BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk
lebih dapat menyesuaikan dengan arus perkembangan tersebut. Personil sekolah
yang memadai kemampuannya menjadi perhatian utama bagi setiap lembaga
pendidikan. Diantara personil yang ada, guru merupakan jajaran terdepan dalam
menentukan kualitas pendidikan. Guru setiap hari bertatap muka dengan siswa
dalam proses pembelajaran. Karena itu guru yang berkualitas sangat dibutuhkan
oleh setiap sekolah.
Fungsi utama supervisi
adalah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran serta pembinaan
pembelajaran sehingga terus dilakukan perbaikan pembelajaran. Supervisi
bertujuan mengembangkan situasi kegiatan pembelajaran yang lebih baik ditujukan
pada pencapaian tujuan pendidikan sekolah, membimbing pengalaman mengajar guru,
menggunakan alat pembelajaran yang modern, dan membantu guru dalam menilai
kemajuan peserta didik.[1]
Pandangan kontingensi
supervisi didasarkan pada pemikiran bahwa setiap guru berbeda. Para ahli
mengemukakan beberapa dimensi sebagai tingkatan dalam mengklasifikasi guru,
sehingga supervisor dapat memilih pendekatan dan gaya dalam melaksanakan
supervisi. Dua aspek yanperlu dikaji adalah derajat komitmen dan derajat
abstraksi guru. Beberapa hal yang perlu diperhatikan supervisor adalah konsep
bagaimana dan gaya pembelajaran guru, variasi strategi mengajarnya, gaya dalam
pemecahan masalah, dan variasi perkembangan diri guru. Supervisor juga perlu
memberikan motivasi kepada guru. Veniard dan Williams (2006:109) mengemukakan motivation
is the art of helping people to focus their minds and energies on doing their
work as effectively as possible. Motivasi adalah seni membantu
orang supaya fokus kepada pikiran mereka dan energi yang mendorong mereka
bekerja secara efektif.
Berdasarkan penjelasan
diatas, maka pemakalah mencoba membahas tentang “ Supervisi dalam Persepektif
Pandangan Kontingensi”.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan
masalahnya :
1.
Apakah
pengertian supervisi ?
2.
Apa
maksud pandangan kontingensi ?
3.
Bagaimana
supervisi dalam pandangan kontingensi ?
3.
Tujuan
Pembahasan
1.
Menjelaskan
pengertian supervisi
2.
Menjelaskan
maksud pandangan kontingensi
3.
Mengetahui
supervisi dalam pandangan kontingensi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Supervisi
dalam Pandangan Kontingency
1.
Pengertian
Supervisi
Pengertian supervisi
berdasarkan pembentukan kata menunjukkan kepada sebuah aktivitas akademik yaitu
suatu kegiatan pengawasan yang dijalankan oleh orang yang memiliki pengetahuan
lebih tinggi dan lebih dalam memahami objek pekerjaaannya dengan hati yang
jernih.
Supervisi merupakan
kegiatan akademik yang harus dijalankan oleh mereka yang mempunyai pemahaman
mendalam tentang kegiatan yang disupervisinya. Kegiatan supervisi harus
dijalankan oleh orang yang dapat melihat berdasarkan kenyataan yang ada dan
kemudian dibawa kepada kegiatan yang seharusnya, yaitu kegiatan semestinya yang
harus dicapai.
Supervisi adalah kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh seorang pejabat terhadap bawahannya untuk
melakukan tugas-tugas dan kewajibannya dengan baik. Pengertiannya lebih
menekankan kepada pengawasan murni dalam arti kontrol kegiatan dari seorang
atasan terhadap bawahannya, agar melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya.[2]
Supervisi dalam pengertian
yang luas adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah maupun pengawas yang
tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personil sekolah lainnya di dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi
pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan
pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran,
pemeliharaan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik.[3]
Misi dan fungsi utama supervisi pendidikan adalah :
a. Memberi pelayanan kepada guru untuk mengembangkan mutu pembelajaran.
b. Memfasilitasi guru agar dapat mengajar dengan efektif.
c. Melakukan kerja sama dengan guru atau anggota staf lainnya untuk
meningkatkan mutu pembelajaran.
d.
Mengembangkan kurikulum serta meningkatkan pertumbuhan profesionalisasi semua anggotanya.
Supervisi merupakan
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di Sekolah, bukan
sekedar pengawasan terhadap fisik material. Supervisi merupakan pengawasan
terhadap kegiatan akademik yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan
terhadap guru dalam mengajar, pengawasan terhadap murid yang belajar dan
pengawasan terhadap situasi yang menyebabkannya. Aktivitasnya dilakukan dengan
mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pembelajaran untuk diperbaiki, apa yang
menjadi penyebabnya dan mengapa guru tidak berhasil melaksanakan tugasnya
dengan baik. Berdasarkan hal tersebut kemudian diadakan tindak lanjut yang
berupa perbaikan dalam bentuk pembinaan.
Pembinaan merupakan sebuah
pelayanan terhadap guru, juga merupakan usaha preventif untuk mencegah supaya
guru tidak terulang kembali melakukan kesalahan serupa yang tidak perlu,
menggugah kesadarannya supaya mempertinggi kecakapan dan keterampilan
mengajarnya.
Kegiatan supervisi
digunakan untuk memajukan pembelajaran melalui pertumbuhan kemampuan guru-gurunya. Supervisi mendorong guru menjadi lebih berdaya, dan situasi mengajar
belajar menjadi lebih baik, pengajaran menjadi efektif, guru menjadi lebih puas
dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian sistem pendidikan dapat
berfungsi sebagaimana mestinya dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Ini
berarti bahwa kedudukan supervisi merupakan komponen yang sangat strategis
dalam administrasi pendidikan.
2.
Pengertian
Pandangan Kontingency
Pendekatan
kontingensi merupakan sebuah cara berfikir yang komparatif (berdasarkan perbandingan)
baru diantara teori-teori manajemen yang telah dikenal. Pendekatan kontingensi
atau pendekatan situasional adalah suatu aliran teori manajemen yang menekankan
pada situasi atau kondisi tertentu yang dihadapi. Atau mengidentifikasikan
tehnik mana pada situasi tertentu dan pada waktu tertentu akan membantu pencapaian
tujuan manajemen.[4]
Teori
kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya
kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya.[5]
Pandangan kontingensi supervisi didasarkan pada
pemikiran bahwa setiap guru berbeda. Jadi pengertian Supervisi dalam pandangan
kontingency adalah seorang supervisor ( pengawas) harus mengetahui benar bahwa
setiap guru itu berbeda, sehingga seorang supervisor dapat memilih pendekatan
dan gaya dalam melaksanakan supervisi.
.
Para ahli mengemukakan beberapa dimensi sebagai tingkatan dalam mengklasifikasi
guru, sehingga supervisor dapat memilih pendekatan dan gaya dalam melaksanakan
supervisi. Glickman (1981) menekankan pada dua aspek yaitu derajat komitmen dan
derajat abstraksi guru. Kolb, dkk dalam Sergiovanni (1991) mengemukakan
beberapa hal yang perlu diperhatikan supervisor adalah konsep bagaimana dan
gaya pembelajaran guru, variasi strategi mengajarnya, gaya dalam pemecahan
masalah, dan variasi perkembangan diri guru. Supervisor juga perlu memberikan
motivasi kepada guru. Motivasi adalah seni membantu orang supaya
fokus kepada pikiran mereka dan energi yang mendorong mereka bekerja secara
efektif. Supervisor perlu memperhatikan teori motivasi, seperti teori motivasi
yang dikemukakan McClellend. Teori
kebutuhan McClellend (dalam Robbins, 2003:222-223) terfokus pada tiga kebutuhan
yaitu prestasi, kekuasaan, dan kelompok pertemanan. Kebutuhan berprestasi
memandang guru memiliki dorongan untuk unggul, berprestasi berdasarkan standar,
dan berupaya keras supaya sukses mencapainya. Kebutuhan kekuasaan memandang
guru memiliki dorongan untuk membuat membuat orang lain berperilaku dalam suatu
cara yang sedemikian rupa (tanpa paksaan) sehingga mereka tidak akan
berperilaku sebaliknya. Kebutuhan akan kelompok pertemanan memandang guru
memiliki hasrat untuk menjalin hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab
(kolegial).
Pemberian motivasi supervisor kepada guru
diharapkan dapat menjadi potensi besar untuk peningkatan komitmen guru dalam bekerja.
Pemberian motivasi dan pembinaan guru dilakukan sesuai dengan kondisi dan
perkembangan kemampuan guru yang disupervisi. Pemahaman dimensi/karakteristik
guru oleh supervisor dijadikan dasar dalam pelaksanaan supervisi, sehingga
hasil dari supervisi sesuai dengan tujuan yaitu peningkatan kualitas
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam kelas.
B.
Tingkat Kompleksitas Kognitif Guru
Klasifikasi
kompleksitas guru berdasarkan pada tingkatan pertumbuhan kognitif guru yang
ditunjukkan dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan kompleksitas kognitif,
Harvey dalam Sergiovanni (1991) mengklasifikasikan guru menjadi dua kategori
yaitu tingkat kompleksitas kognitif rendah dan kompleksitas kognitif tinggi.
Guru yang termasuk dalam kompleksitas kognitif rendah memiliki ciri-ciri yaitu
pola pikir guru bersifat konkret, praktis, dan sederhana. Guru yang termasuk
dalam kompleksitas kognitif tinggi memiliki ciri-ciri yaitu berpikir kompleks,
cenderung dapat menerapkan variasi strategi mengajar, memahami keterkaitan, perbedaan,
dan persoalan suatu konsep, dan dapat merefleksikan konsep tersebut dalam
pembelajaran.
Supervisor
dituntut memiliki strategi dalam upaya peningkatan kompleksitas kognitif guru
dengan tujuan agar guru dapat menstimulasi lingkungan pembelajaran. Upaya ini
dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengemukakan tentang
pembelajarannya, mengevaluasi pembelajaran, merefleksikan pembelajaran, dan
melakukan eksperimen dalam lingkungan pembelajaran. Sehingga guru dalam hal ini
lebih banyak bicara, supervisor lebih banyak mendengar, memberi pengarahan, dan
saran.
Guru diharapkan
memiliki tanggung jawab dari hasil pembelajarannya. Supervisor yang
memperhatikan perbedaan sistem supervisi dengan mengombinasikan pilihan
berbagai pendekatan dalam supervisi dapat memberikan nilai lebih. Harvey dalam
Sergiovanni (1991) mengemukakan dengan pemberian stimulus kepada guru dalam hal
intelektual, tantangan, dan dukungan maka diharapkan tingkat kompleksitas
kognitif guru akan meningkat, sehingga kualitas pembelajaran pun juga ikut
meningkat.
C.
Gaya Supervisor dan Kompleksitas Kognitif
Supervisor dapat memilih alternatif dalam memberikan bantuan dan
pembinaan kepada guru. Supervisor dapat memilih berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Glickman (1981) yang membagi menjadi tiga pendekatan yaitu
direktif, kolaboratif, dan nondirektif. Pendekatan direktif, kolaboratif, dan
nondirektif dilaksanakan berdasar kondisi dan perkembangan kemampuan guru yang
di supervisi, dengan menekankan pada dua aspek yaitu derajat komitmen dan
derajat abstraksi guru.
Pendekatan direktif dilaksanakan pada guru yang memiliki derajat
abstraksi dan komitmen yang rendah (guru yang drop out). Supervisor banyak
mengarahkan guru. Kegiatannya menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, menetapkan
patokan tingkah laku, dan menilai serta menggunakan insentif sosial dan
material.
Pendekatan kolaboratif dilaksanakan pada guru yang memiliki
derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (guru kerjanya tak
berfokus) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi namun
komitmennya rendah (guru yang pengamat analitik).Supervisor berkolaborasi
dengan guru. Kegiatan supervisor adalah mempresentasikan persepsinya mengenai
sesuatu yang menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya
terhadap sasaran supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan
masalah, bernegosiasi dengan guru.
Pendekatan non direktif dilaksanakan pada guru yang memiliki
derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi (guru profesional). Kegiatan
supervisor adalah mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru,
membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya, dan mengklarifikasi pengalaman guru.
D.
Gaya Pembelajaran Guru
Karakteristik situasional yang perlu dipertimbangkan dalam pandangan
kontingensi adalah gaya pembelajaran dan motivasi guru dalam bekerja. Guru
memiliki ciri khas tersendiri dalam mengajar dan menyelesaikan masalah
pembelajaran. Supervisor dituntut memiliki catatan perbedaan sebagai bahan
refleksi dan mengakomodasi peran dan tugas guru.Kolb dkk dalam Sergiovanni
(1991) mengemukakan model, konsep pembelajaran, dan pemecahan masalah merupakan
sebagai suatu proses. Model pembelajaran cenderung meningkatkan pengertian
bagaimana peserta didik membangkitkan pengetahuan dari konsep pengalaman,
aturan, dan prinsip yang menuntun tindakan mereka dalam situasi dan bagaimana
mereka memodifikasi konsep tersebut untuk meningkatkan efektivitas dalam
pembelajaran.
Kolb dkk dalam Sergiovanni (1991)
mengemukakan empat tahap yang ditampilkan dalam pembelajaran yaitu 1)
pengalaman konkret, 2) kemampuan dalam mengolah pengalaman dalam bentuk
mengobservasi dan refleksi, 3) perumusan konsep dan generalisasi, dan 4)
bereksperimen dengan apa yang dipelajari dalam latar yang baru. Lebih lanjut
Kolb dkk mengidentifikasi empat perbedaan cara pembelajaran guru yang saling
berhubungan dalam tahap satu putaran sistem, yaitu 1) concrete experience (pengalaman
konkret), 2) reflective observation (refleksi dan observasi), 3)abstract conceptualization (pemahaman abstrak), dan 4) active experimentation (percobaan aktif).
Pembelajaran tahap concrete experience (CE) siswa harus dilibatkan secara
penuh, terbuka, dan tanpa bias dari pengalaman baru. Tahap reflective observation (RO) siswa harus mampu merefleksikan
dan mengobservasi pengalaman dari banyak perspektif.Tahap abstract conceptualization (AC) siswa harus mampu mendeskripsikan
konsep secara integratif ( teoritik dan empirik ). Tahap active
experitation (AE) siswa harus mampu menggunakan teori untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan masalah.
Secara integratif Guru melaksanakan
pembelajaran cenderung menerapkan keempat tahap tersebut, yang membedakan
adalah tingkat pemahaman dalam tiap tahap. Secara praktis tujuannya adalah
lebih menggunakan pemikiran guru sebagai orientasi melaksanakan pembelajaran
khusus yang terencana secara tertulis. Pembelajaran merupakan suatu perbuatan
yang kompleks (a highly complexion process)
karena dituntut adanya kemampuan personal, profesional, dan sosial kultural secara
terpadu dalam proses pembelajaran harus tercipta.
E.
Gaya Pembelajaran Guru dan Pilihan Pendekatan Supervisor
Gaya pembelajaran guru dapat digunakan pertimbangan dalam
menentukan pendekatan sehingga pemberian supervisi sesuai dengan kebutuhan
guru. Pemilihan pendekatan juga dipengaruhi oleh pemahaman supervisor tentang
pemahaman teori, interpretasi, dan pengalaman yang dimiliki. Seorang supervisor
perlu melakukan kajian tentang segala hal yang dialami guru atau karakteristik
guru itu sendiri. Acheson dan Meredith (1987) mengemukakan bahwa dalam
supervisi ada tiga prinsip yang harus diketahui supervisor, yaitu interaktif,
demokratis, dan terpusat pada guru.
Supervisi kolegial digunakan pada guru yang berorientasi pada
pencapaian pengalaman konkret. Guru diberi kesempatan untuk berinteraksi dan
berdiskusi dengan guru lain membahas tentang tugasnya. Berbagai pengalaman
konkret yang dialami guru dicatat, dilakukan interpretasi, dan pengalaman yang
menarik dan unik dapat dipraktikkan oleh guru lain di kelasnya. Tipe guru
seperti ini tidak suka dengan pengembangan profesional secara
individual.Pendekatan kolegial memungkinkan guru mendapatkan pengalaman
konkret, memiliki pengalaman abstrak, dan observasi refleksi.
Guru pada saat berdiskusi dengan guru lainnya diharapkan dapat
menemukan ide baru yang akan diterapkan dalam pembelajaran. Guru dapat
mengadopsi metode mengajar guru lain untuk diterapkan di kelasnya. Kemungkinan
pada awal menerapkan metode baru guru mengalami kesulitan.Dengan demikian guru
memiliki tantangan untuk melakukan perubahan dan berinovasi dalam
pembelajarannya untuk menciptakan situasi belajar yang lebih baik, terus
melakukan modifikasi sesuai dengan materi dan media yang digunakan dalam
pembelajaran. Guru akan terlatih dalam melaksanakan inovasi secara
berkelanjutan dan diharapkan akan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Guru yang memiliki observasi refleksi tinggi, suka merespons, dan
senang bekerja dengan guru lain (kolegial). Guru dalam kasus tertentu akan
bertindak pasif, lebih suka sebagai observer (pengamat), dan secara aktif
mengambil sesuatu dari pengamatan yang dilakukan. Maka pendekatan yang
dilakukan adalah secara individual. Guru yang berkarakter refleksi cendrung
tidak banyak mengalami mengalami kemajuan. Sehingga supervisor memberikan
bantuan dalam pengembangan dengan membuat kontrak yang terencana agar guru
fokus dalam pembelajaran.Target dan tujuan dirumuskan secara spesifik agar
dapat mengatasi permasalahan guru dalam kelas. Guru dituntut berorientasi pada
aksi (pelaksanaan) pembelajaran dan kegiatan supervisor mendorong agar target
dan tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
Guru yang termasuk dalam karakter orientasi-aksi cenderung
mengkaji kegiatan pembelajaran sebagai suatu yang bersifat fakta (nyata),
kegiatan pembelajaran tidak berpijak pada teori. Mereka terfokus pada fakta
pada proses pembelajaran. Sehingga supervisor kegiatannya membantu guru secara
praktis dalam memandang kegiatan pembelajaran, kebermaknaan pembelajaran, dan
meningkatkan kinerja guru.
Guru yang berorientasi konseptual-abstrak lebih terfokus dalam
pembelajaran dan gagasan teori dalam mengatasi permasalahan.Mereka mengkaji ide
secara teori, melakukan penelitian mengenai pembelajaran, dan berdiskusi dalam
permasalahan pembelajaran.Guru yang berorientasi konseptual-abstrak dalam
membuat keputusan berdasarkan pada data. Guru merencanakan dan menyiapkan
instrumen secara sistematis dalam pembelajaran. Kegiatan supervisor adalah
memberikan motivasi agar guru perencanaan yang telah dirumuskan dapat dilaksanakan
dengan baik dan hasilnya (fakta) dijadikan pedoman dalam menyusun perencanaan
pembelajaran selanjutnya.
Guru yang berkarakter konseptual-abstrak cenderung memudahkan
supervisor karena dalam menyelesaikan masalah berdiskusi dengan guru lain.
Namun terkadang mereka mempengaruhi kelompok lain dengan mengemukakan
teori/konsep dalam menyelesaikan masalah. Guru yang konseptual-abstrak lebih
suka menggunakan teori dalam mengimplementasikan proses pembelajaran. Walaupun
demikian guru perlu juga memperhatikan fakta (nyata) dalam
pembelajaran.Sehingga supervisor dituntut dapat menyeimbangkan perbedaan guru
yang berorientasi konseptual-abstrak dengan orientasi-aksi.
Pendekatan kolegial kurang sesuai jika digunakan pada guru yang
tidak suka berinteraksi dengan guru lain dan lebih suka bekerja sendiri.
Pilihan pendekatan pada tipe guru seperti ini yang sesuai adalah pendekatan
direktif.Supervisor mendorong guru melakukan eksperimen secara aktif.Guru yang
termasuk dalam tipe ini suka bertindak sendiri dalam bekerja.Mereka berani
mengambil risiko dalam melaksanakan hal baru (inovasi) dalam
pembelajaran.Supervisi individual memberi kesempatan kepada guru untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan kemampuan guru. Mereka hanya memerlukan bantuan
dalam hal bereksperimen dan merefleksikan proses pembelajaran.
Pendekatan kolegial pada bagi guru yang individual akan menjadi
penghalang dalam pengembangan profesionalnya. Mereka berpandangan dengan
berdiskusi dapat membuat proses pengembangan profesionalnya terhambat karena
harus menunggu guru lain jika ada guru yang belum atau tidak dapat mengimbangi
tingkat pemahamannya terhadap sesuai hal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
-
Supervisi dalam pengertian
yang luas adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah maupun pengawas yang
tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personil sekolah lainnya di dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan.
-
Berdasarkan kompleksitas
kognitif, Harvey dalam Sergiovanni (1991) mengklasifikasikan guru menjadi dua
kategori yaitu tingkat kompleksitas kognitif rendah dan kompleksitas kognitif
tinggi.
-
Supervisor dapat memilih alternatif dalam memberikan
bantuan dan pembinaan kepada guru. Supervisor dapat memilih berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Glickman (1981) yang membagi menjadi tiga pendekatan
yaitu direktif, kolaboratif, dan nondirektif.
-
Empat tahap yang ditampilkan dalam
pembelajaran yaitu 1) pengalaman konkret, 2) kemampuan dalam mengolah
pengalaman dalam bentuk mengobservasi dan refleksi, 3) perumusan konsep dan
generalisasi, dan 4) bereksperimen dengan apa yang dipelajari dalam latar
yang baru.
- Seorang supervisor perlu melakukan kajian tentang segala hal yang
dialami guru atau karakteristik guru itu sendiri. Dalam supervisi ada tiga
prinsip yang harus diketahui supervisor, yaitu interaktif, demokratis, dan
terpusat pada guru.
DAFTAR RUJUKAN
Sahertian, Supervisi Pendidikan dalam rangka Program Inservicc
Edocation, (Jakarta; Rineka Cipta,2000),
Hadari Nawawi Supervi administrasi Pendidikan (Jakarta:
Rineka Cipta,2010)
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi
Pendidikan,(Bandung,;Remaja Rosdakarya,1987)
Husaini Usman,
Manajemen Teori Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara,2013), hlm.
57
Baharuddin, Kepemimpinan
Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik (Yogjakarta, Arruz Media, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar