Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah
Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Pada dasarnya para
penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas, namun
ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka.
A.
Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike
(1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja
yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon
yaitu reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka
menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat
berujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak
dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku-tingkah laku yang tidak dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah
banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang
kemudian. Teori Thorndike ini disebut juga sebagai
aliran Koneksionisme (Connectionism).
B.
Teori Belajar Menurut John Broades Watson
(1878-1958)
J.B. Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik
yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat
diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal
tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa
perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak
dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat
diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi
yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat
diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka
akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah
seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) dapat
digambarkan sebagai berikut:
C.
Teori Belajar Menurut Clark Leaonard Hull
(1884-1952)
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara
stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia
sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan
dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak
banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam
berbagai eksperimen di laboratorium.
D.
Teori Belajar Menurut Edwin Ray Guthrie (1886-1959)
Sebagaimana Hull, Edwin Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun
ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull.
Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya
bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih
tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan
bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan
respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku
seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan
pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak
lagi dipentingkan dalam belajar.
E.
Teori Belajar Menurut Burrhusm Frederic Skinner
(1904-1990)
Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak
diperbincangkan, konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar
mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih
komprehensif.
Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada
seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus
tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga
dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau
menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah
laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara
stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan
dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon
tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para
guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus– respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan oleh Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa
akan dapat belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah
diberi stimulus lagi yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak
mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak
mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan
respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan
stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun
demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab
hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan
dengan responnya.
Sebagai contoh, motivasi sangat berpengaruh dalam proses
belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi
pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih atletik),
tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa tersebut
mendapatkan pengalaman penguatan yang kuat pada kegiatan-kegiatan di luar
pelajaran, tetapi tidak mendapatkan penguatan dalam kegiatan belajar di
kelas. Pandangan behavioristik tidak
sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun
mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan
yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga
dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut. Teori behavioristik juga
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan siswa untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal
banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses
belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori
behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori
behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun
ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat
dengan Guthrie, yaitu:
1.
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat
bersifat sementara.
2.
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi
(menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3.
Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat
mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari
pada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai
penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang
akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif
(sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong
siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif.
Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat
positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar
memperkuat respons.
@MENZOUR_ID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar