Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 09 November 2016

MAKALAH PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER



BAB I  PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan dan pengajaran merupakan investasi terpenting dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun kelompok seperti bangsa dan Negara. Setiap orang berlomba-lomba menempuh pendidikan, mencari ilmu pengetahuan. Pendidikan dan pengajaran, apabila dilakukan dengan baik akan menghasilkan berbagai manfaat, baik material maupun spiritual, bahkan juga prestasi dan prestise.
Tetapi yang terjadi dalam dunia pendidikan malah sebaliknya. Bangsa kita mengalami krisis multidimensi. Sejenak, mari kita melihat beberapa indikasi tentang “apa yang salah dengan bangsa ini?’
1.      Korupsi terjadi disemua lapisan masyarakat dari kalangan bawah sampai kalangan elite pemerintahan. Kolusi juga terjadi dimana-mana. Nepotisme yang salah membuat bangsa ini semakin carut marut. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2009 ini naik menjadi 2,8% dari 2,6% pada tahun 2008, dan dalam rentang waktu 2014-2016 tingkat korupsi tertinggi yang berhasil di tangani KPK adalah pada tahun 2015.[1]
2.      Di kalangan remaja sendiri tidak kalah memprihatinkannya. Sikap tidak hormat kepada guru dan orang tua banyak dipertontonkan oleh remaja kita sekarang. Pergaulan buruk mulai dari minum-minuman keras, narkoba dan seks bebas terjadi di kalangan remaja kita. Bahkan dari beberapa survey yang diadakan di 5 kota besar di Indonesia menghasilkan survey yang mencengangkan. Bahwa 90% remaja telah melakukan seks di usia belia. Suatu angka yang membuat kita seharusnya resah dengan kelakuan remaja kita tersebut.
3.      Belum lagi masalah narkoba. Hampir disemua gang rumah kita, ada  Bandar narkoba disana. 5,9 juta orang telah menggunakan narkoba.[2]Bagaimana cara kita menyelamatkan generasi muda kita kalau lingkungan sekitar kita dikelilingi sesuatu yang membahayakan tersebut.
4.      Masalah keberadaan warung-warung internet yang tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, kita lihat bagaimana dari mulai usia SD hingga SMA berada di warung internet setiap hari. Bahkan kadang di jam sekolah. Atau sepulang sekolah semua warnet penuh sesak dengan keberadaan mereka. Berjam jam bermain game online dengan suasana berisik dan asap rokok yang mengepul di segala penjuru ruangan.
5.      Pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan ( lulusan SMA, SMK dan perguruan tinggi). Data Badan Pusat Stastistik atau BPS menyebutkan, lulusan SMK tertinggi yakni 17,26%, disusul tamatan SMA ( Sekolah Menengah Atas)14,31%, lulusan Universitas 12,59%, serta Diploma I/II/III 11,21%. Tamatan SD ke bawah justru paling sedikit menganggur yakni 4,57% dan SMP 9,39%, SMA 8,46%.[3]
6.      Kemiskinan yang mencapai 40juta dan terus bertambah. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh BPS.[4]
Yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan pendidikan yang mereka terima disekolah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut pemerintah menggalakkan pendidikan karakter agar diterapkan disekolah-sekolah. Pendidikan karakter merupakan salah satu usaha yang ditempuh untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa yang sudah kompleks. Karena bangsa yang maju bukan hanya ditinjau dari sisi ekonomi tetapi dari kedisplinan, kejujuran dan tanggung jawab.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dilihat dari berbagai masalah bangsa yang sedang kita hadapi, makalah ini mencoba membahas solusi yang ditawarkan dari pemerintah dan untuk mengkrucutkan permasalahan pemakalah merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan Karakter
2.      Apa urgensi dari pendidikan karakter
3.      Apakah tujuan dan fungsi pendidikan karakter
C.    TUJUAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian pendidikan Karakter
2.      Urgensi pendidikan Karakter
3.      Tujuan dan fungsi pendidikan karakter


BAB II PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Sebagaimana yang dikemukakan Rutland yang di kutip dalam buku pendidikan karakter M.furqon, Rutland mengemukan bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa latin yang berarti “dipahat”. Sebuah kehidupan, seperti sebuah blok granit yang dengan hati-hati dipahat ataupun dipukul secara sembarangan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah mahakarya atau puing-puing yang rusak. Karakter, gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat di dalam batu hidup tersebut, akan menyatakan nilai yang sebenarnya. Tidak ada perbaikan yang bersifat kosmetik, tidak ada susunan dekorasi yang dapat membuat batu yang tidak berguna menjadi suatu seni yang bertahan lama. Hanya karakter yang dapat melakukannya.[5]
Secara harfiah karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat,watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
Kata karakter memiliki sejumlah persamaan dengan moral, budi pekerti dan akhlak. Budi pekerti adalah watak atau tabiat khusus seseorang untuk berbuat sopan dan menghargai pihak lain yang tercermin dalam perilaku dan kehidupannya.[6] Adapun watak itu merupakan keseluruhan dorongan, sikap, keputusan, kebiasaan, dan nilai moral seseorang yang baik, yang dicakaup dalam satu istilah. Dalam kamus umum KBBI kita menemukan bahwa budi pekerti sama dengan akhlak. Menurut imam Abdul Mukmin Sa’aduddin mengemukakan bahwa akhlak mengandung beberapa arti, antara lain:
1.      Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan
2.      Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan keinginannya.
3.      Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga dapat berarti kesopanan dan agama. 
Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Pendidikan karakter menurut Megawangi , “ sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”[7]. Defenisi lainnya dikemukakan oleh fakhry Gaffar  : “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam perilaku kehidupan orang itu”. Dalam defenisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting yaitu transformasi, tumbuhkembang dan perilaku.
Menurut lickona pendidikan karakter diperoleh melalui campuran antara religi, sastra, adat istiadat, sistem norma, dan keseluruhan hasil kebijaksanaan manusia sepanjang sejarahnya, yaitu ilmu pengetahuan dengan berbagai dimensinya. Melalui ciri-ciri karakter universal inilah mengalir kepribadian, perwatakan, dan sifat-sifat positif lain menuju pada bangsa, suku, kelompok, dan individu. Setiap orang memperoleh masukan dari sumber yang sama, tetapi internalisasinya dan dengan demikian keluarannya tetap berbeda.[8] 
Menurut Hurlock dalam bukunya, personality Development secara tidak langsung mengungkapkan bahwa karakter terdapat pada kepribadian. Karakter mengimplikasikan sebuah standart moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan keinginan. Hati nurani, sebuah unsure esensial dari karakter, adalah sebuah pola kebiasaan pelarangan yang mengkontrol tingkah laku seseorang, membuatnya menjadi selaras dengan pola-pola kelompok yang diterima secara social. Defenisi Hurlock dapat membantu kita memahami karakter dan implikasinya antara lain ajaran moral atau moraritas dipelajari oleh filasafat moral atau etika. Urusan utama etika adalah studi tentang kebaikan/ hal yang baik/hal yang bernilai/moralitas/nilai.
Studi tentang nilai. Studi tentang nilai/kebaikan tertuju untuk menjawab (1) apa komponen-komponen esessial untuk kehidupan yang baik, (2) apa jenis-jenis yang baik pada dirinya sendiri. Yang pertama, menghasilkan teori-teori Eudaimonia/human well being/kesejahteraan manusia (kebahagiaan/happiness dan bertumbuh subur/flourishing). Perasaan senang /bahagia adalah komponen esensial kehidupan, dan  karena itu harus menjadi tujuan kehidupan.
Bukan perasaan senang sebagai komponen esensial kehidupan yang baik, tetapi adalah perbuatan baik; perbuatan baik membuat kita senang/bahagia, ini dianut oleh perfecsionisme. Tokohnya antara lain : plato, aristoteles, kaum stoic dan Muhammad Iqbal.
Untuk lebih mengenal pendidikan karakter, pemakalah menyajikan pendidikan karakter yang dikemukakan oleh seorang tokoh yaitu Dr. Thomas Lickona, seorang psikologiwan perkembangan dan pendidik, memiliki otoritas yang dihargai secara Internasional dalam perkembangan moral dan pendidikan nilai. Ia adalah professor pendidikan di the State University of New York at Cortland, tempat ia mengerjakan karya pemenang penghargaan dalam pendidikan guru dan pada tahun 1992 memimpin The Teachers for the 21st Century Project. Ia pernah menjadi presiden dari The Association for Moral Education.
Dalam tulisannya berjudul Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility, Lickona memulai uraiannya tentang pendidikan karakter di sekolah dengan dua prinsip berikut:
1.       Terdapat nilai-nilai yang bermanfaat secara objectif, disepakati secara universal yang harus diajarkan sekolah-sekolah di tengah masyarakat yang plural; dan
2.      Sekolah-sekolah hendaknya tidak hanya memapari para siswa dengan nilai tersebut, tetapi juga membantu mereka memahami, menginternalisasi, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut.[9]
Adapun nilai terbagi dua:
1.      Nilai moral contoh kejujuran, tanggungjawab, dan ketidakmemihakkan mengandung kewajiban. Kita wajib memenuhi janji, membayar hutang, menyayangi anak dan lain sebagainya.
2.      Nilai non moral  yaitu nilai yang tidak mengandung kewajiban, nilai –nilai ini mengekspresikan apa yang kita inginkan dan sukai untuk dilakukan. Saya dapat secara pribadi menghargai kegiatan mendengar music atau membaca novel yang bagus.
Nilai moral (kewajiban) dapat diuraikan lebih lanjut menjadi dua kategori : universal dan non universal. Nilai moral universal seperti memperlakukan semua orang secara adil dan menghargai penghidupan mereka, kebebasan, dan keseteraan-mengikat semua orang dimanapun karena nilai ini menegaskan nilai fundamental dan martabat manusia. Kita memiliki hak dan bahkan kewajiban untuk menuntut semua orang berbuat sesuai dengan nilai-nilai moral universal tersebut.
Nilai-nilai moral non universal, berbeda halnya, tidak mengandung kewajiban moral universal. Ini adalah nilai-nilai seperti kewajiban spesifik pada sebuah religi  (yakni, bersembahyang, berpuasa, mengikuti hari suci) yang dirasakan sebagai kewajiban pribadi serius bagi seseorang.
Tindakan Moral:
 (1) kompetensi, (2)Keinginan, (3)Kebiasaan
Selanjutnya adalah pembahasan Kompetensi-kompetensi karakter Lickona. Bagian ini merupakan teori tentang sebuah sistem karakter Lickona dengan tiga ranah: pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Ketiga ranah ini saling berhubungan, saling berinteraksi dan saling merembasi.


Pengetahuan Moral; (1)Kesadaran moral (2) Pengetahuan Moral (3) memahami sudut pandang(4) Penalaran (5) pembuat keputusan (6) pengetahuan diri
Perasan moral : (1) Nurani (2) harga Diri (3) empati (4) cinta kebaikan, (5) Kontrol diri (6) rendah Hati
 
Tiga Ranah moral menurut Lickona
ELABORASI PENGETAHUAN MORAL DARI LICKONA
Pengetahuan Moral :
1.      Kesadaran Moral
Defenisi : Melek moral atau ketajaman  ( dalam menangkap /melihat) moral, antonimnya adalah buta moral. Ini adalah kemampuan menangkap isu moral, yang sering implicit, dari suatu objek / peristiwa. Kompetensi ini sama dengan kemampuan C2 ( memahami, khususnya interpretasi ) dari Taksonomi tujuan-tujuan Kognitif Bloom. Dalam bahasa Lickona sendiri  kesadaran Moral adalah kemampuan… “to use their intelligence to see when a situation requires moral judgment- and then to think carefully about what the right course of action is  (menggunakan kecerdasan mereka untuk melihat kapan sebuah situasi mempersyaratkan pertimbangan moral dan kemudian berpikir secara cermat tentang apa tindakan yang sebaiknya). Seseorang dapat menangkap secara intuitif  sebuah isu moral dari sebuah peristiwa atau pun sebaliknya, buta moral. Contoh orang yang buta moral yaitu orang yang menganggap martabat diri bergantung pada tampilan fisik/harta. Ketersinggungan kita ketika menyaksikan orang kaya menganiaya orang miskin adalah contoh ketajaman moral. Kesadaran moral terjadi sebelum kita melakukan pertimbangan moral dan pembuatan-pembuatan moral. Pengalaman belajar : pengalaman belajar yang penting bagi para pelajar agar melek moral adalah dengan hidup dalam lingkungan orang-orang yang melek moral ( conditioning). Pendidik harus menjadi teladan dalam ketajaman moral ini. Selain conditioning, pengalaman-pengalaman tak langsung pun penting. Ini dapat dilakukan dengan mempelajari peristiwa-peristiwa historis yang relevan dan biografi tokoh yang memiliki ketajaman penglihatan moral. Kasus Impresif pada remaja kita menuntut pendidik untuk mendidik para pelajar untuk memiliki ketajaman dalam sebuah budaya dan nilai-nilai yang dapat menghancurkan jati diri para remaja. Hasil Belajar : Dapat mengidentifikasi isu moral dari sebuah objek/ peristiwa.

2.      Pengetahuan Nilai moral
Defenisi : inilah Ethical Literacy, literasi etis, kemampuan hasil belajar teori-teori tentang berbagai nilai etis seperti : menghargai kehidupan dan kebebasan, bertanggungjawab terhadap orang lain, kejujuran, ketidakmemihakan, toleransi, sopan santun, displin dan keberanian. Literasi etis termasuk pemahaman tentang bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi. Ini berarti kemampuan menerjemahkan/ menalihbahasakan (translasi) nilai-nilai abstyrak menjadi perilaku moral konkret. Beda antara kesadaran moral dengan pengetahuan nilai moral adalah bahwa kesadaran moral mempersyaratkan kemampuan menangkap langsung(ketajaman) nilai moral dari sebuah peristiwa/objek yang konkret; adapun pengetahuan nilai moral  
3.      Memahami sudut pandang lain
Defenisi: memahami sudut pandang orang lain adalah kemampuan menerima sudut pandang orang lain, memahami sebuah situasi sebagaiman orang lain memahaminya, mengimajinasikan bagaimana orang lain berfikir, mereaksi dan berperasaan. Kemampuan ini sebuah prasyarat penting untuk perilaku moral social, menghargai dan bertanggung jawab terhadap orang lain. Pengalaman belajar: pengalaman yang otentik untuk kamampuan ini adalah dengan mempratikkan pengambilan perspektif (sudut pandang) orang lain pada siswa. Pengalaman belajar yang kognitif dapat dilakukan dengan menganalisis sudut pandang orang lain atau budaya lain. Hasil belajar : mengintrepretasi secara objektif perasaan dan pikiran orang.
4.      Penaran moral
Defenisi : memahami makna apa itu bermoral dan mengapa harus bermoral? Mengapa memenuhi janji iti penting?mengapa harus kerja sebaik-baiknya?mengapa harus berbagi dengan orang lain?
Penalaran moral anak-anak berkembang, mereka belajar apa yang dapat dianggap sebagai alasan moral yang baik dan alasan moral yang buruk.
Pengalaman Belajar: pengalaman belajarnya adalah melalui kognitif, tentang perbuatan bermoral.
Hasil Belajar: menyediakan alasan atas suatu perbuatan moral. Menjelaskan alasan suatu perbuatan moral.
5.      Pembuatan putusan
Defenisi : proses orang menjadi memiliki putusan.
6.      Pengetahuan diri
Kemampuan melihat kembali perilaku sendiri dan mengevaluasinya.


ELABORASI PERASAAN MORAL DARI LICKONA
Perasaan Moral
1.      Hati Nurani/ Nurani
Defenisi : nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif- pengetahuan tentang apa yang baik-dan sisi emosional-merasa wajib melakukan apa yang wajib.
Pengalaman belajar: berlatih menghadapi kasus-kasus yang menuntut individu mengekspresikan nuraninya adalah sebuah pengalaman belajar yang penting. Latihan ini akan terbentuk salah satunya melalui stimulasi yang mendorong individu mengekspresikan nuraninya. Diskusi kasus-kasus penggunaan atau pengabaian nurani adalah juga pengalaman belajar yang penting.
Hasil belajar: hasil belajar yang otentik adalah kapasitas untuk merasa bersalah dan merasa wajib untuk perbuatan moral. Pada tataran lebih rendah, ekpresi-ekspresi nurani ini melalui kata-kata.
2.      Harga diri
Defenisi : ini adalah kemampuan merasa bermartabat karena memiliki kebaikan atau nilai luhur. Studi-studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan harga diri yang tinggi lebih resisten terhadap tekanan dari teman-teman sebaya dan lebih mampu mengikuti putusan mereka sendiri. Ketika kita menilai positif diri kita sendiri,  maka kita lebih mungkin memperlakukan orang lain dengan cara positif. Bagian dari tantangan pendidik adalah membantu anak-anak mengembangkan harga diri positif yang didasarkan atas nilai-nilai seperti tanggungjawab, kejujuran dan kebaikan hati.
Pengalaman belajar: perbuatan baik sering kali membuat kita merasa senang karena melakukannya.
Hasil belajar: individu yang puas dengan dirinya sendiri dalam perbuatan baik dan sebaliknya, meras tidak senang dalam perilaku buruk.
3.      Empati
Defenisi : empati adalah identifikasi diri pada keadaan orang lain. Empati membantu kita keluar dari diri sendiri dan masuk ke dalam diri orang lain. Dapat merasa apa yang dirasakan orang lain.
Pengalaman belajar: para peserta didik dapat berlatih melakukan empati dibawah bimbingan guru.
Hasil belajar: mengungkapkan apa yang dirasakan orang lain.
4.      Cinta Kebaikan
Defenisi : bentuk tertinggi dari karakter mencakup ketertarikansejati / tulus pada kebaikan. Psikologiwan Boston Colelege Kirkpatrick menulis:”dalam pendidikan kebajikan, hati ini dilatih sebagaimana kesadaran. Orang bijak tidak hanya membedakan kebaikan dan keburukan, tetapi juga mencintai kebaikan dan membenci keburukan.
Pengalaman Belajar: para guru dapat berpaling pada sastra sebagai cara menanamkan perasaan tentang kebaikan dan kejahatan.
Hasil belajar: upaya-upaya pribadi dan kelompok untuk berbuat baik
5.      Control Diri
Defenisi : emosi dapat menenggelamkan penalaran. Inilah mengapa control-diri membantu kita bermoral yang niscaya.kontrol diri juga niscaya mengekang kesukaan diri.
Pengalaman belajar:pengalaman-pengalaman belajar dalam bentuk menolak kesenangan atau kebencian demi kebaikan.
Hasil belajar: tekun belajar/bekerja, menunda kesenangan, tugas belajar diselesaikan dengan baik. Memiliki kegiatan harian yang baik untuk mpengembangan diri dan lingkungannya.



6.      Rendah Hati
Defenisi : rendah hati adalah sisi afektif dari pengetahuan diri. Rendah hati terdiri dari keterbukaan yang sejati pada kebenaran dan kemauan untuk bertindak memperbaiki kesalahan-kesalahan kita.
Pengalaman belajar: berlatih terbuka terhadap kebenaran, dari manapun sumbernya, dan mau memperbaiki kesalahan-kesalahan diri sendir.
Hasil belajar: mengakui kebenaran pendapat orang lain. Mengaku bersalah jika melakukan kesalahan. Memberikan penghargaan terhadap pendapat orang lain.
Tindakan Moral
1.      Kompetensi
Defenisi : kompetensi moral adalah kemampuan mengubah putusan dan perasaan moral menjadi tindakab moral yanh efektif.
Pengalaman belajar: psikologiwan Ervin Staub menemukan bahwa anak-anak yang memiliki pengalaman yang terbimbing dalam role-playing.
Hasil belajar : kemampuan melaksanakan tindakan moral, berbuat baik, membantu orang lain.
2.      Keinginan Moral
Defenisi : menjadi baik sering mempersyaratkan sebuah tindakan nyata dari kemauan, suatu mobilisasi energy moral untuk melakukan apa yang menurut kita harus dilakukan. Kemauan memerlukan emosi berada di bawah control diri. Kemauan membutuhkan kemampuan untuk menolak godaan, teguh menghadapi tekanan teman sebaya dan melawan arus. Kemauan adalah inti dari keberanian moral.
Pengalamn belajar: kemauan sebagai sebuah potensi diri perlu dipahami dan disadari oleh peserta didik melalui bantuan guru. Langkah berikutnya peserta didik diminta mencatat kemauan-kemauan moral apa saja yang tidak dipenuhinya, setelah ini adalah praktik-praktik mewujudkan kemauan.
Hasil belajar: individu yang berupaya memiliki kemauan melakukan tindakan moral.konsistensi melaksanakan kewajiban moral.
3.      Kebiasaan ( Habit)
Defenisi : dalam banyak situasi tingkah laku moral diuntungkan oleh habit. Orang yang memiliki karakter yang baik, sebagaimana ditunjukkan woliam Bennett, “bertindak benar, setia, berani, simpati, dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal yang sebaliknya”.
Pengalaman belajar: anak-anak membutuhkan, sebagai bagian dari pendidikan moral mereka, banyak kesempatan untuk mengembangkan kebiasaan yang baik, banyak praktik menjadi orang yang baik. Mereka melakukan hal yang baik oleh kebiasaan.
Hasil belajar: kebiaasaan dalam hal tertentu. Biasa sopan-santun tertentu. Biasa menolong. Biasa adil.
Pendekatan Komprehensif untuk pendidikan nilai dan karakter. Lickona menyarankan suatu pendekatan pendidikan karakter yang komprehensif, melibatkan berbagai komponen terkait dan berbagai latar ( setting). Pendekatan ini didefinisikan oleh ide-ide besar berikut:
1.      Sepanjang sejarah dan di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan besar; membantu orang-orang menjadi cerdas dan membantu mereka menjadi baik.
2.      “Baik” dapat didefenisikan dalam bentuk nilai-nilai moral yang memiliki kemanfaatan objektif –nilai-nilai yang mengakui martabat manusia.
3.      Dua nilai moral membentuk inti dari suatu moralitas public yang dapat diajarkan: respect and responsibility
4.      Penghargaan berarti menunjukkan rasa hormat terhadap nilai seseoeang atau sesuatu.
5.      Mendidik penghargaan dan pertanggungjawaban membuat hal-hal ini menjadi nilai operatif kehidupan. Karakter terdiri dari:
·         Pengetahuan moral( kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, melihat dengan sudut pandang orang lain, penaran moral, pembuatan putusan dan pengetahuan diri).
·         Perasaan Moral( hati Nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, control diri, dan rendah hati.
·         Tindakan Moral ( Kompetensi, keinginan dan kebiasaan)
6.      Dihadapkan dengan struktur social yang memburuk, sekolah-sekolah yang berharap membangun karakter harus menyediakan pendekatan yang komprehensif, yang merangkul banyak hal strategi menuju nilai penghidupan penghargaan Dan pertanggungjawaban dalam hal karakter siswa.
B.     URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
Situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang sedang memprihatinkan telah mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus utama pembangunan nasional.
Mengapa pendidikan karakter penting dan mendesak bagi bangsa kita, antara lain disebabkan karena bangsa kita telah lama memiliki kebiasaan-kebiasaan yang kurang kondusif untuk membangun bangsa yang unggul. Ada 55 kebiasaaan kecil yang menghancurkan bangsa menurut Ryan Sugiono.[10] Antara lain :
            Table 1. Kebiasaan-kebiaasaan memperlakukan diri Sendiri
No
Kebiasaan
1
Meremehkan waktu
2.
Bangun kesiangan
3
Terlambat masuk kantor
4
Tidak displin
5.
Suka menunda
6
Melanggar janji
7
Menyontek
8
Ngarasani
9
Kebiasaan meminta
10
Melayani stress
11
Menganggap berat setiap masalah
12
Pesimis terhadap diri sendiri
13
Terbiasa mengeluh
14
Merasa hebat
15
Meremehkan orang lain
16
Tidak sarapan
17
Tidak terbiasa antri
18
Banyak tidur
19
Banyak nonton TV
20
Terlena dengan kenyamanan, takut berubah
             
Table 2. Kebiasaan-kebiaasaan memperlakukan Lingkungan
No
Kebiasaan
1
Merokok di sembarang tempat
2
Membuang sampah disembarang tempat
3
Corat-coret/Vandalism
4
Kenderaan kita mengotori udara
5
Jalan bertabur iklan
6
Konsumsi plastic berlebihan
7
Tidak terbiasa mengindahkan aturan pakai
8
Abai dengan pohon
9
Menganggap remeh daur ulang
  
Table 3. kebiasaan-kebiasaan yang merugikan ekonomi
No
Kebiasaan
1
Konsumtif
2
Pamer
3
Silau dengan kepemilikan orang lain
4
Boros Listrik
5
Nyandu ngegame
6
Tidak menyusun rencana-rencana kehidupan
7
Tidak biasa berfikir kreatif
8
Shopaholic
9
Mengabaikan peluang

Table 4. Kebiasaan-kebiasaan dalam bersosial
No
Kebiasaan
1
Tidak mau membaca
2
Jarang mendengar pendapat orang lain
3
Nepotisme
4
Suap-menyuap
5
Politik balik modal
6
Canggung dengan perbedaan
7
Beragama secara sempit
8
Lupa sejarah
9
Demo pesanan
10
Tawuran
11
Tidak belajar dari pengalaman
12
Birokratif
13
Meniru
14
Provakatif dan mudah terprovokasi
15
Tidak berani berkata “tidak”
16
Berambisi menguasai
17
Mengesampingkan tradisi adat

Tidak dapat disangkal bahwa persoalan karakter dalam kehidupan manusia di muka bumi sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang akan datang, merupakan suatu persoalan yang besar dan penting, kalau sejarah telah cukup banyak memperlihatkan kepada kita bukti bahwa kekuatan dan kebesaran suatu bangsa pada hakikatnya berpangkal pada kekuatan karakternya, yang menjadi tulang punggung bagi setiap bentuk kemajuan lahiriah bangsa tersebut.
Ary Ginanjar Agustian mengatakan bahwa saya semakin merasakan betapa pentingnya pendidikan karakter setelah mempelajari ilmu dan semangat samurai. Para samurai memiliki dua hal, yaitu WASA dan Do. Wasa artinya skill sedangkan Do artinya The Way of life ( prinsip hidup) yang dikenal Bushido.[11]
Para Samurai memiliki senjata yang disebut Katana atau Pedang. Pedang yang tajam tentu mengerikan dan berbahaya jika dimiliki oleh orang yang tidak bermoral. Pedang menjadi tidak berbahaya ketika pemegangnya mempunyai sifat yang disebut Bushido, yaitu amanah, pengasih, santun, sopan, mulia, hormat, dan lain-lain.
Seorang pembesar jepang sedang berada dalam perjalanan. Ia melihat sebongkah emas yang tampak jatuh dari caravan yang lewat sebelumnya. Saat itu ia berpapasan dengan pencari kayu yang sedang memikul bebannya. “ambillah emas itu untukmu”, kata pembesar tadi pada pencari kayu. Ia merasa iba dengan oranng yang tampak hidup susah itu hingga ingin membantu meringankan bebannya.
Bukannya mengambil emasnya, pencari kayu itu justru menasehati sang pembesar. “Tuan” ucapnya. “Tuan seperti seorang terhormat. Mengapa bicara begitu rendah. Saya memang pencari kayu, tapi saya bangga hidup dengan hasil keringat saya sendiri. Jangan pernah tuan meminta saya mengambil yang bukan hak saya”. Sang pembesar terkesima dengan sikap pencari kayu itu. Ia orang biasa, tetapi menjaga tegak karakter Bushido yang menjunjung tinggi Integritas dan kejujuran yang menjadi prinsip bushido. Kemajuan secara menyeluruh saat ini tidak lepas dari spirit bushido tersebut.  (Yagama SoKo). Gambaran bahwa jepang setiap dompet yang jatuh umumnya akan kembali dalam keadaan utuh merupakan refleksi teguhnya integritas dan kejujuran. 
Karena urgennya masalah pendidikan karakter ini maka pemerintah sejak tahun 2011 menggalakkan pendidikan karakter dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dan lebih diperdalam lagi dalam kurukulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang terlahir dari sebuah keniscayaan pendidikan Indonesia. Karakter bangsa Indonesia yang ramah dan santun sudah sangat terkikis akibat dari masuknya budaya-budaya luar yang negatif. Sistem Pendidikan Nasional yang bermuara pada kurikulum tingkat satuan pendidikan dianggap oleh beberapa pihak belum dapat mengakomodir perbaikan karakter bangsa ini.
Intruksi presiden Republik Indonesia No 1 Tahun 2010 tentang Pendidikan Karakter menambah indikator politicall will pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa ini melalui pendidikan. Keinginan akan terciptanya generasi bangsa yang berakhlak mulia dan cerdas inilah yang kemudian mendorong pemerintah untuk terus melakukan perbaikan sistem pendidikan nasional. Hasilnya adalah lahirnya kurikulum ini.
Lahirnya Kurikulum 2013 didasari dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Keluarnya PP nomor 32 tahun 2013 ini mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap standar kelulusan, standar isi, standar proses dan standar penilaian pendidikan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, Kurikulum 2013 lebih menekankan pada internalisasi nilai-nilai sikap. Baik itu sikap spiritual (hablun minallah) maupun sikap sosial (hablun minnannas). Pada Kurikulum 2013, digunakan istilah Kompetensi Inti.
Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang Peserta Didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan Pengembangan Kompetensi dasar. Kompetensi Inti sebagaimana dimaksud mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan Pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
Dalam implementasinya pada pembelajaran di kelas, kurikulum 2013 menuntut perubahan paradigma pembelajaran dari teaching (mengajar) menjadi learning (membelajarkan). Kompetensi inti sikap spritual dan sikap sosial adalah kompetensi yang harus menjadi tujuan hakiki dari setiap proses  pembelajaran di kelas. Implementasi kurikulum 2013 bermuara pada pengembangan kompetensi spiritual keagamaan yang mencakup perwujudan suasana belajar untuk meletakkan dasar perilaku baik yang bersumber dari nilai nilai-nilai agama dan moral dalam konteks belajar dan berinteraksi sosial. Hal ini menuntut guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk menjadi pilot implementasi kurikulum 2013 di sekolah. Dengan posisi tersebut, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti harus memiliki kemampuan mengembangkan perencanaan pembelajaran dengan baik sesuai dengan yang diharapkan oleh kurikulum 2013.  
C.    TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KARAKTER
 Sebelum mengkaji tentang tujuan pendidikan karakter, perlu kita renungkan sebuah pertanyaan berikut? Apakah tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 bersesuaian dengan pendidikan karakter?
Pada hakikatnya, tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan konseptual filosofi pendidikan yang membebaskan dan mampu menyiapkan generasi masa depan untuk dapat bertahan hidup (survive) dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan zamannya.
Fungsi dan tujuan nasional menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 3 :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabatdalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadai bahwa pendidikan harus berdampak pada watak manusia/bangsa Indonesia. Fungsi ini amat berat untuk dipikul oleh pendidikan nasional, terutama apabila dikaitkan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk keberlangsungan fungsi ini.
‘Mengembangkan kemampuan “ dapat dipahami bahwa pendidikan nasional menganut aliran konstruktivisme, yang mempercayai bahwa peserta didik adalah manusia potensial dan dapat dikembangkan secara optimal melalui proses pendidikan. Artinya setiap layanan pendidikan yang ada di Indonesia harus dipersepsi secara sama bahwa peserta didik itu memiliki potensi yang luar biasa dan perlu difasilitasi memalui proses pendidikan untuk mengembangkan potensinya.
Dalam pendidikan karakter, kemampuan yang harus dikembangankan pada peserta didik melalui persekolahan adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan (tunduk patuh pada konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin dunia.
Fungsi kedua, “membentuk watak” mengandung makna bahwa pendidikan nasional harus diarahkan pada pembentukan watak. Pendidikan yang berorientasi pada watak peserta didik merupakan suatu hal yang tepat.
Fungsi ketiga “ peradapan bangsa”. Dalam spectrum pendidikan nasional dapat dipahami bahwa pendidikan itu selalu dikaitkan dengan pembangunan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa.
Rumusan tujuan pendidikan Nasional dalam UU sisdiknas mengandung filosofi pendidikan sebagai educare, yang untuk zaman sekarang sudah kurang memadai dan sebaliknya disempurnakan atau dilengkapi.
Singkat kata, bahwasanya tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan berbagai karakter manusia Indonesia, walaupun dalam penyelenggaraannya masih jauh dari yang dimaksudkan dalam UU.
Pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
2.      Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3.      Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah ( setelah lulus dari sekolah). Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah bukanlah sekedar dogmatisasi nilai kepada peserta didik untuk memahami suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak-anak. Penguatan juga mengarahkan proses pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak setting kelas maupun sekolah.
Pendidikan pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong royaong, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan YME yang berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1.      Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2.      Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3.      Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

KESIMPULAN

1.      Pendidikan karakter memiliki beberapa makna:
a.       Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran
b.      Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.
c.       Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk (lembaga).
2.      Bahwa pendidikan karakter sangat lah urgen posisinya karena bangsa Indonesia menghadapi kondisi yang kurang kondusif untuk membangun bangsa yang kuat. Sehingga diperlukan usaha yang lebih yang dapat menjadikan bangsa yang dihormati di mata dunia.
3.      Tujuan pendidikan karakter telah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.   
 

[1] http://acch.kpk.go.id/statistik-tindak-pidana-korupsi
[2]http://regional.kompas.com/read/2016/01/11/14313191/Buwas.Pengguna.Narkoba.di.Indonesia.Meningkat.hingga.5.9.Juta.Orang
[3] Http://www.tribujabar.co.id/read/artikel/4317/tentangkami.
[4] http:// www. Targetmdgs.org/index.php?option=com
[5] M. furqon hidayatullah, pendidikan karakter membangun perabadapan bangsa, Surakarta:Yuma pustaka, 2010,  hlm.12
[6] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana Media Group, 2011, Hlm. 25
[7] Megawawangi Ratna, pendidikan karakter Solusi yang tepat untuk membangun bangsa, Bogor: IHF, 2004, hlm. 95
[8] Nyoman Kutha Ratna, Peranan karya satra dan budaya dalam pendidikan karakter, PT. Pustaka Pelajar, ypgyakarta; 2014, hlm.
[9]   Dharma Kesuma , Cepi Triatna, Johar, Pendidikan Karakter, kajian Teori dan Praktik di sekolah, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011, Hlm.63
[10] Ryan Sugiono, 55 kebiasaan kecil yang menghancurkan bangsa, Yogyakarta:Pinus Book Publisher, 2009, hlm. 11-13
[11] Ary Ginanjar, Bangkit dengan tujuh Budi Utama, Jakarta: PT. ArgaPublishing, 2009, hlm. 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar