BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah
sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal, bertujuan membentuk
manusia yang beriman dan bertakwa, berkepribadian
serta berbudi pekerti lehur dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan
perannya sangat penting dalam memberdayakan semua kompetensi sekolah untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu
meningkatkan kinerja para guru atau bawahannya, serta mengelola semua sumber
daya sekolah dengan sebaik-baiknya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja seseorang. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu memberikan
pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan
tugasnya secara efektif sehingga kinerja mereka akan lebih baik. Sebagai pemimipin
yang mempunyai pengaruh, diharapkan dapat membangktkan semangat kerja tenaga
pendidik dan kependidikan bahkan para siswa belajar dengan kesadaran dan
kemauan sendiri untuk meningkatkan prestasinya. Dengan demikian ia dapat
mengadakan perubahan-perubahan dalam cara berfikir, sikap, tingkah laku yang
dipimpinnya.
Dengan
kelebihan yang dimilikinya yaitu kelebihan pengetahuan dan pengalaman, ia
membantu guru-guru berkembang menjadi guru yang profesional.
Dalam
melaksanakan fungsi kepemimpinannyakepala sekolahharus melakukan
pengelolaan
dan pembinaan sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan
kepemimpinan
yang sangat tergantung pada kemampuannya. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah
sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengkoreksi dan
mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi (human
relationship)yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama
antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui
kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara efisien dan efektif.
Kepala
Sekolah Profesional merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Keberhasilan seorang pemimpin
akan terwujud apabila pemimpin tersebut memperlakukan orang lain atau
bawahannya dengan baik, serta memberikan motivasi agar mereka menunjukan
kinerja yangtinggi dalam melaksanakan
tugas.
Dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sebagai seorang pemimpin ia pasti
mendapat tantangan dan hambatan baik dari dalam lingkungan sekolah maupun dari
luar sekolah. Oleh karena itu penetapan dan penempatan seseorang menjadi kepala
sekolah harus melalui pertimbngan dan pengkajian yang mendalam, sebab
kepemimpinannya akan berdmapak pada mutu pendidikan yang akan dicapai oleh
sekolah tersebut.
Berdasarkan
pemikiran tersebut di atas, maka pada makalah ini kami beri judul Tantangan
Kepemimpinan Kepala Sekolah. Pembahasan kamiakan meliputi tugas dan tanggung
jawab kepala sekolah serta tantangan yang dihadapinya dalam melaksanakan
fungsinya tersebut.
B. Rumusan Masalah
Melihat
bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangat strategis dalam proses pendidikan dan
peningkatan kualitas pendidikan, akan tetapi banyak pula tantangan yang
dihadapi oleh seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, maka dalam makalah ini kami rumuskan beberapa masalah sebagai berikut
:
1. Apakah pengertian kepala sekolah
dankompetensi apakah yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah ?
2. Kualifikasi apakah yang harus dimiliki
seorang kepala sekolah ?
3. Apakah fungsi kepala sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan ?
4. Tantangan-tantangan apakah yang dihadapi
kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan ?
5. Langkah-langkah apakah yang harus ditempuh
seorang kepala sekolahdalam menghadapi tantangan penyelenggaraan pendidikan.
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui masalah-masalah tersebut di atas
serta mengidentifikasi langkah-langkah pemecahan masalah yang dihadapi sebagai
berikut :
1. Mengetahui
pengertiankepala sekolah dan
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah.
2. Mengetahui kualifikasi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah.
3. Mengetahui fungsi kepala sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan.
4. Mengetahui tantangan-tantangan yang
dihadapi kepala sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan ?
5. Mengidentifikasi tantangan dan
langkah-langkah yang harus ditempuh seorang kepala sekolah dalam menghadapi
tantangan penyelenggaraan pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A. Kepala Sekolah Dan Kompetensi Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepala Sekolah
Kepala
sekolah adalah suatu jabatan fungsional dalam bidang pendidikan, yang memiliki
kedudukan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan karena maju mundurnya
sekolah sangat bergantung pada kepiawaian seorang kepala sekolah dalam memimpin
lembaga tersebut.
