Definisi Puasa
Puasa
secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi,
adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa
bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Detailnya,
puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa
seperti makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak
terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim
yang baligh, berakal, bersih dari haidl dan nifas, disertai niat ikhlas semata-mata
karena Allah ta'aala. Puasa di bulan Ramadhan mulai diwajibkan kepada
orang-orang Islam pada tahun kedua Hijriah, yakni tahun kedua setelah Nabi
Muhammad Saw. hijrah dari Makkah ke Madinah. Dalil diwajibkannya berpuasa
adalah firman Allah Swt., sebagai berikut yang artinya sbb: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa” (QS. Al-Baqarah : 183)
Berikut
adalah beberapa Hikmah Puasa
1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri
untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai
tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita
sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur'an
kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita
dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang
menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita
bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
dan amal-amal sunat. Artinya kita menahan diri atas satu pekerjaan yang monoton dan lalai beribadah kepadaNya. Orang yang lalai atas mengingat Allah, selalu asyik dengan pekerjaannya, sehingga waktu istirahat siang, sholat, dan makan sering terabaikan. Atau waktu yang seharusnya dipakai untuk beribadah kepada Allah dipakai untuk makan siang bersama kekasih. Sholat? tinggal. Di bulan Ramadhan kita diajarka hidup seimbang, antara pekerjaan, dan Ibadah. Pekerjaan untuk kepentingan dunia dan Ibadah untuk kepentingan Akhirat.
dan amal-amal sunat. Artinya kita menahan diri atas satu pekerjaan yang monoton dan lalai beribadah kepadaNya. Orang yang lalai atas mengingat Allah, selalu asyik dengan pekerjaannya, sehingga waktu istirahat siang, sholat, dan makan sering terabaikan. Atau waktu yang seharusnya dipakai untuk beribadah kepada Allah dipakai untuk makan siang bersama kekasih. Sholat? tinggal. Di bulan Ramadhan kita diajarka hidup seimbang, antara pekerjaan, dan Ibadah. Pekerjaan untuk kepentingan dunia dan Ibadah untuk kepentingan Akhirat.
3. Bulan Ramadhan mengajarkan agar
peduli pada orang lain yang lemah. Di bulan Ramadhan kita puasa, merasaka lapar
dan dahaga, mengingatkan kita betapa sedihnya nasib orang yang tidak berpunya,
orang terlantar, anak yatim yang tiada orang tuanya, fakir miskin yang hidup di
tempat yang tidak layak. Apakah kita tidak merasa prihatin? Sehingga kita
peduli untuk membantu saudara-saudara kita yang kelaparan. Baik karena kondisi
ekonomi, atau disebabkan bencana Alam. Allah menyindir orang yang tidak peduli
pada nasib orang lain yang miskin sebagai pendusta Agama. Juga Allah mengataka
orang yang tidak peduli dengan nasib fakir miskin dan anak yatim sebagai orang
yang tidak mempergunakan potensi pancaindranya untuk melihat keadaan
sekelilingnya. Orang yang tidak peduli dengan orang lain juga disebut sebagai
orang yang salah menilai atau memandang kehidupan.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan akan
adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan. Di bulan puasa kita diharuskan
sungguh-sungguh dalam beribadah, menetapkan niat yang juga berisi tujuan kenapa
dilakukannya puasa. Tuajuan puasa adalah untuk melatih diri kita agar dapat
menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan
tercapai maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada
arti apa-apa. Jadi kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan
segala macam amal ibadah.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita
hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju
masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah,
tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya
orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga
kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
Berpuasa
Sebagai Benteng Terhadap Nafsu
Nabi
Muhammad SAW bersabda, “…maka hendaklah ia berpuasa, sesungguhnya puasa bisa
menjadi benteng baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Yang dimaksudkan benteng
(junnah) di sini adalah perisai yang menjaga diri dari penyakit fisik dan
psikologis.
Berpuasa pada hakekatnya adalah menahan diri dari segala yang dihalalkan Allah sampai batas waktu yang di tentukan oleh Allah, yaitu dari terbit fajar (subuh) sampai terbenam matahari ( magrib ).Manusia tanpa adanya usaha untuk menahan diri, tanpa sadar manusia terseret-seret oleh keinginan (dorongan) hawa nafsu sahwatnya. Jika ibadah Sholat mampu menjaga manusia dari perbuatan keji dari sisi Jasmani, (paling tidak dari sekian banyak hikmah yang terkandung dalam sholat) Bagaimana mungkin seorang dipandang rajin melakukan sholat paling tidak ada perasaan malu untuk melakukan maksiat.
Berpuasa pada hakekatnya adalah menahan diri dari segala yang dihalalkan Allah sampai batas waktu yang di tentukan oleh Allah, yaitu dari terbit fajar (subuh) sampai terbenam matahari ( magrib ).Manusia tanpa adanya usaha untuk menahan diri, tanpa sadar manusia terseret-seret oleh keinginan (dorongan) hawa nafsu sahwatnya. Jika ibadah Sholat mampu menjaga manusia dari perbuatan keji dari sisi Jasmani, (paling tidak dari sekian banyak hikmah yang terkandung dalam sholat) Bagaimana mungkin seorang dipandang rajin melakukan sholat paling tidak ada perasaan malu untuk melakukan maksiat.
Puasa
adalah menahan dari sisi psikologis dengan cara menahan dorongan dorongan hawa
nafsu yang selalu ingin membawa kepada keburukan. Dorongan ini tidak pernah
disadari oleh kebanyakan manusia karena tidak adanya upaya untuk membedakannya.
Yaitu upaya untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan (hawa nafsu) saja,
padahal salah satu anugrah bagi mereka yang bertakwa adalah diberikannya rasa
pembeda antara hak dan kebatilan dalam dirinya. Dengan Puasa manusia menjadi
Takwa dan dengan takwa manusia mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan.
Orang
yang berpuasa adalah orang yang terlatih mengelola hawa nafsunya, diawalai
dengan menahan diri dari hal-hal yang dihalalkan Allah, seperti makan minum
berhubungan suami istri. Dalam bulan Puasa kegiatan yang halal tadi menjadi
haram karena manusia dipaksa untuk tidak melakukannya karena Allah ta’ala,
sejak terbit fajar (subuh) sampai terbenamnya matahari (magrib) satu bulan
lamanya.Kondisi yang memaksakan orang yang beriman untuk meninggalkan yang
halal adalah bentuk ibadah yang melatih manusia agar menjaga perutnya dari
hal-hal yang di halalkan.
Para
ahli kesehatan telah banyak meneliti bahwa sumber penyakit adalah perut dan
perut berasal dari makanan. Sumber sahwat adalah juga dari makanan. Sebagai
contoh: orang kenyang yang tidak menjaga makanan, dan berlebihan dalam
memanjakan makanan cenderung untuk statis (nyaman) dan mendorong untuk memenuhi
keinginan keinginan lainnya. Tapi di sisi lain orang yang lapar ( kesusahan)
cenderung kritis dan mendorong untuk berfikir dinamis,bagaimana harus
keluar dari kondisi yang lapar ini. Dan banyak orang-orang suksek berawal dari
kondisi yang sangat sulit.
MALAM LAILATUL QADAR
Malam dimana dalam al-Qur'an disebutkan bahwa lebih utama dari seribu bulan dan malam tersebut para malaikat dan ruh Nabi, Rasul dan orang2 sholeh turun ke alam dunia ini, disaat itu do'a orang yang beriman langsung di ijabah dan dikobulkan Tuhan dengan cepat.Ibnu ‘Uyainah berkata, “Apa yang disebutkan di dalam AI-Qur’an dengan kata ‘Maa adraaka’ ‘apakah yang telah memberitahukan kepadamu’ sesungguhnya telah diberitahukan oleh Allah. Apa yang disebutkan dengan kata kata ‘Maa yudriika’ ‘apakah yang akan memberitahukan kepadamu’, maka Allah belum memberitahukannya.
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah
ber’itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan beliau bersabda,
‘Carilah malam qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan.” Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Carilah
Lailatul Qadar pada malam sepuluh yang terakhir dari (bulan) Ramadhan. Lailatul
Qadar itu pada sembilan hari yang masih tersisa, tujuh yang masih
tersisa, dan lima yang masih tersisa.
Tanda-tanda
Malam Lailatul Qodar
Ø Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami
menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda (yang artinya), “Siapa di antara kalian yang ingat
ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah (setengah bejana).” (HR Muslim 1170).
Ø Dan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), “(Malam) Lailatul Qadar adalah malam
yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya
cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR Thayalisi (349), Ibnu
Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).
Ø Dari Watsilah bin al-Asqo’ dari
Rasulullah SAW: “Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak
dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang
dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR.
at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan), DAN BERIKU DO'A KETIKA LAILATUL KODAR:
Moga
dan semoga amal ibadah baik puasa maupun ibadah yang lain di bulan puasa ini yang sudah dan akan datang di
kobulkan Alloh SWT Amin ya mujibassailin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar