Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH ANALISIS BUKU TENTANG “PENGEMBANGAN KURIKULUM TEORI DAN PRAKTEK” KARANGAN PROF. DR. NANA SYAODIH SUKMADINATA


BAB I
PENDAHUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sugguh-sungguh) untuk mengejawatahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan maupun pada prakti pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam.
Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu pengetahuan semakin gencar dilakukan oleh dunia internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan yang akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan kurikulum dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara-negara maju di dunia.
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebinggungan dalam menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderug bersifat top-down inovation dengan strategi power coersive atau strategi pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam  ataupun untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan PAI dan sebagainya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa dalam Kurun Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan?
2.      Bagaimana Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?
4.      Bagaimana Model Kurikulum 2013 (K-13) dan bandingkan dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata Pelajaran PAI?
5.      Analisis buku tentang “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek” karangan Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata.
C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk Memahami Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan
2.      Untuk Memahami Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
3.      Untuk Memahami Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
4.      Untuk Memahami Model Kurikulum 2013 (K-13) dan bandingkan dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata Pelajaran PAI.
5.      Untuk Analisis buku tentang “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek” karangan Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan
Pemahaman tentang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dan atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta ketrampilan hidup pada salah satu atau beberap pihak.[1]
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih mengalami banyak kelemahan. Mochtar Buchori (1992) menilai pendidikan agama masih gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatiakan aspek kongnitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan peembinaan aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari pendidikan agama adalah pendidikan moral.[2]
Ada beberapa alasan mengapa kurikulum perlu dikembangkan sebaik mungkin, diantaranya;
1.    Konsevatif Kurikulum
Kurikulum yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial,  tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga tidak sesuai dengan dunia kerja, maka sudah jelas kurikulum akan mengalami problem, yaitu akan terjadi pengangguran pada lulusan sekolah. Dengan melihat data tersebut kurikulum perlu dirubah, dikembangkan dan diperbaruhi.[3]
kurikulum yang telah usang korbannya bukan hanya terletak pada peserta didik saja, tapi dampak negatifnya akan menimpa pada lembaga sekolah. Lembaga akan dijauhi masyarakat, sekolah akan ketinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga akan sulit akan membangun tujuan nasional yang telah direncanakan pada sebelumnya.[4]
2.    Sentralisasi dan desentralisasi  kurikulum
Sentralisasi merupakan problem kurikulum yang paling utama, yang memunculkan pengembangan kurikulum tingkat otonomi daerah,  sebagaimana yang dikemukakan oleh menteri pendidikan fuad Hasan, bahwa tidak mungkin diterapkannya kurikukulum yang baku (sentralisasi) di seluruh Indonesia.  karena setiap daerah mempunyai kadar potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda, diharapkan dengan potensi tersebut setiap daerah dapat mengembangkan dan mengelola sesuai dengan potensinya masing-masing. Dimana potensi-potensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kurikulum muatan lokal.[5]
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah hanya satu dan pusat, sehingga faktor daerah seringkali kurang diperhatikan. Didalam pengelolaan, seharusnya dihindari sentralisasi kurikulum, dan digunakan sebanyak mungkin desentralisasi kurikulum. Untuk menuju kurikulum yang berbasis desentralisasi tersebut diperlukan pengembangan kurikulum.
3.    Tingkat kematangan siswa
Tingkat kematangan siswa juga menjadi alasan pengembangan kurikulum, karena setiap peserta didik mempunyai jenjang pendidikan yang berbeda. Jika kurikulum pendidikan tidak berusaha disesuaikan dengan tingkatan peserta didik maka tujuan pembelajaran akan sulit tercapai. Untuk itu para pakar pengembang kurikulum membuat suatu pemikiran agar anak dapat belajar dengan baik, memperoleh ilmu pengetahuan, merubah sikap, dan memperoleh pengalaman, dengan cara mengembangkan kurikulum yang berdasarkan asas psikologi peserta didik.[6]


B.  Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan  suatu kurikulum lembaga pendidikan.[7] Landasan-landasan  tersebut antara lain :
1.    Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[8]
2.    Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.  Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.[9]
3.    Landasan Psikologi Belajar
Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.[10]
4.    Landasan Sosio-budaya
Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.[11]
5.    Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.[12]
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berdasarkan pada prinsip-prinsip yang antara lain :
1.    Prinsip Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.[13]
2.    Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan kepentingan Peserta Didik serta Tuntutan Lingkungan
Hal ini dimaksudkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan tanggung jawab.[14]
3.    Prinsip Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika dan Kinestetika
Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan pengalaman belajar yang meliputi etika, logika, estetika, dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi seseorang yang terhormat, cerdas, rasional, dan unggul.[15]


4.    Prinsip Penguatan Integritas Nasional
Prinsip ini dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah Negara yang majemuk, tetapi keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena walaupun berbeda tetap satu jua (Bhineka Tunggal Ika).[16]
5.    Prinsip Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, sehingga kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar dengan baik.[17]
6.    Prinsip Pengembangan Keterampilan  Hidup
Prinsip ini mengembangkan 4 keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekitarnya yaitu keterampilan  diri (personal skill), keterampilan berfikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik (academic skills), keterampilan vocasional (vocational skills). Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus sekolah dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan pilihan masing-masing individu.[18]
7.    Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)
Kurikulum disusun secara berkesinambungan artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan (antar kelas, antar jenjang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan).[19]
8.    Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum di madrasah diarahkan kepada pengembangan, pembudayaan,dan pemberdayaan peserta didik  yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan unsure-unsur pendidikan formal, informal dan nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntut lingkungan yang selalu berkembang.[20]
9.    Tuntutan dunia kerja[21]
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup.
10.     Kesetaraan gender
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap dan prilaku yang berkeadilan dengan memerhatikan kesetaraan gender.[22]
C.  Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Peran dan fungsi kepala sekolah secara umum antara lain sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.
1.    Peran kepala sekolah sebagai educator (pendidik), memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.    Aspek prestasi sebagai guru
b.    Aspek kemampuan membimbing guru
c.    Aspek kemampuan membimbing karyawan
d.   Aspek kemampuan membimbing peserta didik
e.    Aspek kemampuan mengembangkan staf
f.     Aspek kemampuan mengikuti perkembangan
g.    Aspek kemampuan memberi contoh mengajar/BK yang baik
2.     Peran kepala sekolah sebagai manajer, memiliki beberapa aspek sebagai berikut :
a.    Aspek kemampuan menyusun program
b.    Aspek kemampuan menyusun organisasi kepegawaian di sekolah
c.    Aspek kemampuan menggerakan staf (guru dan karyawan)
d.   Aspek kemampuan mengoptimalkan sumber daya sekolah
3.     Peran kepala sekolah sebagai administrator memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.    Aspek kemampuan mengelola administrasi KBM dan BK
b.    Aspek kemampuan mengelola administrasi kesiswaan
c.    Aspek kemampuan mengelola administrasi ketenagaan
d.   Aspek kemampuan mengelola administrasi keuangan
e.    Aspek kemampuan mengelola administrasi sarana/prasarana
f.     Aspek kemampuan administrasi persuratan
4.     Peran kepala sekolah sebagai supervisor memiliki beberapa aspek sebagai berikut.
a.    Aspek kemampuan menyusun program supervisi pendidikan
b.    Aspek kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan
5.     Peran kepala sekolah sebagai leader (pemimpin), memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.    Aspek memiliki kepribadian yang kuat
b.    Aspek memahami kondisi guru, karyawan dan peserta didik dengan baik
6.    Peran kepala sekolah sebagai inovator, memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.    Kemampuan mencari/memenukan gagasan baru untuk pembaharuan di sekolah
b.    Aspek kemampuan melaksanakan pembaharuan di sekolah
7.     Peran kepala sekolah sebagai motivator. memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a.    Aspek kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik)
b.    Aspek kemampuan mengatur suasana kerja (non fisik)
c.    Kemampuan menetapkan prinsip penghargaan dan hukuman.[23]
Sedangkan dalam konteks hubungan guru dan kurikulum, pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk guru, di setiap tingkat pendidikan. Setidaknya ada empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan kurikulum, yaitu: [24]
1.    Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum
2.    Sebagai developer (pengembang) kurikulum
3.    Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum
4.    Sebagai researcher (peneliti) kurikulum.
D.  Perbandingan Model Pengembangan Kurikulum 2013 (K-13) dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.[25]
1.    Rasional Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.[26]
a.    Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif.[27]
b.    Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.[28]
c.    Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut:[29]
1)   Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
2)   Dari satu arah menuju interaktif.
3)   Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
4)   Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
5)   Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata
6)   Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
7)   Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
8)   Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
9)   Dari alat tunggal menuju alat multimedia.
10)    Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
11)    Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
12)    Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
13)    Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
14)    Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
15)    Dari pemikiran faktual menuju kritis.
d.   Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Sejalan dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada KBK 2004 dan KTSP 2006 dapat dilihat di tabel:
No
KBK 2004 dan KTSP 2006
Kurikulum 2013
1
Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun 2006
SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang bebentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013
2
Aspek kompetensi lulusan lebih menekankan pada aspek pengetahuan
Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
3
Standar isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran.
Standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran
4
Pemisahan antara mata pelajaran membentuk sikap, pembentuk ketrampilan, dan pembentuk pengetahuan
Semua mata pelajaran harus berkontribusi  terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetauan
5
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
6
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah
Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)
7
Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain
Bahasa Indonesia sebagai penghela mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa)
8
Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar.

9
Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013
Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP
10
Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.

e.    Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.[30]
f.      Pendalaman dan Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional.[31]
E.  Analisis buku tentang “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek” karangan Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata
Tuntutan akan sumber daya manusia yang unggul merupakan kebutuhan umat manusia diseluruh belahan dunia. Untuk memenuhi semua itu, pendidikan berperan sebagai gerbang utama, maka sering potensi seseorang diukur dengan pendidikannya. Sebagai salah satu elemen terpenting dalam penyelenggaraan pendidikan, kurikulum merupakan usaha mewujudkan tuntutan tersebut.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan. Bahkan banyak pihak menganggap kurikulum sebagai “rel” yang menentukan akan kemana pendidikan diarahkan. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan serta pengalaman yang memungkinkan para lulusan memiliki wawasan global. Terbitnya buku Pengembangan Kurikulum ini merupakan salah satu sumbangan untuk mencapainya.
Sebagai pakar kurikulum penulis buku ini, Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, mengawalinya dengan bertolak dari pengalamannya dalam bidang pengembangan kurikulum pendidikan. Pengalamannya dalam bidang itulah yang dijadikan tema sentral penulisan buku ini dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat praktis edukatif, namun tetap berlandaskan pada teori-teori ilmiah.
Menurut beliau Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang di anutnya. Minimal ada 4 teori pendidikan yang banyak di dibicaran para ahli pendidikan dan dipandang mendasari pelaksanaan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1.    Pendidikan klasik
Pendidikan klasik atau classical education, konsep pendidikan ini berontak dari asumsi bahwa  seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah di temukan oleh para pemikir terdahulu, pendidikan berfungsi memilihara mengawetkan, dan meneruskan semua warisan  budaya tersebut kepada generasi berikutnya.
2.    Pendidikan pribadi
Pendidikan pribadi  ( personalized education) lebih mengutamakan peranan siswa konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa, sejak dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri. Guru adalah pembimbing, pendorong(motivator), pasilitator, dan pelayan bagi siswa.
3.    Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompentensi bukan pengawetan dan pemiliharaan budaya lama.
4.    Pendidikan interaksional
Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan manusia lain, selalu bersama, berinteraksi, dan bekerja sama.memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat.


Adapun landasan kurikulum menurut beliau yaitu sebagai berikut:
1.    Landasan filosofis
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijakan” (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tau atau berpengatahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir yaitu berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat sering di sebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai keakar-akarnya
2.    Landasan psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dan dengan orang-orang lainya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya. Berkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan dengan binatang.
3.    Landasan Sosial Budaya, Perkembangan Ilmu Dan Teknologi
Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberi bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dalam prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut Nana Syaodih Sukmadinata yaitu ada dua macam Prinsip.
1.    Prinsip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Pertama, prinsip relevansi. Prinsip kedua fleksibilitas. Prinsip ketiga yaitu kontinuitas. Prinsip keempat adalah praktis. Dan prinsip ke lima yaitu efektivitas.
2.    Prinsip khusus
Prinsip khusus ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian.
 Adapun Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum yaitu:
     1. Perguruan tinggi
                  Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan).
     2. Masyarakat
                  Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogeny atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya.
     3. Sistem nilai
                 Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan danpenerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
Menurut Nana Syaodih guru memegang peranan penting baik dalam penyusunan maupun pelaksana kurikulum.
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral. Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi, kurikulum disusun oleh sesuastu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat uniform untuk seluruh negara, daerah, atau jenjang/jenis sekolah.
1.      Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dalam perencanaan, dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu ataupun beberapa hari saja.
2.      Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah atau sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian kurikulum terutama isinya sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri, tetapi kurikulum ini cukup realistis.


BAB III
KESIMPULAN
1.      kurikulum yang perlu dikembangkan, diantaranya; Konsevatif Kurikulum,Sentralisasi dan desentralisasi  kurikulum, Tingkat kematangan siswa. kegaalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatiakan aspek kongnitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan peembinaan aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjanagan antara pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama.
2.      Landasan-landasan pengembangan kurikulum pendidikan agama islam diantaranya: 1. Landasan Agama, 2. Landasan Filsafat, 3. Landasan Psikologi Belajar, 4. Landasan Sosio-budaya, 5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sedangkan prinsp-prinsip Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam antara lain :a. Prinsip Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya, b. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan kepentingan Peserta Didik serta Tuntutan Lingkungan, c. Prinsip Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika dan Kinestetika, d. Prinsip Penguatan Integritas Nasional, e. Prinsip Pengetahuan dan Teknologi Informasi, f. Prinsip Pengembangan Keterampilan  Hidup, g. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan), h. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
3.      Empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan kurikulum, yaitu:Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum, Sebagai developer (pengembang) kurikulum, Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum, ebagai researcher (peneliti) kurikulum. Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/ guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya),
4.      Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada)
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu)
Zaini, Muhammad. . 2009.  Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi
dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras)
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya)
Muhaimin dkk, 2005. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,)
Muhaimin dkk, 2008. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. (Jakarta: Rajawali Pers,)
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. (Bandung: Bumi Aksara,)
Mulyasa, 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya,)
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada,)
Sagala, Syaiful, 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta,)    
 Tim MEDP, 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,)
Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, (Jakarta: Adicita Karya Nusa,)
Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan)
Muhaimin, et. Al., 2008. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya)





[1]. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010, h. 15
[2]. Ibid, hlm 23
[3] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004, h. 29
[4] Ibid.
[5] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan …,h. 30
[6] Muhammad Zaini, Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras. 2009, h. 22
[7] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, h. 57
[8] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008,  h. 68.
[9] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, h. 57
         [10]  Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, h. 58
[11] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi  dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009, h. 45.
[12] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi  dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009, h. 45.
[13] Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h. 61
[14] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h. 21-22.
[15] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers, 2008,h. 61
[16] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers, 2008,h. 61
[17] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers, 2008,h. 61
[18] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h. 62
[19] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara, 2001, h. 32.
[20] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 153.
[21] M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013dalam pembelajaran SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014, h. 27
[22] M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013dalam pembelajaran SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/MA, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014, h. 29

[23] E, Mulyasa. 2009. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. Hal. 98-120.
[24] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada, 2009, h. 28
[25]. Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 78
[26]. Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan,  h. 78
[27] Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan,  h. 78
[28] Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 80
[29]. Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 80
[30]. Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, h. 81
[31] . Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013, Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan, Hlm. 82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar