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi
untuk berpikir berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang
sendiri. Guru adalah pembimbing, pendorong(motivator), pasilitator, dan pelayan
bagi siswa.
3.
Teknologi pendidikan
Teknologi
pendidikan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan
pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab
yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompentensi
bukan pengawetan dan pemiliharaan budaya lama.
4.
Pendidikan interaksional
Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia
sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan manusia
lain, selalu bersama, berinteraksi, dan bekerja sama.memenuhi kebutuhan hidup
dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Suatu
kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi
pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan
tantangan perkembangan masyarakat.
Adapun landasan kurikulum menurut beliau yaitu sebagai
berikut:
1.
Landasan
filosofis
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta
akan kebijakan” (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi
orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan
dan berbuat secara bijak, ia harus tau atau berpengatahuan. Pengetahuan
tersebut diperoleh melalui proses berpikir yaitu berpikir secara sistematis,
logis dan mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat sering di sebut sebagai
pemikiran radikal, atau berpikir sampai keakar-akarnya
2.
Landasan
psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu
manusia, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta
didik dan dengan orang-orang lainya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya,
karena kondisi psikologisnya. Berkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih
tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih
banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan dengan
binatang.
3.
Landasan Sosial Budaya, Perkembangan
Ilmu Dan Teknologi
Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun kelingkungan
masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberi bekal
pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan.
Dalam
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut Nana Syaodih Sukmadinata yaitu
ada dua macam Prinsip.
1.
Prinsip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam
pengembangan kurikulum. Pertama, prinsip relevansi. Prinsip kedua fleksibilitas.
Prinsip ketiga yaitu kontinuitas. Prinsip keempat adalah praktis.
Dan prinsip ke lima yaitu efektivitas.
2.
Prinsip khusus
Prinsip khusus ini berkenaan dengan
penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian.
Adapun
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum yaitu:
1. Perguruan tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan
Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan
dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan).
2. Masyarakat
Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi
dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat
yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogeny atau heterogen,
masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya.
3. Sistem nilai
Dalam
kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun
nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab
dalam pemeliharaan danpenerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara
dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
Menurut Nana Syaodih guru
memegang peranan penting baik dalam penyusunan maupun pelaksana kurikulum.
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan
kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi,
dan sentral-desentral. Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi,
kurikulum disusun oleh sesuastu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat
uniform untuk seluruh negara, daerah,
atau jenjang/jenis sekolah.
1.
Peranan guru
dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Dalam
kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dalam
perencanaan, dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan
dalam kurikulum mikro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka
waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu ataupun
beberapa hari saja.
2.
Peranan guru
dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum
desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau
lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas
karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah atau
sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian kurikulum terutama isinya sangat
beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri, tetapi
kurikulum ini cukup realistis.
BAB III
KESIMPULAN
1.
kurikulum yang perlu dikembangkan, diantaranya; Konsevatif
Kurikulum,Sentralisasi dan desentralisasi kurikulum,
Tingkat kematangan siswa. kegaalan
ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatiakan aspek
kongnitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan
peembinaan aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad untuk
mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjanagan antara
pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai
agama.
2.
Landasan-landasan pengembangan kurikulum pendidikan
agama islam diantaranya: 1. Landasan Agama, 2. Landasan Filsafat, 3. Landasan
Psikologi Belajar, 4. Landasan Sosio-budaya, 5. Landasan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Sedangkan prinsp-prinsip Pengembangan kurikulum
Pendidikan Agama Islam antara lain :a. Prinsip Peningkatan Keimanan dan
Ketakwaan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya, b. Berpusat pada
Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan kepentingan Peserta Didik serta Tuntutan
Lingkungan, c. Prinsip Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika dan
Kinestetika, d. Prinsip Penguatan Integritas Nasional, e. Prinsip Pengetahuan
dan Teknologi Informasi, f. Prinsip Pengembangan Keterampilan Hidup, g.
Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan), h. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
3.
Empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam
mengembangkan kurikulum, yaitu:Sebagai implementer (pelaksana)
kurikulum,
Sebagai developer (pengembang)
kurikulum,
Sebagai adapter (penyelaras)
kurikulum,
ebagai researcher (peneliti)
kurikulum. Sedangkan lesson study adalah
kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama
dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/ guru satu tingkat
kelas yang sama, atau guru lainya),
4.
Kurikulum
sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan
Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada)
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta:
Pt. Bina Ilmu)
Zaini, Muhammad. . 2009. Pengmbangan Kurikulum Konsep
Implementasi Evaluasi
dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras)
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.
(Bandung: Remaja Rosdakarya)
Muhaimin dkk, 2005. Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,)
Muhaimin
dkk, 2008. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. (Jakarta: Rajawali Pers,)
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum
dan Pembelajaran. (Bandung: Bumi Aksara,)
Mulyasa, 2009. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya,)
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada,)
Sagala, Syaiful, 2009. Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta,)
Tim MEDP, 2008. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan
Islam,)
Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000. Pendidikan di Indonesia
Memasuki Milenium III, (Jakarta: Adicita
Karya Nusa,)
Kemendikbud, modul
pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM
pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan)
Muhaimin, et.
Al., 2008. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya)
[1]. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2010, h. 15
[2]. Ibid, hlm 23
[4] Ibid.
[6] Muhammad Zaini, Pengmbangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras. 2009, h. 22
[11] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum
Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009, h. 45.
[12] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum
Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009, h. 45.
[13] Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005, h. 61
[14] Muhaimin dkk, Pengembangan Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h. 21-22.
[15] Muhaimin dkk, Pengembangan Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: Rajawali Pers, 2008,h. 61
[16] Muhaimin dkk, Pengembangan Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: Rajawali Pers, 2008,h. 61
[17] Muhaimin dkk, Pengembangan Model
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: Rajawali Pers, 2008,h. 61
[18] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h.
62
[21] M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013dalam pembelajaran SD/MI,
SMP/MTS, dan SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014, h. 27
[22] M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013dalam pembelajaran SD/MI,
SMP/MTS, dan SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014, h. 29
[23] E, Mulyasa.
2009. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya. Hal. 98-120.
[24] Wina Sanjaya, Kurikulum dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Jakarta: Kencana Prenada, 2009, h. 28
[25]. Kemendikbud,
modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 78
[26]. Kemendikbud,
modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 78
[27] Kemendikbud, modul
pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 78
[28] Kemendikbud,
modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 80
[29]. Kemendikbud,
modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 80
[30]. Kemendikbud,
modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 81
[31] . Kemendikbud,
modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, Hlm. 82
Tidak ada komentar:
Posting Komentar