Apakah
kepala sekolah itu ?
Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2005, disebutkan bahwa
kepala sekolah adalah guru yang diberi
tugas tambahan sebagai kepala sekolah.[1]
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa kepala sekolah adalah guru yang memimpin sekolah.[2]
Dari definisi tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa kepala sekolah dapat diartikan sebagai tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan
untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar
atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran serta komponen-komponen lain yang terlibat di
dalamnya.
Kepala Sekolah adalah pimpinan
tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinananya akan sangat berpengaruh bahkan
sangat menentukan kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern
kepemimpinan kepala sekolah merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan
pendidikan.
2. Kompetensi Kepala Sekolah
Pada dasarnya kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah adalah kompetensi sebagai
seorang guru professional, yang kemudian diberi tugas-tugas tambahan sebagai
kepala sekolah.
Dengan demikian kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah sebagai pejabat professional dalam bidang kependidikan adalah meliputi empat
kompetensi yang diwajibkan pada guru berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, yaitu meliputi Kompetensi Pedagogik, Kompetensi
Kepribadian, Kompetensi Professional dan Kompetensi Sosial. Di samping keempat
kompetensi di atas, bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala
sekolah masih diharuskan menguasai tiga kompetensi tambahan seperti yang diatur
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 13 Tahun 2007. Ketiga
kompetensi tersebut adalah meliputi Kompetensi Manajerial, Kompetensi
Kewirausahaandan Kompetensi Supervisi.[3]
Dengan ditambahnya tiga kompetensi sesuai dengan Peraturan Menteri
tersebut, maka seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala
sekolah memiliki tujuh kompetensi yang
harus diimpementasikan dalam melaksanakan tugas sebagai guru sekaligus sebagai
kepala sekolah.
Berikut ini tiga kompetensi tambahan yang dimiliki kepala
sekolah [4]meliputi
:
1. Kompetensi Manajerial
Kompetensi manajerial/kepemimpinan meliputi :
1.1Menyusun
perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
1.2
Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
1.3 Memimpin
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah
secara optimal.
1.4 Mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang
efektif.
1.5.
Menciptakan budaya dan iklim sekolah/ madrasah yang kondusif dan inovatif bagi
pembelajaran peserta didik.
1.6 Mengelola
guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
1.7 Mengelola
sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan secara
optimal.
1.8 Mengelola
hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide,
sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah.
1.9 Mengelola
peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan
pengembangan kapasitas peserta didik.
1.10 Mengelola
pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan
pendidikan nasional.
1.11. Mengelola
keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yangakuntabel,
transparan, dan efisien.
1.12 Mengelola
ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuansekolah/
madrasah.
1.13 Mengelola
unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan
pembelajaran dan
kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
1.14 Mengelola
sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan
pengambilan keputusan.
1.15
Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan
manajemen sekolah/madrasah.
1.16 Melakukan
monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/
madrasah dengan proseduryang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
2. Kompetensi Kewirausahaan
2.1 Menciptakan
inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
2.2 Bekerja
keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi
pembelajar yang efektif.
2.3 Memiliki
motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
2.4 Pantang
menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah.
2.5 Memiliki
naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah
sebagai sumber belajarpeserta didik.
3. Kompetensi Supervisi
3.1
Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru.
3.2
Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan
teknik supervisi yang tepat.
3.3Menindaklanjuti
hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru.
Dengan
ditambahnya tiga kompetensi bagi seorang guru yang diangkat menjadi kepala
sekolah/madrasah, diharapkan kepala sekolah/madrasah akan sukses dalam
menjalankan tugas dan fungsinya baik sebagai pengelola, Pembina, maupun
pengembang semua aktivitas sekolah/madrasah untuk mencapai visi, misi, dan
tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah maupun tujuan pendidikan nasional pada
umumnya.
B. Kualifikasi Kepala
Sekolah
Dalam
Permendiknas No. 13 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kualifikasi Kepala
Sekolah/Madrasah terdiri atas Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus. [5]
1. Kualifikasi
Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
a.Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau
nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b.Pada waktu
diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
c.Memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah
masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak /Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d.Memiliki
pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi
non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang.
2. Kualifikasi
Khusus Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:
a. Kepala Taman
Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA), SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, SD LB, SMP LB dan SMA LB
adalah sebagai berikut:
1)Berstatus
sebagai guru pada salah satu jenis dan jenjang pendidikan tertentu
2)Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu jenis dan jenjang pendidikan
tertentu.
3)Memiliki
sertifikat kepala pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu yang diterbitkan
oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
b. Kepala
Sekolah Indonesia LuarNegeri adalah sebagai berikut:
1) Memiliki
pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
2) Memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan; dan
3) Memiliki
sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan
Pemerintah.
Sesuai dengan
kualifikasi seorang kepala sekolah tersebut di atas, dalam pengangkatan seorang
kepala sekolah harus sesuai dengan prosedur dan kriteria sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku agar orang yang
diangkat sebagai kepala sekolah adalah
kepala sekolah yang berkualitas.
C. Fungsi Kepala Sekolah.
bila kita
melihat beberapa kompetensi yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah, maka
sangatlah ideal bila suatu sekolah yang dipimpinnya akan meraih kesuksesan
untuk mencapai visi dan tujuan yang telah dirumuskan bersama oleh segenap
stakeholder. Walaupun seseorang mempunyai kompetensi yang memadai, akan tetapi
ia harus melaksanakan fungsinya sebagai kepala sekolah dengan sebaik-baiknya,
maka apa yang dicita-citakan bersama itu akan tercapai.
Berikut ini
beberapa hal yang merupakan fungsi kepala sekolah dalam mengemban tugas dan
tanggung jawabnya di sekolah yaitu :
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Menurut E.
Mulyasa, dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah,
memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan
model pembelajaran yang menarik … dan mengadakan program akselerasi
(acceleration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.[6]
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Sebagai
manajer, beberapa hal yang perlu dilakukan oleh kepala sekolah untuk mencapai
tujuan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan G. R. Terry (dalam U.
Saefullah, 2012), manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri atas
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian
yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. [7]
Menurut E.
Mulyasa, hal yang paling penting dalam dalam implementasi manajemen berbasis
sekolah adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri.
Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik
dalam rangka MBS, yaitu kurikulum dan
program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan
prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta
manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan. [8]
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala sekolah
sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai
aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan
pendokumanan seluruh program sekolah.
Sebagai
administrator, kepala sekolah memiliki kemampuan dalam tugas-tugas operasional
yang meliputi kemampuan mengelola kurikulum, kemampuan mengelola administrasi
siswa, kemampuan mengelola administrasi personalia, kemampuan mengelola
administrasi sarana prasarana, kemampuan mengelola administrasi kearsipan, dan
kemampuan mengelola administrasi keuangan.
4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Sebagai
supervisor, kepala sekolah harus mampu melakukan kegiatan kegiatan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Hal tersebut dapat diwujudkan dalam
kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervise pendidikan, serta
memanfaatkan hasilnya.
5. Kepala Sekolah Sebagai Leader.
Kepala sekolah
sebagai leader, harus mampu meberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan
kemampuan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo 1999 : 10 (dalam E. Mulyasa) mengemukakan
bahwa kepala sekolah sebagai leader, harus memiliki krakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan
pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Oleh karena itu
kepala sekolah harus memiliki sifat jujur, percaya diri, tangghung jawab,
berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil dan
sebagai teladan,
6. kepala Sekolah Sebagai Innovator.
Sebagai
innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga
kependidikan di sekolah dan mengembangkan model-model pembelajaran yang
inovatif.
7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator.
Sebagai
motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan
motivasi kepada para tenaga kependidikan
dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan
melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin,
dorongan, penghargaan yang efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar
melalui pengembangam pusat sumber belajar.
D. Tantangan Kepemimpinan Kepala Sekolah
Beberapa tantangan yang dihadapi oleh kepala sekolah dalam kepemimipiannya,
yaitu bebrbagai factor yang datang dari luar maupun dari dalam. Oleh karena itu
factor-faktor tersebut juga merupakan tantangan bagi sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah
yang profesional dalam meningkatkan kualitas pendidikan mencakup Mekanisne
politik yang kurang terarah, rendahnya tanggung jawab, terbatasnya wawasan
kepala sekolah yang, pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan,
kurangnya sarana dan prasarana, lulusan yang kurang mampu berkompetisi, rendahnya
kepercayaan masyarakat, birokrasi serta rendahnya produktivitas kerja.
1.
Mekanisme politik yang kurang terarah
Mekanisme
sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara selain menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di
masyarakat juga merupakan faktor penghambat lahirnya kepala sekolah
profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan tidak tepat dalam mengambil suatu
keputusan melahirkan sistem politik yang kurang stabil dan kurang menguntungkan.
Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk
pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya.Pengembangan sumber daya
pembangunan melalui sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh sistem
politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari pemerintah.Termasuk
perencanaan anggaran belanja yang dialokasikan untuk pendidikan harus sesuai
kebutuhan pencapaian program pendidikan.
2.
Rendahnya Tanggung Jawab
Rendahnya
Tanggung Jawab sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat tumbuhnya
kepala sekolah profesional. Rendahnya tanggug jawab tersebut antara lain terlihat dalam bentuk
kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang motivasi dan semangat kerja,
serta sering datang terlambat ke sekolah dan pulang lebih cepat dari guru dan
tata usaha sekolah. Kondisi-kondisi tersebut sangat menghambat dan merupakan
tantangan bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang harus
dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan tepat.
3.
Terbatasnya wawasan kepala sekolah
Masih
Banyak kepala sekolah memiliki wawasan
yang tidak memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah. Sempitnya wawasan tersebut terutama terkait
dengan berbagai masalah dan tantangan yang harus dihadapi oleh para kepala
sekolah dalam era globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, terutama teknologi informasi begitu cepat.Begitu cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah
dalam melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah,
yang mampu menghasilkan lulusan untuk dapat bersaing di era yang penuh
ketidakpastian dan kesemrawutan global (chaos).Kondisi tersebut antara lain
disebabkan oleh faktor kepala sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan
jurnal; kurang mengikuti perkembangan; jarang melakukan diskusi ilmiah; dan
jarang mengikuti seminar yang berhubungan dengan pendidikan dan
profesinya.Keberadaan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3KS) dan Musyawarah
Kepala Sekolah (MKS) yang belum didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan
profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.Demikian
pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dimana
lembaga ini hanya berperan sebagai tempat berunding dengan tidak mengacu pada
tujuan hasil pelaksanaan Kegiatan.
4.
Pengangkatan kepala sekolah yang belum
transparan
Pengangkatan
kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor penghambat tumbuh
kembangnya kepala sekolah profesional.Hasil kajian menunjukkan bahwa
pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak melibatkan pihak-pihak
masyarakat dan dunia kerja.Disamping itu, keputusan pemerintah mengenai jabatan
kepala sekolah selama empat tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk
satu periode berikutnya belum dapat dilaksanakan.Hal tersebut secara langsung
merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional yang mampu mendorong
visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas pendidikan.
5.
Kurangnya sarana dan prasarana
Kurangnya
sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel
kerja (workshop), pusat sumber belajar (PSB) dan perlengkapan pembelajaran
sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional.Hal ini terutama
berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk melengkapinya yang masih
kurang.Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman
dan buku-buku paket namun dalam pemanfaatannya masih kurang.Beberapa kasus
menunjukkan banyak buku-buku paket belum didayagunakan secara optimal untuk
kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh peserta didik/siswa yang
berdampak pada kesiapan dalam menghadapi Ujian Nasional.
6.
Lulusan kurang mampu bersaing
Dengan berbagai
cara dan model dalam mengubah dan memperbaiki nilai Ujian Nasional yang berakibat pada rendahnya kemampuan
bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak disebabkan oleh kualitas hasil
lulusan yang belum sesuai dengan target lulusan, sehingga para lulusan masih
sulit untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk diterima sebagai pegawai di
suatu lembaga atau dunia usaha dan industri kian hari kian bertambah, yang
antara lain harus menguasai bahasa asing, komputer dan kewirausahaan. Lulusan
sekolah yang mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setiap
tahun bertambah banyak, namun kemampuan bersaing dalam ujian pada umumnya masih
rendah sehingga persentase lulusan yang diterima dan bisa melanjutkan
pendidikan hanya sedikit, hal ini sangat perlu perubahan mulai penerimaan Siswa
Baru, Proses Pembelajaran dan kemurnian hasil Ujian Nasional.
7.
Rendahnya kepercayaan masyarakat
Masyarakat
Indonesia pada umumnya masih memiliki tingkat kepercayaan yang kurang terhadap
produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada jalur
sekolah.Pendidikan sekolah secara umum belum mampu melahirkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya program
link and match (keterkaitan dan kesepadanan) dan belum berhasilnya program
pendidikan berbasis masyarakat serta kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah
kejuruan menyebabkan kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan.
8.
Birokrasi
Birokrasi yang
masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani
daripada melayani masih melekat di lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain
seperti kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak
menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Disamping itu, dalam lingkungan sekolah perilaku
kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah
sekolahnya.Hal ini menyebabkan kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap
kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan kinerjanya dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah. Disamping kurang mandiri, hambatan lain yang
memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya kepekaan terhadap krisis
(sense of crisis), rasa memiliki dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan,
sehingga menyebabkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan
partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan
oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang mendapat
pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada sistem manajemen modern, kalaupun
ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu prestasi dan potensi kepala
sekolah.
9.
Rendanya produktivitas kerja
Produtivitas
kerja yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan
disiplin. Salah satu indikator dari masalah ini adalah masih rendahnya prestasi
belajar yang dapat dicapai peserta didik, baik prestasi akademis yang tertera
dalam buku laporan pendidikan dan nilai ujian akhir maupun prestasi
non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan memecahkan berbagai
persoalan yang ada di masyarakat.Lebih dari itu, tidak jarang peserta didik
yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan lingkungan, seperti
keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian
antar-pelajar.
10.
Belum tumbuhnya budaya mutu
Kualitas
merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang
tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh
konsumen. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses
dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus
tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan
merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output
pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan
dari proses dan perilaku sekolah.
Paradigma baru
kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK berimplikasi terhadap
budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai berikut:
·
Informasi
kualitas harus digunakan untuk perbaikan;
·
Kewenangan
harus sebatas tanggung jawab;
·
Hasil harus
diikuti hadiah dan hukuman;
·
Kolaborasi, sinergi
bukan kompetisi penuh melainka
harus merupakan basis kerja sama, atau diistilahkan coopetition;
·
Tenaga
kependidikan harus merasa aman dalam melakukan pekerjaannya;
·
Suasana
keadilan harus ditanamkan; dan
·
Imbas jasa
harus sepadan dengan nilai pekerjaan.
Belum tumbuhnya
budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output pendidikan merupakan
faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah
harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik
internal maupun eksternal.
C. Identifikasi Tantangan dan Langka-Langkah
Penyelesaiannya
Upaya untuk
memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan ancaman
terhadap paradigma baru kepala sekolah profesional dapat dilakukan dengan
pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah, revitalisasi MGMP dan MKKS,
peningkatan disiplin, pembentukan kelompok diskusi dan peningkatan layanan
perpustakaan dengan menambah koleksi.
1. Pembinaan
Kemampuan Profesional Kepala Sekolah
Pembinaan
kemampuan profesional kepala sekolah merupakan perjalanan yang cukup panjang.
Berbagai wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampaun profesional
kepala sekolah adalah antara lain Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Kelompok
Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Pusat Kegiatan Kepala Sekolah (PKKS), Disamping itu, peningkatan kompetensi kepala
sekolah dapat dilakukan melalui pendidikan formal, seperti program sarjana atau
pascasarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang keahliannya,
sehingga tidak terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing.
Kepala sekolah
sebagai pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan
sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi dan
luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepala sekolah juga harus melakukan
peningkatan profesionalisme sesuai dengan gaya kepemimpinannya, berangkat dari
niat, kemauan dan kesediaan, bersifat memprakarsai dan didasari pertimbangan
yang matang, lebih berorientasi kepada bawahan, demokratis, lebih terfokus pada
hubungan daripada tugas serta mempertimbangkan kematangan bawahan.
Beberapa
kegiatan pembinaan kemampuan tenaga tenaga kependidikan (guru) yang bisa
dilakukan oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut:
Dalam
melaksanakan pembinaan profesional guru, kepala sekolah bisa menyusun program
penyetaraan bagi guru-guru yang memiliki klasifikasi D-III agar mengikuti
penyetaraan S1/Akta-IV, sehingga para gurunya dapat menambah wawasan keilmuan
dan pengetahuan yang menunjang tugasnya.Untuk meningkatkan profesionalisme guru
yang sifatnya khusus, bisa dilakukan oleh kepala sekolah dengan mengikutsertakan guru-guru dalam seminar dan
pelatihan yang diadakan oleh Depdiknas maupun di luar Depdiknas.Hal
tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam membenahi materi dan
metodologi pembelajaran.
Peningkatan professionalisme guru melalui PKG (Pemantapan kerja Guru) dan
KKG (Kelompok Kerja Guru) untuk Sekolah Dasar dan MGPM ( Musyawarah Guru Mata
Pelajaran) untuk Sekolah menengah Pertama.
Melalui wadah ini para guru diarahkan untuk mencari berbagai pengalaman
mengenai metodologi pembelajaran dan bahan ajar yang dapat diterapkan dalam
kelas.
Untuk melakukan
berbagai pembinaan di atas, kepala
sekolah sendiri harus mendapat pembinaan yang memadai dalam mengembangkan
kemampuan profesionalnya.
Dewasa ini
terjadi perubahan dalam sistem
pengelolaan sekolah, termasuk sekolah dasar.Sejak diberlakukannya
otonomi daerah, terjadi desentralisasi
pendidikan, yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah
pusat ke daerah, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu
pendekatan pengelolaan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan pengelolaan
pendidikan berdasarkan sekolah, yang dikenal dengan istilah school based
management atau manajemen berbasis sekolah.
Manajemen
berbasis sekolah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam manajemen
sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari istilah school
based management, yang pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan yang lebih
luas kepada sekolah dalam pengelolaan sekolah. Sekolah diberikan kewenangan
yang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri sesuai dengan kondisi
sekolah.Kegiatan pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan evaluasi banyak ditentukan oleh sekolah.Dengan demikian
diharapkan sekolah bisa mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang
dimiliki sekolah dan tuntutan lingkungan masyarakat.
Di beberapa
negara, manajemen berbasis sekolah
(school based management) dikemukakan dengan beberapa istilah, antara
lain site based management, delegated management, community based management,
school otonomy atau local management of school. Meskipun sebutannya berbeda,
tetapi sasarannya sama, yaitu memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk
mengelola sekolah secara mandiri. Pada prinsipnya, sekolah memperoleh
kewenangan (authority), kewajiban (responsibility) dan tanggung jawab
(accountability) dalam pengelolaan sekolah.Melalui manajemen berbasis sekolah
tersebut diharapkan bisa memberikan layanan pendidikan yang menyeluruh dan
tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Secara umum,
tujuan manajemen berbasis sekolah (school based management) ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi diperoleh melalui beberapa cara, antara lain melalui keleluasaan
mengelola sumber daya atau penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas
dilakukan melalui peningkatan partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan peningkatan profesionalisme personil
sekolah.Sedangkan peningkatan pemerataan pendidikan diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Secara khusus,
manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan.Dalam
panduan pengelolaan sekolah, manajemen berbasis sekolah ditekankan pada
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement).
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada dasarnya merupakan proses
manajemen sekolah yang diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan melalui
pelaksanaan otonomi sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
evaluasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah dengan melibatkan semua
stakeholder sekolah. Dengan kata lain, manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah adalah keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupaya-kan sendiri oleh kepala
sekolah bersama semua pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan mutu
pendidikan. Istilah komponen mengacu pada bidang garapan pendidikan di sekolah,
antara lain kurikulum dan pembelajaran, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan
prasarana, dan keuangan. Sedangkan istilah dikelola sendiri mengacu pada diatur
sendiri (self managing), dirancang sendiri (self design) atau direncanakan
sendiri (self planning), diorganisasi sendiri (self organizing), diarahkan
sendiri (self direction) atau dikontrol/ dievaluasi sendiri (self control).
Ada beberapa
karakteristik manajemen berbasis sekolah. Secara garis besar, karakteristik
umum manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi:
·
Adanya akses
terbuka bagi sekolah untuk tumbuh mandiri,
·
Adanya
kemitraan yang erat antara sekolah dengan masyarakat sekitar,
·
Adanya sistem
disentralisasi,
·
Pengelolaan
sekolah secara partisipatif,
·
Pemberdayaan
guru secara optimal,
·
Diterapkannya
otonomi manajemen sekolah,
·
Orientasi pada
peningkatan mutu, dan
·
Menekankan pada
pengambilan keputusan partisipatif (Depdiknas, 2003).
Di sisi lain, Levacic mengemukakan tiga karakteristik
kunci manajemen berbasis sekolah, yaitu:
·
Kekuasaan dan
tanggung jawab dalam pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan
didesentralisasikan ke stakeholder sekolah,
·
Domain
manajemen peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan mencakup
keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, baik keuangan, kepegawaian,
sarana prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum, dan
·
Walaupun domain
peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah, namun diperlukan
adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap
keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah (Bafadal dan
Imron, 2004).
Secara lebih
khusus, Levacic juga mengidentifikasi bahwa ada tiga tujuan khusus manajemen
berbasis sekolah, yaitu mencapai efisiensi, keefektifan dan tanggung jawab
pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, proses peningkatan mutu akan
berlangsung secara efisien, terutama dalam penggunaan sumber daya manusia.
Dengan manajemen berbasis sekolah, keefektifan peningkatan mutu pendidikan
dasar juga meningkat, melalui peningkatan kualitas pembelajaran.Dengan
manajemen berbasis sekolah, respon sekolah juga bertambah besar terhadap siswa.Secara
singkat, dapat dikemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang dan
keluwesan untuk peningkatan mutu
pendidikan. Dengan kemandirian diharapkan:
·
Sekolah bisa
lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, serta
mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah,
·
Sekolah dapat
mengembangkan sendiri program-programnya sesuai dengan kebutuhannya,
·
Sekolah dapat
bertanggungjawab tentang mutu pendidikan kepada orang tua, masyarakat maupun
pemerintah, serta
·
Sekolah dapat
melakukan persaingan secara sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam melaksanakan manajemen
berbasis sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
·
Keterbukaan,
artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan semua sumber
daya yang ada, baik kepala
sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat,
·
Kebersamaan,
artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan
masyarakat,
·
Berkelanjutan,
artinya manajemen berbasis sekolah
dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan
sekolah,
·
Menyeluruh, artinya
manajemen berbasis sekolah
yang disusun hendaknya mencakup semua komponen yang
mempengaruhi keberhasilan pencapaian
tujuan,
·
Pertanggungjawaban, artinya
pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah dapat
dipertanggungjawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan,
·
Demokratis, artinya
keputusan yang diambil
dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan
atas dasar musyawarah
antara komponen sekolah
dan masyarakat,
·
Kemandirian sekolah,
artinya sekolah memiliki prakarsa,
inisiatif, dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan,
·
Berorientasi pada
mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada
peningkatan mutu,
·
Pencapaian standar
pelayanan minimal, artinya layanan pendidikan minimal harus bisa dilaksanakan sesuai
dengan standar minimal
secara total, bertahap
dan berkelanjutan, dan
·
Pendidikan
untuk semua, artinya semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam mengelola
sekolah, kepala sekolah
dasar harus melaksanakan
prinsip-prinsip tersebut dengan baik.
Berdasarkan
landasan tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat
pergeseran peranan dalam pengelolaan pendidikan, dari asas sentralisasi ke
desentralisasi. Adanya kemandirian, keterbukaan, partisipatif, dan
pertanggung-jawaban menunjukkan pengelolaan sekolah secara mandiri berdasarkan
kemampuan yang dimiliki sekolah. Adapun bidang yang menjadi wewenang sekolah
mencakup proses belajar mengajar, perencanaan, evaluasi program sekolah,
pengelolaan kurikulum, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan peralatan dan
perlengkapan sekolah, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah
dengan masyarakat, dan pengelolaan iklim sekolah (Depdiknas, 2003).
Konsekuensi
dari adanya school based management tersebut, tugas dan tanggung jawab kepala
sekolah menjadi semakin besar. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan
memberdayakan semua sumber daya sekolah. Kepala sekolah merupakan motor
penggerak dan penentu arah kebijakan sekolah. Untuk itu, kepemimpinan kepala
sekolah dasar harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran yang baik, lancar dan produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan
waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar
bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim
secara kooperatif, dan berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2.
Meningkatkan kesejahteraan guru.
Kesejahteraan
guru tidak dapat diabaikan, karena merupakan salah satu faktor penentu dalam
peningkatan kinerja yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas
pendidikan. Peningkatan kesejahteraan guru dapat dilakukan antara lain melalui
pemberian insentif di luar gaji, imbalan dan penghargaan serta tunjangan yang
dapat meningkatkan kinerja.
Program
Peningkatan Kesejahteraan Guru adalah berbagai kegiatan peningkatan kualitas
pendidikan, kesehatan dan kehidupan guru. Kegiatan ini diadakan dengan
pertimbangan semua pengembangan guru semestinya didasarkan pada kehidupan
sehat.
Beberapa program peningkatan kesejahteraan guru antara lain adalah:
Beberapa program peningkatan kesejahteraan guru antara lain adalah:
·
Pemberian
kesempatan pemeriksaan kesehatan
·
Pemberian
berbagai alat bantu sehubungan dengan kesehatan dan kebutuhan dasar
·
Pemberian
bantuan peningkatan pendidikan formal
·
Pemberian
bantuan kursus atau keterampilan
·
Pemberian
bantuan sarana transportasi
·
Pemberian
bantuan sarana komunikasi
III. PENUTUP
Demikianlah makalah ini dapat kami sampaikan, kami
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik berupa
sistematika penulisan, isi maupun bahasa yang digunakan.
Oleh karana itu kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan dalam rangka perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini.
[1] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13
Tahun 2005.
[2]W.J.S.
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 482
[3]M.
Sulthon Masyhud 2014, Manajemen Profesi Kependidikan, Yogyakarta, Kurnia Kalam
Semesta hlm. 25
[4]http://kepri.kemenag.go.id/file/file/PeraturanLainnya/thug1419838558.pdf,
diakses 22.00, tanggal 17 April 2016
[5]http://kepri.kemenag.go.id/file/file/PeraturanLainnya/thug1419838558.pdf,
diakses 22.00, tanggal 17 April 2016
[6] E. Mulyasa, 2009, Menjadi Kepala Sekolah
Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya, hlm. 98
[7] U. Saefullah, 2012, Manajemen Pendidikan
Islam, Bandung, Pustaka Setia, hlm. 2
[8] E. Mulyasa, 2014, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi
dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm. 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar