Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 09 November 2016

MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DUNIA PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya secara sadar dari manusia untuk meningkatkan kualitas seutuhnya, seimbang antara jasmani dan rohani yang berbudi pekerti luhur, terampil, cerdas dan bertanggung jawab kepada Islam, masyarakat dan bangsa.[1]
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pada Bab II, pasal 3 juga dijelaskan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya tujuan dari sebuah pendidikan ada 2, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good).
Menjadikan manusia cerdas dan pintar, bisa jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Sebagaimana yang kita ketahui, akhir-akhir ini telah terjadi berbagai macam peristiwa negatif di kalangan anak bangsa yang menunjukkan adanya dekadensi moral. Adanya kejadian-kejadian seperti pembunuhan, kekerasan, pemerkosaan, penggunaan obat-obatan terlarang dan sejumlah kejahatan lainnya menunjukkan  bahwa bangsa kita sedang mengalami krisis moral.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Untuk itulah kemudian mulai tahun 2001/2002 pendidikan karakter yang pada waktu itu lebih dikenal dengan sebutan pendidikan budi pekerti secara formal mulai dilaksanakan di seluruh jalur dan jenjang pendidikan dengan harapan bahwa proses menjadikan manusia yang tidak hanya pintar (smart) melainkan juga baik (good) bisa dapat terwujud. Secara informal pendidikan karakter sebenarnya sudah ditanamkan lebih awal/dini, bahkan sejak seorang anak baru dilahirkan.Salah satu contoh mengumandangkan adzan ditelinga kanan dan iqamah ditelinga kiri pada saat bayi baru lahir sudah menunjukkan adanya penanaman pendidikan karakter. Idealnya penanaman pendidikan karakter yang dimulai sejak dini ini akan mampu mencetak manusia-manusia yang berbudi pekerti luhur. Namun pada kenyataannya saat ini kita masih banyak menyaksikan tindakan-tindakan amoral yang telah dilakukan oleh anak bangsa.
Untuk itulah kita perlu menyadari bahwa proses pembentukan manusia yang seutuhnya (smart and good) merupakan hal yang tidak mudah dan tidak bisa didapat secara instan. Hal ini membutukan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak (baik keluarga, sekolah dan masyarakat) agar pendidikan karakter bisa terlaksana dengan baik dan membawa hasil sesuai harapan bersama.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut sekolah dituntut memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik.Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil serta membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Pemahaman terhadap konsep pendidikan karakter dan model-model penyampaian pendidikan karakter merupakan dua hal penting untuk dikaji guna dijadikan sebagai dasar dan referensi dalam membantu keberhasilan terlaksananya pendidikan karakter bagi anak bangsa.Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk membahas tentang Konsep dan Model-Model Pendidikan Karakter.

A.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalah diatas, penulis memaparkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian PendidikanKarakter ?
2.      Bagaimana Konsep Pendidikan Karakter ?
3.      Apa saja model Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan ?

B.        Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Karakter
2.      Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan karakter dalam berbagai sudut pandang.
3.      Untuk menjelaskan model-model Pendidikan Karakter dalam lembaga pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian
1.    Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan.Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”[2]
Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, beliau mengatakan bahwa “Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.”
Lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai pengertian pendidikan menurut para ahli:
-            Soegarda Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian pendidikan sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamanya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah”.[3]
-            Menurut Sully, “Pendidikan ialah menyucikan tenaga tabi’at anak-anak, supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat serta berbahagia”.
-            Herbert Spencer mengungkapkan bahawa, “pendidikan ialah menyiapkan manusia, supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna”.[4]
Dari beberapa definisi diatas, maka pendidikan dapat difahami sebagai bentuk aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, baik pribadi rohani (pikir, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) maupun jasmaninya (panca indera dan keterampilan-keterampilan).
Pentingnya sebuah pendidikan dijelaskan dalam Al-Qur‟an QS Al-Alaq ayat 1-5:
Artinya :bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[5]
Dari ayat ini jelas, bahwa agama Islam telah mendorong umatnya senantiasa belajar dan menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya.

2.      Karakter
Istilah karakter, kata karakter berasal dari bahasa latin kharakter, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.[6]
Sedangkan secara terminologi, istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.[7]
Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.Ciri khas tersebut adalah asli, dalam artian tabiat atau watak asli yang mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.[8]
Berikut merupakan beberapa pengertian karakter :
1.    Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti “watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.
2.    Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
3.    Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,masyarakat,  bangsa  dan  negara. Individu  yang  ber arakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
4.    W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
5.    Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau  dari titik  tolak etis  atau  moral,  misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
6.    Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
7.    Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality(kepribadian) seseorang.
8.    Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.[9]
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling) dan perilaku moral (moral behavior).Karakter didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.[10]
Karakter didapatkan dan dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya, jika ia banyak berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan sebaliknya orang yang berbuat jahat dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian tersebut tak lepas dari cara pandang orang lain terhadap sikap-sikap yang ditunjukan oleh diri orang yang bersangkutan.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasannya pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya).
Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi pekerti telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai berikut:
1.        Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan
2.        Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri
3.        Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga
4.        Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa
5.        Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.[11]

B.  Konsep Pendidikan Karakter
1.      Konsep Pendidikan Karakter Menurut Adat dan Budaya di Indonesia
Konsep pendidikan karakter selain dipahami secara universal, ternyata juga telah ada konsep pendidikan karakter yang asli Indonesia.Konsep pendidikan tersebut dapat digali dari berbagai adat istiadat dan budaya di Indonesi, ajaran berbagai agama yang ada di Indonesia serta praktik kepemimpinan yang telah lama diterapkan di Indonesi.
Mengingat masyarakat Indonesia yang bersifat multi-pluralis tentu sedikit kesulitan jika seluruh adat dan budaya di Indonesia dibahas disini. Sebagai titik tolak pembahasan, maka dalam hal ini penulis akan membahas empat bahasa (budaya), diantaranya Batak, Jawa, Madura dan Bugis.
a.      Adat Batak Terkait Pendidikan Karakter
Prinsip etika sosial Batak berlandaskan pada Dalihan na Tolu, artinya tungku berkaki tiga. Masayakat Batak diumpamakan sebuah kuali dan Dalihan na Tolu adalah tungkunya. Di sini tergambar perlunya keharmonisan dari ketiga kaki tungku tersebut yakni: hula-hula (para keturunan laki-laki dari satu leluhur), boru (anak perempuan), dan dongan sabutuha (semua anggota laki-laki semarga). Dengan adanya tungku itu maka kuali masayarakat Batak menjadi seimbang, harmonis, dan solidaritas. Akar dari system nilai Dalihan na Tolu adalah kerendahan hati (humble). Orang Batak harus hormat kepada hula-hulanya tanpa syarat, tidak peduli hula-hulanya itu miskin, tidak berpendidikan dan sebagainya.
Dengan Dalihan na Tolu, muncullah demokrasi kekeluargaan dalam masyarakat Batak. Demokrasi kekeluargaan ini dibina dengan cara musyawarah mufakat dengan esensi hasil sebagai berikut:
a)        Pembicaraan perseorangan tidak diterima, pendapat umumlah yang menentukan.
b)        Jangan disimpan di dalam hati,baiknya dikeluarkan saja.
c)        Mayoritas bergembira, jika sudah tidak ada minoritas yang mengeluh.
d)       Putusan yang diharapkan, yaitu putusan yang dapat diterima semua orang.
e)        Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, sangat bergantung kepada kemasyarakatan. [12]
Pada esensi demokrasi di atas tergambar sifat spontanitas, terbuka, langsung, tenggang rasa dan consensus (dos ni roha sibaen na saut, musyawarah untuk mufakat). Hal lain yang dominan terkait karakter suku Batak adalah falsafah horja. Horja dimaknai oleh masyarakat Batak lebih dari sekedar kerja, tetapi menjurus pada aktivitas yang melibatkan tanggung jawab secara lahir dan batin. Itulah sebabnya dalam pekerjaan umumnya masyarakat Batak siap bekerja keras dan kerja tuntas.
b.      Adat Jawa Terkait Pendidikan Karakter
Banyak sekali nilai karakter Jawa yang sepatutnya dianut dan dikembangkan oleh masyarakat Jawa. Menurut Ki Tyasno Sudarto , Ketua Umum  Majelis Hukum Taman Siswa (2007) seperti yang dikutip oleh Prof Dr.Muchlas Samani, bahwa dasar filosofis karakter adalah Tri Rahayu (tiga kesejahteraan) yang merupakan nilai-nilai luhur (supreme values) dan merupakan pedoman hidup, diantaranya:
·         Mamayu hayuning salira (bagaimana hidup untukmeningkatkan kualitas diri pribadi)
·         Mamayu hayuning bangsa ( bagaimana berjuang untuk Negara dan bangsa)
·         Mamayu hayuning bawana (bagaimana membangun kesejahteraan dunia)
Sementara itu ajaran dari Ki Ageng Soerjomentaram mengatakan bahwa dalam menjalani hidup ini sebaiknya manusia tidak melakukan tigal hal, yaitu: ngangsa-angsa (ambisius), ngaya-aya (terbutu-buru, tidak teliti), dan golek benere dhewe (mau menang sendiri).
Disamping ajaran para leluhur, karakter yang diinginkan oleh manusia Jawa sering ditemukan dalam tembang-tembang Jawa. Misalnya dalam tembang “gundhul-gundhul pacul”yang liriknya sebagai berikut:
Gundhul-gundhul pacul,  gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul,gembelengan
Wakul glimpang segane dadi sak rattan
Makna dari lagu tersebut merupakan peringatan agar jika menjadi pemimpin dalam menerima amanah (Nyunggi wakul) tidak sembrono (gembelengan), tidak seenaknya sendiri.Akibatnya nanti seluruh tatanan dan aturan masyarakat dapat menjadi rusak, kondisi Negara tidak terkendali.
Sementara dalam pergaulan sehari-hari, berbeda jelas dengan adat Batak yang terus terang, orang jawa suka menggunakan perumpamaan atau simbol-simbol. Perumpamaan yang sering dijumpai dalam masyarakat Jawa yaitu:
a)    Mikul dhuwur, mendhem jero (menjunjung tinggi-tinggi, memendam dalam-dalam). Sikap hormat kepada orang tua dimana ketika orang tua sudah tidak ada seluruh kebaikannya dijunjung tinggi, sedangkan segala kekurangannya dipendam dalam-dalam.
b)   Ngono ya ngono, ning aja ngono (begitu ya begitu, tetapi jangan begitu). Suatu peringatan agar dalam bersikap, berbicara, bertindak tidak berlebihan.
c)    Aja dumeh (Jangan mentang-mentang). Maksudnya jangan sombong, jangan suka memamerkan diri, jangan meremehkan atau menghina orang lain.
c.       Adat Madura Terkait Pendidikan Karakter
Konsep pendidikan karakter dalam adat Madura terkandung dalam lagu-lagu daerah berbahasa Madura.Diantaranya lagu-lagu tersebut adalah Pa’ opa’ Iling yang syairnya sebagai berikut:
Pa’ opa’ iling dang dang asoko randhi,
Reng towana tar ngaleleng,
Ajhara ngajhi babana cabbhi,
Le ollena gheddang bighi.

Lagu ini mengandung makna bahwa masyarakat Madura mewajibkan anaknya untuk mengaji sejak dini.Ngaji di sini bukan sekedar mengaji al-qur’an, tetapi juga kegiatan mencari ilmu dunia bagi bekal kehidupan di masa mendatang. Untuk memberikan jaminan agar anak-anak mereka dapat dan lulus mengaji (mencari ilmu) para orang tua harus bekerja keras walaupun kadang-kadang hasilnya tidak seberapa (reng towana tar ngaleleng, le olena geddhang bighi).
d.      Adat Bugis Terkait Pendidikan Karakter
Kita mendapat banyak pengetahuan tentang adat Bugis karena petuah-petuah luhur yang dinyatakan dalam tulisan. Sistem dan norma adat tertulis yang merupakan wujud kebudayaan tersebut disebut dengan pangngaderreng. Sistem pangngadereng terdiri dari 5 unsur pokok, yaitu:
a)    Ade’, tata tertib yang bersifat normatif
b)   Bicara, aturan formal yang menyangkut peradilan dalam arti luas
c)    Rappang, aturan tak tertulis untuk mengokohkan Negara dengan segenap undang-undang dan hukumnya
d)   Wari’, ketentuan dari bagian ade’ yang mengatur batas-batas hak dan kewajiban setiap orang dalam hidup bermasyarakat
e)    Sara’, berasal dari syariat agama Islam
Pangngaderreng membangun martabat dan harkat insan karena diantara kandungan isinya mengatur manusia agar apabila hendak berbuat sesuatu:
a)    Lihatlah kesudahan perbuatan itu, barulah mengerjakannya
b)   Takutlah kepada orang yang jujur
c)    Jangan mengingkari janji
d)   Jangan takut mendengar berita, justru dengarkanlah, berita itu jadilah pertimbangan
e)    Jangan enggan dinasehati
f)    Janganlah memulai pekerjaan yang sulit, jangan pula berkata-kata kepada orang tentang hal yang tidak menyenangkan
g)   Rajinlah meminta pertimbangan dariorang-orang yang dekat di sekelilingmu
Sedangkan dalam pergaulan hidup harus dilandasi oleh empat macam, yaitu:
a)    Kasih sayang dalam keluarga
b)   Saling memaafkan
c)    Tidak segan saling menolong dan melakukan pengorbanan demi keluhuran
d)   Saling memberi nasihat untuk berbuat kebajikan.
Selain hal tersebut di atas ada beberapa pameo yang dapat dijumpai dalam bahasa Bugis yang menggambarkan karakter orang bugis, yaitu:
a)         Aju maluruemi riala parewa bola (sifat pemimpin harus lurus)
b)        Ade’e temmakke anak temmakke-epo (Adil dan tidak boleh pilih kasih)
c)         Ajak mapoloi alona tauwe (tidak mengambil hak orang lain).

2.      Konsep Pendidikan Karakter Menurut Ajaran Agama Islam
Konsep dasar pendidikan karakter identik dengan pendidikan akhlak.Perkataan akhlaq bentuk jamak dari khuluq yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan makhluk serta antara makhluk dan makhluk.Perkataan ini bersumber dari kalimat yang tercantum dalam Al-Quran surah al-Qalam ayat 4.


Artinya :dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Dari penjelasan di atas dapat digarisbawahi bahwa pendidikan karakter dan pendidikan akhlak memiliki kesamaan yaitu untuk menjadikan manusia lebih baik.Pendidikan karakter bersumber pada nilai-nilai kebaikan universal (nilai-nilai kehidupan yang baik atau buruknya diakui oleh seluruh umat manusia), dan pada dasarnya ajaran Islam adalah agama yang mengandung nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Dengan demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan karakter atau pembentukan karakter sesuai dengan nilai-nilai Islam yang bersumber pada ajaran Islam yang universal (al-Qur’an dan Hadist).
Konsep pendidikan karakter dalam agama Islam bersumber pada al-qur’an dan hadis. Berbagai karakter yang harus dimiliki oleh kaum Muslimin baik menurut al-qur’an maupun hadis antara lain adalah:[13]
a.    Bersilaturahmi, menyambung komunikasi
Al-Hadis: Barang siapa ingin dilunaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia bersilaturahmi (HR Bukhari Muslim dari Anas)
b.    Berkomunikasi dengan baik dan menebar salam
Al-qur’an: Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan debatlah (berdiskusilah) kamu dengan mereka menurut cara yang lebih baik. (Q.S.An Nahl: 125)
c.    Jujur, tidak curang, menepati janji dan amanah
Al-qur’an: Celakalah orang-orang yang curang dalam timbangan /takaran. (Q.S Tathfif: 1)
d.   Berbuat adil, tolong menolong, saling mengasihi, dan saling menyayangi
Al-qur’an: Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, baik dan member bantuan kepada kerabat (Q.S An-Nahl: 90)
e.    Sabar dan optimis
Al-qur’an: Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan orang yang berbuat kebaikan. (Q.S Hud: 115)
f.     Kasih sayang dan hormat pada orang tua
Al-qur’an: Dan Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya. (Q.S Al-Ankabut: 8)
g.    Berkata benar, tidak berdusta
Al-qur’an: Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (Q.S Al-Shaff: 3)
Al-Hadis: Berkatalah benar sekalipun dirasa pahit. (HR Ibnu Hibban)
h.    Selalu bersyukur
Al-qur’an: Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui. (Q.S An-Nisa’: 147)
Al-Hadis: Tidak termasuk bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia (menghargai dan membalas kebaikannya) (HR Turmudzi)
i.      Tidak sombong dan angkuh
Dan janganlah kamu memalingkan muka (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Q.S luqman: 18)
j.      Teguh hati, tidak berputus asa
Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir (Q.S. Yusuf: 87)
k.    Punya rasa malu dan iman
Al-Hadis: Malu dan iman selalu berkumpul bersama, maka kalau yang satu lenyap, lenyap pulalah yang lain (H.R Abu Na’im dari Abu Umar)
l.      Berkata yang baik atau diam
Al-Hadis: Barang siapa benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam. (H.R. Bukhari dan Muslim)
m.  Konsisten, istiqomah
Al-qur’an: Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami Allah dan beristiqamah (konsiten), maka tiada ketakutan bagi mereka. (Q.S. Al-Ahqaf: 13)
n.    Bertanggung jawab
Al-qur’an: Apakah manusia itu akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?
o.    15). Berbuat jujur, tidak korupsi
Al-qur’an: Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan cara yang tidak benar (Q.S. Al-Baqarah: 188)
Implementasi Pendidikan karakter dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai karakter yang mulia dan agung.Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-Ahzab ayat 21 :
3.                 
Artinya :“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
4.      Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia Saat ini
Konsep pendidikan karakter saat ini seakan-akan menjadi hal yang baru. Padahal jika kita memahami isi dari Undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, di sana dijelaskan tentang definisi sebuah pendidikan. Dalam rumusan definisi tersebut, secara jelas tersurat tentang adanya konsep penanaman pendidikan karakter.
Dalam UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah mencakup pendidikan karekter. Dalam kalimat terakhir dari defenisi pendidikan dalam UU tentang Sisdiknas ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian kalimat tersebut juga menggambarkan tujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi.Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial.Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik.Tapi dari defenisi pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial.
Selain tergambar jelas dalam Undang-undang Sisdiknas, konsep pendidikan karakter juga dirumuskan dalam Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 14 Januari 2010. Hasil pertemuan tersebut merumuskan hal-hal sebagai berikut:[14]
a.    Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh
b.    Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c.    Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua.
d.   Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kementrian pendidikan Nasional juga telah menyatakan ada Sembilan pilar pendidikan karakter. Kesembilan pilar tersebut meliputi:
1)        Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2)        Kemandirian dan tanggung jawab
3)        Kejujuran/amanah dan diplomatis
4)        Hormat dan santun
5)        Dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasa sama
6)        Percaya diri dan kerja keras
7)        Kepemimpinan dan keadilan
8)        Baik dan rendah hati
9)        Toleransi, kedamaian, dan kesatuan
Untuk pelaksanaan pendidikan karakter, para ahli pendidikan Indonesia umumnya sudah bersepakat bahwa pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Prof Muchlas Samani mengatakan bahwa menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Oleh karena itu sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dalam lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan awal bagi pertumbuhan anak.
C.      Model-ModelPendidikan Karakter
Menurut Nurul Zuriah ada empat model pendidikan karakter yang bisa dikembangkan disebuah lembaga pendidikan, diantaranya: [15]
1.         Model Otonomi
Model otonomi yang memposisikan pendidikan karakter sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri menghendaki adanya rumusan yang jelas seputar standar isi, kompetensi dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar, metodologi dan evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran dan alokasi waktu merupakan konsekuensi lain dari model ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri pendidikan karakter akan lebih terstruktur dan terukur. Guru mempunyai otoritas yang luas dalam perencanaan dan membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang dikhususkan untuk itu.
Namun demikian model ini dengan pendekatan formal dan struktural kurikulum dikhawatirkan lebih banyak menyentuh aspek kognitif siswa,tidak sampai pada aspek afektif dan perilaku. Model seperti ini biasanya mengasumsikan tanggung jawab pembentukan karakter hanya ada pada guru bidang studi sehingga keterlibatan guru lain sangat kecil. Pada akhirnya pendidikan karakter akal gagal karena hanya mengisi intelektual siswa tentang konsep-konsep kebaikan, sementara emosional dan spiritualnya tidak terisi.
2.         Model Integrasi
Adapun model kedua yang mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter (character educator).Semua mata pelajaran diasumsikan memiliki misi moral dalam membentuk karakter positif siswa.Dengan model ini maka pendidikan karakter menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah.Model ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan model pertama, namun memerlukan kesiapan, wawasan moral dan keteladanan dari seluruh guru.Satu hal yang lebih sulit dari pada pembelajaran karakter itu sendiri.  Pada sisi lain model ini juga menuntut kreatifitas dan keberanian para guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3.         Model Ekstrakurikuler
Model ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui sebuah kegiatan di luar jam sekolah dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui suatu kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah dengan seorang penanggung jawab.Kedua, melalui kemitraan dengan lembaga lain yang memiliki kapabilitas dalam pembinaan karakter.
Model ini memiliki kelebihan berupa pengalaman kongkret yang dialami para siswa dalam pembentukan karakter. Ranah afektif dan perilaku siswa akan banyak tersentuh melalui berbagai kegiatan yang dirancang. Keterlibatan siswa dalam menggali nilai-nilai kehidupan melalui kegiatan tersebut akan membuat pendidikan karakter memuaskan dan menyenangkan. Pada tahap ini sekolah menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat sekitar sekolah.Masyarakat dimaksud adalah keluarga, siswa, organisasi, tetangga, dan kelompok atau individu yang berpengaruh terhadap kesuksesan siswa di sekolah.
4.         Model Kolaborasi
Model terakhir berupa kolaborasi dari semua model merupakan upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap model dan menutupi kekurangan masing-masing pada sisi lain. Dengan kata lain model ini merupakan sintesis dari model-model terdahulu. Pada model ini selain diposisikan sebagai mata pelajaran secara otonom, pendidikan karakter dipahami sebagai tanggung jawab sekolah bukan guru mata pelajaran semata.Karena merupakan tanggung jawab sekolah maka setiap aktifitas sekolah memiliki misi pembentukan karakter.Setiap mata pelajaran harus berkontribusi dalam pembentukan karakter dan penciptaan pola pikir moral yang progresif.Sekolah dipahami sebagai sebuah miniatur masyarakat sehingga semua komponen sekolah dan semua kegiatannya merupakan media-media pendidikan karakter.Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk membawa siswa ke dalam pengalaman nyata penerapan karakter, baik sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang terprogram maupun kegiatan insidentil sesuai dengan fenomena yang berkembangan di masyarakat.
Keempat model di atas dapat diumpamakan wadah yang memberikan ruang gerak pada pendidikan karakter.Selanjutnya agar gerak tersebut efektif dan efisien diperlukan pemilihan metode pembelajaran dalam upaya pembentukan karakter positif dalam diri siswa.Apa pun metode yang dipilih, hal yang harus digarisbawahi adalah pelibatan aspek kognitif, afektif dan perilaku siswa secara simultan.
Dalam implementasinya pendidikan karakter umumnya dintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Mata pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dan dikaitkan dengan konteks kegidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nila-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Selanjutnya Ada dua model pembelajaran pendidikan karakter yang ditawarkan oleh Dharma Kesuma, M.Pd. Kedua model pembelajaran tersebut yaitu: Model Reflektif dan Model Pembelajaran Pembangunan Nasional. [16]
a.      Model Reflektif
Model reflektif ini berdasarkan asumsi dasar bahwa setiap manusia memiliki sisi religi/keagamaan yang tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Setiap manusia akan mempertanyakan mengapa dia ada dan untuk apa dia ada. Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa manusia akan selalu berfikir mengenai kondisi spiritual/batiniah di balik materi/keduniaan.
Refleksi merupakan proses seseorang untukmemahami makna dibalik suatu fakta, fenomena, informasi, atau  benda. Model reflektif dalam bagian ini adalah model pembelajaran pendidikan karakter yang diarahkan pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik teori, fakta, fenomena, informasi, atau benda yang menjadi bahan ajar dalam suatu mata pelajaran.
Pemahaman seseorang terhadap makna dan nilai yang terkandung dalam suatu hal memiliki tingkatan. Tingkatan paling rendah dicirikan oleh kemampuan untuk menjelaskan mengenai apa kaitan materi dengan makna. Hirarki yang lebih tinggi adalah menyadari adanya kekuasaan di luar manusia.Level pemahaman yang ketiga adalah seseorang/anak termotivasi untuk melakukan sesuatu dari hasil pemahamannya terhadap makna/nilai yang dipelajari.Level keempat adalah seorang anak mau mempraktekkan nilai/makna yang dia pahami dalam kehidupan kesehariannya.Level kelima adalah anak menjadi teladan bagi orang-orang di lingkungan terdekatnya.Level keenam adalah anak mau mengajak orang-orang terdekatnya untuk melakukan makna/nilai yang dia pelajari.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran model reflektif adalah:
1.      Dasar interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik adalah kasih sayang
2.      Sikap dan perilaku guru harus mencerminkan nilai yang dianut atau diruuk oleh sekolah (keteladan guru)
3.      Pandangan guru terhadap peserta didik adalah subjek yang sedang tumbuh dan berkembang yang pertumbuhan dan perkembangannya terkait dengan peran guru.
b.      Model Pembelajaran Pembangunan Rasional (MPR)
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa pada hakikatnya manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya, salah satunya karena manusia diberikan akal pikiran. Akal pikiran merupakan karunia yang patut disyukuri keberadaannya dengan cara digunakan sebaik-baikya untuk menjalani kehidupan ini menjadi lebih baik, di dunia maupun di akhirat.
Dengan asumsi tersebut, maka akal pikiran memiliki tugas yang cukup berat untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan dari setiap keputusan yang harus dibuat oleh seseorang dalam dalam menjalani proses kehidupannya. Kelogisan (dapat dipahami)dan kerasionalan (masuk akal) menjadi ukuran penting untuk menghasilkan keputusan seseorang. Proses inilah yang kemudian dijadikan kebiasaan dan kekuatan/kelemahan seseorang dalam ukuran kematangan perilaku. Artinya manusia diberikan kesempatan untuk belajar memilih dan memilah yang terbaik dari segala kondisi yang dihadapinya.
Fokus utama dalam model ini adalah kompetensi pembangunan rasional, argumentasi, atau alasan atas pilihan nilai yang dibuat anak. Dalam hal ini, kita harus mengasumsikan bahwa anak didik adalah anak yang sedang berkembang proses berpikirnya. Memiliki rasional yang kokoh dan selalu diuji sepanjang penghidupan seseorang jelas penting untuk keberfungsian akal dan pikiran manusia.Sistem karakter yang lengkap harus mengikutsertakan aspek rasional atau kognitif ini, di samping aspek emosi atau perasaan dan perbuatan.
Disamping memiliki keunggulan dalam  membangun kesadaran moral seseorang, model pengembangan rasional ini memiliki kelemahan. Kelemahan utamanya adalah sehubungan dengan tumpuannya yang terlalu berat pada aspek kognitif atau rasonalitas manusia. Dalam konteks itu,manusia dapat menjadikan dirinya sebagai tuhan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Fir’aun. Ketika keimanan tipis atau rusak maka individu dapat mendewakan akal, menuntut segala hal harus masuk akal.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen sekolah.Manajemen yang dimaksud di sini adalah bagaiman pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
            Konsep pendidikan karakter dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya:
1.      Konsep pendidikan karakter menurut adat dan budaya di Indonesia
2.      Konsep pendidikan karakter menurut Islam
3.      Konsep pendidikan karakter pada masa sekarang
Untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah terdapat empat tawaran model penerapan, yaitu:
1.         Model otonomi dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri,
2.       Model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap mata pelajaran,
3.       Model ekstrakurikuler melalui sebuah kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan karakter siswa, dan
4.       Model kolaborasi dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan sekolah.


Daftar Pustaka
Gunawan, Heri.Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi.Bandung : Alfabeta, 2012.

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007.

Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama,2002.

Samani, Muchlas & Hariyant.Konsep dan Model Pendidikan Karakter.Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012

Syam, Yunus Anis.Quranic Quetient. Yogyakarta: Progresif Books, 2006.

Tobroni.Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam.Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendidikan & Pengajaran.Jakarta : PT Hidakarya Agung.

Zuhairini.FilsafatPendidikan Islam.Jakarta : Bumi Aksara, 1995.

Zuriah, Nurul.Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar