Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 19 November 2016

MAKALAH TANTANGAN KEPEMIMPINAN SEKOLAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal, bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa,   berkepribadian serta berbudi pekerti lehur dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan perannya sangat penting dalam memberdayakan semua kompetensi sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para guru atau bawahannya, serta mengelola semua sumber daya sekolah dengan sebaik-baiknya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu memberikan pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugasnya secara efektif sehingga kinerja mereka akan lebih baik. Sebagai pemimipin yang mempunyai pengaruh, diharapkan dapat membangktkan semangat kerja tenaga pendidik dan kependidikan bahkan para siswa belajar dengan kesadaran dan kemauan sendiri untuk meningkatkan prestasinya. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam cara berfikir, sikap, tingkah laku yang dipimpinnya.
Dengan kelebihan yang dimilikinya yaitu kelebihan pengetahuan dan pengalaman, ia membantu guru-guru berkembang menjadi guru yang profesional.
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannyakepala sekolahharus melakukan
pengelolaan dan pembinaan sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan
kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuannya. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengkoreksi dan mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi (human relationship)yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara efisien dan efektif.
Kepala Sekolah Profesional merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Keberhasilan seorang pemimpin akan terwujud apabila pemimpin tersebut memperlakukan orang lain atau bawahannya dengan baik, serta memberikan motivasi agar mereka menunjukan kinerja  yangtinggi dalam melaksanakan tugas.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sebagai seorang pemimpin ia pasti mendapat tantangan dan hambatan baik dari dalam lingkungan sekolah maupun dari luar sekolah. Oleh karena itu penetapan dan penempatan seseorang menjadi kepala sekolah harus melalui pertimbngan dan pengkajian yang mendalam, sebab kepemimpinannya akan berdmapak pada mutu pendidikan yang akan dicapai oleh sekolah tersebut.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka pada makalah ini kami beri judul Tantangan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Pembahasan kamiakan meliputi tugas dan tanggung jawab kepala sekolah serta tantangan yang dihadapinya dalam melaksanakan fungsinya tersebut.

B.   Rumusan Masalah
Melihat bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangat strategis dalam proses pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan, akan tetapi banyak pula tantangan yang dihadapi oleh seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, maka dalam makalah ini kami rumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.   Apakah pengertian kepala sekolah dankompetensi apakah yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah ?
2.   Kualifikasi apakah yang harus dimiliki seorang kepala sekolah ?
3.   Apakah fungsi kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan ?
4.   Tantangan-tantangan apakah yang dihadapi kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan ?
5.   Langkah-langkah apakah yang harus ditempuh seorang kepala sekolahdalam menghadapi tantangan penyelenggaraan pendidikan.

C.   Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui masalah-masalah tersebut di atas serta mengidentifikasi langkah-langkah pemecahan masalah yang dihadapi sebagai berikut :
1.   Mengetahui    pengertiankepala  sekolah dan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah.
2.   Mengetahui kualifikasi  yang harus dimiliki seorang kepala sekolah.
3.   Mengetahui fungsi kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
4.   Mengetahui        tantangan-tantangan    yang    dihadapi    kepala    sekolah     dalam penyelenggaraan pendidikan ?
5.   Mengidentifikasi tantangan dan langkah-langkah yang harus ditempuh seorang kepala sekolah dalam menghadapi tantangan penyelenggaraan pendidikan.

II.   PEMBAHASAN
A.   Kepala Sekolah Dan Kompetensi Kepala Sekolah
1.   Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah suatu jabatan fungsional dalam bidang pendidikan, yang memiliki kedudukan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan karena maju mundurnya sekolah sangat bergantung pada kepiawaian seorang kepala sekolah dalam memimpin lembaga tersebut.
Apakah kepala sekolah itu ?
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2005, disebutkan bahwa kepala sekolah adalah guru yang diberi  tugas tambahan sebagai kepala sekolah.[1]
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kepala sekolah adalah guru yang memimpin sekolah.[2]
Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah dapat diartikan sebagai tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran serta komponen-komponen lain yang terlibat di dalamnya.
Kepala Sekolah adalah pimpinan tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinananya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala sekolah merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.

2.   Kompetensi Kepala Sekolah
Pada dasarnya kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah kompetensi  sebagai seorang guru professional, yang kemudian diberi tugas-tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
Dengan demikian kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah sebagai pejabat professional dalam bidang kependidikan adalah meliputi empat kompetensi  yang diwajibkan  pada guru berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, yaitu meliputi Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Professional dan Kompetensi Sosial. Di samping keempat kompetensi di atas, bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah masih diharuskan menguasai tiga kompetensi tambahan seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 13 Tahun 2007. Ketiga kompetensi tersebut adalah meliputi Kompetensi Manajerial, Kompetensi Kewirausahaandan Kompetensi  Supervisi.[3]
Dengan ditambahnya tiga kompetensi sesuai dengan Peraturan Menteri tersebut, maka seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah  memiliki tujuh kompetensi yang harus diimpementasikan dalam melaksanakan tugas sebagai guru sekaligus sebagai kepala sekolah.
Berikut ini tiga kompetensi tambahan yang dimiliki kepala sekolah  [4]meliputi :


1.   Kompetensi Manajerial
Kompetensi manajerial/kepemimpinan meliputi :
1.1Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
1.2 Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
1.3 Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal.
1.4 Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
1.5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/ madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
1.6 Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
1.7 Mengelola sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
1.8 Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah.
1.9 Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
1.10 Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
1.11. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yangakuntabel, transparan, dan efisien.
1.12 Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuansekolah/ madrasah.
1.13 Mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan
pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
1.14 Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
1.15 Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
1.16 Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/ madrasah dengan proseduryang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

2.   Kompetensi Kewirausahaan
2.1 Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
2.2 Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
2.3 Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
2.4 Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
2.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajarpeserta didik.

3.   Kompetensi Supervisi
3.1 Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
3.2 Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3.3Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Dengan ditambahnya tiga kompetensi bagi seorang guru yang diangkat menjadi kepala sekolah/madrasah, diharapkan kepala sekolah/madrasah akan sukses dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik sebagai pengelola, Pembina, maupun pengembang semua aktivitas sekolah/madrasah untuk mencapai visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah maupun tujuan pendidikan nasional pada umumnya.

B.   Kualifikasi Kepala Sekolah
Dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah terdiri atas Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus. [5]
1. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
a.Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b.Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c.Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak /Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d.Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2. Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:
a. Kepala Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA), SD/MI, SMP/MTs,  SMA/MA, SMK/MAK, SD LB, SMP LB dan SMA LB adalah sebagai berikut:
1)Berstatus sebagai guru pada salah satu jenis dan jenjang pendidikan tertentu
2)Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
3)Memiliki sertifikat kepala pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
b. Kepala Sekolah Indonesia LuarNegeri adalah sebagai berikut:
1) Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan; dan
3) Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
Sesuai dengan kualifikasi seorang kepala sekolah tersebut di atas, dalam pengangkatan seorang kepala sekolah harus sesuai dengan prosedur dan kriteria sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku agar orang yang diangkat sebagai  kepala sekolah adalah kepala sekolah yang berkualitas.

C.   Fungsi Kepala Sekolah.
bila kita melihat beberapa kompetensi yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah, maka sangatlah ideal bila suatu sekolah yang dipimpinnya akan meraih kesuksesan untuk mencapai visi dan tujuan yang telah dirumuskan bersama oleh segenap stakeholder. Walaupun seseorang mempunyai kompetensi yang memadai, akan tetapi ia harus melaksanakan fungsinya sebagai kepala sekolah dengan sebaik-baiknya, maka apa yang dicita-citakan bersama itu akan tercapai.
Berikut ini beberapa hal yang merupakan fungsi kepala sekolah dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya di sekolah yaitu :
1.   Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Menurut E. Mulyasa, dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif,  memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik … dan mengadakan program akselerasi (acceleration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.[6]
2.   Kepala sekolah sebagai manajer
Sebagai manajer, beberapa hal yang perlu dilakukan oleh kepala sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan G. R. Terry (dalam U. Saefullah, 2012), manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. [7]
Menurut E. Mulyasa, hal yang paling penting dalam dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS,  yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan. [8]

3.   Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumanan seluruh program sekolah.
Sebagai administrator, kepala sekolah memiliki kemampuan dalam tugas-tugas operasional yang meliputi kemampuan mengelola kurikulum, kemampuan mengelola administrasi siswa, kemampuan mengelola administrasi personalia, kemampuan mengelola administrasi sarana prasarana, kemampuan mengelola administrasi kearsipan, dan kemampuan mengelola administrasi keuangan.
4.   Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Sebagai supervisor, kepala sekolah harus mampu melakukan kegiatan  kegiatan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Hal tersebut dapat diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervise pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya.
5.   Kepala Sekolah  Sebagai Leader.
Kepala sekolah sebagai leader, harus mampu meberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan,  membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo  1999 : 10 (dalam E. Mulyasa) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader, harus memiliki krakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi  dan pengawasan.
Oleh karena itu kepala sekolah harus memiliki sifat jujur, percaya diri, tangghung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil dan sebagai teladan,

6.   kepala Sekolah Sebagai Innovator.
Sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

7.   Kepala Sekolah  Sebagai Motivator.
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada  para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan yang efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangam pusat sumber belajar.

D.   Tantangan Kepemimpinan Kepala Sekolah
Beberapa tantangan yang dihadapi  oleh kepala sekolah dalam kepemimipiannya, yaitu bebrbagai factor yang datang dari luar maupun dari dalam. Oleh karena itu factor-faktor tersebut juga merupakan tantangan bagi sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah yang profesional dalam meningkatkan kualitas pendidikan mencakup Mekanisne politik yang kurang terarah, rendahnya tanggung jawab, terbatasnya wawasan kepala sekolah yang, pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan, kurangnya sarana dan prasarana, lulusan yang kurang mampu berkompetisi, rendahnya kepercayaan masyarakat, birokrasi serta rendahnya produktivitas kerja.
1.    Mekanisme politik yang kurang terarah
Mekanisme sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara selain menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di masyarakat juga merupakan faktor penghambat lahirnya kepala sekolah profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban  dan tidak tepat dalam mengambil suatu keputusan melahirkan sistem politik yang kurang stabil dan kurang menguntungkan. Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya.Pengembangan sumber daya pembangunan melalui sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh sistem politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari pemerintah.Termasuk perencanaan anggaran belanja yang dialokasikan untuk pendidikan harus sesuai kebutuhan pencapaian program pendidikan.
2.    Rendahnya Tanggung Jawab
Rendahnya Tanggung Jawab sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Rendahnya tanggug jawab  tersebut antara lain terlihat dalam bentuk kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang motivasi dan semangat kerja, serta sering datang terlambat ke sekolah dan pulang lebih cepat dari guru dan tata usaha sekolah. Kondisi-kondisi tersebut sangat menghambat dan merupakan tantangan bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang harus dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan tepat.
3.    Terbatasnya wawasan kepala sekolah
Masih Banyak  kepala sekolah memiliki wawasan yang tidak memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sempitnya wawasan tersebut terutama terkait dengan berbagai masalah dan tantangan yang harus dihadapi oleh para kepala sekolah dalam era globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi begitu cepat.Begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah dalam melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, yang mampu menghasilkan lulusan untuk dapat bersaing di era yang penuh ketidakpastian dan kesemrawutan global (chaos).Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh faktor kepala sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan jurnal; kurang mengikuti perkembangan; jarang melakukan diskusi ilmiah; dan jarang mengikuti seminar yang berhubungan dengan pendidikan dan profesinya.Keberadaan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3KS) dan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) yang belum didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.Demikian pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dimana lembaga ini hanya berperan sebagai tempat berunding dengan tidak mengacu pada tujuan hasil pelaksanaan Kegiatan.
4.    Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan
Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor penghambat tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional.Hasil kajian menunjukkan bahwa pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak melibatkan pihak-pihak masyarakat dan dunia kerja.Disamping itu, keputusan pemerintah mengenai jabatan kepala sekolah selama empat tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya belum dapat dilaksanakan.Hal tersebut secara langsung merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas pendidikan.
5.    Kurangnya sarana dan prasarana
Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop), pusat sumber belajar (PSB) dan perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional.Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk melengkapinya yang masih kurang.Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam pemanfaatannya masih kurang.Beberapa kasus menunjukkan banyak buku-buku paket belum didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh peserta didik/siswa yang berdampak pada kesiapan dalam menghadapi Ujian Nasional.
6.    Lulusan kurang mampu bersaing
Dengan berbagai cara dan model dalam mengubah dan memperbaiki nilai Ujian Nasional  yang berakibat pada rendahnya kemampuan bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak disebabkan oleh kualitas hasil lulusan yang belum sesuai dengan target lulusan, sehingga para lulusan masih sulit untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk diterima sebagai pegawai di suatu lembaga atau dunia usaha dan industri kian hari kian bertambah, yang antara lain harus menguasai bahasa asing, komputer dan kewirausahaan. Lulusan sekolah yang mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setiap tahun bertambah banyak, namun kemampuan bersaing dalam ujian pada umumnya masih rendah sehingga persentase lulusan yang diterima dan bisa melanjutkan pendidikan hanya sedikit, hal ini sangat perlu perubahan mulai penerimaan Siswa Baru, Proses Pembelajaran dan kemurnian hasil Ujian Nasional.

7.    Rendahnya kepercayaan masyarakat
Masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki tingkat kepercayaan yang kurang terhadap produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada jalur sekolah.Pendidikan sekolah secara umum belum mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya program link and match (keterkaitan dan kesepadanan) dan belum berhasilnya program pendidikan berbasis masyarakat serta kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah kejuruan menyebabkan kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan.
8.    Birokrasi
Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani daripada melayani masih melekat di lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain seperti kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu, dalam lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya.Hal ini menyebabkan kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan kinerjanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Disamping kurang mandiri, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya kepekaan terhadap krisis (sense of crisis), rasa memiliki dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga menyebabkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang mendapat pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada sistem manajemen modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu prestasi dan potensi kepala sekolah.

9.    Rendanya produktivitas kerja
Produtivitas kerja yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan disiplin. Salah satu indikator dari masalah ini adalah masih rendahnya prestasi belajar yang dapat dicapai peserta didik, baik prestasi akademis yang tertera dalam buku laporan pendidikan dan nilai ujian akhir maupun prestasi non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat.Lebih dari itu, tidak jarang peserta didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan lingkungan, seperti keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian antar-pelajar.
10.    Belum tumbuhnya budaya mutu
Kualitas merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh konsumen. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses dan perilaku sekolah.
Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK berimplikasi terhadap budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai berikut:
·                     Informasi  kualitas harus digunakan untuk perbaikan;
·                     Kewenangan harus sebatas tanggung jawab;
·                     Hasil harus diikuti hadiah dan hukuman;
·                     Kolaborasi,  sinergi  bukan kompetisi penuh melainka  harus merupakan basis kerja sama, atau diistilahkan coopetition;
·                     Tenaga kependidikan harus merasa aman dalam melakukan pekerjaannya;
·                     Suasana keadilan harus ditanamkan; dan
·                     Imbas jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan.
Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal.

C.    Identifikasi Tantangan dan Langka-Langkah Penyelesaiannya
Upaya untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan ancaman terhadap paradigma baru kepala sekolah profesional dapat dilakukan dengan pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah, revitalisasi MGMP dan MKKS, peningkatan disiplin, pembentukan kelompok diskusi dan peningkatan layanan perpustakaan dengan menambah koleksi.
1.    Pembinaan Kemampuan Profesional Kepala Sekolah
Pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah merupakan perjalanan yang cukup panjang. Berbagai wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampaun profesional kepala sekolah adalah antara lain Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Pusat Kegiatan Kepala Sekolah (PKKS),  Disamping itu, peningkatan kompetensi kepala sekolah dapat dilakukan melalui pendidikan formal, seperti program sarjana atau pascasarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga tidak terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing.
Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi dan luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepala sekolah juga harus melakukan peningkatan profesionalisme sesuai dengan gaya kepemimpinannya, berangkat dari niat, kemauan dan kesediaan, bersifat memprakarsai dan didasari pertimbangan yang matang, lebih berorientasi kepada bawahan, demokratis, lebih terfokus pada hubungan daripada tugas serta mempertimbangkan kematangan bawahan.
Beberapa kegiatan pembinaan kemampuan tenaga tenaga kependidikan (guru) yang bisa dilakukan oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut:
Dalam melaksanakan pembinaan profesional guru, kepala sekolah bisa menyusun program penyetaraan bagi guru-guru yang memiliki klasifikasi D-III agar mengikuti penyetaraan S1/Akta-IV, sehingga para gurunya dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan yang menunjang tugasnya.Untuk meningkatkan profesionalisme guru yang sifatnya khusus, bisa dilakukan oleh kepala sekolah dengan mengikutsertakan guru-guru dalam seminar dan pelatihan yang diadakan oleh Depdiknas maupun di luar Depdiknas.Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam membenahi materi dan metodologi pembelajaran.
Peningkatan professionalisme guru melalui PKG (Pemantapan kerja Guru) dan KKG (Kelompok Kerja Guru) untuk Sekolah Dasar dan MGPM ( Musyawarah Guru Mata Pelajaran) untuk Sekolah menengah Pertama. Melalui wadah ini para guru diarahkan untuk mencari berbagai pengalaman mengenai metodologi pembelajaran dan bahan ajar yang dapat diterapkan dalam kelas.
Untuk melakukan berbagai pembinaan di atas, kepala sekolah sendiri harus mendapat pembinaan yang memadai dalam mengembangkan kemampuan profesionalnya.
Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk sekolah dasar.Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan, yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu pendekatan pengelolaan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan pengelolaan pendidikan berdasarkan sekolah, yang dikenal dengan istilah school based management atau manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam manajemen sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari istilah school based management, yang pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan yang lebih luas kepada sekolah dalam pengelolaan sekolah. Sekolah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri sesuai dengan kondisi sekolah.Kegiatan pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi banyak ditentukan oleh sekolah.Dengan demikian diharapkan sekolah bisa mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan tuntutan lingkungan masyarakat.
Di beberapa negara, manajemen berbasis sekolah (school based management) dikemukakan dengan beberapa istilah, antara lain site based management, delegated management, community based management, school otonomy atau local management of school. Meskipun sebutannya berbeda, tetapi sasarannya sama, yaitu memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola sekolah secara mandiri. Pada prinsipnya, sekolah memperoleh kewenangan (authority), kewajiban (responsibility) dan tanggung jawab (accountability) dalam pengelolaan sekolah.Melalui manajemen berbasis sekolah tersebut diharapkan bisa memberikan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Secara umum, tujuan manajemen berbasis sekolah (school based management) ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui beberapa cara, antara lain melalui keleluasaan mengelola sumber daya atau penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas dilakukan melalui peningkatan partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan peningkatan profesionalisme personil sekolah.Sedangkan peningkatan pemerataan pendidikan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Secara khusus, manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan.Dalam panduan pengelolaan sekolah, manajemen berbasis sekolah ditekankan pada manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada dasarnya merupakan proses manajemen sekolah yang diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan otonomi sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Dengan kata lain, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupaya-kan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan mutu pendidikan. Istilah komponen mengacu pada bidang garapan pendidikan di sekolah, antara lain kurikulum dan pembelajaran, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan prasarana, dan keuangan. Sedangkan istilah dikelola sendiri mengacu pada diatur sendiri (self managing), dirancang sendiri (self design) atau direncanakan sendiri (self planning), diorganisasi sendiri (self organizing), diarahkan sendiri (self direction) atau dikontrol/ dievaluasi sendiri (self control).
Ada beberapa karakteristik manajemen berbasis sekolah. Secara garis besar, karakteristik umum manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi:
·                     Adanya akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh mandiri,
·                     Adanya kemitraan yang erat antara sekolah dengan masyarakat sekitar, 
·                     Adanya sistem disentralisasi, 
·                     Pengelolaan sekolah secara partisipatif, 
·                     Pemberdayaan guru secara optimal, 
·                     Diterapkannya otonomi manajemen sekolah, 
·                     Orientasi pada peningkatan mutu, dan 
·                     Menekankan pada pengambilan keputusan partisipatif (Depdiknas, 2003).
Di sisi lain, Levacic mengemukakan tiga karakteristik kunci manajemen berbasis sekolah, yaitu:
·                     Kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke stakeholder sekolah,
·                     Domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, baik keuangan, kepegawaian, sarana prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum, dan
·                     Walaupun domain peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah, namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah (Bafadal dan Imron, 2004).
Secara lebih khusus, Levacic juga mengidentifikasi bahwa ada tiga tujuan khusus manajemen berbasis sekolah, yaitu mencapai efisiensi, keefektifan dan tanggung jawab pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, proses peningkatan mutu akan berlangsung secara efisien, terutama dalam penggunaan sumber daya manusia. Dengan manajemen berbasis sekolah, keefektifan peningkatan mutu pendidikan dasar juga meningkat, melalui peningkatan kualitas pembelajaran.Dengan manajemen berbasis sekolah, respon sekolah juga bertambah besar terhadap siswa.Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang dan keluwesan untuk peningkatan mutu pendidikan. Dengan kemandirian diharapkan:
·            Sekolah bisa lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, serta mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah, 
·            Sekolah dapat mengembangkan sendiri program-programnya sesuai dengan kebutuhannya, 
·            Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah, serta 
·            Sekolah dapat melakukan persaingan secara sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
·            Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan semua  sumber  daya yang ada,  baik  kepala  sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat, 
·            Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat, 
·            Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis  sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah, 
·            Menyeluruh,   artinya   manajemen   berbasis   sekolah   yang   disusun   hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi  keberhasilan pencapaian tujuan, 
·            Pertanggungjawaban,   artinya   pelaksanaan  manajemen   berbasis  sekolah   dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, 
·            Demokratis,  artinya  keputusan  yang  diambil  dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya  dilaksanakan  atas  dasar  musyawarah  antara  komponen  sekolah  dan masyarakat, 
·            Kemandirian  sekolah,  artinya  sekolah  memiliki  prakarsa,  inisiatif,  dan  inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan, 
·            Berorientasi  pada  mutu, artinya  berbagai  upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu, 
·            Pencapaian  standar  pelayanan minimal, artinya layanan pendidikan minimal harus bisa   dilaksanakan   sesuai   dengan  standar   minimal  secara  total,  bertahap  dan berkelanjutan, dan 
·            Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam   mengelola  sekolah,  kepala  sekolah  dasar  harus  melaksanakan   prinsip-prinsip tersebut dengan baik.
Berdasarkan landasan tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat pergeseran peranan dalam pengelolaan pendidikan, dari asas sentralisasi ke desentralisasi. Adanya kemandirian, keterbukaan, partisipatif, dan pertanggung-jawaban menunjukkan pengelolaan sekolah secara mandiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki sekolah. Adapun bidang yang menjadi wewenang sekolah mencakup proses belajar mengajar, perencanaan, evaluasi program sekolah, pengelolaan kurikulum, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan peralatan dan perlengkapan sekolah, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan pengelolaan iklim sekolah (Depdiknas, 2003).
Konsekuensi dari adanya school based management tersebut, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah menjadi semakin besar. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan memberdayakan semua sumber daya sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak dan penentu arah kebijakan sekolah. Untuk itu, kepemimpinan kepala sekolah dasar harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancar dan produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim secara kooperatif, dan berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


2.    Meningkatkan kesejahteraan guru.
Kesejahteraan guru tidak dapat diabaikan, karena merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan kinerja yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Peningkatan kesejahteraan guru dapat dilakukan antara lain melalui pemberian insentif di luar gaji, imbalan dan penghargaan serta tunjangan yang dapat meningkatkan kinerja.
Program Peningkatan Kesejahteraan Guru adalah berbagai kegiatan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan kehidupan guru. Kegiatan ini diadakan dengan pertimbangan semua pengembangan guru semestinya didasarkan pada kehidupan sehat.
Beberapa program peningkatan kesejahteraan guru antara lain adalah:
·            Pemberian kesempatan pemeriksaan kesehatan
·            Pemberian berbagai alat bantu sehubungan dengan kesehatan dan kebutuhan dasar
·            Pemberian bantuan peningkatan pendidikan formal
·            Pemberian bantuan kursus atau keterampilan
·            Pemberian bantuan  sarana transportasi
·            Pemberian bantuan  sarana komunikasi

III.   PENUTUP
Demikianlah makalah ini dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik berupa sistematika penulisan, isi maupun bahasa yang digunakan.
Oleh karana itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan dalam rangka perbaikan  dan penyempurnaan makalah ini.
 

[1]   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2005.
[2]W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 482

[3]M. Sulthon Masyhud 2014, Manajemen Profesi Kependidikan, Yogyakarta, Kurnia Kalam Semesta hlm. 25
[6]   E. Mulyasa, 2009, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya, hlm. 98
[7]   U. Saefullah, 2012, Manajemen Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, hlm. 2
[8]   E. Mulyasa, 2014,  Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm. 39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar