Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 17 Maret 2016

MAKALAH TEORI PERILAKU, SIFAT DAN KONTINGENSI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM



BAB IV
TEORI PERILAKU, SIFAT DAN KONTINGENSI
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM
(Oleh: MANSUR)

I.          PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
                        Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya upaya besama untuk mengerakan semua sumber dan alat  yang tersedia dalam suatu oganisasi.  Dalam lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam yang termasuk salah satu unit organisasi juga terdiri dari berbagai unsur atau sumber, dan unsur yang paling penting adalah manusia. Pemimpin merupakan faktor penentu dalam kesuksesan atau gagalnya suatu organisasi dan usaha, baik didunia bisnis maupun di dunia pendidikan, kesehatan, perusahaan, religi, social, politik, pemerintahan Negara, dan lain-lain.[1] Untuk itu dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung atas kemampuan pemimpinya untuk menubuhkan iklim kerja sama dan dapat menggerakan sumber-sumber daya yang ada sehingga dapat mendaya gunakan dan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Dalam sejarah kepemimpinan Islam, Rasulullah adalah teladan pertama dan utama. Bagaimana seharusnya sifat, perilaku dan pergaulan yang harus melekat pada diri pemimpin, agar apa yang dipimpinnya sesuai arah, harapan dan cita-cita bersama. Bahkan sifat, pelrilaku dan pergaulan pemimpin yang baik tentunya bisa menularkan pemberdayaan anggota untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Sebagaimana sifat, perilaku dan pergaulan yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Siddiq, amanah, Tabligh, fathonah. Maka, perlu dijadikan landasan dalam menjalankan roda kepemimpinannya, dari sekala yang paling kecil sampai pada wilayah yang lebih luas.
Dengan demikian kehidupan suatu organisasi sangat ditentukan oleh peran seorang pemimpin. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang Mampu menumbuhkan dan mengembangkan usaha kerja sama serta memelihara iklim yang kondusif dalam kehidupan organisasi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi   hubungan manusia.[2]
Dalam makalah ini akan membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan Teori perilaku, sifat dan kontingensi kepemimpinan, khususnya peran kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang pemakalah ambil disini ialah :
1.    Apakah Pengertian Teori Perilaku?
2.    Bagaimana Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan Pendidikan Islam?
3.    Apa Definisi Teori Sifat Itu?
4.  Apakah Makna Teori Sifat Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam?
5.    Apa Pengertian Teori Kontingensi?
6.    Apakah Aplikasi Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam?
C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini ialah untuk:
1.       Menjelaskan Pengertian Teori Perilaku.
2.      Menjelaskan Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan Pendidikan Islam.
3.      Menjelaskan Pengertian Teori Sifat.
4.      Menyebutkan Makna Teori Sifat Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam.
5.      Menjelaskan Pengertian Teori Kontingensi.
6.      Menjelaskan Aplikasi Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam.
II.           PEMBAHASAN
A.       TEORI PERILAKU
1.      Pengertian  Teori Perilaku
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang bendasarkan teori perilaku ini, memiliki kecenderungan kearah 2 hal, yaitu:
a.                Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
b.                Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.[3]
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
Dalam menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan, pemimpin biasanya menampakkan perilaku kepemimpinannya dengan bermacam-macam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Usman, para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang berpijak dari perilaku kepemimpinan ini, yaitu 1) yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan 2) yang berorientasi pada bawahan atau karyawan (employee oriented)[4]
Gaya yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian tugas dengan pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai dengan keinginannya. Hubungan baik dengan bawahannya diabaikan
yang penting bawahan harus bekerja keras, produktif dan tepat waktu. Sebaliknya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan cenderung lebih mementingkan hubungan baik dengan bawahannya dan lebih memotivasi karyawannya daripada mengawasi dengan ketat. Gaya ini sangat sensitif dengan perasaan bawahannya. Jadi pada prinsipnya yang dipakai pada gaya kepemimpinan yang ini bukan otak tapi rasa yang ada dalam hati. Pemimpin berusaha keras tidak menyakiti bawahannya. Penjabaran perilaku pemimpin terhadap bawahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1)      High-high berarti pemimpin tersebut memiliki hubungan tinggi dan orientasi tugas yang tinggi juga.
2)      High task-low relation, pemimpin tersebut memiliki orientasi tugas yang tinggi, tetapi rendah hubungan terhadap bawahan.
3)      Low task-high relation, pemimpin tersebut lebih mementingkan hubungan dengan bawahan, dengan sedikit mengabaikan tugas. Teori ini disebut dengan Konsiderasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan.
4)      Low task-low relation, orientasi tugas lemah, hubungan dengan bawahan juga lemah.[5]
Dari keempat macam gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang paling fatal akibatnya adalah yang keempat. Seorang pemimpin apabila memimpin dengan gaya yang keempat ini, lebih baik turun saja dari kepemimpinannya sebelum hancur organisasi yang dipimpinnya tersebut.
Dari hasil penelitian para ahli terdapat beberapa teori kepemimpinan berdasarkan perilaku yang terkenal di kalangan para peneliti. Teori tersebut antara lain studi lowa, studi ohio, studi Michigan, Rensis Likert, dan Reddin.[6] Berikut penjabaran masing-masing teori tersebut:
a)      Studi Lowa. Studi ini meneliti kesukaan terhadap 3 macam gaya kepemimpinan, yaitu gaya otoriter, gaya demokratis dan gaya laizes
faire. Hasil penelitian mengatakan bahwa kebanyakan suka gaya kepemimpinan demokratis.
b)      Studi Ohio. Studi ini berusaha mengembangkan angket deskripsi perilaku kepemimpinan. Peneliti merumuskan bahwa kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu, yang terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif dan perhatian. Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan pada pencapaian tugas. Perhatian menunjukkan perilaku pemimpin pada hubungan dengan bawahannya. Penelitian ini menemukan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut: Perhatian rendah pembuatan inisiatif rendah, Perhatian tinggi pembuatan inisiatif rendah,  Perhatian tinggi pembuatan inisiatif tinggi dan Perhatian rendah pembuatan inisiatif tinggi
c)      Studi Michigan. Penelitian ini mengidentifikasi dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan dan berorientasi pada produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan menekankan pentingnya hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting. Pemimpin yang berorientasi pada produksi menekankan pentingnya produksi dan aspek teknik-teknik kerja.[7]
Dilihat dari segi efektifitasnya, tiap- tiap gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu kepemimpinan yang kurang efektif dan kepemimpinan yang efektif. Kelompok yang kurang efektif terdiri atas gaya kepemimpinan deserter, missionary, autocrat,dan compromisser. Sedangkan kelompok yang efektif mencakup gaya kepemimpinan compromisser,  developer, benevolent, dan executive.
Dari kedelapan gaya kepemimpinan sebagaiamana yang diuraikan di atas menunjukkan hasil dari kedelapan kemungkinan adanya adanya gabungan antara orientasi tugas (taks oriented ); orientasi hubungan (relationship oriented), dan orientasi hasil(effectiveness oriented). Orientasi tugas terjadi apabila pemempin menggarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Orientasi hubungan terjadi apabila pemimpin membina hubungan akrab dan saling mepercayai bawahan, menghargai ide yang disampaikan bawahan dan tengang rasa yang disampaikan bawahan. Orientasi hasil  timbul apabila pemimpin berhasil mencapai tujuan organisasinya sebagaimana telah direnanakan dan sesuai dengan kedudukan sebagai pemimpin.
2.  Penerapan Teori Perilaku Kepemimpinan Pendidikan Islam.
                             Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menggunakan gaya yang dapat mewujudkan sasarannya, misalnya dengan mendelegasikan tugas, mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi bawahannya, melaksanakan kontrol dan seterusnya. Kepemimpinan yang efektif merupakan kepemimpinan yang mampu menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan bersama. Hasil kajian terhadap beberapa referensi menemukan 6 karakteristik kepemimpinan yang baik. Keenam karakter tersebut antara lain:
a.       Pemahaman otentitas sejarah keberadaan organisasi.
b.      Memahami otentitas sumber-sumber organisasi.
c.       Memahami otentitas struktur organisasi.
d.      Memahami otentitas kekuatan organisasi.
e.       Memahami otentitas misi organisasi.
f.       Memahami otentitas makna organisasi.[8]
                             Dalam upaya menuju kepemimpinan pendidikan Islam yang efektif, setidaknya para pemimpin harus dilatih sesuai dengan corak pendekatan perilaku. Nabi Muhamad SAW telah mengajarkan akhlak Islam kepada semua umatnya untuk dijadikan landasan bagi pengembangan profisionalisme seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya. Dan hal ini dapat dilihat pada pengertian sifat sifat akhklah nabi Muhammad SAW:[9]
1)       Sifat kejujuran.
            Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk membangun seorang pemimpin yang baik. Hampir semua usaha yang dikerjakan bersama menjadi lancar, karena adanya kejujuran. Oleh karena itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi  Rasulullah SAW. Dan sifat ini pula yang selalu diajarkan oleh Islam melalui Al-quran dan sunnah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan didunia organisasi , perusahaan dan lembaga moderen saat ini sangat ditentukan oleh kejujuran. Begitu juga tegaknya negara sangat ditentukan oleh sifat jujur  para pemimpinnya. Ketika para pemimpinnya tidak jujur dan korup maka negara itu  menghadapi problem nasional yang berat, dan sangat sulit untuk membangkitkannya kembali.
2)      Sifat tangung jawab.
                 Sikap tanggung jawab juga merupakan sifat ahklaq yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan /organisasi/lembaga apapun pasti akan hancur bila orang orang yang terlibat didalamnya tidak amanah.
3)      Sifat komunikatif.
                 Salah satu ciri komunikatif dan transparan. Dengan sikap komunikatif, seorang penaggung jawab suatu pekerjaan akan dapat terjalin kerjasama dengan orang lain akan lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk melakukan kerjasama atau melakukan visi dan misi yang dasampaikan. Sementara dengan sikap transparan. Kepemimpinan diakses semua pihak tidak ada kecurigaan, sehingga semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi yang tinggi kepada kepemimpinannya. Dengan begitu, perjalanan sebuah organisasi akan berjalan lebih lancar, serta mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.
4)      Sikap cerdas.
                 Dengan kecerdasan seorang professional akan dapat melihat dan menangkap peluang dengan tepat dan cepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang cerdas akan cepat dan tepat dalam memahami problematika yang ada di lembaganya. Ia akan cepat memahami aspirasi anggotanya, sehingga setip peluang dapat segera dimanfaatkan secara optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.
5)      Berfikir positif dan bersikap positip.
               Berfikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugas tugasnya lebih baik. Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Khusnudzon tersebut, tidak saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama adalah bersikap dan bersikap positif  kepada Allah SWT. Dengan pemikiran tersebut,seseorang akan lebih bersikap objektif dan optimistic. Apabila ia berhasil dalam usahanya tidak menjadi sombong dan lupa diri, dan apabila gagal tidak mudah putus asa, dan menyalahkan orang lain. Sukses dan gagal merupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah SWT.
6)      Memperbanyak silaturahmi.
               Dalam Islam kebiasaan silaturrahim merupakan bagian dari tanda tanda keimanan. Namun dalam dunia profesi, silaturahim sering dijupai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar.
7)      Disiplin waktu dan menepati janji.
               Begitu pentingnya disiplin waktu, al-quran menegaskan  makna waktu bagi kehidupan manusia yang telah menjadi seorang pemimpin wajib menghargai dan menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin.


8)      Bertindak efektif dan efisien.
               Bertindak efektif artinya merencanakan, mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegiatan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup, tidak boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efisien.
9)      Memeberikan upah secara cepat dan tepat.
               Ini sesuai dengan hadits nabi, yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong seseorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula. Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas malas karena ia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya karyanya tidak dihargai secara memadai.
Salah satu bentuk kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam adalah kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan.[10] karena ia merupakan pemimpin dilembaganya, Mulyasa mengatakan, kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah.karena mereka merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh sekolah menuju tujuannya.sekolah yang efektif , bermutu, dan favorit tidak lepas dari peran kepala sekolahnya.maka ia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,ia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik.kepal sekolah harus bertanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolaan sekolah secara formal kepada atasannya atau secara informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya.


B.       TEORI SIFAT
1.    Pengertian Teori Sifat
Sifat-sifat didefinisi sebagai predisposisi- predisposisi yang diinferensi, yang mengarahkan perilaku seorang individu dengan cara-cara yang bersifat konsisten dan khas. Sedangkan menurut Allport, yang dikutip J. Winardi bahwa sifat-sifat adalah batu bangunan kepribadian, petunjuk-petunjuk untuk aktivitas dan sumber keunikan sang individu.[11] . Ada beberapa teori yang berkenaan dengan teori sifat, antara lain:
a. Teori-teori psikodinamik
Freud berpendapat bahwa adanya perbedaan individual dalam kepribadian, hal mana disebabkan orang-orang mengahadapi rangsangan fundamental mereka dengan cara yang berbeda.
Guna menitikberatkan perbedaan-perbedaan tersebut  Freud menggunakan sebuah analogi berupa pertempuran yang berkelanjutan antara dua kedua bagian dan kepribadian, yakni apa yang dinamakan “The Id “ dan “super ego”. Yang dimoderasi oleh ego.
Id  adalah bagian kepribadian yang primitif, yang berada di bawahh sadah, yakni gudang dari rangsangan-rangsangan yang fundamental.
Ia bekerja secara irrasional dan impulsif , tanpa mempertimbangkan apakah yang dikehendaki itu mungkin dapat tercapai atau tidak, atau secara moral dapat diterima.
Sebagian dari tugas ego adalah memilih tindakan-tindakan yang memenuhi tugas-tugas impuls Id, tanpa menimbulkna dampak yang tidak dikehendaki.
Seringkali terlihat gejala bahwa ego harus melakukan kompromis dan ia perlu berupaya untuk memuaskan Id dan super ego.


b.    Teori Humanistik
         Teori humanistik menekankan pada pentingnya fakta bagaimana manusia mempersepsi dunia mereka dan semua kekuatan yang mempengaruhi mereka.
Teori-teori sifat menyediakan sebuah katalog, yang melukiskan sang individu. Teori-teori psikodinamik mengintegrasi ciri-ciri manusia dan menerangkan sifat dinamik pengembangan kepribadian, sedang teori humanistik menitikberatkan pada person dan pentingnya aktualisasi diri bagi kepribadian.[12] 
2.      Makna Teori Sifat Dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam berkembang dalam sejarah Islam sesuai dengan konteks jamannya mulai awal-awal kedatangan Islam sampai saat ini. Yang kedua pendidikan Islam dalam persfektif  Al Qur’an sumber pokok ajaran Islam. Dan pendidikan Islam sebagai way of live,  pendidikan Islam sebagai pandangan hidup. Dari ketiga term tersebut menunjukkan keluasan cakupan dan kajian pendidikan Islam  itu sendiri sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam mempersoalkan dan mengkaji pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan Islam diidentikkan dengan pendidikan agama dan keagamaan. Pendidikan agama yang dimaksud adalah pendidikan agama disekolah /madrasah dalam artian pendidikan agama pada lembaga pendidikan formal. Sementara pendidikan keagamaan yang dimaksud adalah pendidikan agama dipesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim dan semisalnya yang yang notabene adalah berada pada jalur pendidikan non formal.
Dalam pandangan Muhammad Attiyah Al Abrosi attarbiyah lebih tepat digunakan dalam konteks pendidikan Islam dari pada at tarbiyah, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.Tarbiyah berarti mendidik, sedang ta’lim berarti mengajar, mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara, supaya dapat menggunakan potensi dan bakatnya dengan baik, sehingga mencapai kehidupan yang sempurna dimasyarakat. Oleh karena itu pendidikan mencakup pendidikan akal, kewarganegaraan, jasmaniyah, akhak, dan kemayarakatan. Sedangkan at ta’lim hanya merupakan salah satu bagian dari saran-sarana pendidikan yang bermacam itu. At ta’lim secara khusus hanya secara khusus hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kedalam fikiran dan mengisi ingatan-ingatan anak dengan masalah-masalah ilmu pengetauan dan seni.
Dari beberapa uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan atau diselnggarakan untuk mewariskan nilai-nilai Islam yang bersumber dari AlQur’an dan Al Hadits.    Sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam persfektif Islam?. Dalam Al Qur’an Surah Ali Imran Allah berfirman :
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
Artinya:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.[13]

Dari ayat di atas, ada beberapa sifat yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin :
1). Lemah lembut
2). Menghindari ucapan keras dan kasar
3). Menghindari kekerasan hati
4). Al Afwu(pemaaf)
5). Memohonkan ampun
6). Bermusyawarah
7). Tekad kuat dan tidak ragu
8). Tawakkal kepada Allah.[14]
Sebagai umat Islam, sebagaimana diajarkan dalam Al Qur’an, dan sebagai dorongan naluri alamiyah kita, maka idola atau teladan kita yang utama adalah Rosulullah Muhammad SAW. Sesuai dengan Firman Allah SWT melalui Al Qur’an:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[15]

   Perasaan cinta dan kagum lahir dari hati nurani dan kesadaran jiwa, bahwa budi kepada seseorang yang telah dengan tulus ikhlas, biasanya muncul tidak dengan seketika, tetapi muncul setelah melalui proses interaksi, baik interaksi yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Konteks kecintaan kita kepada Rosulullah, setiap orang, bahkan yang mengaku dirinya beragama Islam sekalipun akan setuju.
C.    TEORI KONTINGENSI
1.      Pengertian Teori Kontingensi
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, seseorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Jadi, Kontingensi / Situasional merupakan Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahannya dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia..
Menurut Fledler sebagaimana dikutip Baharuddin bahwa teori kontingensi adalah teori kemungkinan variabel-variabel yang berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini, perhatian Fledler adalah pada perbedaan gaya motivasional dari pemimpin.[16]
Teori kemungkinan dalam kepemimpinan membicarakan tentang variabel kemungkinan sebagai variabel yang memengaruhi hubungan antara gaya kepemimpinan dan respon anak buah kepada gaya kepemimpinan. Menurut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah situasi menguntungkan bagi pemimpin atau tidak. Ketiga variabel utama tersubut adalah sebagai berikut :
a.    Hubungan pribadi pemimpin dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin dan anggota).
b.    Kadar struktur tugas yang ditugaskan keapada kelompok untuk dilaksnakan (struktur tugas).
c.    Kekuasaan dan kewenangan posisi yang dimiliki (kuasa posisi).[17]
Teori kontingensi adalah sebuah teori yang menggantungkan pada situasi yang dihadapi atau bersifat situasional. pesan pokok pada teori kontingensi ini adalah bahwa tidak ada satupun cara terbaik dalam perorganisasian (there is no best way to organize).
Menurut teori kontingensi, ciri-ciri lingkungan mempengaruhi kemampuan satu organisasi untuk mencapai sumber-sumber daya dan untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan sumber-sumber daya maka para manager harus mengijinkan departemen-departemennya untuk mengorganisasi dan mengendalikan kegiatan-kegiatan mereka dengan cara sedemikian rupa hingga memungkinkan mereka mencapai sumber daya dalam batas-batas kendala-kendala yang ada pada lingkungan dimana mereka berada
2.     Aplikasi Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam
Jika dikaitkan dengan teori kontingensi kepemimpinan, sebagaimana yang disimpulkan oleh Fledler, bahwa pemimpin yang mempunyai motivasi kerja umumnya menunjukkan kinerja terbaik dalam kondisi yang paling baik, baik dalam kondisi dimana kekuasaan, kontrol dan pengaruhnya sangat tinggi, ataupun dalam kondisi yang tak menentu, dimana kontrol, kekuasaan dan pengaruh yang rendah.  Pemimpin yang mempunyai motivasi hubungan cenderung menunjukkan kondisi terbaik ketika dia mempunyai kekuasaan, kontrol dan pengaruh yang cukup baik. Ini artinya para pemimpin yang berorientasi pada tugas cenderung berprstasi baik dalam situasi kelompok yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan sekalipun.[18]
Salah satu cara mengaplikasikan teori kontingensi dalam Islam ialah dengan cara Memilih pemimpin yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Mengutip firman Allah SWT surat al-Maidah ayat 55 yang berbunyi:

$uK¯RÎ) ãNä3ŠÏ9ur ª!$# ¼ã&è!qßuur tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# tbqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# tbqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# öNèdur tbqãèÏ.ºu ÇÎÎÈ    
Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).[19]

Sesuai dengan ayat di atas ada beberapa kriteria seseorang bisa dipilih menjadi pemimpin, antara lain :
a)    Beriman kepada Allah SWT. karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rosulullah SAW. Sedangkan rosulullah adalah pelaksana kepemimpinan Alla SWT. Maka yang pertama kali harus dimiliki oleh penerus kepemimpinan beliau adalah keimanan (kepada Allah, Rosulnya dan rukun iman yang lainnya). Tanpa keimanan kepada Allah dan Rasulnya bagaimana mungkin ia dapat diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah dipermukaan bumi ini.
b)   Mendirikan shalat. Shalat adalah ibadah vertikal kepada Allah SWT. Seorang pemipin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan yang baik dengan Allah SWT. Diharapkan nilai-nilai kemulyaan dan kebaikan dalam shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya. Misalnya nilai kejujuran. Apa wudlu seorang imam shalat batal, sekalipun tidak diketahui orang lain dia akan mengundurkan diri dan siap digantikan orang lain, karena dia sadar dia tidak berhak lagi menjadi iman.
c)    Membayar zakat. Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat ditetapkan diharapkan selalu berusaha menyucikan hati dan hartanya. Ia tidak akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal. Lebih dari itu ia memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum dhuafa’ dan kaum mustadhafin. Ia akan menjadi pembela orang-orang lemah.
d)   Selalu tunduk patuh kepada Allah SWT. Dalam ayat di atas juga disebutkan pemimpin itu haruslah orang yang ruku’  (wahum rooki’un). Ruku’ adalah simbol kepatuhan kepada Allah dan Rasul Nya yang secara yang secara konkrit dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kaffah (totalitas) baik dalam aspek akidah, ibadah, akhlaq maupun muamalah.[20]
Dalam Islam kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan untuk memiliki pemimpin, bahkan perkumpulan dalam kecil sekalipun. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. Yang artinya “dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata Rasulullah bersabda, Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu menjadi pemimpin”. (HR. Abu Dawud).
Kepemipinan dalan hadits di atas, masih bersifat general bisa kepemimpinan negara, organisasi sosial, organisasi politik, perusahaan, perkatoran, maupun pendidikan. Mahdi sebagaimana dikutip mujamil Qomar menjelaskan bahwa kepemimpinan yang palin spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah tarbawiyah atau educative leadership), karena kesuksesan mendidik generasi, membina umat, dan berusaha membangkitkannya terkait erat dengan dengan pemenuhan kepemimpinan pendidikan yang benar.[21]
Ali Muhammad sebagaimana dikutip Mujamil Qomar, menjelaskan macam sifat kondusif yang harus dimiliki oleh pemimpin berikut ini:
1)        Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaan atau organisasinya.
2)        Menertibkan semua urusan dan membulatkan tekad untuk bertawakkal kepada Allah. (QS. Ali Imran : 159).
3)        Membangun kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah (muraqabah) sehingga terbina sikap ikhlas dimanapun kita berada, kendati tidak ada yang mengawasi kecuali Allah.
4)        Memberikan santunan sosial ( tafakul ijtima’) kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak. (QS. Al Hajj:41).
5)        Mempunyai power dan pengaruh yang dapat memerintah serta mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol pengawasan atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan mencegah kemungkaran. (QS. Al Hajj:41).
6)        Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan (QS. Al Baqarah : 205).
7)        Bersedia mendengar nasehat dan tidak sombong, karena nasehat dari orang yang ikhlas, jarang sekali kita peroleh (QS. Al Baqarah : 205).[22]

III.   KESIMPULAN
A.       Teori perilaku kepemimpinan (behavioral theory of leadership)  didasari pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat dibentuk, bukan dilahirkan (leader aremade, nor born). Berakar pada teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin, bukan pada kualitas mental atau internal. Menurut teori ini, orang bisa menjadi pemimpin melalui pelatihan atau observasi.
B.       Sifat didefinisi sebagai predisposisi yang diinferensi, yang mengarahkan perilaku seorang individu dengan cara-cara yang bersifat konsisten dan khas. Kualitas dan kompetensi kepala madarasah / sekolah secara umum setidaknya mengacu kepada empat hal pokok,yaitu :
1.        sifat dan ketrampilan kepemimpinan ;
2.        kemampuan pemecahan masalah;
3.        ketrampilan social;dan
4.        pengetahuan dan kompetensi professional.

C.       Kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok
(group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, seseorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.

IV.    DAFTAR PUSTAKA

Hub. 087865910783

Tidak ada komentar:

Posting Komentar