BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Berbagai
masalah yang dimiliki manusia khususnya secara psikis, tentu saja memiliki
penyelesaian yang berbeda-beda. Untuk menyelesaikannya pun memerlukan ketepatan
dalam mengambil teknik yang digunakan seorang konselor atau psikolog. Namun
puluhan bahkan ratusan teknik tidak mungkin digunakan semua secara sekaligus.
Maka sangat diperlukannya penentuan teknik yang akan dipakai. Teknik itu
merupakan salah-satu cara konselor atau psikolog dalam melakukan proses
pendekatan terhadap pihak klien berdasarkan sikap, masalah yang dihadapi, dan
berbagai hal lainnya yang harus dipahami para konselor atau psikolog secara
teori untuk kemudian dipraktekkan di lapangan.
Dalam pemecahan
masalah yang berhubungan dengan psikologis, ada banyak pendekatan-pendekatan
yang berguna untuk keselarasan problem solving yang akan diberikan
seorang konselor atau psikolog dalam membantu kliennya.
Pendekatan
konseling merupakan teori yang mendasari sesuatu kegiatan dan praktik
konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika kita mempunyai
pemahaman berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, maka akan memudahkan
kita dalam menentukan arah proses konseling.[1]
Dunia konseling
memiliki berbagai macam pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua
praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang
berbeda sehingga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat
berbeda.[2]
Beberapa
pendekatan dalam konseling yaitu pendekatan psikoanalisis,
eksistensial-humanitis, client-centered, terapi gestalt, terapi
rasional-emotif, terapi realitas dan pendekatan eklektik. Dalam makalah ini,
hanya akan diuraikan tentang pendekatan psikoanalisis secara lebih mendetail.
Psikoanalisis sebagai teori pertama yang muncul dalam psikologi khususnya yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
konsep dasar konseling psikoanalisis?
2.
Bagaimana pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia?
3. Bagaimana teknik konseling psikoanalisis?
4.
Apa kelebihan dan kekurangan
pada konseling psikoanalisis?
5.
Bagaimana
penerapan dan contoh kasus teori psikoanalisis dewasa ini?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Memahami
konsep dasar konseling psikoanalisis.
2.
Memahami
pandangan psikoanalisis tentang kepribadian manusia.
3.
Memahami
teknik-teknik konseling psikoanalisis.
4.
Mengetahui
kelebihan
dan kekurangan pada konseling psikoanalisis.
5.
Memahami
penerapan dan contoh kasus teori psikoanalisis dewasa ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Konseling Psikoanalisis
1.
Pengertian
Konseling Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan salah satu mazhab psikologi yang
diperkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai tokoh utama yang mengembangkan teori
ini. Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis
dengan cara-cara fisik. Menurut Eldido Psikoanalisis merupakan suatu pandangan
baru tentang manusia, dimana ketidaksadaran memainkan peran sentral.
Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien histeria.
Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari penemuannya di bidang
praktis. Dari hasil penelitian yang dilakukannya kemudian lahir asumsi-asumsi
tentang perilaku manusia.
Corey mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang
muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
dan perilaku neurotik, kemudian disusul oleh behaviorisme dan humanitis.
Pada kemunculannya, teori Freud ini banyak mengundang kontroversi,
eksplorasi, penelitian dan dijadikan landasan berpijak bagi aliran lain yang
muncul kemudian. Mulanya Freud menggunakan teknik hipnosis untuk menangani
pasiennya. Tetapi teknik ini ternyata tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Dalam perkembangannya, Freud menggunakan teknik asosiasi bebas (free
association) yang kemudian menjadi dasar dari psikoanalisis. Teknik ini
ditemukan ketika Freud melihat beberapa pasiennya tidak dapat dihipnotis atau
tidak memberi tanggapan terhadap sugesti atau pertanyaan yang mengungkap
permasalahan klien. Selanjutnya, Freud mengembangkan lagi teknik baru yang
dikenal sebagai analisis mimpi.
Menurut Willis, pengertian psikoanalisis meliputi tiga aspek
penting yaitu :
1.
Sebagai
metode penelitian proses-proses psikis
2.
Teknik
untuk mengobati gangguan-gangguan psikis
3.
Sebagai
teori kepribadian[3]
Letak keunggulan psikoanalisis dalam konseling menurut Freud adalah
sangat efektif untuk menyembuhkan klien atau pasien yang histeria, cemas,
obsesi neurosis. Namun demikian kasus-kasus sehari-hari dapat juga digunakan
pendekatan psikoanalisis ini untuk mengatasinya.[4]
2.
Sejarah
Perkembangan Konseling Psikoanalisis
Membahas tentang perkembangan konseling psikoanalisis, maka tidak
lepas dari sosok yang memperkenalkannya pertama kali, Sigmund Freud. Sigmund
Freud adalah seorang psikolog yang berasal dari kota Wina, Austria. Freud
dilahirkan dari kandungan seorang ibu yang bernama Amalia yaitu seorang yang
cantik, tegas, masih muda, dau puluh tahun lebih muda dari suaminya dan
merupakan istri ketiga dari ayahnya Jacob Freud. Freud lahir tepatnya pada
tanggal 6 Mei 1856 di Freigery sebuah kota kecil yang didominasi penduduk asli
Muravia[5], yang sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan Pribar,
Cekoslowakia, Austria. Ia meninggal di London pada tanggal 23 September 1939.
Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika
Nazi menaklukkan Austria.[6]
Pada tahun 1860, ketika Freud hampir berusia 4 tahun, keluarganya pindah
ke Wina (Wina, ibukota Austria) yang kemudian menjadi semacam magnet bagi kaum
imigran. Saat itu adalah masa-masa awal dimulainya era liberal pada kekaisaran
Hapsburg. Kaum Yahudi baru saja terbebas dari pajak-pajak yang memberatkan
serta berbagai pembatasan menghina seperti tentang hak-hak kepemilikan mereka,
pilihan-pilihan karer, praktek-praktek keagamaan yang dianut. Kemerdekaan ini
kemudian membawa harapan-harapan realistis pada bidang perkembangan taraf ekonomi,
partisipasi politik serta menjadi ukuran baru bagi standar penerimaan sosial.
Saat itu adalah masa dimana (seingat Freud) “Para murid berdarah Yahudi yang
taat, selalu membawa album foto tokoh-tokoh Yahudi yang menjadi Menteri
kabinet, dalam tas mereka.” Freud muda terlatih untuk selalu memiliki
ambisi-ambisi tinggi. Sebagai anak pertama dan kesayangan keluarga, dia
difasilitasi kamar pribadi oleh orang tuanya. Dia memperlihatkan bakat-bakat
yang luar biasa semenjak hari pertama sekolahnya dan disekolah lanjutan
(disebut Gymnasium: sekolah lanjutan swasta sebelum masuk perguruan tinggi),
dia selalu berada di peringkat pertama dari tahun ke tahun.[7]
Ia bekerja pada laboratorium Profesor Breuer, ahli ternama dalam
bidang fisiologi (1876-1882). Beberapa tahun lamanya ia mengadakan riset
mengenai kokaine, sejenis obat bius (1884-1887). Pada tahun 1886 ia menikah
dengan Martha Bernays dan karena alasan ekonomis ia mengurangi riset ilmiah dan
membuka praktek sebagai dokter saraf. Namun, ia meneruskan penelitian dibidang
neurologi. Setelah itu ia berkunjung di Berlin dan menulis beberapa karangan
penting tentang cacat otak pada anak-anak. Lama-kelamaan perhatiannya bergeser dari neurologi ke psikopatologi.
Terpengaruh oleh Breuer sekitar tahun
1888 ia memulai memanfaatkan hipnosa dan sugesti dalam praktek ilmiahnya.
Intinya pada tahun (1896-1939) Freud
mengembangkan gagasannya tentang teori psikoanalisa dari praktiknya dengan pasien yang mengalami gangguan mental.
Dan Freud telah menghabiskan waktu hidupnya di Wina dan kemudian pindah ke
London menjelang akhir karirnya.[8]
Penemuan yang mengakibatkan nama Frued menjadi masyhur adalah psikoanalisa.
Istilah ini diciptakan Frued sendiri dan muncul pertama kalinya pada tahun
1896. Menurut Frued psikonalisa merupakan suatu pandangan baru tentang manusia,
dimana ketidaksadaraan memainkan peranan sentral.[9] Pandangan Ini mempunyai relevensi praktis, karena dapat
digunakan dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan-gangguan
psikis. Tetapi perlu dicatat pengunaan klinis psikoanalisa tidak merupakan
perkembangan yang lebih lanjut dikemudian hari. Frued tidak memulai dengan
menyusun suatu ajaran. Teori psikonalisa lahir dari praktek dan tidak
sebaliknya. Psikoanalisa ditemukan dalam usaha menyembuhkan pasien-pasien
histeris. Baru kemudian Frued menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis dari
penemuannya dibidang praktis. Frued sendiri beberapa kali menjelaskan arti
istiah psikoanalisa, tetapi cara menjelaskannya tidak selalu sama.
Salah satu cara yang terkenal adalah cara yang ada pada tahun 1923.
Cara ini terdapat di dalam suatu artikel yang ditulis sendiri oleh Frued dalam
sebuah kamus ilmiah Jerman. Disitu ia membedakan tiga arti psikonalisa. Pertama
“psikonalisa” dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap
proses-proses psikis (seperti misalnya mimpi) yang sebelumnya tidak terjangkau
oleh penelitian ilmiah. Kedua, istilah ini menunjukkan juga suatu teknik untuk
mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami pasien-pasien Neurotis. Teknik
ini bertumpu pada metode penelitian tadi. Ketiga, istilah yang sama dipakai
pula dalam arti yang lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan
psikologis yang diperoleh melalui teknik metode dan teknik tersebut di atas.
Dalam hari terakhir ini kata “psikoanalisa”mengacu pada suatu ilmu pengetahuan
yang dimata Frued betul-betul ilmu baru.
B.
Pandangan
Psikoanalisis Tentang Kepribadian Manusia
1.
Topografi
Kepribadian
Teori topografi merupakan teori psikoanalisis yang menjelaskan
tentang kepribadian manusia yang terdiri dari sub-subsistem. Bagi Freud
kepribadian itu berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam
kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu
a.
Alam
sadar (conscious/Cs), bagian yang berfungsi mengingat, menyadari dan
merasakan sesuatu secara sadar atau nyata.
b.
Alam
prasadar (preconscious/Pcs), bagian kesadaran yang menyimpan ide,
ingatan, dan perasaan dan berfungsi mengantarkan ide, ingatan, dan perasaan
tersebut ke alam sadar jika individu berusaha mengingatnya kembali.
c.
Alam
bawah sadar (unconscious/Ucs), bagian dari dunia kesadaran yang paling
menentukan terbentuknya kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan semua
ingatan atas peristiwa-peristiwa tertentu yang telah direpresi individu. Alam
bawah sadar juga menyimpan ingatan tentang keinginan yang tidak tercapai oleh
individu.[10]
2.
Struktur
Kepribadian
Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara
struktural. Dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat pula
subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, antara lain:
a.
Id,
merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak lahir.
Id bersifat primitif dan bekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan sebagai
sumber libido atau tenaga hidup dan energi serta merupakan sumber dari dorongan
dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.
b.
Ego,
berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego
bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup dan berasal dari
kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Prinsip kerjanya selalu
bertentangan dengan id.
c.
Superego,
terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang
dipelajari di sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia. Superego bekerja
berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan kesenangan tetapi pada
kesempurnaan kepribadian.[11]
3.
Perkembangan
Kepribadian
Secara genetis perkembangan kepribadian berkembang melalui beberapa
tahap, yaitu tahap oral, anal, falik, laten dan genital. Freud mengemukakan
bahwa tahapan perkembangan ini sangat penting terutama bagi pembentukan
kepribadian di kemudian hari.
a.
Fase
oral, terjadi sejak lahir hingga akhir tahun pertama. Pada fase ini anak
berkembang berdasarkan pengalaman kenikmatan erotik pada daerah mulut. Anak
yang tidak mendapat kasih sayang dari ibu dan kepuasan dalam makan serta minum
akan menghambat perkembangan kepribadiannya.
b.
Fase
anal, terjadi mulai usia dua sampai akhir tahun ketiga. Perkembangan
anak pada fase ini berpusat pada kenikmatan pada daerah anus. Selama fase ini,
peran latihan buang air (toilet training) sangat penting untuk belajar
disiplin dan moral.
c.
Fase
falik, berkembang mulai usia empat hingga lima tahun. Pusat kenikmatan
berpusat pada alat kelamin. Istilah yang kerap muncul pada fase ini adalah Oedipus
complex (ketertarikan seksual pada sosok ibu) pada anak laki-laki dan electra
complex (ketertarikan seksual pada sosok ayah) pada anak perempuan.
d.
Fase
laten, juga disebut tahap pregenital. Periode ini terjadi antara
lima atau enam tahun hingga pubertas. Pada fase ini anak hanya sedikit berminat
pada seksualitas karena disebabkan kesibukan belajar, aktifitas dengan teman
sebaya dan keterampilan fisik.
e.
Fase
genital, terjadi pada masa pubertas (diatas 12 tahun). Perilaku umum
yang tampak pada fase ini adalah kecenderungan tertarik pada lawan jenis,
bersosialisasi dan berkelompok serta menjalin hubungan kerja. Semua tingkah
laku yang dilakukan kerap kali pada proses menciptakan hubungan dengan orang
lain.[12]
4.
Dinamika
Kepribadian
Freud sangat
terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme abad ke –19 dan
menganggap organisme manusia sebagai suatu energi yang kompleks. Energi yang di
peroleh dari makanan (energi fisik). Berdasarkan hukum penyimpangan (conservation
of energi) energi tidak dapat hilang, tetapi dapat berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat yang lain. Energi fisik dapat berubah menjadi energi
psikis. Jembatan antar energi tubuh dengan kepribadian ialah id beserta insting
– instingnya.
a.
Insting,
menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan
dan kebutuhannya. Freud mengelompokkan insting atas dua jenis yakni insting
hidup dan insting mati. Bentuk energi dimana insting-insting hidup beroperasi
disebut libido. Yang paling utama insting libido ialah insting seksual.
Insting-insting hidup yang lainnya adalah lapar dan haus.[13]
b.
Kecemasan,
yaitu perasaan kekhawatiran karena keinginan dan tuntunan internal tidak
terpenuhi dengan sebaiknya. Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan,
antara lain :
1)
Kecemasan
realitas (reality anxity), takut akan bahaya yang datang dari luar. Kecemasan
ini bersumber dari ego.
2)
Kecemasan
neurosis (neurotic anxity), khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan
keinginan-keinginan primitifnya. Kecemasan ini bersumber dari id.
3)
Kecemasan
moral (moral anxity), kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan
dihukum oleh nilai-nilai dalam hati nuraninya. Kecemasan ini bersumber dari
super ego.[14]
c.
Mekanisme
pertahanan ego
Cara individu menghindari kecemasan biasanya dilakukan dengan
mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism). Di antara contoh
bentuk mekanisme pertahanan ego antara lain :
1)
Represi,
melupakan isi kesadaran yang traumatis. Contoh : seorang korban tsunami di Aceh
berusaha melupakan peristiwa tersebut.
2)
Proyeksi,
mengalamatkan pikiran, perasaan, motif yang tidak diterimanya kepada orang
lain. Contoh : seseorang mengatakan bahwa kegagalannya dalam ujian karena teman
sebangkunya yang berisik.
3)
Introyeksi,
menanamkan nilai-nilai dan standar yang dimiliki orang lain ke dalam dirinya
sendiri. Contoh : seorang anak senang berkelahi karena selalu melihat kedua
orang tuanya berkelahi.
4)
Regresi,
tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang
terdahulu dimana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar. Contoh :
anak berusia 10 tahun yang kembali minta digendong ketika adiknya lahir.[15]
C.
Teknik Konseling Psikoanalisis
Teknik spesifik yang digunakan Freud dalam psikoterapi adalah
asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis transference, dan analisis
resistensi.[16]
1.
Asosiasi
Bebas
Asosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada
klien untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada
benak klien, baik yang menyenangkan maupun tidak. Asosiasi ini untuk memudahkan
konselor terhadap dinamika psikologis
yang terjadi padanya, sehingga dapat membimbing klien menyadari
pengalaman-pengalaman ketidaksadarannya, dan membuat hubungan-hubungan
kecemasannya saat ini dengan pengalaman masa lampau.
2.
Interpretasi
Mimpi
Interpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan
segenap mimpinya kepada terapis, karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap
kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan direpresi dan
termanifes dalam mimpi. Interpretasi mimpi maksudnya klien diajak konselor
untuk menafsirkan mimpi-mimpi yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan dengan
dorongan ketidaksadarannya.
3.
Analisis
Tranferensi
Transferensi merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa
lalunya dalam hubungannya orang-orang
berpengaruh kepada terapis di saat konseling. Dalam transferensi ini
akan muncul perasaan benci, ketakutan, kecemasan dan sebagainya yang selama ini
ditekan di ungkapkan kembali, dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam
konteks ini konselor melakukan analisis pengalaman klien dimasa kecilnya,
terutama hal-hal yang menghambat perkembangan kepribadiannya. Dengan analisis
transferensi diharapkan klien dapat mengatasi problem yang dihadapi hingga saat
ini.
4.
Analisis
Resistensi
Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak
berlangsungnya terapi atau mengungkpkan hal-hal yang menimbulkan kecemasan.
Perilaku ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam konseling,
konselor membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resisitensi
sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari penolakan
atas interpretasi konselor.
Teknik-teknik spesifik ini tidak biasa dilakukan dalam hubungan
konseling, tetapi lebih banyak digunakan dalam psikoterapi dalm membantu pasien
yang mengalami psikopatologis.
D.
Kelebihan dan
Kekurangan Pada Konseling Psikoanalisis
Menurut Muhammad Surya adapun kekuatan atau kelebihan dari
konseling psikoanalisis ini yaitu:[17]
1.
Kekuatan
atau kelebihan konseling psikoanalisis
a.
Adanya
motivasi yang tidak selamanya disadari
b.
Adanya
teori kepribadian dan teknik psikoterapi
c.
Pentingnya
masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian
d.
Adanya
model penggunaan wawancara sebagai alat terapi
e.
Kehidupan
mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk
meredakan penderitaan manusia.
f.
Pendekatan
ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi,
resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.
2.
Kelemahan
atau kekurangan konseling psikoanalisis
a.
Pandangan
yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
b.
Terlalu
banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah
ditentukan oleh masa lalu.
c.
Cenderung
meminimalkan rasionalitas.
d.
Perilaku
yang ditentukan oleh energi psikis, adalah suatu yang meragukan.
e.
Kurang
efisien dari segi waktu dan biaya.
E.
Penerapan
dan Contoh Kasus Teori Psikoanalisis
Penerapan dapat
dilakukan pada saat orang yang tengah tidak sadarkan diri. Saat pasien tidak
sadar, pasien banyak yang menutup-nutupi ingatan yang menyedihkan. Karena
masalah inilah Frued melakukan pekerjaannya
yaitu, memeriksa ketidaksadaran serta menguak alasan resistensi pasien
tersebut. Cara yang biasanya dilakukan adalah melalui mimpi, hipnotis, dan
melamun.[18]
Untuk contoh
penerapannya, penulis akan memberikan contoh mengenai kegiatan orang sedang
melamun (perubahan kepribadian yang disertai kekaburan). Cara Frued
melakukannya adalah dengan menghubungkan beberapa kata yang mempunyai hubungan
dengan apa yag dipikirkannya, saat
mengetahui kata-kata itu ia menghipnotisir pasien lalu mengulang kata-kata
tersebut. Supaya berfungsi sebagai titik tolak. Setelah itu pasien merelakan
bekerja sama dengan dokternya. Dengan demikian dihadapan dokter dihadirkan
kembali ciptaan-ciptaan psikis yang melintasi pemikirannya dalam melamun lewat
kata-kata yang diucapkannya tadi. Cara ini sering diberi nama “Talking Care”
atau “Chimneg-Sweeping”.[19]
Cuplikan dari suatu sesi psikoanalisa- sebuah ilustrasi
transverensi.
Pasien : (Seorang pria eksekutif bisnis berusia 50
tahun) : saya benar- benar merasa tidak ingin bicara hari ini.
Analis : (Tetap diam selama beberapa menit,
kemudian) Mungkin anda ingin menyampaikan mengapa anda merasa tidak ingin
bicara.
Pasien : anda mulai lagi, menurut saya, memaksa
saya melakukan sesuatu yang tidak ingin saya lakukakan. (diam sesaat). Apakah
saya harus selalu bicara di sini, pada saat saya tidak ingin? (Nada suaranya
naik dan marah). Bisakah anda pergi dari belakang saya? Anda tidak perduli
sengan perasaan saya, bukan?
Analis : Mengapa anda merasa saya tidak peduli?
Pasien : Karena anda selalu memaksa saya untuk
melakukan sesuatu yang saya rasa tidak bisa.
Cuplikan di
atas harus dipahami dalam konteksnya. Pasien tersebut telah menjalani terapi
selama sekitar satu tahun, dengan keluhan depresi dan kecemasan. Walaupun
sangat sukses di mata keluarga dan rekan-rekannya, dia merasa lemah dan tidak
kompeten. Melalui banyak sesi asosiasi dan analisis mimpi, analisis mulai
menduga bahwa perasaan gagal yang dirasakan pasien berakar dari
pengalaman-pengalaman di masa kecilnya bersama ayah yang sangat keras dan suka
mengkritik, yang jauh lebih sukses dari si klien, yang tampaknya tidak pernah
puas dengan apapun yang diupayakan anaknya. Pembicaraan yang dikutip di sini
pada akhirnya diinterpretasikan oleh analis sebagai ekspresi kemarahan pasien
terhadap tekanan sang ayah terhadapnya. Nada suara pasien (marah), seperti
halnya reaksinya yang berlebihan terhadap saran lembut dari analis untuk
menceritakan mengapa ia tidak ingin bicara, mengindikasikan bahwa pasien tidak
ingin berbicara, mengindikasikan bahwa pasien sebenarnya bukan marah kepada
penganalisis, tetapi kepada ayahnya. Terapis menilai ekspresi perasaan semacam
itu, yaitu pasien mengalihkan perasaan terhadap ayahnya kepada analis. Sebagai
hal penting dan menggunakannya dalam essay essay selanjutnya untuk membantu
pasien mengevaluasi ulang ketakutan-ketakutan di masa kecilnya untuk
mengecewakan ayahnya dan mengekspresikan kemarahan kepadanya.[20]
Depresi adalah
gangguan mood yang dapat diselesaikan oleh beberapa prespektif.
Salah-satunya psikoanalisa yang menitikberatkan pada konflik bawah alam sadar
yang berhubungan dengan duka dan kehilangan. Seperti yang dipaparkan oleh Freud
bahwa potensi depresi berada pada masa anak-anak karena fase itu dapat
menentukan kepribadian seseorang secara permanen atau juga sementara.[21]
Pendekatan
Psikoanalisa yang lebih mengarah kepada alam bawah sadar seorang individu.
Bagian individu dikontrol oleh bagian yang tidak sadar. Dengan menggunakan
unsur id, ego dan super ego. Psikoanalisis memberikan kekuatan penggerak dari
alam bawah sadar yang disebut libido.[22]
Maka sampai
saat ini, penerapan psikoanalisa masih terus berkembang. Salah-satu model
pengaplikasian teori alam bawah sadar ini adalah psikoterapi. Sebuah yayasan
terapi mengaplikasikan teori psikoanalisa dengan melatih para pakarnya untuk
mempraktekan psikoterapi.[23]
Sudah berkembang pesat hingga kini. Seperti halnya hypnotherapy yaitu memberi
motivasi atau sebuah pengarahan melalui alam bawah sadar. Atau dengan cara
mengembalikan pikiran buruk di masa lampau dan memberikan mindset untuk
membuangnya jauh-jauh. Itu sudah sering dilihat dewasa ini, khususnya di Negara
Indonesia sendiri.
Pendekatan
psikoanalisa pun sangat berguna bagi seorang konselor untuk melakukan
pendekatan terhadap klien yang mempunyai masalah besar yang terpendam. Dengan
cara membuat klien menjadi tenang, maka hal itu akan menjadikan klien lebih merasa
nyaman dan puas untuk mengikuti pengarahan yang dipaparkan konselor atau
psikolog.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Psikoanalisis
merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara
fisik. Psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, dimana
ketidaksadaran memainkan peran sentral. Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk
menyembuhkan pasien-pasien histeria. Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan
teoritis dari penemuannya di bidang praktis. Dari hasil penelitian yang dilakukannya
kemudian lahir asumsi-asumsi tentang perilaku manusia.
2.
Pandangan
Psikoanalisis Tentang Kepribadian Manusia
a.
Topografi
Kepribadian: Alam sadar (conscious/Cs), alam prasadar (preconscious/Pcs),
dan alam bawah sadar (unconscious/Ucs),
b.
Struktur
Kepribadian: Id, Ego, dan Superego
c.
Perkembangan
Kepribadian: Fase oral, Fase anal, Fase falik, Fase laten, dan Fase genital.
d.
Dinamika
Kepribadian: Insting, kecemasan, dan mekanisme pertahanan ego.
3.
Teknik
konseling Psikoanalisis: asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisis
transference, dan analisis resistensi.
4.
Kelebihan
konseling psikoanalisis: Adanya motivasi yang tidak selamanya disadari, Adanya
teori kepribadian dan teknik psikoterapi, Pentingnya masa kanak-kanak dalam
perkembangan kepribadian, Adanya model penggunaan wawancara sebagai alat
terapi, Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami
sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia. Pendekatan ini dapat mengatasi
kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi dan
transferensi-trasnferensi.
Kelemahan psikoanalisis: Pandangan yang terlalu
determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan. Terlalu banyak
menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah
ditentukan oleh masa lalu. Cenderung meminimalkan rasionalitas. Perilaku yang
ditentukan oleh energi psikis, adalah suatu yang meragukan, Kurang efisien dari
segi waktu dan biaya.
5.
Penerapan
dapat dilakukan pada saat orang yang tengah tidak sadarkan diri. Saat pasien
tidak sadar, pasien banyak yang menutup-nutupi ingatan yang menyedihkan. Karena
masalah inilah Frued melakukan pekerjaannya
yaitu, memeriksa ketidaksadaran serta menguak alasan resistensi pasien
tersebut. Cara yang biasanya dilakukan adalah melalui mimpi, hipnotis, dan
melamun.
B.
Saran
Demikian
makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran yang berisi kritik
maupun sanggahan serta tambahan terhadap makalah ini agar menjadi lebih baik.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan
dan memakluminya, karena penulis adalah hamba Allah yang tak luput dari salah
khilaf, alfa dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta: FIP
UPI dan Imperial Bhakti utama, 2007
Freud, Sigmund, Peradaban dan Kekecewaan, terj. Apri Danarto
Yogyakarta: Jendela, 2002
Gerald C Davison, Psikologi Abnormal edisi 9, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006
Izzudin, Muhammad, Panduan Lengkap Psikologi Islam, Jakarta:
Gema Insani, 2006
Latipun, Psikologi Konseling,
Malang: UMM Press, 2001
Lumongga Lubis, Namora, Memahami Dasar-Dasar Konseling, Jakarta:
Kencana
Muhammad Surya, Teori-teori Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003
Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa Lima Ceramah, Jakarta:
PT.Gramedia,1984
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian Yogyakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998
Syam, Nina W., Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011
Willis, Sofyan S., Konseling Keluaga, Bandung: Alfabeta,
2011
[1] Sofyan
S.Willis, Konseling Keluaga, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 92.
[2] Namora
Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana), hlm
139.
[3] Namora
Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm. 140-141.
[5] Sigmund Freud, Peradaban dan Kekecewaan, terj. Apri Danarto
(Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. viii
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Yogyakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998), hlm. 142
[7] Sigmund Freud,
Peradaban dan Kekecewaan, hlm. viii-ix
[8] Sigmund Freud,
Memperkenalkan Psikoanalisa Lima Ceramah, (Jakarta: PT.Gramedia,1984),
hlm. 6
[9] Sigmund Freud,
Memperkenalkan Psikoanalisa, hal. 12
[10] Namora
Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm. 146.
[11] Namora
Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm.142.
[13] Sofyan
S.Willis, Konseling Keluaga, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 95
[14] Sofyan
S.Willis, Konseling Keluaga, hlm. 96
[15] Namora
Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, hlm. 147.
[17] Muhammad
Surya, Teori-teori Konseling, (Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, 2003), hlm. 38.
[18] Alex Sobur, Psikologi
Umum, (Bnadung: Pustaka Setia, 2003), hal. 115
[19] Frued, Memperkenalkan
Psikologi, hal.7
[20] Gerald C
Davison, Psikologi Abnormal edisi 9, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), hal.44
[21] Nina W. Syam, Psikologi
sebagai akar ilmu komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011),
hal. 54
[22] Muhammad Ali, Ilmu
dan Aplikasi Pendidikan, (Jakarta: FIP UPI dan Imperial Bhakti utama,
2007), hal.126
[23] Muhammad
Izzudin, Panduan lengkap Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
hal. 652
Tidak ada komentar:
Posting Komentar