Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 19 November 2016

MAKALAH KONSELING PSIKOANALISIS



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Berbagai masalah yang dimiliki manusia khususnya secara psikis, tentu saja memiliki penyelesaian yang berbeda-beda. Untuk menyelesaikannya pun memerlukan ketepatan dalam mengambil teknik yang digunakan seorang konselor atau psikolog. Namun puluhan bahkan ratusan teknik tidak mungkin digunakan semua secara sekaligus. Maka sangat diperlukannya penentuan teknik yang akan dipakai. Teknik itu merupakan salah-satu cara konselor atau psikolog dalam melakukan proses pendekatan terhadap pihak klien berdasarkan sikap, masalah yang dihadapi, dan berbagai hal lainnya yang harus dipahami para konselor atau psikolog secara teori untuk kemudian dipraktekkan di lapangan.
Dalam pemecahan masalah yang berhubungan dengan psikologis, ada banyak pendekatan-pendekatan yang berguna untuk keselarasan problem solving yang akan diberikan seorang konselor atau psikolog dalam membantu kliennya.
Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari sesuatu kegiatan dan praktik konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika kita mempunyai pemahaman berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah proses konseling.[1]
Dunia konseling memiliki berbagai macam pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat berbeda.[2]
Beberapa pendekatan dalam konseling yaitu pendekatan psikoanalisis, eksistensial-humanitis, client-centered, terapi gestalt, terapi rasional-emotif, terapi realitas dan pendekatan eklektik. Dalam makalah ini, hanya akan diuraikan tentang pendekatan psikoanalisis secara lebih mendetail. Psikoanalisis sebagai teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsep dasar konseling psikoanalisis?
2.  Bagaimana pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia?
3.    Bagaimana teknik konseling psikoanalisis?
4.  Apa kelebihan dan kekurangan pada konseling psikoanalisis?
5.  Bagaimana penerapan dan contoh kasus teori psikoanalisis dewasa ini?

C.  Tujuan Pembahasan
1.    Memahami konsep dasar konseling psikoanalisis.
2.    Memahami pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia.
3.    Memahami teknik-teknik konseling psikoanalisis.
4.    Mengetahui kelebihan dan kekurangan pada konseling psikoanalisis.
5.    Memahami penerapan dan contoh kasus teori psikoanalisis dewasa ini.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Konsep Dasar Konseling Psikoanalisis
1.    Pengertian Konseling Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan salah satu mazhab psikologi yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai tokoh utama yang mengembangkan teori ini. Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Menurut Eldido Psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peran sentral. Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien histeria. Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya di bidang praktis. Dari hasil penelitian yang dilakukannya kemudian lahir asumsi-asumsi tentang perilaku manusia.
Corey mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik, kemudian disusul oleh behaviorisme dan humanitis.
Pada kemunculannya, teori Freud ini banyak mengundang kontroversi, eksplorasi, penelitian dan dijadikan landasan berpijak bagi aliran lain yang muncul kemudian. Mulanya Freud menggunakan teknik hipnosis untuk menangani pasiennya. Tetapi teknik ini ternyata tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Dalam perkembangannya, Freud menggunakan teknik asosiasi bebas (free association) yang kemudian menjadi dasar dari psikoanalisis. Teknik ini ditemukan ketika Freud melihat beberapa pasiennya tidak dapat dihipnotis atau tidak memberi tanggapan terhadap sugesti atau pertanyaan yang mengungkap permasalahan klien. Selanjutnya, Freud mengembangkan lagi teknik baru yang dikenal sebagai analisis mimpi.
Menurut Willis, pengertian psikoanalisis meliputi tiga aspek penting yaitu :
1.    Sebagai metode penelitian proses-proses psikis
2.    Teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis
3.    Sebagai teori kepribadian[3]
Letak keunggulan psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah sangat efektif untuk menyembuhkan klien atau pasien yang histeria, cemas, obsesi neurosis. Namun demikian kasus-kasus sehari-hari dapat juga digunakan pendekatan psikoanalisis ini untuk mengatasinya.[4]

2.    Sejarah Perkembangan Konseling Psikoanalisis
Membahas tentang perkembangan konseling psikoanalisis, maka tidak lepas dari sosok yang memperkenalkannya pertama kali, Sigmund Freud. Sigmund Freud adalah seorang psikolog yang berasal dari kota Wina, Austria. Freud dilahirkan dari kandungan seorang ibu yang bernama Amalia yaitu seorang yang cantik, tegas, masih muda, dau puluh tahun lebih muda dari suaminya dan merupakan istri ketiga dari ayahnya Jacob Freud. Freud lahir tepatnya pada tanggal 6 Mei 1856 di Freigery sebuah kota kecil yang didominasi penduduk asli Muravia[5], yang sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan Pribar, Cekoslowakia, Austria. Ia meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika Nazi menaklukkan Austria.[6]
Pada tahun 1860, ketika Freud hampir berusia 4 tahun, keluarganya pindah ke Wina (Wina, ibukota Austria) yang kemudian menjadi semacam magnet bagi kaum imigran. Saat itu adalah masa-masa awal dimulainya era liberal pada kekaisaran Hapsburg. Kaum Yahudi baru saja terbebas dari pajak-pajak yang memberatkan serta berbagai pembatasan menghina seperti tentang hak-hak kepemilikan mereka, pilihan-pilihan karer, praktek-praktek keagamaan yang dianut. Kemerdekaan ini kemudian membawa harapan-harapan realistis pada bidang perkembangan taraf ekonomi, partisipasi politik serta menjadi ukuran baru bagi standar penerimaan sosial. Saat itu adalah masa dimana (seingat Freud) “Para murid berdarah Yahudi yang taat, selalu membawa album foto tokoh-tokoh Yahudi yang menjadi Menteri kabinet, dalam tas mereka.” Freud muda terlatih untuk selalu memiliki ambisi-ambisi tinggi. Sebagai anak pertama dan kesayangan keluarga, dia difasilitasi kamar pribadi oleh orang tuanya. Dia memperlihatkan bakat-bakat yang luar biasa semenjak hari pertama sekolahnya dan disekolah lanjutan (disebut Gymnasium: sekolah lanjutan swasta sebelum masuk perguruan tinggi), dia selalu berada di peringkat pertama dari tahun ke tahun.[7]
Ia bekerja pada laboratorium Profesor Breuer, ahli ternama dalam bidang fisiologi (1876-1882). Beberapa tahun lamanya ia mengadakan riset mengenai kokaine, sejenis obat bius (1884-1887). Pada tahun 1886 ia menikah dengan Martha Bernays dan karena alasan ekonomis ia mengurangi riset ilmiah dan membuka praktek sebagai dokter saraf. Namun, ia meneruskan penelitian dibidang neurologi. Setelah itu ia berkunjung di Berlin dan menulis beberapa karangan penting tentang cacat otak pada anak-anak. Lama-kelamaan perhatiannya  bergeser dari neurologi ke psikopatologi. Terpengaruh oleh Breuer  sekitar tahun 1888 ia memulai memanfaatkan hipnosa dan sugesti dalam praktek ilmiahnya. Intinya  pada tahun (1896-1939) Freud mengembangkan gagasannya tentang teori psikoanalisa dari praktiknya  dengan pasien yang mengalami gangguan mental. Dan Freud telah menghabiskan waktu hidupnya di Wina dan kemudian pindah ke London menjelang akhir karirnya.[8]
Penemuan yang mengakibatkan nama Frued menjadi masyhur adalah psikoanalisa. Istilah ini diciptakan Frued sendiri dan muncul pertama kalinya pada tahun 1896. Menurut Frued psikonalisa merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaraan memainkan peranan sentral.[9]  Pandangan  Ini mempunyai relevensi praktis, karena dapat digunakan dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan-gangguan psikis. Tetapi perlu dicatat pengunaan klinis psikoanalisa tidak merupakan perkembangan yang lebih lanjut dikemudian hari. Frued tidak memulai dengan menyusun suatu ajaran. Teori psikonalisa lahir dari praktek dan tidak sebaliknya. Psikoanalisa ditemukan dalam usaha menyembuhkan pasien-pasien histeris. Baru kemudian Frued menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya dibidang praktis. Frued sendiri beberapa kali menjelaskan arti istiah psikoanalisa, tetapi cara menjelaskannya tidak selalu sama.
Salah satu cara yang terkenal adalah cara yang ada pada tahun 1923. Cara ini terdapat di dalam suatu artikel yang ditulis sendiri oleh Frued dalam sebuah kamus ilmiah Jerman. Disitu ia membedakan tiga arti psikonalisa. Pertama “psikonalisa” dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis (seperti misalnya mimpi) yang sebelumnya tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah. Kedua, istilah ini menunjukkan juga suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami pasien-pasien Neurotis. Teknik ini bertumpu pada metode penelitian tadi. Ketiga, istilah yang sama dipakai pula dalam arti yang lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui teknik metode dan teknik tersebut di atas. Dalam hari terakhir ini kata “psikoanalisa”mengacu pada suatu ilmu pengetahuan yang dimata Frued betul-betul ilmu baru.
B.  Pandangan Psikoanalisis Tentang Kepribadian Manusia
1.    Topografi Kepribadian
Teori topografi merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan tentang kepribadian manusia yang terdiri dari sub-subsistem. Bagi Freud kepribadian itu berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu
a.     Alam sadar (conscious/Cs), bagian yang berfungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar atau nyata.
b.    Alam prasadar (preconscious/Pcs), bagian kesadaran yang menyimpan ide, ingatan, dan perasaan dan berfungsi mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan tersebut ke alam sadar jika individu berusaha mengingatnya kembali.
c.     Alam bawah sadar (unconscious/Ucs), bagian dari dunia kesadaran yang paling menentukan terbentuknya kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan semua ingatan atas peristiwa-peristiwa tertentu yang telah direpresi individu. Alam bawah sadar juga menyimpan ingatan tentang keinginan yang tidak tercapai oleh individu.[10]
2.    Struktur Kepribadian
Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara struktural. Dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat pula subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, antara lain:
a.    Id, merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak lahir. Id bersifat primitif dan bekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan sebagai sumber libido atau tenaga hidup dan energi serta merupakan sumber dari dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.
b.    Ego, berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup dan berasal dari kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Prinsip kerjanya selalu bertentangan dengan id.
c.    Superego, terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang dipelajari di sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia. Superego bekerja berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan kesenangan tetapi pada kesempurnaan kepribadian.[11]

3.    Perkembangan Kepribadian
Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa tahap, yaitu tahap oral, anal, falik, laten dan genital. Freud mengemukakan bahwa tahapan perkembangan ini sangat penting terutama bagi pembentukan kepribadian di kemudian hari.
a.    Fase oral, terjadi sejak lahir hingga akhir tahun pertama. Pada fase ini anak berkembang berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Anak yang tidak mendapat kasih sayang dari ibu dan kepuasan dalam makan serta minum akan menghambat perkembangan kepribadiannya.
b.    Fase anal, terjadi mulai usia dua sampai akhir tahun ketiga. Perkembangan anak pada fase ini berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Selama fase ini, peran latihan buang air (toilet training) sangat penting untuk belajar disiplin dan moral.
c.    Fase falik, berkembang mulai usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan berpusat pada alat kelamin. Istilah yang kerap muncul pada fase ini adalah Oedipus complex (ketertarikan seksual pada sosok ibu) pada anak laki-laki dan electra complex (ketertarikan seksual pada sosok ayah) pada anak perempuan.
d.   Fase laten, juga disebut tahap pregenital. Periode ini terjadi antara lima atau enam tahun hingga pubertas. Pada fase ini anak hanya sedikit berminat pada seksualitas karena disebabkan kesibukan belajar, aktifitas dengan teman sebaya dan keterampilan fisik.
e.    Fase genital, terjadi pada masa pubertas (diatas 12 tahun). Perilaku umum yang tampak pada fase ini adalah kecenderungan tertarik pada lawan jenis, bersosialisasi dan berkelompok serta menjalin hubungan kerja. Semua tingkah laku yang dilakukan kerap kali pada proses menciptakan hubungan dengan orang lain.[12]
4.    Dinamika Kepribadian
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme abad ke –19 dan menganggap organisme manusia sebagai suatu energi yang kompleks. Energi yang di peroleh dari makanan (energi fisik). Berdasarkan hukum penyimpangan (conservation of energi) energi tidak dapat hilang, tetapi dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Energi fisik dapat berubah menjadi energi psikis. Jembatan antar energi tubuh dengan kepribadian ialah id beserta insting – instingnya.
a.    Insting, menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Freud mengelompokkan insting atas dua jenis yakni insting hidup dan insting mati. Bentuk energi dimana insting-insting hidup beroperasi disebut libido. Yang paling utama insting libido ialah insting seksual. Insting-insting hidup yang lainnya adalah lapar dan haus.[13]
b.    Kecemasan, yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak terpenuhi dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan, antara lain :
1)   Kecemasan realitas (reality anxity), takut akan bahaya yang datang dari luar. Kecemasan ini bersumber dari ego.
2)   Kecemasan neurosis (neurotic anxity), khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya. Kecemasan ini bersumber dari id.
3)   Kecemasan moral (moral anxity), kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai dalam hati nuraninya. Kecemasan ini bersumber dari super ego.[14]
c.    Mekanisme pertahanan ego
Cara individu menghindari kecemasan biasanya dilakukan dengan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism). Di antara contoh bentuk mekanisme pertahanan ego antara lain :
1)   Represi, melupakan isi kesadaran yang traumatis. Contoh : seorang korban tsunami di Aceh berusaha melupakan peristiwa tersebut.
2)   Proyeksi, mengalamatkan pikiran, perasaan, motif yang tidak diterimanya kepada orang lain. Contoh : seseorang mengatakan bahwa kegagalannya dalam ujian karena teman sebangkunya yang berisik.
3)   Introyeksi, menanamkan nilai-nilai dan standar yang dimiliki orang lain ke dalam dirinya sendiri. Contoh : seorang anak senang berkelahi karena selalu melihat kedua orang tuanya berkelahi.
4)   Regresi, tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang terdahulu dimana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar. Contoh : anak berusia 10 tahun yang kembali minta digendong ketika adiknya lahir.[15]
C.  Teknik Konseling Psikoanalisis
Teknik spesifik yang digunakan Freud dalam psikoterapi adalah asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis resistensi.[16]
1.    Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada klien untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada benak klien, baik yang menyenangkan maupun tidak. Asosiasi ini untuk memudahkan konselor  terhadap dinamika psikologis yang terjadi padanya, sehingga dapat membimbing klien menyadari pengalaman-pengalaman ketidaksadarannya, dan membuat hubungan-hubungan kecemasannya saat ini dengan pengalaman masa lampau.
2.    Interpretasi Mimpi
Interpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan segenap mimpinya kepada terapis, karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan direpresi dan termanifes dalam mimpi. Interpretasi mimpi maksudnya klien diajak konselor untuk menafsirkan mimpi-mimpi yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan dengan dorongan ketidaksadarannya.
3.    Analisis Tranferensi
Transferensi merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa lalunya dalam hubungannya orang-orang  berpengaruh kepada terapis di saat konseling. Dalam transferensi ini akan muncul perasaan benci, ketakutan, kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan di ungkapkan kembali, dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor melakukan analisis pengalaman klien dimasa kecilnya, terutama hal-hal yang menghambat perkembangan kepribadiannya. Dengan analisis transferensi diharapkan klien dapat mengatasi problem yang dihadapi hingga saat ini.
4.    Analisis Resistensi
Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak berlangsungnya terapi atau mengungkpkan hal-hal yang menimbulkan kecemasan. Perilaku ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam konseling, konselor membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resisitensi sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari penolakan atas interpretasi konselor.
Teknik-teknik spesifik ini tidak biasa dilakukan dalam hubungan konseling, tetapi lebih banyak digunakan dalam psikoterapi dalm membantu pasien yang mengalami psikopatologis.
D.  Kelebihan dan Kekurangan Pada Konseling Psikoanalisis
Menurut Muhammad Surya adapun kekuatan atau kelebihan dari konseling psikoanalisis ini yaitu:[17]
1.    Kekuatan atau kelebihan konseling psikoanalisis
a.    Adanya motivasi yang tidak selamanya disadari
b.    Adanya teori kepribadian dan teknik psikoterapi
c.    Pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian
d.   Adanya model penggunaan wawancara sebagai alat terapi
e.    Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia.
f.     Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.

2.    Kelemahan atau kekurangan konseling psikoanalisis
a.    Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
b.    Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu.
c.    Cenderung meminimalkan rasionalitas.
d.   Perilaku yang ditentukan oleh energi psikis, adalah suatu yang meragukan.
e.    Kurang efisien dari segi waktu dan biaya.
E.   Penerapan dan Contoh Kasus Teori Psikoanalisis
Penerapan dapat dilakukan pada saat orang yang tengah tidak sadarkan diri. Saat pasien tidak sadar, pasien banyak yang menutup-nutupi ingatan yang menyedihkan. Karena masalah inilah Frued melakukan pekerjaannya  yaitu, memeriksa ketidaksadaran serta menguak alasan resistensi pasien tersebut. Cara yang biasanya dilakukan adalah melalui mimpi, hipnotis, dan melamun.[18]
Untuk contoh penerapannya, penulis akan memberikan contoh mengenai kegiatan orang sedang melamun (perubahan kepribadian yang disertai kekaburan). Cara Frued melakukannya adalah dengan menghubungkan beberapa kata yang mempunyai hubungan dengan apa yag dipikirkannya,  saat mengetahui kata-kata itu ia menghipnotisir pasien lalu mengulang kata-kata tersebut. Supaya berfungsi sebagai titik tolak. Setelah itu pasien merelakan bekerja sama dengan dokternya. Dengan demikian dihadapan dokter dihadirkan kembali ciptaan-ciptaan psikis yang melintasi pemikirannya dalam melamun lewat kata-kata yang diucapkannya tadi. Cara ini sering diberi nama “Talking Care” atau “Chimneg-Sweeping”.[19]
Cuplikan dari suatu sesi psikoanalisa- sebuah ilustrasi transverensi.
Pasien    : (Seorang pria eksekutif bisnis berusia 50 tahun) : saya benar-  benar      merasa tidak  ingin bicara hari ini.
Analis    : (Tetap diam selama beberapa menit, kemudian) Mungkin anda ingin menyampaikan mengapa anda merasa tidak ingin bicara.
Pasien    : anda mulai lagi, menurut saya, memaksa saya melakukan sesuatu yang tidak ingin saya lakukakan. (diam sesaat). Apakah saya harus selalu bicara di sini, pada saat saya tidak ingin? (Nada suaranya naik dan marah). Bisakah anda pergi dari belakang saya? Anda tidak perduli sengan perasaan saya, bukan?
Analis    : Mengapa anda merasa saya tidak peduli?
Pasien    : Karena anda selalu memaksa saya untuk melakukan sesuatu yang saya rasa tidak bisa.
Cuplikan di atas harus dipahami dalam konteksnya. Pasien tersebut telah menjalani terapi selama sekitar satu tahun, dengan keluhan depresi dan kecemasan. Walaupun sangat sukses di mata keluarga dan rekan-rekannya, dia merasa lemah dan tidak kompeten. Melalui banyak sesi asosiasi dan analisis mimpi, analisis mulai menduga bahwa perasaan gagal yang dirasakan pasien berakar dari pengalaman-pengalaman di masa kecilnya bersama ayah yang sangat keras dan suka mengkritik, yang jauh lebih sukses dari si klien, yang tampaknya tidak pernah puas dengan apapun yang diupayakan anaknya. Pembicaraan yang dikutip di sini pada akhirnya diinterpretasikan oleh analis sebagai ekspresi kemarahan pasien terhadap tekanan sang ayah terhadapnya. Nada suara pasien (marah), seperti halnya reaksinya yang berlebihan terhadap saran lembut dari analis untuk menceritakan mengapa ia tidak ingin bicara, mengindikasikan bahwa pasien tidak ingin berbicara, mengindikasikan bahwa pasien sebenarnya bukan marah kepada penganalisis, tetapi kepada ayahnya. Terapis menilai ekspresi perasaan semacam itu, yaitu pasien mengalihkan perasaan terhadap ayahnya kepada analis. Sebagai hal penting dan menggunakannya dalam essay essay selanjutnya untuk membantu pasien mengevaluasi ulang ketakutan-ketakutan di masa kecilnya untuk mengecewakan ayahnya dan mengekspresikan kemarahan kepadanya.[20]
Depresi adalah gangguan mood yang dapat diselesaikan oleh beberapa prespektif. Salah-satunya psikoanalisa yang menitikberatkan pada konflik bawah alam sadar yang berhubungan dengan duka dan kehilangan. Seperti yang dipaparkan oleh Freud bahwa potensi depresi berada pada masa anak-anak karena fase itu dapat menentukan kepribadian seseorang secara permanen atau juga sementara.[21]
Pendekatan Psikoanalisa yang lebih mengarah kepada alam bawah sadar seorang individu. Bagian individu dikontrol oleh bagian yang tidak sadar. Dengan menggunakan unsur id, ego dan super ego. Psikoanalisis memberikan kekuatan penggerak dari alam bawah sadar yang disebut libido.[22]
Maka sampai saat ini, penerapan psikoanalisa masih terus berkembang. Salah-satu model pengaplikasian teori alam bawah sadar ini adalah psikoterapi. Sebuah yayasan terapi mengaplikasikan teori psikoanalisa dengan melatih para pakarnya untuk mempraktekan psikoterapi.[23] Sudah berkembang pesat hingga kini. Seperti halnya hypnotherapy yaitu memberi motivasi atau sebuah pengarahan melalui alam bawah sadar. Atau dengan cara mengembalikan pikiran buruk di masa lampau dan memberikan mindset untuk membuangnya jauh-jauh. Itu sudah sering dilihat dewasa ini, khususnya di Negara Indonesia sendiri.
Pendekatan psikoanalisa pun sangat berguna bagi seorang konselor untuk melakukan pendekatan terhadap klien yang mempunyai masalah besar yang terpendam. Dengan cara membuat klien menjadi tenang,  maka  hal itu akan menjadikan klien lebih merasa nyaman dan puas untuk mengikuti pengarahan yang dipaparkan konselor atau psikolog.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.    Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peran sentral. Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien histeria. Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya di bidang praktis. Dari hasil penelitian yang dilakukannya kemudian lahir asumsi-asumsi tentang perilaku manusia.
2.    Pandangan Psikoanalisis Tentang Kepribadian Manusia
a.    Topografi Kepribadian: Alam sadar (conscious/Cs), alam prasadar (preconscious/Pcs), dan alam bawah sadar (unconscious/Ucs),
b.    Struktur Kepribadian: Id, Ego, dan Superego
c.    Perkembangan Kepribadian: Fase oral, Fase anal, Fase falik, Fase laten, dan  Fase genital.
d.   Dinamika Kepribadian: Insting, kecemasan, dan mekanisme pertahanan ego.
3.    Teknik konseling Psikoanalisis: asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis resistensi.
4.    Kelebihan konseling psikoanalisis: Adanya motivasi yang tidak selamanya disadari, Adanya teori kepribadian dan teknik psikoterapi, Pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian, Adanya model penggunaan wawancara sebagai alat terapi, Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia. Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.
Kelemahan  psikoanalisis: Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan. Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu. Cenderung meminimalkan rasionalitas. Perilaku yang ditentukan oleh energi psikis, adalah suatu yang meragukan, Kurang efisien dari segi waktu dan biaya.
5.    Penerapan dapat dilakukan pada saat orang yang tengah tidak sadarkan diri. Saat pasien tidak sadar, pasien banyak yang menutup-nutupi ingatan yang menyedihkan. Karena masalah inilah Frued melakukan pekerjaannya  yaitu, memeriksa ketidaksadaran serta menguak alasan resistensi pasien tersebut. Cara yang biasanya dilakukan adalah melalui mimpi, hipnotis, dan melamun.

B.  Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran  yang berisi kritik maupun sanggahan serta tambahan terhadap makalah ini agar menjadi lebih baik.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena penulis adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.



DAFTAR PUSTAKA


Ali, Muhammad, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta: FIP UPI dan Imperial Bhakti utama, 2007

Freud, Sigmund, Peradaban dan Kekecewaan, terj. Apri Danarto Yogyakarta: Jendela, 2002

Gerald C Davison, Psikologi Abnormal edisi 9, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006

Izzudin, Muhammad, Panduan Lengkap Psikologi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2006

Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2001

Lumongga Lubis, Namora, Memahami Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: Kencana

Muhammad Surya, Teori-teori Konseling,  Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003

Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa Lima Ceramah, Jakarta: PT.Gramedia,1984

Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 1998

Syam, Nina W., Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011

Willis, Sofyan S., Konseling Keluaga, Bandung: Alfabeta, 2011

[1] Sofyan S.Willis, Konseling Keluaga, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 92.
[2] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana), hlm 139.
[3] Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm. 140-141.
[4] Latipun, Psikologi Konseling,(Malang: UMM Press, 2001), hlm. 60.
[5] Sigmund Freud, Peradaban dan Kekecewaan, terj. Apri Danarto (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. viii
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 142
[7] Sigmund Freud, Peradaban dan Kekecewaan, hlm. viii-ix
[8] Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa Lima Ceramah, (Jakarta: PT.Gramedia,1984), hlm. 6
[9] Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa, hal. 12
[10] Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm. 146.
[11] Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm.142.
[12] Latipun, Psikologi Konseling, hlm. 64-66
[13] Sofyan S.Willis, Konseling Keluaga, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 95
[14] Sofyan S.Willis, Konseling Keluaga, hlm. 96
[15] Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm. 147.
[16] Latipun, Psikologi konseling,hlm. 74-75
[17] Muhammad Surya, Teori-teori Konseling,  (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), hlm. 38.
[18] Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bnadung: Pustaka Setia, 2003), hal. 115
[19] Frued, Memperkenalkan Psikologi, hal.7
[20] Gerald C Davison, Psikologi Abnormal edisi 9, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal.44
[21] Nina W. Syam, Psikologi sebagai akar ilmu komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), hal. 54
[22] Muhammad Ali, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Jakarta: FIP UPI dan Imperial Bhakti utama, 2007), hal.126
[23] Muhammad Izzudin, Panduan lengkap Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 652

Tidak ada komentar:

Posting Komentar